Punishment
Maddie menyerahkan biola di tangannya kepada Crystal, bibir pria itu membentuk sebuah lengkungan senyum sementara tatapannya menyorot seolah sedang meyakinkan Crystal. Crystal menerima biola dari tangan Maddie disertai ucapan terima kasih yang ia ucapkan dengan pelan.
Setelah Maddie dan Edgar turun dari panggung, Crystal berdiri dengan serelaks mungkin, menatap seluruh orang yang ada di depannya lalu tersenyum. Senyum seperti dulu setiap ia akan memainkan biola di atas panggung, setidaknya ia berusaha demikian.
Crystal meletakkan biola di antara dagu dan tulang bahunya, menempel pada lehernya. Jemarinya berada di nada senar G, ia mulai menggeseknya tetapi jauh di dalam benaknya penuh keraguan. Namun, ia berusaha melakukannya sebaik-baiknya agar tidak mengecewakan Edgar, ia ingin memberikan yang terbaik untuk pria yang sangat ramah itu malam ini.
Bagi orang awam yang tidak mengerti musik klasik, mungkin ia tidak terdengar melakukan kesalahan, tetapi bagi orang yang mengerti betul musik klasik, ia melakukan kesalah pada beberapa nada di awal karena keraguannya. Tetapi, beruntungnya, Tian menolong. Pria itu mulai mengirinya menggunakan piano mengimbanginya memainkan ‘Summer No. 2 in G Minor' hingga dua belas menit berlalu dan lagu berakhir.
Crystal tersenyum, ia menurunkan biolanya lalu membungkuk memberi hormat kepada semua orang yang mematung di tempatnya menyaksikan penampilannya kemudian setelah gemuruh tepuk tangan selesai, ia beringsut mendekati piano yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Dengan tatapan dingin ia menatap Tian lalu berucap, “Terima kasih.”
Tian hanya melempar senyum ramah ke arah Crystal sambil mengangguk pelan yang nyaris tidak terlihat. Matanya lalu mengiringi Crytsal yang melangkah turun dari panggung disambut oleh Maddie dan kembali bergabung bersama Regan dan Edgar.
Mereka kembali mengobrol beberapa menit sebelum akhirnya Edgar dan Regan memisahkan diri mereka hingga hanya tertinggal Crystal dan Maddie.
“Aku benar-benar kagum, kau mampu menyelesaikannya dengan baik.” Maddie melirik biola yang telah dimasukkan ke dalam case-nya dan terletak di atas satu kursi di sampingnya.
Crystal tersenyum tipis. “Aku melakukan beberapa kesalahan di nada.”
Ia berusaha melakukannya dengan baik, mengalahkan semua rasa takutnya menghadapi semua mata yang tertuju padanya. Semua mata yang menatapnya seolah tidak percaya jika Crystal Winter yang menghilang selama beberapa tahun, kini tiba-tiba berada di tengah-tengah panggung dan memainkan biola.
Di samping semua mata yang menatapnya, ia ingin membuktikan kepada Tian jika penghianatan Tian baginya tidak ada artinya, penghianat itu harus tahu jika dirinya tidak tumbang setelah dihancurkan berulang kali.
“Oh, ya? Aku tidak tahu," ujar Maddie, ia mengerutkan keningnya.
Crytsal menyipitkan matanya menatap Maddie. “Kau seorang CEO ,di perusahaan musik, jangan katakan kau buta nada.”
Maddie bersedekap, ia tersenyum miring. “Crys, aku penikmat seni bukan seniman. Aku tidak perlu belajar nada.”
Crystal menggeleng. “Payah.”
“Aku bisa memainkan drum, asal kau tahu.”
“Aku tidak yakin.”
Maddie terkekeh. “Ya, jangan meyakini sesuatu yang belum kau buktikan dengan matamu sendiri. Tapi, yang jelas aku menyukai musik klasik meski aku tidak mengerti.”
Kerongkongan Crytsal terasa kering, ia menelan ludah. “Pemain piano itu... apa dia juga berada di bawah naungan studio yang kau pimpin?”
