Tian, He is
"Crystal," sapa Regan yang tiba-tiba telah berdiri tidak jauh dari Crystal. Wanita itu berjalan mendekati Crystal. "Kau datang rupanya?"
Crystal mengangguk ramah. "Apa kabar, Regan?"
"Sangat baik. Bagaimana denganmu?"
"Seperti yang kau lihat," sahut Crystal dengan ramah.
Regan tersenyum lebar lalu meraih pergelangan tangan Crystal. "Ayo, temui ayahku untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya."
Crystal mengangguk, ia mengikuti langkah Regan yang membawanya mendekati Edgar Storm, kakek Chiaki, ayah Regan.
"Dad, lihat siapa yang bersamaku?" ucap Regan, telapak tangannya berada di kedua bahu Crystal.
Crystal berusaha bersikap seramah mungkin, ia tersenyum, dan berucap, "Selama ulang tahun, Mr. Storm."
Pria berusia tujuh puluh tahun itu mengerutkan kedua alisnya, menatap Crystal dengan intens. "Terima kasih, kau Crystal Winter, bukan?"
Kelegaan membanjiri perasaan Crystal karena pria tua itu bisa berbahasa Inggris. Ia mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Edgar. "Ya, saya Crystal Winter."
Edgar tersenyum seraya menjabat tangan Crystal lalu dengan gerakan yang sangat mesra mengecup punggung telapak tangan Crystal. "Senang bisa bertemu denganmu."
Chiaki yang berdiri tidak jauh Edgar berdehem, pria itu memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya sambil melangkah dengan gayanya yang sangat santai menghampiri mereka. "Dari pada merayunya, lebih baik biarkan dia mencicipi hidangan di sini."
Edgar tersenyum lebar. "Cucuku benar, Nona Winter...."
"Panggil saya Crytsal," sahut Crystal ramah.
"Oh, Manis sekali." Edgar mengelus kulit punggung tangan Crystal dengan cara yang sangat mesra. "Kalau begitu panggil aku Edgar."
"Baiklah." Crystal tersenyum ramah.
Keduanya berjalan menuju sebuah meja diikuti oleh Regan lalu setelah mereka bertiga duduk, Edgar memanggil salah satu pelayan, meminta sebotol sampanye, juga beberapa hidangan.
"Kupikir cucuku berbohong saat dia mengatakan jika kau akan datang di pesta ulang tahunku, terlebih lagi kau telah bergabung dengan studio kami," ucap Edgar, matanya menatap wajah Crystal.
"Aku sangat tersanjung mendapatkan undangan pesta ulang tahunmu." Crystal berucap sungguh-sungguh, baginya nama Storm dulu adalah sebuah nama perusahaan musik yang berada di langit sementara dirinya berada di bumi.
Mustahil untuk dijangkau.
"Aku sangat senang kau bersedia bekerja sama dangan kalian," ujar Crystal. "Storm Studios adalah perusahaan rekaman yang ada di dalam daftar mimpiku dan sekarang aku berada di sini."
Seorang pria berpakaian pelayan mendekati mereka dengan sebotol sampanye dan beberapa buah gelas yang berada di atas nampan, pria itu meletakkan gelas ke atas meja lalu perlahan menuangkan sampanye ke dalam gelas, dan bersamaan dengan itu Maddie datang untuk bergabung bersama mereka. Pria itu menarik kursi berseberangan dengan Crytsal.
Edgar meraih salah satu gelas yang berisi sampanye. Ia memberikan kode kepada Crystal, Maddie, dan Regan untuk mengangkat gelas mereka. "Untuk merayakan bergabungnya Crytsal di Storm Studios," ucapnya.
"Selamat bergabung, Crytsal," ucap Regan dengan senyumnya yang lebar.
"Selamat bergabung, Crys." Maddie juga mengangkat gelasnya.
"Terima kasih." Crystal mengangkat gelasnya untuk bersulang lalu meneguk isinya. Ia tidak peduli bagaimana nanti menghadapi Chiaki karena ia mengonsumsi alkohol tanpa pria itu di sampingnya. Yang ia pedulikan hanya sopan santun karena tidak ada sedikit pun celah baginya untuk menolak Edgar.
Lagi pula, ia bukanlah gadis yang patuh. Tidak sepatuh itu kecuali terpaksa.
"Cryst, bagaimana biola dari koleksi tokoku? Apa kau sudah mencobanya?" Regan meletakkan gelas di tangannya ke atas meja.
