Menceritakan Jeffrey, pria bermata gelap dengan dimple di kedua pipinya dan memiliki tubuh kekar bak atlet. Ia memiliki darah campuran Amerika - Korea membuat gradasi apik dalam wajahnya. Pria itu menjadi tokoh utama untuk membantu seluruh masalah yang menimpa Yuna —istrinya— dan dirinya. Banyak kisah terjadi diantara mereka sebelum pada akhirnya kebenaran terungkap.Cinta, fetish, misteri, teka - teki, dan banyak lagi yang akan mereka temukan sembari mencari sebuah titik terang. Harapan mereka semakin nyata kala nenek Yuna mulai angkat bicara. Semakin lama semakin jelas, akankah mereka berhasil memecahkan misteri ini?
View MoreChapter 1
Hujan deras mengguyur ibu kota sejak pagi. Bahkan ketika hari menjelang malam pun, awan masih saja menggantung mengeluarkan tetes demi tetes air yang membasahi bumi. Membuat setiap orang lebih memilih tidur di kasur empuknya daripada harus bergelut dengan aktifitas dunia. Namun, berbeda halnya dengan Jeffrey. Pria bertubuh L-Men itu baru saja keluar kantornya, menuju parkiran. Ia hendak pulang sebelum suara seperti sesuatu yang menabrak memekakan telinganya.
Jeffrey mengalihkan pandangannya dan mendapati seorang pengantin wanita tergeletak kaku di atas aspal. Buru buru ia menghampiri wanita itu, tidak peduli badannya yang akan basah kuyup setelah ini.
"Nona, hey nona! Kau bisa mendengarku?" ucap Jeffrey menepuk pelan pipi wanita itu.
Kepalanya celingukan berharap ada segelintir orang lewat. Tapi nyatanya, nihil. Hanya ada dirinya, pengantin wanita, dan rintik air hujan. Memang wajar, sekarang sudah pukul 11 malam dan Jeffrey baru saja menyelesaikan laporannya.
Akhirnya pria itu mengangkat tubuh si pengantin wanita menuju tempat yang teduh. Ia berusaha menekan luka di beberapa bagian tubuh wanita. Sepertinya usahanya sia sia karena si pengantin telah kehilangan detak jantungnya. Wanita itu telah berpulang dengan damai.
Tidak ada kartu identitas, tidak ada tetangga, tidak ada orang, siapa yang tau wanita ini? Jeffrey menepuk kepalanya lalu membawa gadis itu ke rumah sakit. Jauh lebih baik daripada ia membiarkannya tergeletak di jalanan.
"Gadis malang. Kenapa wanita manis sepertimu malah berakhir seperti ini? Siapa pria sial yang kau tolak janji sucinya?" gumam Jeffrey sembari sesekali melirik wanita di belakang kursi kemudinya menggunakan spion belakang.
Seperti katanya, Jeffrey tergopoh gopoh mengangkat wanita itu memasuki rumah sakit untuk diotopsi. Tidak ingin berlama lama dan terlilit masalah karena dirinya menjadi saksi mata, ia memutuskan untuk pulang. Biarkan semuanya menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit. Meski begitu, ia tentu saja siap jika sewaktu waktu dipanggil untuk bersaksi di pengadilan.
Jeffrey melaju pulang ke rumah yang ia tempati seorang diri. Benar, orang tuanya menolak ikut pindah rumah dengan Jeffrey karena mungkin keduanya sangat menyayangi kampung halamannya.
Apa boleh buat, mau tidak mau terpaksa Jeffrey pindah seorang diri mengikuti tempat dimana ia bekerja. Cukup khawatir mengingat dirinya adalah anak tunggal. Tapi bibi Nur tetangganya berjanji untuk memastikan kedua orang tua Jeff akan selalu baik baik saja. Setidaknya Jeffrey cukup lega dengan itu.
