"Di balik duka ada cerita, namun cerita Agora Beak tidak hanya berhenti pada perginya dua cincinnya. Yongki dan Ayu adalah dua buah cincin yang mengikat Agora tetap menjadi erat dan kuat. Namun layaknya pohon, semakin tinggi, semakin kencang anginnya. Angin telah menghempaskan dua cincinnya, namun tidak dengan akar yang terus tumbuh dan melahirkan cincin baru," tutur Listu.
Pemaparan Listu yang halus namun nadanya dalam, membuai pendengarnya pada lantunan hikayat menjelang perang. Tidak terkecuali bagi mereka yang duduk di tingkat 4 dan sudah mengetahui kapasitas kemampuan Listu. Bagi anak tingkat 1, mendengar Listu berbicara merupakan pengalaman baru. Di luar sana tidak begitu mudah menemukan penderita sindrom ludens yang berkumpul bersama dan menunjukkan kemampuan yang beragam.
"Ada beberapa pengumuman yang ingin gue sampaikan kepada kalian, para mangata Agora Beak," Listu melanjutkan pidatonya.
Dari pintu masuk rumah hantu keluar beberapa orang yang mengen
"Maksud lo apa bilang begitu Fif?" tanya Jimi setengah menggeram. "Sampai lo bisa berhenti egois dan tidak mementingkan diri lo sendiri, gue hanya bisa menunggu," balas Afif. "Oh, jadi sekarang karena lo sudah punya cewe yang cantik, lo buang semua rasa percaya lo dari gue? bangsat, harusnya gue sudah tahu kalau lo memang menikmati setiap detik hidupnya dengan perempuan-perempuan cantik itu dan sekarang Nora!?" "Hilmi, lo sudah kelewatan!" "Bedanya apa? lo juga akan menikmati tubuh gue yang datang dalam peti kan!?" "Grr! Setiap detik! Setiap waktu! bareng dua kakak lo!" geram Afif. Jimi akhirnya tidak terima dengan hinaan dan melancarkan uppercut ke arah perut Afif. Tidak tinggal diam Afif memundurkan kepalanya dan menghantamkan dahinya ke hidung Jimi. "Buk! Krak!" Mereka berdua jatuh bersamaan, Afif terbatuk sambil mengantur nafasnya yang tersendat karena pukulan Jimi. Sementara Jimi yang berusaha duduk memegangi wajahnya yang
Sudah 3 hari berlalu sejak tes penyerataan tersebut. Umbu, Gina dan Soca sudah ditempatkan di Biro penambang, tempatnya mereka melaksanakan magang di bagian peralatan dan penyimpanan. Biro penambang memiliki dua bagian, galian & peralatan dan penyimpanan. Kapten bagian galian adalah Damar Janis, laki-laki nyentrik namun berjiwa melankolis. Sementara bagian peralatan dan penyimpanan dipimpin oleh seorang perempuan bernama Octavia Palinda. Perempuan yang tidak kalah nyentrik. Tingginya hampir se-mata Gina, rambutnya lurus pirang sebahu, dahinya lebar dan di lehernya terikat sebuah choker berwarna hitam dengan pita di bagian belakangnya. Badannya ramping selalu menggunakan sepatu lari. Linda, panggilan akrabnya, duduk di tingkat 3 yang berarti ia sedang berada di posisi puncak karirnya. Setidaknya itu profil yang Soca dan Gina dengar dari Umbu. Setelah melapor kepada mantan komandan penambang, Jamarin Hastuti, Mereka bertigas segera melapor kepada Linda. Meksi sambu
[ruang cafetaria, sisi tes penyerataan Biro Penambang] "Kok bisa ada anggota yang sudah 2 tahun bergabung, tapi data dirinya masih gelap?" tanya Gina mendengar penjelasan Umbu. "Anonimitas. Penambang tidak begitu peduli dengan kehidupan pribadi anggota. Sehingga tes penyerataan mereka hanya memegang salah satu alat tambang dan digunakan untuk membelah sebongkah mineral" jawab Umbu. "Begitu saja?" Soca keheranan. "Ya hanya itu. Bagi mereka yang bukan penderita sindrom ludens, jangankan memukul mineral, mengangkat kapaknya saja akan kesulitan," jawab Umbu lagi. Gina dan Soca sempat berfikir apa hal itu memungkinkan. "Pembagian tugas kita nanti seperti apa bang?" tanya Soca. "Lo pikir gue james bond yang punya banyak ide? ini tugas mata -mata. Tujuannya hanya satu, mencari info tentang rencana Linda menjual mineral kita secara ilegal," papar Umbu. "Terus kalau terbukti, kami harus apa bang?" "Lumpuhkan dan