Tidak mudah menanyakan itu, jika kepada Chiaki, Crystal tentu tidak akan berani bertanya. Tetapi, kepada Maddie, ia berani menyuarakan pertanyaan yang mengganjal di benaknya.
Maddie melihat ke arah Tian sekilas. “Aku rasa tidak.”
Crystal berdehem. “Kau tahu, 'kan? Seorang pemain biola memerlukan pemain piano sebagai pengiring. Apa kau tahu siapa pengiringku?”
“Chiaki tidak mengatakan apa-apa padaku, kenapa?”
“Kurasa, pianis itu cocok untuk menjadi pengiringku, permainan pianonya sempurna, ia bahkan langsung menolongku tadi saat aku sedang tidak yakin dan melakukan kesalah.”
Sebuah rencana balas dendam kepada Tian tiba-tiba bercokol di otak Crystal, pria itu pernah berjanji akan mengantarkan dirinya ke puncak kesuksesan. Maka sekarang ia akan menuntutnya. Menjadikannya pengiring lalu menendangnya menjauh saat ia telah mendapatkan semua yang seharusnya menjadi miliknya sebagai ganti atas semua perbuatan yang pernah dilakukan Tian.
“Kau bisa membicarakannya bersama Chiaki,” sahut Maddie.
“Chiaki?" Crystal tertawa hambar. "Kau pasti bercanda. Pria aneh itu... sikap dan sifatnya berubah-ubah.” Ia mendengus.
Maddie mencondongkan tubuhnya ke depan. “Rayu dia, berikan semua yang ia inginkan darimu. Ia pasti akan memberikan apa saja yang kau inginkan.”
“Apa maksudmu? Aku tidak memiliki apa-apa.”
Itu adalah ucapan spontan dari Crystal tanpa berpikir terlebih dulu, yang terlintas di otaknya hanyalah ia tidak memiliki apa-apa. Seperti itu kenyataannya.
Maddie terkekeh. “Di atas tempat tidur,” ucapnya pelan, tetapi menggoda.
Crystal membeliak, kedua pipinya terasa memanas mengingat di atas tempat tidur bukan Chiaki yang dipuaskan tetapi Chiaki-lah yang memuaskannya hingga ia lupa jika seharusnya ia yang menyenangkan Chiaki.
Maddie tertawa mengejek. “Kenapa kau merona?”
“Aku tidak!” sahut Crystal cepat dan berdehem. “Tenteng pertemanan yang kutawarkan, bagaimana?”
Maddie menyandarkan punggungnya ke kursi, ia tersenyum. “Baiklah, kurasa kau pantas berteman denganku.”
Crystal mencebik. “Kau terlalu sombong, seharusnya aku yang berkata begitu.”
Maddie tertawa sambil merogoh saku jasnya untuk mengambil ponselnya yang bergetar. Ia memeriksa pesan yang masuk lalu menatap Crystal. “Aku harus mengantarkanmu ke helikopter.”
“Sebaiknya kita berpamitan pada Edgar,” ujar Crustal sambil bangkit dari duduknya.
“Biar aku yang menyampaikan pada Edgar, lagi pula pria tua itu mungkin telah berada di kamarnya.” Maddie bangkit sambil meraih case biola dan mencangkingnya.
Crystal mengedikkan bahunya, ia diam-diam menatap Tian sebelum akhirnya meninggalkan tempat pesta itu.
“Beri aku kartu namamu,” ucap Crystal ketika mereka tiba hendak memasuki area helipad.
“Untuk apa?”
“Aku ingin mengirimkan sebuah lagu untukmu, sebagai tanda pertemanan kita.”
“Aku terharu,” ucap Maddie dengan nada tidak terharu, tetapi cenderung mengejek. “Lagu klasik?”
“Aku akan memainkan lagu yang cocok untukmu.”
Maddie mengeluarkan ponselnya. “Sebutkan nomor ponselmu.”
Crystal menyebutkan nomor ponselnya dengan cepat lalu mengambil ponselnya yang berada di dalam tas, mengecek pesan dari Maddie yang hanya berisi emoticon menjulurkan lidah.
“Omong-omong lagu apa yang akan kau persembahkan untukku?” Maddie mengulurkan biola di tangannya kepada salah satu bodyguard yang berada di depan pintu helikopter.