Pria itu menyempatkan untuk merebahkan diri di dalam kamarnya sebelum mandi. Hari ini sangat melelahkan. Kerja lembur, penemuan pengantin wanita yang tergeletak, hujan deras. Sempurna. Bajunya cukup kering terkena AC mobil.
Tak lama kemudian ia bangkit membuka lemari untuk mengambil baju tidur. Tapi, sepertinya lemari Jeffrey kedatangan anggota baru.
"Gaun pengantin?" gumam Jeffrey kebingungan.
Ia meraih gaun itu, mengangkatnya tinggi tinggi, "Mungkinkah ini gaun yang sama?"
Benar. Gaun pengantin yang ia temukan bersama wanita manis yang tergeletak di tengah jalan kini bertengger apik di lemarinya.
Jeffrey mendesah gusar, "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Yang terpenting, tolong jangan ganggu aku. Setiap hari aku sangat lelah" ucap Jeff menunjuk gaun pengantin seakan akan gaun itu adalah manusia atau temannya.
Jeffrey tidak bohong mengenai ia lelah setiap hari. Ia harus bekerja ekstra untuk kenaikan jabatannya dari direktur utama menjadi CEO di perusahaannya seminggu lagi. Bapak CEO telah menganggap Jeffrey sebagai tangan kanannya dan percaya jika Jeff dapat memimpin perusahaan dengan baik.
Ia meletakkan gaun pengantin kembali ke tempat semula dan bergegas mandi. Besok ia sudah harus mulai bekerja lagi.
###
"Sudah ada beberapa dokumen yang saya terima. Kerja bagus!"
"Terimakasih pak. Untuk laporan yang lain saya target hari ini akan selesai,"
Jeffrey keluar dari ruangan bapak CEO dan kembali berkutat dengan berkas berkas dan komputer di meja pribadinya.
Panggilan di ponselnya membuat Jeff memalingkan mata dari komputernya. Disitu tertera dari pihak kepolisian.
"Hah... Seharusnya aku meninggalkan gadis itu di tengah jalan," gumam Jeffrey sebelum mengangkat telepon.
...
"Ya? Dompet saya?"
...
"Baik nanti saat istirahat makan siang saya akan ke sana"
Sambungan telepon telah terputus. Jeffrey pikir polisi menghubunginya untuk meminta kesaksian darinya. Ternyata hanya memberitahu kalau dompetnya terjatuh di depan rumah sakit.
Tak ingin ambil pusing, ia mengedikkan bahunya sejenak dan kembali berkutat dengan pekerjaannya.
Saat jam makan siang tiba, Jeffrey menyambar kunci mobilnya untuk segera pergi ke kantor polisi. Ia tidak begitu sadar jika dompetnya terjatuh. Bahkan pagi tadi saat ia ke kantor karena buru buru tidak sempat untuk memeriksa ulang barang barangnya.
"Atas nama Jay Jeffrey?" tanya polisi memastikan ulang kartu identitasnya.
"Benar,"
"Ini dompet anda. Lain kali hati hati," ucap polisi.
Jeffrey sempat ingin menanyakan masalah pengantin kemarin, tapi waktunya terlalu singkat. Ia belum sarapan, belum makan siang, dan harus ke kantor polisi saat ini. Akhirnya ia urung dan kembali ke kantor.
###
Jeffrey tidak mengambil lembur hari ini. Ia harus ke rumah sakit karena sedikitnya ia masih penasaran dengan pengantin wanita itu.
Ia berjalan menuju meja resepsionis. Kebetulan wanita itu juga yang kemarin pertama kali menyapanya saat tiba di rumah sakit.
"Permisi, saya ingin menanyakan masalah mayat pengantin tanpa identitas yang semalam saya bawa kemari," ucap Jeffrey sopan.
Resepsionis itu terlihat mengerutkan keningnya dalam, "Catatan kematian terakhir pada pukul 3 sore. Pukul berapa anda memnawanya kemari?"
"Emh, sekitar 11 malam,"
"Tidak ada catatan lagi setelah pukul 9 malam, setelah masuknya pasien Demam Berdarah," ucap resepsionis membolak balik sebuah buku.