"Waah!!" teriak Gina yang siuman dari pingsannya. Tubuhnya langsung dipenuhi keringat dan kepalanya pusing. Saat ia melihat ke sekililing, ia menemukan tubuhnya sudah diberi selimut dan ada tumpukan pakaian ganti di dekatnya. Nafasnya yang cepat berlahan mulai melambat dan ia menemukan dirinya terkurung di sebuah ruangan.Ada sebuah pintu dengan jeruji menutup dengan gembok di bagian kaitannya. Ruangan itu cukup besar namun dipenuhi kardus dan tumpukan dokumen, di salah satu ada sebuah pintu pvc dengan lampu menyala. Gina segera bangkit dan menuju pintu tersebut. Di masing-masing samping pintu duduk Wesna dan Soni yang membelakangi dan menjaga jarak dengan pintu jeruji tersebut."Bang Soni, Wesna..""Soni saja, Gina. selamat malam," balas Soni yang masih membuang muka dari Gina. Wesna kemudian turut menyapa Gina."Pingsan gue lama?" tanya Gina santai seperti tidak ada masalah sebelumnya."32 jam penuh.." balas Wesna."Seriusan! Gila! lama ba
[H-2 Pertemuan Agora Beak dengan Kementerian Energi] [Sebuah ruangan di Biro Penambang] "Sampai kapan lo akan berdiri diam, tidak membantu kami, Soca?" tanya Linda yang memperhatikan dua orang lain didepannya bekerja mengotak-atik komputer. Kedua orang itu terlihat serius dengan beberapa layar monitor yang memunculkan angka dan grafik. "Termasuk gue, hanya 6 orang yang berusaha mewujudkan rencana restorasimu. Prematur dan naif," jawab Soca yang berdiri bersandar di sudut ruangan. "Ha ha ha. Soca, ini bukan soal kuantitas, namun kualitas. Kemampuanku dan keteguhan para penambang yang membantu akan memberikan gebrakan yang kuat untuk membuka ruang di atas wajah sekolah ini," jawab Soca. "Linda, sesuai perkiraan lo, lokasinya tersebar di seluruh sekolah," sergah seorang laki-laki yang mengerjakan sesuatu di depan komputer tersebut. Linda tersenyum lebar dan beranjak ke sudut lain, membuka sebuah terpal ya
[Lorong ruangan biro penambang] [Gina Laju Tedang Vs Cecep Kusdinar] Suara kaki Gina dan sekop yang terbuat dari besi terdengar nyaring beradu. Cecep memang tidak selihai Gina dalam bertarung apalagi dalam pertarungan jarak dekat. Beberapa tendangan Gina mendarat tepat di tubuh Cecep dan beberapa kali membuatnya mundur. Gina merasakan perbedaan yang signifikan antara bertarung di malam hari di bawah sinar purnama dengan bertarung di lorong ini. "Pertarungan macam apa ini.. ini eksibisi. Gerakan Bang Cecep terlalu mudah di tebak," gumam Gina seraya mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi hingga hampir membentuk garis sejejar dengan kaki kirinya yang digunakan untuk menopang tubuhnya. Gina akan menyerang kepala Cecep dengan tumit kakinya. "Hah! Arghh!" Cecep terperangah melihat lagi-lagi tumit Gina digunakan untuk berusaha membelah dua kepalanya. Cecep cekatan merendahkan tubuhnya dan menggunakan batang sekop untuk menah