Sambil memasukkan ponsel ke dalam tasnya Crystal berujar, “Pirates of the Caribbean.” Ia menyeringai jail ke arah Maddie lalu berbalik dan menaiki tangga helikopter.
Di dalam helikopter, selain pilot dan co-pilot, hanya ada dirinya. Crystal sama sekali tidak tertarik untuk mengetahui di mana pria aneh itu. Yang ia pikirkan hanya bagaimana nanti ia menyampaikan kepada Chiaki jika ia menginginkan Tian menjadi pengiringnya di setiap penampilannya, otaknya sibuk memikirkan cara agar ia bisa bersikap natural saat ia berusaha membujuk pria aneh itu.
Crystal mengira ia akan diantar ke hotel tempat Chiaki tinggal, tetapi ia salah. Ternyata ia kembali ke tempat tinggalnya. Setelah mengganti pakaiannya dengan piama, Crystal mencuci wajahnya lalu menggosok gigi, bersiap-siap untuk tidur.
Ia terkejut saat baru saja keluar dari kamar mandi karena Chiaki berdiri di kamarnya, pria itu masih mengenakan setelan jas. Kedua tangannya di masukkan ke saku, matanya menatap Crystal dengan tatapan dingin yang mengintimidasi.
“Chiaki? Kau di sini?” sapa Crystal sambil melangkah mendekati Chiaki.
Chiaki tidak memberikan respons, tatapan matanya hanya mengikuti Crystal yang semakin dekat padanya.
“Apa kau akan menginap di sini? Biar kuminta Donna menyiapkan pakaian untukmu.”
Chiaki menyipitkan kedua matanya lalu berujar, “Bersihkan dirimu.”
“Hah?” Crystal mengerjapkan kedua matanya seolah ia tidak percaya dengan apa yang Chiaki ucapkan. “Chiaki, ini....”
“Jangan sampai aku mengulangi perkataanku," potong Chiaki.
Crystal menelan ludah, sepertinya ia memang harus menerima hukuman dari Chiaki karena ia melanggar salah satu aturan pria itu. Ia menghela napasnya kemudian berbalik untuk kembali masuk ke dalam kamar mandi.
“Apa kau tahu apa kesalahanmu?” Chiaki bersuara dengan nada dingin.
Crystal berhenti, tanpa menoleh ia menjawab, “Aku meminum sampanye.” Nadanya terdengar jengkel, meski ia berusaha untuk menutupinya, nyatanya nada jengkelnya tidak bisa tersamarkan.
“Ada banyak kesalahanmu dan kau harus menerima hukuman dariku, aku akan mengajarimu menjadi gadis yang patuh malam ini.”
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate RATE.
Salam manis dari Cherry yang manis.
🍒
I Want You, ChiakiCrystal melangkah keluar dari kamar mandi mengenakan jubah mandi di tubuhnya, ia mendapati Chiaki sedang berdiri memunggunginya. Pria itu menatap kelamnya malam melalui jendela kaca di kamar Crystal dengan kedua telapak tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya.Menyadari kehadiran Crystal, Chiaki membalikkan badannya. Matanya menatap Crystal dengan tatapan dingin. "Berita kembalinya kau ke dunia musik telah tersebar luas."Crystal mengangguk, ia tahu konsekuensinya dari penampilannya beberapa jam yang lalu."Dua Minggu lagi penampilan pertamamu di sebuah konser orkestra, kau pemain biola utama sekaligus bintang tamunya."Crystal nyaris tidak bernapas, bibirnya sedikit terbuka karena terkejut. Tetapi, ia tidak mengucapkan apa-apa.Chiaki mengeluarkan satu telapak tangannya dari saku lalu menyentuh salah satu alisnya. "Persiapkan diri
YoursSepuluh menit kemudian, terdengar suara pintu terbuka disusul langkah kaki seseorang memasuki kamar Crystal. Tetapi, Crystal terlalu enggan untuk membuka matanya, ia hanya berpikir jika orang yang memasuki kamarnya adalah Donna.Crystal merasakan tangannya di raih oleh seseorang, dari rasa tangan yang menyentuh kulitnya jelas bukan tangan Donna, tetapi Chiaki. Pria itu perlahan melepaskan ikatan di tangan Crystal lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Crystal dan sebuah kecupan mendarat di kening Crystal membuat air mata Crystal semakin merangkak keluar dari kelopak matanya.Pria seperti apa sebenarnya Chiaki? Pria itu terus saja berubah-ubah, ia mengira telah sedikit mengenal Chiaki selama beberapa hari kebersamaan mereka, tetapi nyatanya ia tidak mengenal pria itu. Sedikit pun tidak.Tepat saat Chiaki beringsut hendak menjauh, Crystal membuka