Jeffrey mendengus kasar, "Tidak ada? Kemarin malam saya membawanya kemari untuk diotopsi. Sepertinya ia korban tabrak lari. Keluarganya juga belum ditemukan?"
"Maaf tuan, siapa yang anda bicarakan? Tidak ada yang kemari setelah pukul 9 malam,"
Aneh. Jelas jelas Jeffrey membawanya kemari saat hujan deras sekitar pukul 11 malam. Ini semua semakin terdengar janggal.
Jeffrey mengangguk paham, "Ah baiklah, maaf mengganggu,"
Ia mengendarai mobil dengan tatapan kosong. Beruntung jalanan sepi saat ini. Pikirannya masih melayang pada gaun pengantin yang tiba tiba di dalam lemarinya, dan hilangnya ingatan petugas rumah sakit tentang mayat pengantin.
Mobilnya berdecit kala seorang wanita tiba tiba menyeberang jalan dengan menggendong belanjaannya. Bahkan beberapa barang wanita itu terjatuh di jalanan. Mungkin karena kaget. Sebagai pria yang bertanggung jawab, Jeffrey turun untuk membantu wanita itu.
"Maaf, seharusnya aku lebih berhati hati," ucap Jeffrey memunguti tomat yang berserakan.
"Tidak, aku yang minta maaf. Aku kurang fokus tadi,"
Saat Jeffrey hendak memasukkan tomat ke kantung plastik, tatapannya jatuh di wajah gadis itu.
"Kau?"
Chapter 24Jeffrey berteriak kala talenan menghantam kepalanya. Sedetik kemudian sudah banyak darah yang keluar dari bekas hantaman itu diiringi kekehan Yuna. Gadis itu malah terlihat sangat puas. Semakin Jeffrey mengerang, semakin kuat pula energi negatif yang ditimbulkan dari sosok yang ada di dalam tubuh Yuna."Kau menikmatinya sayang?" Tanya Yuna.Suasana semakin mencekam. Ditambah matahari yang urung menampakkan sinarnya karena tertutup awan tebal. Mungkin tidak lama lagi akan turun hujan.Diam diam, hujan dan suasana seperti ini mengingatkannya pada kala pertama ia menemukan gaun itu. Otaknya terus berputar mencari cara supaya gaun itu harus terlepas dari tubuh Yuna tanpa melukai gadis itu. Matanya melirik pisau yang ia genggam, kemudian mengingat ada renda yang bila lepas akan memisahkan antara bagian bawah dan atas dari gaun itu.Benar! Jeffrey harus mencari cara untuk melepasnya. Jahitan it
Chapter 23Yang Jeffrey dapat adalah nihil. Benar, tidak ada informasi apapun tentang profil itu. Di berandanya hanya ada sebuah foto yang menandai akun Jeffrey. Tanpa informasi apapun, selain tanggal lahirnya. Di situ tertulis '14 Februari 1987' tepat dimana seseorang yang pernah menjadi bagian dari dirinya lahir.Anehnya, postingan ini baru saja dikirimkan 6 bulan yang lalu. Semua tampak ganjil ketika Jeffrey mengingat 6 bulan yang lalu, dirinya bertemu dengan Yuna. Ia mengambil tangkapan layar sebelum mematikan ponselnya dan menatap ke kamar mandi yang sudah terlihat gelap. Seingatnya belum ada suara pintu terbuka dan ia tahu betul Yuna belum keluar dari sana."Yuna?" Panggil Jeffrey seraya menuju ke pintu kamar mandi.Kepala Jeffrey melongok masuk, memastikan kekasihnya tidak sedang bercanda. Tapi tidak sesuai dugaannya. Tidak ada Yuna, dan bahkan tidak ada bekas air di kloset maupun lantai kamar mandi. Tampak s