[Lorong Biro Penambang] [Gina Laju Tedang vs Cecep Kusdinar] "Sialan, di mana perempuan itu!? Kenapa dia membawa proyektor labirin kabur!? Goblok! kita bisa terperangkap bersama disini!? Gina!" teriakan Cecep berulang kali terdengar di celah-celah ruangan yang muncul di lorong. Saat melanjutkan pertarungannya dengan Cecep, Gina menyadari kekuatannya mampu mengalahkan Cecep, namun tidak dengan staminanya. Tanpa sengaja Gina menemukan salah satu kotak transparan yang salah satunya berhasil ia rusak. Gina menendang kotak tersebut dan membuatnya terjatuh. Seketika bentuk lorong berubah, kini lorong panjang tersebut dipenuhi pintu di kiri dan kanannya. Mengetahui kotak tersebut tidak hancur, Gina segera melarikan diri bersama dengan kota tersebut. Rupanya kotak itu dapat menunjukkan pintu mana yang ilusi dan mana yang bukan. Dalam kondisinya yang kelelahan, Gina berhasil menemukan sebuah pintu yang tidak diketahui oleh Cec
[Lapangan Tenis - Lokasi pengambilan mineral] [Teja & Jimi vs Rangga & Iwan] "Boomm! Boomm! Boomm!" suara ledakan menyambar berdekatan. Dari balik kepulan asap terlihat sosok Teja yang masih berbentuk setengah harimau dan Jimi yang diselimuti garis hitam dan masker di wajahnya. Lapangan tenis yang tadinya utuh sekarang sudah hancur lebur dan membuka lubang besar yang menganga. "Gila! dibombardir terus sama orang gila itu! Memangnya ini di Pristina apa!?" jengkel Teja yang sesekali mengusap-usap hidungnya. "Nama apa itu bang?" tanya Teja yang menanggapi sekenanya. "Ibu kota Kosovo[1]. Jimi! lo bisa lihat dari mana asal serangannya?". "Ada dua truk di seberang jalan yang mengeluarkan benda panjang seperti pelontar. Tapi bukan ledakan bom yang menghancurkan lapangan tenis tersebut," jawab Jimi menggunakan kemampuannya membaca lingkungan dengan indra tambahan. Dari balik asap yang t
[Lapangan Belakang Sekolah]Benso sebenarnya berada di posisi sadar dan tidak sadar, karena bagaimanapun akhir pertarungannya dengan Sriti tidak begitu baik. Namun saat ia bangun kesekian kali dengan menggunakan seluruh kekuatannya, ia melihat situasi yang pelik. Di dekatnya berdiri Glori yang dengan cekatan menggunakan jemarinya mengontrol robot besar dengan remot pengendali."Siapa perempuan ini? Dia lagi bertarung? .. itu Tulus dan Arin.. yang terluka parah?" Kesadarannya semakin pulih. Ia juga menyadari Sriti yang terbaring diam di balik balutan shimurgh miliknya."Jangan mati, jangan mati, jangan mati," ucap Benso berkali-kali saat ia membuka balutan shimurgh tersebut. Sriti mengalami luka bakar dan kulitnya melepuh.Benso kemudian mendekatkan telinya ke hidung dan mulut Sriti, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Angin yang berhembus dan turunnya hujan hitam sempat menyulitkannya menemukan tanda tersebut. Hingga akhirnya ia per
Ujang menjerit sejadinya saat sebuah tombak trisula menembus pahanya. Awalnya ia kaget melihat benda bulat raksasa yang dapat dihentikan dengan mudah oleh penjaga sekolah yang mendadak sebagian tubuhnya berubah menjadi robot. Namun ia tidak menyangka jika salah satu temannya malah melesatkan tombak trisula kearahnya. Pegangan tangannya di rambut Indri yang sedang ia jambak lantas mengendur."Upgrade!" ucap indri seraya menggenggam trisula tersebut.Batang besi trisula tersebut berubah warna menjadi keputihan, namun yang mencolok adalah bobotnya yang menjadi lebih berat. Seketika membuat Ujang terjatuh karena tidak kuat menahan sakit dan beban trisula. Mendapati dirinya terbebas dari Ujang, Indri mengusap hidupnya yang sedari tadi mengeluarkan darah karena dihajar Ujang."Bocah brengsek! Lo apain besinya sampai menjadi berat banget! Bangsat!" Umpat Ujang yang masih saja menyerang Indri.Mendengar celotehan itu, Indri bergeming dan menikmati jeritan Ujang.