15. Skin Care EffectCrystal Winter bergabung dengan Storm Studios.Berita itu menghiasi sebagian besar headline berita hiburan di Jerman tetapi juga di Eropa. Bukan hanya Jack yang nyaris tidak percaya dengan apa yang ia baca pagi itu, seluruh pelayan sibuk berbisik-bisik membicarakan kemunculan Crystal yang tidak terduga. Gadis itu tampil mengenakan pakaian dan perhiasan dari brand ternama, masih seperti dulu, tampak sangat cantik saat ia menggesek biola.Dua tahun lalu saat ia menjauhkan Crystal, ia berharap Crystal mengemis, memohon, dan mengiba padanya. Tetapi, ia salah. Gadis yang ia cintai hanya menatapnya dengan tatapan penuh kebencian dan luka lalu meninggalkan rumah keluarga Winter.Dua Minggu setelah Crystal menghilang, ia bertemu Chiaki yang datang untuk bertemu dengannya. Pria itu menawarkan kerja sama bisnis yang te
16. Just a HumanCrystal menatap wajah Chiaki yang tampak serius, pria berambut gondrong itu sedang membubuhkan tato di salah satu bagian tubuh Crystal. Chiaki tidak mengenakan pakaian, ia hanya mengenakan celana pendek yang terbuat dari kain yang nyaman untuk di kenakan di dalam rumah. Rambutnya diikat ke arah belakang menggunakan ikat rambut kecil berwarna hitam, dengan penampilan seperti itu, keseluruhan wajah Chiaki tampak jelas, tidak terhalang rambutnya yang biasanya bagian depan terurai ke sebagian wajahnya.Sesekali Chiaki mendongak menatap ke arah Crystal membuat tatapan mereka beradu sesaat dan setiap kali itu pula, Crystal merasa jika darahnya terkumpul di wajahnya hingga menyebabkan rasa panas hingga menyebabkan kulit pipinya merona."Kurasa, kau harus memotong rambutmu," ucap Crystal memberanikan diri menyuarakan apa yang ada di benaknya. "Juga... kau harus bercukur." Ia mengamati jambang dan kumi
17. Italiano"Crys, letakkan anjingmu di bawah," ucap Maddie, ia tampak kesal menatap anjing berjenis maltese berwarna putih di atas meja makan."Titi tidak mengganggumu," sahut Crystal acuh, ia sedang mengocok adonan es krim menggunakan mixer. "Jika kau terganggunya, kenapa tidak kau saja yang pergi dari sini?""Chiaki memintaku untuk menjagamu." Maddie melotot ke arah anjing yang bernama Titi. Meski anjing itu tampak lucu, tetapi ia sama sekali tidak tertarik.Crystal tertawa kecil karena ucapan Maddie yang menurutnya berlebihan. "Aku tidak dalam bahaya, untuk apa kau menjagaku?""Ya, tapi Bedebah itu menginginkan aku mengawasimu." Chiaki bahkan menginstruksikan agar Maddie tinggal di rumah yang didiami oleh Crystal."Aku tidak akan kabur, lagi pula aku tidak memiliki tempat selain rumah ini." Ada kepedihan saat ia mengucapkan kalimat itu, senyum yang tadinya ter
18. Let Her Know"Kembalilah ke Paris," ucap Rossa yang sedang mengemasi barang-barangnya.Chiaki menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, menghisap lintingan kecil berisi ganja dalam-dalam, mata pria itu terpejam seolah sangat menikmati ganjanya."Kau terlihat sangat kacau." Rossa memasukkan alat-alat medisnya ke dalam tas, menuangkan air dari dalam botol minum ke dalam gelas lalu meneguknya beberapa kali. Ia berjalan ke arah putranya. "Kudengar Crystal akan menjadi bintang tamu di sebuah konser?"Chiaki membuka matanya, ia mengamati lintingan ganja yang ia jepit menggunakan ujung ibu jari dan jari telunjuknya. "Ya," gumamnya singkat lalu kembali menghisapnya.Rossa mengamati putranya yang sedang menghisap ganja hingga selesai. "Untuk apa menyentuh barang ini lagi?" Ia mengambil lintingan ganja dari tangan Chiaki.Chiaki mengepulkan asap dari ganja yang ia hisap melalui
19. It's Amazing!Kepala pelayan mengatakan jika Titi telah ditemukan, tetapi hingga tiga puluh menit, binatang lucu kesayangannya itu belum juga kembali bersamanya.Crystal duduk bersila di atas tempat tidurnya, otaknya dipenuhi oleh rasa penasaran dengan kamar yang tidak boleh ia masuki juga penuh dengan rasa bosan, matanya terus menatap pintu kamarnya yang tertutup berharap seseorang datang membawakan Titi untuknya.Suara nada pesan terdengar dari ponsel yang berada di dalam tas membuat Crystal melompat dari atas tempat tidur, secepat kilat ia menyambar tas yang berada di atas meja, dan mengambil ponselnya.Mata Crystal seketika berpendar manakala ia menyaksikan nama pengirim pesan di layar ponselnya. "Chiaki," desahnya.Crystal menggeser layar ponsel menggunakan jari telunjuknya, ia tersenyum membaca isi pesan."Kapan kau kembali?" Crystal menuliskan pertanyaannya ta
At the Same MomentCrystal menyandarkan kepalanya di tepi bathtub, matanya terpejam, sedangkan pikirannya sama sekali tidak menikmati air di dalam bathtub yang beraroma mawar berpadu dengan vanila. Ia memikirkan perkataan Maddie di mobil beberapa saat yang lalu.Maddie tidak mengatakan alasan yang jelas, tetapi Maddie menawarkan padanya cara untuk lepas dari Chiaki dengan cara yang paling aman. Crystal langsung menolak tawaran Maddie yang ia nilai terlalu kejam tanpa sedikit pun ingin mempertimbangkannya terlebih dahulu.Crystal menghela napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya, semakin ia berusaha mengenal Chiaki, justru semakin banyak teka-teki yang memenuhi rongga kepalanya. Dimulai dari sikapnya yang berubah-ubah membuatnya kesulitan mengetahui sifat Chiaki yang sesungguhnya hingga rahasia rumah yang ia tempati, rumah yang berada di pinggiran kota, tanpa dapur, dan kamar yang tidak boleh ia masuki.Chiaki
EpilogueEpilogueTian baru saja keluar dari sebuah sekolah anak-anak, ia baru saja selesai mengajar anak-anak bermain piano di sana. Secara tidak sengaja ia melihat Crystal menuntun anak kecil, ia segera mengejar Crystal."Crys," sapanya sambil mengendurkan dasinya."Hei, Tian. Kau di sini? Apa kau mengajar?""Ya," jawab tian sembari melirik anak kecil yang dituntun oleh Crystal. "Siapa dia?Crystal menatap Nicky. "Sayang, dia teman Mommy."Nicky mengangguk, sedangkan Tian ternganga. "Mommy? Maksudmu?"Crystal tersenyum lebar, pipinya tampak merona. "Aku telah menikah dan dia... kau mengerti... maksudku...." Ia tidak ingin mengatakan di depan Nicky jika ia bukanlah ibu kandung Nicky yang sejak pertemuan pertama mereka Nicky yang malang mengira Crystal asalah ibunya."Oh, aku mengerti, selam
EndCrystal mencumbui bibir Chiaki, setelah mendengarkan pengakuan suaminya, ia merasakan dorongan kuat, menggebu-gebu, ia merasa jika cintanya kepada Chiaki tidak terbendung lagi. Ia tergila-gila pada suaminya.Crystal masih duduk di atas pangkuan suaminya dengan posisi mengangkanginya. Entah sudah berapa lama bibir mereka bertaut seolah hanya ciuman yang bisa menggambarkan besarnya perasaan di dada masing-masing, mereka seolah enggan untuk menyudahinya hingga bibir mereka nyaris bengkak, hanya sesekali bibir mereka terlepas, sejenak meraup oksigen dengan terburu-buru."Suamiku, aku menginginkanmu," erang Crystal terdengar mendamba di sela ciuman mereka.Chiaki menangkup pipi Crystal, menatap wajah cantik istrinya yang memerah, pasrah oleh gairah. "Aku juga menginginkanmu, sayangku."Crystal kembali mengecup bibir Chiaki, lembut menggoda meski hanya sekilas.