Chapter 22"Jangan dipikirkan terus. Lama lama kau bisa gila. Cepat makanlah sebelum panasnya hilang," Ucap Jeffrey.Mereka sudah berada di restoran yang direservasi Jeffrey. Awalnya Yuna pikir kekasihnya hanya akan menyewa satu meja, tapi yang ia dapat adalah satu ruangan VIP lengkap dengan penyajian dan pelayanan ekstra. Ini lebih dari luar biasa baginya. Jeffrey bukanlah berasal dari keluarga yang kaya raya, meskipun kini dirinya adalah seorang CEO, tapi Jeffrey pernah bercerita jika dirinya selalu hidup dalam kesederhanaan."Yah, kau benar. Mimpi hanyalah bunga tidur," Yuna termenung sesaat, "Tapi bagaimana jika mimpi adalah petunjuk?""Maksudmu?" Heran Jeffrey.Yuna menyenderkan punggungnya di kursi, "Apakah menurutmu ini kebetulan? Ada nenek, ibu, dan wanita tua itu. Aku juga melihat dua orang yang terlihat mirip denganmu,"Pembicaraan ini mulai terdengar serius di telinga Jef
Chapter 21Kini Yuna tengah berkeliling market yang tadinya ditunjukkan oleh satpam. Tidak ada yang terlalu ingin dibeli sebenarnya. Tapi gadis itu tetap memaksakan kakinya menjelajahi minimarket ini. Di dalam keranjang tangannya hanya ada satu cup mi instant dan dua kaleng coca cola."Gila, aku berkeliling hanya untuk tiga benda ini," Gumam Yuna menatap iba keranjangnya. Ia mengedikkan bahu sebelum menuju ke kasir.Syukur antreannya tidak cukup panjang. Ia bisa sekalian menyantap mie nya di sini. Tempat ini ramai, dan kondisi di sini tidak memungkinkan untuk barang barang tak kasat mata mengganggunya. Yah, setidaknya itulah yang ia pikirkan. Gadis itu menuju salah satu bangku yang di sediakan minimarket untuk menyantap mie instant nya.Lamat lamat Yuna mendengar wanita tua mengomel dengan menggenggam ponselnya. Sepertinya masalah yang cukup serius. Terlihat dari raut wajah wanita itu yang mengerutkan keningny
Chapter 20"Bagus, ternyata kau sudah mulai bekerja hari ini?"Yuna bersedekap menatap kekasihnya yang tengah memakai sepatu. Sudah rapi, lengkap dengan stelan kemeja dan blazernya. Ia pikir, mereka akan menghabiskan hari ini bersama. Entah jalan jalan atau di dalam kamar, yah salahkan Jeffrey yang menambah embel embel 'berlibur' diucapannya kemarin. Tidak heran jika Yuna mengira ini akan menjadi liburan layaknya honeymoon."Tidak akan terlalu lama. Aku akan pulang nanti siang. Selama aku bekerja jangan keluar dari villa," Ucap Jeffrey."Lalu? Mengurung diri seharian? Sendiri?"Jeffrey terkekeh sebelum ia bangkit dan mengacak rambut Yuna perlahan, "Kalau ingin keluar, bilanglah dengan satpam, dan beritahu kemana kau pergi. Jaga jaga siapa tau aku pulang dan kau masih asik dengan jalan jalanmu, aku bisa menjemputmu,""Ah, sudah hampir terlambat. Aku pergi dulu sayang. Sampa
Chapter 19"Ssshhh, apa yang terjadi?" Tanya Jeffrey.Sedangkan Yuna masih saja menggeliat tak karuan. Sekujur tubuhnya panas, seakan dibakar hidup hidup. Padahal AC menyala dengan suhu 20°C. Seharusnya sudah sangat dingin. Tapi gadis itu masih menggeliat dan mengerang. Bahkan sekujur tubuhnya basah kuyup berkeringat.Mau tidak mau Jeffrey membantu Yuna melepas bajunya. Menyisakan dalaman. Meski begitu Yuna masih bergerak liar. Ia semakin mengerang dan memberontak kala Jeffrey menahan tangannya. Tenaga Jeffrey saja rasanya tidak cukup kuat untuk menahan Yuna. Pria itu sedikit menindih Yuna dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Yuna yang masih memberontak.Takut? Tentu saja. Jeffrey bahkan menutup matanya rapat rapat di sana. Hingga ia tersadar Yuna sudah mulai tenang, Jeffrey mengangkat kepalanya. Namun, bukan Yuna yang telanjang yang ia temukan. Melainkan Yuna dengan gaun pengantin. Sangat aneh. Bahkan Jeffre