[Lapangan depan El-Dorado]Listu sudah berdiri berhadapan dengan terak besar yang terus menyebut dirinya sebagai Moret. Terak berbentuk terenggiling berdiri tersebut cukup banyak bicara namun ia belum juga menyerang Listu, kecuali berdiri mengamankan sesuatu. Sembari mengulur waktu, Listu membaca situasi dan lingkungannya."Sebelum menggunakan shrapnel, gue memang merasa mampu menggunakan kekuatan turunan tanpa shrapnel. Tapi setelah gue pakai, kondisi tubuh gue lebih stabil, telinga gue terlalu pengang.." gumam Listu. Perlahan namun pasti, rasa sakit ditubuhnya menghilang seiring dengan regenerasi."Buff!"Listu berteriak dan mengubah penampilan yang dikelilingi dengan lingkaran, mantra dan cahaya. Moret terkesima dan segera menutup matanya karena awalnya silau melihat perubahan tersebut. Listu menggenggam sebuah tongkat yang ia gunakan sebagai senjatanya, seluruh buff support diarahkan kepada dirinya. konsentrasi daya yang besar pada sa
[Bangsal Perawatan] "Yunita, hei yunita. Bangun," panggil suara seorang laki-laki ke arah Yunita yang masih terbaring di ranjang lengkap tertutup selimut. Suaranya yang awalnya samar tersebut perlahan terdengar jelas. Kepalanya pengar, matanya begitu berat untuk dibuka, namun Yunita terus berusaha. Pandangannya akhirnya mulai terlihat, ia mendapati Teja dan Herman berdiri di samping ranjang. Sekilas ia melihat Teja yang wajahnya dipenuhi plester dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban. "Gue baru tau, anggota Fraksi bisa bermalas-malasan di atas ranjang," seloroh Teja. ".. Diam, sudah lama gue tidur?" tanya Yunita perlahan, ia berkali-kali mengedipkan mata untuk mengatur cahaya yang masuk ke matanya. "Lumayan mba, kami memindahkan ranjangmu dari ruangan sebelumnya karena si anak baru masih memiliki radiasi," ujar Herman yang masih memegang kruk di lengan sebelahnya. "Jimi? oh.. apa dampaknya?" "Pemulihan lo
[Gudang barang bekas] Seseorang berjalan perlahan sambil sesekali melihat ke arah Soca meninggalkan gudang. Orang itu adalah seorang perempuang yang mengenakan seragam sekolah. Saat mengetahui tempat tumpukan barang bekas yang ia tuju berada di dalam wadah besar berdinding cukup tinggi, ia kemudian melihat sekeliling dan menemukan barang bekas lain yang dapat dijadikan pijakan naik. Tidak lama terdengar suara demtuman dari arah luar gudang. Perempuan tersebut menghentikan sejenak langkahnya, ia yakin ada masalah besar yang timbul dari arah sekolah. Setelah sampai di puncak tumpukan barang bekasi ia lanjutkan dengan berjalan meniti dan mencari pijakan yang kuat. Karena perempuan itu menggunakan rok maka langkahnya cukup panjang mencapai pijakan yang cukup jauh. "Ah! di situ rupanya!" gumam perempuan tersebut saat melihat jejak darah yang mengarah ke satu titik. Di titik itu juga ia melihat kaki yang terjuntai lengkap dengan sepatu kets dan kao
