"Waah!!" teriak Gina yang siuman dari pingsannya. Tubuhnya langsung dipenuhi keringat dan kepalanya pusing. Saat ia melihat ke sekililing, ia menemukan tubuhnya sudah diberi selimut dan ada tumpukan pakaian ganti di dekatnya. Nafasnya yang cepat berlahan mulai melambat dan ia menemukan dirinya terkurung di sebuah ruangan.
Ada sebuah pintu dengan jeruji menutup dengan gembok di bagian kaitannya. Ruangan itu cukup besar namun dipenuhi kardus dan tumpukan dokumen, di salah satu ada sebuah pintu pvc dengan lampu menyala. Gina segera bangkit dan menuju pintu tersebut. Di masing-masing samping pintu duduk Wesna dan Soni yang membelakangi dan menjaga jarak dengan pintu jeruji tersebut.
"Bang Soni, Wesna.."
"Soni saja, Gina. selamat malam," balas Soni yang masih membuang muka dari Gina. Wesna kemudian turut menyapa Gina.
"Pingsan gue lama?" tanya Gina santai seperti tidak ada masalah sebelumnya.
"32 jam penuh.." balas Wesna.
"Seriusan! Gila! lama ba
[H-2 Pertemuan Agora Beak dengan Kementerian Energi] [Sebuah ruangan di Biro Penambang] "Sampai kapan lo akan berdiri diam, tidak membantu kami, Soca?" tanya Linda yang memperhatikan dua orang lain didepannya bekerja mengotak-atik komputer. Kedua orang itu terlihat serius dengan beberapa layar monitor yang memunculkan angka dan grafik. "Termasuk gue, hanya 6 orang yang berusaha mewujudkan rencana restorasimu. Prematur dan naif," jawab Soca yang berdiri bersandar di sudut ruangan. "Ha ha ha. Soca, ini bukan soal kuantitas, namun kualitas. Kemampuanku dan keteguhan para penambang yang membantu akan memberikan gebrakan yang kuat untuk membuka ruang di atas wajah sekolah ini," jawab Soca. "Linda, sesuai perkiraan lo, lokasinya tersebar di seluruh sekolah," sergah seorang laki-laki yang mengerjakan sesuatu di depan komputer tersebut. Linda tersenyum lebar dan beranjak ke sudut lain, membuka sebuah terpal ya
[Lorong ruangan biro penambang] [Gina Laju Tedang Vs Cecep Kusdinar] Suara kaki Gina dan sekop yang terbuat dari besi terdengar nyaring beradu. Cecep memang tidak selihai Gina dalam bertarung apalagi dalam pertarungan jarak dekat. Beberapa tendangan Gina mendarat tepat di tubuh Cecep dan beberapa kali membuatnya mundur. Gina merasakan perbedaan yang signifikan antara bertarung di malam hari di bawah sinar purnama dengan bertarung di lorong ini. "Pertarungan macam apa ini.. ini eksibisi. Gerakan Bang Cecep terlalu mudah di tebak," gumam Gina seraya mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi hingga hampir membentuk garis sejejar dengan kaki kirinya yang digunakan untuk menopang tubuhnya. Gina akan menyerang kepala Cecep dengan tumit kakinya. "Hah! Arghh!" Cecep terperangah melihat lagi-lagi tumit Gina digunakan untuk berusaha membelah dua kepalanya. Cecep cekatan merendahkan tubuhnya dan menggunakan batang sekop untuk menah
[Lorong Biro Penambang] [Gina Laju Tedang vs Cecep Kusdinar] "Sialan, di mana perempuan itu!? Kenapa dia membawa proyektor labirin kabur!? Goblok! kita bisa terperangkap bersama disini!? Gina!" teriakan Cecep berulang kali terdengar di celah-celah ruangan yang muncul di lorong. Saat melanjutkan pertarungannya dengan Cecep, Gina menyadari kekuatannya mampu mengalahkan Cecep, namun tidak dengan staminanya. Tanpa sengaja Gina menemukan salah satu kotak transparan yang salah satunya berhasil ia rusak. Gina menendang kotak tersebut dan membuatnya terjatuh. Seketika bentuk lorong berubah, kini lorong panjang tersebut dipenuhi pintu di kiri dan kanannya. Mengetahui kotak tersebut tidak hancur, Gina segera melarikan diri bersama dengan kota tersebut. Rupanya kotak itu dapat menunjukkan pintu mana yang ilusi dan mana yang bukan. Dalam kondisinya yang kelelahan, Gina berhasil menemukan sebuah pintu yang tidak diketahui oleh Cec
[Lapangan Tenis - Lokasi pengambilan mineral] [Teja & Jimi vs Rangga & Iwan] "Boomm! Boomm! Boomm!" suara ledakan menyambar berdekatan. Dari balik kepulan asap terlihat sosok Teja yang masih berbentuk setengah harimau dan Jimi yang diselimuti garis hitam dan masker di wajahnya. Lapangan tenis yang tadinya utuh sekarang sudah hancur lebur dan membuka lubang besar yang menganga. "Gila! dibombardir terus sama orang gila itu! Memangnya ini di Pristina apa!?" jengkel Teja yang sesekali mengusap-usap hidungnya. "Nama apa itu bang?" tanya Teja yang menanggapi sekenanya. "Ibu kota Kosovo[1]. Jimi! lo bisa lihat dari mana asal serangannya?". "Ada dua truk di seberang jalan yang mengeluarkan benda panjang seperti pelontar. Tapi bukan ledakan bom yang menghancurkan lapangan tenis tersebut," jawab Jimi menggunakan kemampuannya membaca lingkungan dengan indra tambahan. Dari balik asap yang t
[Lorong ruang penyimpangan Biro Penambang] [Afif vs Cecep] "Lo siapa?" tanya Cecep yang sudah kepalang tanggung merayakan kemenangannya atas Gina. "Gue Afif dan lo pasti Bang Cecep!" tunjuk Afif yang dipenuhi amarah. Tampaknya, ketimbang mencari tahu siapa Afif, Cecep lebih penasaran pada hal lain. "Gimana caranya lo masuk ke lorong ini?" tanya Cecep sambil berdiri dan menggenggam salah satu sekopnya. "... Gue berlari dan menabrak dinding transparan di tengah lorong. Gue engga yakin itu nyata, jadi gue pakai shrapnel dan menggunakan kemampuan turunan gue untuk menembus dinding itu," jawab Afif meladeni pertanyaan Cecep. "Anak baru ya.. apa kekuatan lo itu?" tanya Cecep dengan wajahnya yang menyeringai kembali. "Tebak sekali dan kalau benar, lo gue biarkan memukul gue!" tantang Afif yang kemudian mengambil ancang-ancang berlari. Cecep tidak ingin ketinggalan start dan segera melompat sambil memb
[Sebuah ruangan di Biro Penambang] Nora jatuh duduk, bingung menyikapi serta menyesail apa yang baru saja ia lakukan. Ia tidak begitu percaya diri mengungkapkan perasaannya, khawatir dianggap berbeda dan keliru oleh penerima pesan. Suara gergaji mesin dan bor itu lantas terdengar begitu dekat dan kemudian beradu. Desingan dan gesekannya begitu nyaring hingga menembus ke dalam. "Dio.. Soca.. mereka benar-benar bertarung.. Gu, gue harus segera pergi dari sini." Nora membulatkan tekadnya dan meraba lantai untuk mengumpulkan barang-barang yang ditinggalkan Dio dan memasukkan dalam sebuah tas, termasuk sebuah kaleng yang digunakan Sriti untuk mengeluarkan asap hitam tadi. Hatinya memutuskan untuk mengesampingkan kegelisahannya dan menganggap sebagai angin lalu. Setelah menyalakan senter, Nora menyadari jika ruangan yang ia masuki bukanlah sebuah ruangan, melainkan ekstensi lorong yang terpotong tangga. Ia kemudian berlari menjauh dan mencari tempa
[Lorong di El-dorado] "Bang Umbu, engga bisa tidur?" Listu yang mengenakan sweater dan syal mendekati Umbu yang sedang memandangi lapangan tengah yang sudah selesai di pasangi bangku dan perlengkapan lainnya. "Dugaan gue benar. Soca dan Gina belum ditemukan hingga sekarang. Lo bahkan sampai membuat tim kecil untuk menjemput mereka, bukan?" balas Umbu. "Hm? timnya Tia? tanya Ferdinan, ia juga yang bersikeras meminta pembentukkan tim tersebut. "Lo bisa bersikap santai banget, Listu?". "Setidaknya marah-marah juga tidak bisa mencegah pemberontakan Linda," jawab Listu santai. "Mau ngapain lo kesini komandan?". "Tolong panggil kapten saja, saya engga suka sebutan komandan. Saya kesini membawakan secangkir kopi dan berbincang, siapa tahu mantan komandan bisa memberikan nasihat kepada komandan yang baru". Mendengar jawaban itu, Umbu memicingkan matanya, dipenuhi emosi. Ia lantas berbalik dan menatap Listu yang
[Lapangan Tenis - tempat penyimpanan] [Teja, Jimi & Yunita Vs Rangga & Iwan] Jimi menyadari Teja dan Yunita sudah bergerak mundur lebih dahulu mendekati pos, seluruh yang ia potong juga belum kunjung ditarik oleh pasukan Rangga dan Iwan. Namun saat Jimi hampir memutari lubang di tengah lapangan tenis, sesuatu yang besar terjadi. "Jimi lindungi dirimu!" mendadak Hanuman memberikan peringatan keras kepada Jimi. Dengan cepat Jimi berdiri diam dan menyilangkan kedua lengannya di depan wajah dan menunduk. "Yuda!" Jimi lantas mengaktifkan kemampuan fisiknya karena ia belum menguasai teknik melindungi diri. Tiba-tiba terdengar sebuah ledakan dan guncangan kerasa di tanah. Dari dalam lubang menyembur asap pekat berwarna hitam yang lantas membumbung tinggi ke langit. Pemandangan yang menyerupai erupsi gunung berapi. Jimi tidak lama menahan tekanan dari ledakan tersebut, itu membuatnya terhempas menghantam pagar