The Only OneKarina, lima tahun yang lalu gadis itu duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu belum diadopsi hingga usianya enam belas tahun, anak itu sangat pendiam, juga pemalu. Karina lebih memilih menghabiskan waktunya dengan membaca buku dibandingkan dengan bergaul dengan teman-teman seusianya.Karina mengikuti perlombaan ilmu sains antar sekolah. Crystal berjanji akan membawakan guru les privat untuk Karina, tetapi hingga perlombaan itu tinggal beberapa Minggu lagi ia belum menemukan guru ilmu sains yang cocok sesuai kriteria yang ia inginkan, ia beberapa kali datang ke agen penyedia guru les, tetapi ia selaku menemukan kendala yang membuatnya tidak bisa mendapatkan guru les.Hingga saat ia keluar dari sebuah gedung, karena pikirannya kacau ia menabrak seorang pria menyebabkan buku-buku yang dipegang oleh pria itu berjatuhan ke lantai. Di sanalah ia berpikir jika takdir menuntunnya, buku-buku yang dipegang o
Mrs. StormTiga buah mobil beriringan melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan berkelok-kelok, menanjak, dan menurun. Di dalam Land Rover Discovery, Crystal meringkuk di dalam pelukan suaminya sambil menonton acara televisi yang terpasang di dalam mobil tersebut. Sesekali mereka tertawa karena acara yang mereka tonton adalah acara drama komedi yang sangat menghibur.Sesekali bibir keduanya bertaut, bercumbu, dan saling menggoda. Tetapi, ketika gairah mereka mulai menuntut lebih, keduanya memilih berhenti. Chiaki tahu jika istrinya juga menginginkannya, tetapi ia tidak akan memulainya kecuali Crystal yang memulai karena ia tahu bagaimana rasanya memiliki trauma yang masih segar di dalam ingatan. Seperti dirinya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali memperbaiki kondisi mentalnya yang nyaris tumbang.“Kita akan segera tiba,” ucap Crystal saat mobil melintasi petunjuk arah yang berada di tepi jalan.