Chapter 18"Huh! Kau bukan Yuna!" erang Jeffrey melihat sosok tadi, kini berada di depannya lagi.Tidak ada jawaban. Sosok itu malah tersenyum miring, dengan membawa sebuah batu. Sedetik kemudian gadis itu mengangkat batu tinggi tinggi, menghantamkannya tepat mengenai kepala Jeffrey. Oh tentu saja tidak segampang yang kalian pikir. Jeffrey segera berlari tunggang langgang dan memasuki area gereja. Baru bisa ia bernafas lega melihat sosok tadi berbalik menuju hutan."Hey,""Yuna!"Jeffrey tersentak kala Yuna tiba tiba sudah berada di belakangnya, menepuk pundak Jeffrey pelan. Meski begitu, cukup untuk membuat Jeffrey terlonjak."Aku mencarimu ke parkiran, dan ternyata kau di sini. Acaranya sudah mulai. Ayo," ucapnya.Kini mereka berjalan menuju acara resepsi Lalice dan Sicheng. Menjadi saksi mata janji suci yang diucapkan, hingga cincin yang disematkan. Dan saat yang
Chapter 17Pagi ini masih sama sibuknya dengan kemarin. Tapi setidaknya, Yuna bisa menyempatkan makan siang dan pulang seperti biasa nanti. Tidak ada Lalice dan Sicheng rasanya sangat sepi. Biasanya mereka akan bergurau sejenak atau memakan permen karet diam diam. Tapi kini, saat waktu luang Yuna hanya memainkan ponselnya. Saling berkirim pesan dengan Jeffrey. Yah, seperti yang dikatakan Jeffrey semalam, tugas mereka saling terikat langsung.Hingga sebuah email masuk, berisi undangan observasi salah satu cabang proyek Jeffrey di pulau Jeju, Korea Selatan. Dengan cekatan ia meneruskan pesan itu ke Jeffrey dan berakhir ia harus ke ruangannya."Masih kurang jelas?" tanya Yuna begitu ia duduk di hadapan Jeffrey.Jeffrey terkekeh, "Sudah. Tapi, ada satu hal yang harus aku bicarakan langsung denganmu,"Tidak menjawab, Yuna lebih memilih untuk menunggu kalimat yang Jeffrey ucapkan selanjutnya.
Chapter 16Hari ini Lalice dan Sicheng sudah mulai mengambil cuti menyisakan Yuna yang semakin sibuk di setiap menitnya. Bahkan ia rela melewatkan jam makan siangnya lagi demi setumpuk map yang sebagian besar belum ia sentuh."Lihat siapa yang akan lembur hari ini," ucap Johnny, bukan, lebih tepatnya pria itu mengolok olok Yuna sekarang. Bahkan dengan entenganya pria itu terkikik.Yuna mendengus, "Ada beberapa yang malam ini juga harus di serahkan,"Gadis itu meregangkan otot ototnya sejenak sebelum menghela napas dan menyeruput kopi panas."Kalau begini jadinya, bisa bisa aku pulang larut," lanjutnya.Johnny terkikik, "Mau ku temani? Aku menganggur di rumah,""Kalau tidak membantuku percuma saja," ucap Yuna.Lagi lagi pria di sampingnya terkikik riang, "Setidaknya kau tidak sendiri di sini. Aku bisa kau ajak bicara kalau kalau bosan,"
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments