[Lorong Biro Penambang]
[Gina Laju Tedang vs Cecep Kusdinar]
"Sialan, di mana perempuan itu!? Kenapa dia membawa proyektor labirin kabur!? Goblok! kita bisa terperangkap bersama disini!? Gina!" teriakan Cecep berulang kali terdengar di celah-celah ruangan yang muncul di lorong.
Saat melanjutkan pertarungannya dengan Cecep, Gina menyadari kekuatannya mampu mengalahkan Cecep, namun tidak dengan staminanya. Tanpa sengaja Gina menemukan salah satu kotak transparan yang salah satunya berhasil ia rusak. Gina menendang kotak tersebut dan membuatnya terjatuh. Seketika bentuk lorong berubah, kini lorong panjang tersebut dipenuhi pintu di kiri dan kanannya.
Mengetahui kotak tersebut tidak hancur, Gina segera melarikan diri bersama dengan kota tersebut. Rupanya kotak itu dapat menunjukkan pintu mana yang ilusi dan mana yang bukan. Dalam kondisinya yang kelelahan, Gina berhasil menemukan sebuah pintu yang tidak diketahui oleh Cec
[Lapangan Tenis - Lokasi pengambilan mineral] [Teja & Jimi vs Rangga & Iwan] "Boomm! Boomm! Boomm!" suara ledakan menyambar berdekatan. Dari balik kepulan asap terlihat sosok Teja yang masih berbentuk setengah harimau dan Jimi yang diselimuti garis hitam dan masker di wajahnya. Lapangan tenis yang tadinya utuh sekarang sudah hancur lebur dan membuka lubang besar yang menganga. "Gila! dibombardir terus sama orang gila itu! Memangnya ini di Pristina apa!?" jengkel Teja yang sesekali mengusap-usap hidungnya. "Nama apa itu bang?" tanya Teja yang menanggapi sekenanya. "Ibu kota Kosovo[1]. Jimi! lo bisa lihat dari mana asal serangannya?". "Ada dua truk di seberang jalan yang mengeluarkan benda panjang seperti pelontar. Tapi bukan ledakan bom yang menghancurkan lapangan tenis tersebut," jawab Jimi menggunakan kemampuannya membaca lingkungan dengan indra tambahan. Dari balik asap yang t
[Lorong ruang penyimpangan Biro Penambang] [Afif vs Cecep] "Lo siapa?" tanya Cecep yang sudah kepalang tanggung merayakan kemenangannya atas Gina. "Gue Afif dan lo pasti Bang Cecep!" tunjuk Afif yang dipenuhi amarah. Tampaknya, ketimbang mencari tahu siapa Afif, Cecep lebih penasaran pada hal lain. "Gimana caranya lo masuk ke lorong ini?" tanya Cecep sambil berdiri dan menggenggam salah satu sekopnya. "... Gue berlari dan menabrak dinding transparan di tengah lorong. Gue engga yakin itu nyata, jadi gue pakai shrapnel dan menggunakan kemampuan turunan gue untuk menembus dinding itu," jawab Afif meladeni pertanyaan Cecep. "Anak baru ya.. apa kekuatan lo itu?" tanya Cecep dengan wajahnya yang menyeringai kembali. "Tebak sekali dan kalau benar, lo gue biarkan memukul gue!" tantang Afif yang kemudian mengambil ancang-ancang berlari. Cecep tidak ingin ketinggalan start dan segera melompat sambil memb
[Sebuah ruangan di Biro Penambang] Nora jatuh duduk, bingung menyikapi serta menyesail apa yang baru saja ia lakukan. Ia tidak begitu percaya diri mengungkapkan perasaannya, khawatir dianggap berbeda dan keliru oleh penerima pesan. Suara gergaji mesin dan bor itu lantas terdengar begitu dekat dan kemudian beradu. Desingan dan gesekannya begitu nyaring hingga menembus ke dalam. "Dio.. Soca.. mereka benar-benar bertarung.. Gu, gue harus segera pergi dari sini." Nora membulatkan tekadnya dan meraba lantai untuk mengumpulkan barang-barang yang ditinggalkan Dio dan memasukkan dalam sebuah tas, termasuk sebuah kaleng yang digunakan Sriti untuk mengeluarkan asap hitam tadi. Hatinya memutuskan untuk mengesampingkan kegelisahannya dan menganggap sebagai angin lalu. Setelah menyalakan senter, Nora menyadari jika ruangan yang ia masuki bukanlah sebuah ruangan, melainkan ekstensi lorong yang terpotong tangga. Ia kemudian berlari menjauh dan mencari tempa
[Lorong di El-dorado] "Bang Umbu, engga bisa tidur?" Listu yang mengenakan sweater dan syal mendekati Umbu yang sedang memandangi lapangan tengah yang sudah selesai di pasangi bangku dan perlengkapan lainnya. "Dugaan gue benar. Soca dan Gina belum ditemukan hingga sekarang. Lo bahkan sampai membuat tim kecil untuk menjemput mereka, bukan?" balas Umbu. "Hm? timnya Tia? tanya Ferdinan, ia juga yang bersikeras meminta pembentukkan tim tersebut. "Lo bisa bersikap santai banget, Listu?". "Setidaknya marah-marah juga tidak bisa mencegah pemberontakan Linda," jawab Listu santai. "Mau ngapain lo kesini komandan?". "Tolong panggil kapten saja, saya engga suka sebutan komandan. Saya kesini membawakan secangkir kopi dan berbincang, siapa tahu mantan komandan bisa memberikan nasihat kepada komandan yang baru". Mendengar jawaban itu, Umbu memicingkan matanya, dipenuhi emosi. Ia lantas berbalik dan menatap Listu yang
[Lapangan Tenis - tempat penyimpanan] [Teja, Jimi & Yunita Vs Rangga & Iwan] Jimi menyadari Teja dan Yunita sudah bergerak mundur lebih dahulu mendekati pos, seluruh yang ia potong juga belum kunjung ditarik oleh pasukan Rangga dan Iwan. Namun saat Jimi hampir memutari lubang di tengah lapangan tenis, sesuatu yang besar terjadi. "Jimi lindungi dirimu!" mendadak Hanuman memberikan peringatan keras kepada Jimi. Dengan cepat Jimi berdiri diam dan menyilangkan kedua lengannya di depan wajah dan menunduk. "Yuda!" Jimi lantas mengaktifkan kemampuan fisiknya karena ia belum menguasai teknik melindungi diri. Tiba-tiba terdengar sebuah ledakan dan guncangan kerasa di tanah. Dari dalam lubang menyembur asap pekat berwarna hitam yang lantas membumbung tinggi ke langit. Pemandangan yang menyerupai erupsi gunung berapi. Jimi tidak lama menahan tekanan dari ledakan tersebut, itu membuatnya terhempas menghantam pagar
Agora sudah kalah di tiga tempat. Agen mereka yang dikirim untuk menyabotase Linda hanya meyisakan Umbu yang hampir tidak mengetahui kemampuan mengerikan kapten bagian peralatan dan penyimpanan tersebut. Waktu sudah bergeser ke subuh dan Linda sudah menguasai cafetaria. Di sana Tia dan Glori terbaring diam, tidak jauh dari robot tempur Glori yang juga putus dari sirkuitnya.Soca dan Sriti tidak lama menyusul Linda yang sudah duduk di kursi tempat Tia duduk sebelumnya. Mereka berdua sama sekali tidak melirik Tia dan Glori yang terbaring di lantai dengan cipratan darah di sekitarnya. Mereka bertiga lantas duduk bersama dan membicarakan hal-hal dengan santai, hanya saja Linda cukup pasif dari obrolan tersebut."Linda. Lo grogi?" tanya Sriti asal. Di pipi, tangan dan dahinya ditutup oleh plester. Sepertinya ledakan tabung yang diakibatkan Nora memberikan bekas luka yang cukup banyak."Jangan bicara asal. Lebih baik lo fokus pada keselamatan diri lo sendiri," jawab L
[Cafetaria]"Hei, Glori. apa mereka sudah pergi?" tanya Tia yang masih dalam posisi berbaring. Glori tidak segera menjawab, ia terbaring dengan kepala berada di tangan lengan Tia."Lengan lo keras, sama seperti dulu," ucap Glori di luar dugaan."Lo ngomong apa!? lengan gue sudah kesemutan! buruan pindah!" perintah Tia."Untuk apa? tangan lo sudah hampir hancur karena melindungi gue.. dan ini mungkin terakhir kali kita bisa dekat kembali sebagai teman," balas Glori tidak mau kalah. Mereka kemudian terdiam."Mereka sudah pergi kan? gue mau pindah." Tia akhirnya memilih egois dan berusaha bangun namun Glori malah meremas tangannya yang dipenuhi luka itu. Jelas Tia menjerit bukan main."Loh engga jadi pergi? ayo silahkan," Glori tidak memberi ampun."Perempuan sialan! sakit banget!" Tia mengeluh sambil kembali berbaring.*****[4 tahun yang lalu]Glori mengingat posisi berbaring ini a
[Lapangan tengah bagian depan sekolah]Sebuah mobil yang berisi tiga orang memasuki pagar sekolah. Norto dan Biska dengan malas mempersilahkan mobil tersebut dan mengarahkan parkir di belakang sekolah. Mereka berdua kemudian kembali duduk-duduk di pos keamanan tersebut. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang berjalan dari arah belakang dan mencegat mobil tersebut. Orang tersebut adalah kaki tangan Kaman.Pengemudi mobil tersebut kemudian membunyikan dan keluar dari tempatnya. Duduk di samping pengemudi tersebut seorang perempuan yang membawa sebuah papan jalan, ia juga was-was karena hal tersebut tidak biasa di sebuah institusi pendidikan."Minggir! Saya membawa Direktur Kementerian!" seru pengemudi tersebut, namun pria yang mencegat itu bergeming."Mutia, ada apa?" tanya seorang pria paruh baya yang duduk di kursi baris belakang."Eng, engga.. engga tahu pak. Tapi sepertinya ada yang aneh. Bapak tunggu sebentar di mobil ya," ucap