Shine After the DarkCrystal dan Chiaki baru saja menikah di sebuah kapel, hanya pernikahan sederhana yang dihadiri oleh kedua orang tua Chiaki dan Edgar, juga Maddie. Tetapi, acara berjalan khidmat juga penuh kebahagiaan yang menaungi mereka.Crystal berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang masih berbalut gaun pengantin. Dulu ia sangat mendambakan bisa menjadi salah satu musisi di Storm Studios, sekarang Tuhan justru berkehendak lain, ia resmi menjadi istri pemilik Storm Studios.Perasaannya nyaris sulit digambarkan, sangat bahagia, seperti pengantin wanita yang lain. Tetapi, ada kabut di benaknya yang masih belum sepenuhnya memudar meski ia menepisnya."Apa yang kau pikirkan, sayangku?" Chiaki mengalungkan kedua lengannya di pinggang Crystal.Crystal tersenyum, telapak tangannya mengelus kulit tangan suaminya, dan matanya menatap bayangan wajah suaminya yang terlihat bers
Treat Each OtherCrystal memasuki rumah dan langsung menuju ke dapur, ia merasa sangat lapar hingga mungkin akan segera pingsan. Sebenarnya mereka bisa saja berhenti di restoran yang mereka lewati, tetapi berhubung keduanya tidak membawa dompet maupun ponsel, Crystal harus bersabar menahan lapar hingga mereka tiba di rumah."Nona, sarapan telah disiapkan," ucap salah satu pelayan saat mendapati Crystal memasuki dapur."Aku tidak ingin memakan Muesli." Crystal menarik hendel pintu lemari pendingin makanan untuk mendapatkan bahan-bahan yang ia inginkan."Nona, biar saya yang melakukannya," ujar pelayan yang tampaknya ketakutan karena mendapati Chiaki memasuki dapur. "Apa yang ingin Anda makan?""Ma Chére, apa yang kau lakukan?" Suara Chiaki tidak kasar, tidak juga lembut, tetapi terdengar tidak menyukai tindakan Crystal.Crystal mengacuhkan Chiaki, ia mengeluar
Our SonChiaki menuntun Crystal ke garasi mobil, mengambil sebuah kunci Ferrari SUV lalu memberikannya pada Crystal. "Aku ingin menikmati duduk di samping pengemudi tercantik di dunia."Crystal menyeringai. "Kau akan terkesima, aku sangat ahli dalam hal balapan liar di jalanan.""Kalau begitu tunjukkan padaku." Chiaki menarik pintu mobil dan segera duduk di bangku samping pengemudi.Crystal menyeringai senang, ia mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi seolah-olah jalanan benar-benar hanya miliknya, apa lagi jalanan itu tidak asing baginya ditambah lagi saat itu masih pukul empat dini hari. Dipastikan hanya ada beberapa mobil yang melintas di jalanan terlebih lagi mereka menuju area pedesaan.Setelah mengendarai mobil hampir satu jam, mereka tiba di pegunungan. Di sana terdapat danau yang airnya tampak masih hitam karena matahari belum muncul, hanya permukaannya yang terli
Speak Through the ToneDua hari telah berlalu, seperti dugaan Chiaki, Crystal memang berpura-pura kuat. Tengah malam ia mendengar sayup-sayup Crystal terisak. Ia membuka matanya dan mendapati Crystal meringkuk di tepi tempat tidur dengan posisi membelakanginya. Ia yakin jika Crystal sering menangis diam-diam di rumah sakit saat ia tertidur pulas di bawah pengaruh obat.Chiaki merasa jika dadanya terasa sangat sakit, lebih sakit dari pada saat ia memangku jasad Chika yang berlumuran darah. Ia tahu rasanya memendam kesakitan sendiri tanpa bisa mengungkapkan kepada orang lain, bahkan kepada orang terdekat.Chiaki beringsut, ia mengalungkan lengannya di pinggang Crystal tanpa mengatakan apa-apa dan memeluk tubuh Crystal erat-erat. Berulang kali ia mendaratkan bibirnya di puncak kepala Crystal berharap bisa menenangkan calon istrinya.Setelah beberapa puluh menit berlalu dan Crystal tidak lagi terisak, Chiaki perl
“Sepertinya aku harus merapikan ini.” Crystal menyentuh jambang Chiaki yang mulai tumbuh. “Kenapa bagian ini cepat sekali tumbuh?” Ia mengalihkan tatapannya ke kepala Chiaki yang kini berubah penampilan, kepala Chiaki bersih tanpa rambut.“Karena mereka suka kau merawatnya, jadi mereka tumbuh dengan cepat,” ujar Chiaki.Ia tersenyum bahagia karena setiap pagi Crystal mencukur bulu yang tumbuh di wajahnya. Tetapi, bukan berarti ia senang dengan penampilan barunya, rambut di kepalanya benar-benar tidak ada karena tim medis memotong dengan asal-asalan saat menjahit luka di kepalanya mengakibatkan ia terpaksa mencukur habis rambutnya dibandingkan harus membiarkan tatanan rambutnya tidak beraturan.“Kurasa setelah rambutmu tumbuh nanti, kau tidak perlu memanjangkannya lagi.”“Kau tidak menyukai rambut panjangku?”Crystal mengecup pipi Chiaki. “Aku menyukai rambutmu yang lembut, tapi aku lebi