Pancuran asap yang membumbung tinggi itu juga mengingatkan ingatan Linda. Sesaat ia berserah pasrah apabila kepalanya lepas tiba-tiba akibat serangan mendadak mangata. Misinya menghancurkan sirkulasi energi mineral yang ditimbun organisasi Agora Beak sudah usai. Namun mendadak ingatan masa lalunya muncul. Ada anak lain selain Soca yang mendapat berkah lebih dan ia berada di sisi yang terang, bukan sisinya."Getanama ceri.. harusnya kamu ikut dihakimi disini.." ucap Linda perlahan, kepalanya yang awalnya dingin mendadak mendidih."Kamu menuruti perintah Papa dan Mama namun setelah terak itu datang mencerahkan.. kamu pergi dan membela kebenaran.. Munafik.. Oportunis.. Apa mungkin tugasku belum selesai disini hingga seluruh penghuni Rumah Basaria memilih sisi yang benar.." renung Linda.Dari semburan itu tiba-tiba tanah seolah sobek dan membuka sebuah portal layaknya portal di malam purnama. Dua sosok berwarna hitam dengan tinggi hampir mencapai 3 meter muncul meng
[Lapangan Belakang Sekolah] [Benso vs Sriti] Pertarungan Benso dan Sriti terhenti sebentar setelah semburan asap hitam yang menjulang tinggi. Benso segera melirik ke arah Sriti, berharap kemarahannya kepada para pemberontak benar terbukti dengan wajah puas mereka. Namun, Benso tidak menemukan ekspresi itu wajah Sriti. Air mukanya bukan puas, meyeringai atau tersenyum bangga. Apa yang dilihat Benso adalah wajah gadis yang pasrah dan tidak menikmati satu detikpun hidupnya. Sriti memang dikenal pendiam dan memiliki nada bicara yang unik, namun perempuan yang satu angkatan dengan Benso tersebut lebih sering menyendiri dan bergaul dengan Linda atau Glori, sifat umumnya penderita ludens. "Sudah puas!? Kita selesaikan sekarang, Sriti!" seru Benso bengis. Sriti terkejut dan kembali mengendalikan dirinya yang sempat terbawa suasana. "Lo engga mengerti arti usaha Linda," balas Sriti yang kemudian melayang kembali.
[Lorong penyimpanan Biro Penambang]"Mba, lo merasakan itu juga?" tanya Afif yang bersandar di dinding. Ia merasakan kekuatan di dalam tubunya keluar masuk dengan perlahan sehingga tidak stabil."Ini jauh lebih besar daripada kekuatan kita semalam. Mba Linda sepertinya sudah bergerak," jawab Gina berdiri sambil memandangi langit-langit."Tapi, terima kasih karenanya badan gue perlahan-lahan membaik," ucap Afif yang perlahan merambat berdiri."Kita harus keluar. Labirin milik Bang Cecep harusnya sudah permanen mati, kita bisa langsung menuju lantai atas," ajak Gina yang mencoba melompat berkali-kali."Mba, lo engga perlu berputar saat melompat. Celana dalam berenda hanya pantas digunakan Tari," celetuk Afif yang tidak sengajak memperhatikan gerakan Gina."Lo juga Tari Fans Club!? awalnya gue pikir fans Tari yang cowo itu normal sampai gue tahu kalian memperhatikan detail penampilan dan pakaian Tari.. Menjijikan," balas Gina y
[Sebuah Gudang Barang Bekas di Luar Sekolah] [Herna Mischa vs Soca Damun Arsa] "Lo punya kekuatan yang gue engga tahu apa kemampuannya. Engga mau membuat pertarungan ini adil?" tanya Mischa dengan senyum. Ia masih tenang dan menganggap enteng pertarungannya dengan Soca. "Ten folds. Kemampuan yang terlalu berbahaya bahkan bagi seorang Umbu sekalipun," jawab Soca datar. "Hei bocah. jangan membandingkan kemampuan gue dengan Umbu. Tidak adil. Dia terlalu lemah untuk gue". "Maka, jangan jadikan alasan adil sebagai caramu untuk menang, Mishca," Soca kemudian memutar sebuah tutup botol tersebut untuk membuka isinya. Mischa bergerak cepat dengan mencengkram sebuah kipas duduk bebas yang terserak dan melemparnya ke arah Soca. Soca terkejut namun refleksnya menangkis benda tersebut, yang tidak Soca antisipasi adalah saat kipas tersebut adalah debu dan beberapa benda kecil bertebaran menghalangi pandangan Soca. M