"Biolanya sangat nyaman," ucap Crystal berbohong dengan ekspresi sangat tenang. Ia sama sekali belum menyentuhnya, tetapi Chiaki sudah. Meski pria itu kacau memainkannya. "Malam ini aku akan memainkan sebuah lagu sebagai hadiah ulang tahunmu, Edgar."
Mata Edgar dan Regan bersobok, sementara mata Maddie menatap lurus Crystal dengan senyum tipis di sudut bibir.
"Itu pasti akan sangat luar biasa," ucap Regan.
"Ini akan menjadi hadiah paling luar biasa sepanjang hidupku," ucap Edgar sungguh-sungguh.
Crystal tersenyum, senyum palsu untuk menutupi benaknya yang resah karena ia sendiri tidak yakin jika ia bisa memainkan biola dengan baik mengingat ia telah terlalu lama tidak menyentuhnya. "Aku akan memberikan penampilan terbaik untukmu."
Itu adalah ucapan paling munafik yang pernah ia ucapkan. Ia bahkan tidak memiliki ide lagu apa yang akan ia mainkan. Tetapi, ia telah berjanji akan memberikan yang terbaik untuk Edgar.
Tidak lama beberapa pelayan datang dan menyiapkan bermacam-macam hidangan di atas meja, sambil mengobrol hal-hal kecil Regan dan Edgar menikmati hidangan, sementara Crystal hanya diam menjadi pendengar yang baik, sama seperti Maddie.
"Oh, iya. Crystal, apa kau telah berkeliling kota Paris?" tanya Edgar setelah mereka selesai dengan hidangan di atas meja.
Crytsal beberapa kali datang ke Paris bersama teman-teman sosialitanya dulu hingga nyaris hafal setiap sudut kota itu. Tetapi, itu adalah masa lalu. Crystal yang dulu seharusnya telah mati bersama kepedihan di sungai Seine.
Ia menggeleng. "Aku belum melakukan apa pun di sini."
"Datanglah ke sini kapan-kapan jika kau tidak memiliki kesibukan," ucap Edgar. "Regan, mungkin kau bisa meminta Selena untuk menjadi teman Crystal, aku yakin gadis cantik ini belum memiliki teman di Paris."
Regan mengedikkan kedua bahunya. "Putriku tidak akan bersikap ramah padanya, aku tidak yakin."
Edgar menggelengkan kepalanya. "Agak sulit untuk mendapatkan teman di Paris, apa lagi teman Perancis. Tapi, jangan khawatir orang Perancis hanya membencimu di depan."
Crystal tersenyum ramah, ia paham betul perangai orang Perancis. "Aku akan belajar bahasa Perancis agar memiliki banyak teman di sini."
Untuk media kalinya Crystal berbicara omong kosong yang munafik. Ia sama sekali tidak menginginkan memiliki banyak teman, ia bahkan tidak ingin berteman dengan siapa pun selain pria yang berada di seberangnya, duduk dengan gaya yang terlihat sangat santai seolah tidak tertarik bergabung dengan percakapan yang terjadi antara mereka.
Edgar menyingkap lengan jasnya untuk memeriksa waktu di arloji yang melingkar di pergelangan tangannya lalu berdehem. " Sepertinya, pidatoku akan segera dimulai," ujarnya seraya bangkit dari posisi duduk.
"Pastikan kau tidak melupakan apa yang ingin kau sampaikan di depan orang banyak." Regan berdiri diikuti oleh Crystal dan Maddie.
"Setelah aku selesai pidato, aku ingin kita berdansa. Apa kau bersedia?" tanya Edgar sambil meraih kedua telapak tangan Crystal.
Crystal tersenyum ramah, ia mengangguk. "Sebuah kehormatan bagiku."
Edgar mengecup jemari Crystal kemudian menjauh, pria itu naik ke atas panggung yang di buat hanya sekitar sepuluh centimeter dari lantai. Perlahan ia Edgar menyampaikan pidatonya kepada tamu di pestanya lalu mengakhirinya dengan mengangkat gelas di tangannya, mengajak seluruh tamu untuk bersulang.
Irama musik dari sebuah piano mengalun lembut menandakan jika sesi dansa telah dimulai. Jantung Crystal seolah terasa mencelus hingga ke lutut mendengar irama musik yang tidak asing di telinganya.
Tian, pria itu memainkan tuts piano.
"Mari berdansa, Tuan Putri." Edgar yang telah menjauh dari panggung telah berada di depan Crystal, ia mengulurkan tangannya, salah satu kakaknya berada di depan, sementara kaki yang lain mengarah ke belakang dengan sedikit di tekuk."
Crystal tersenyum lebar, matanya melirik ke arah Maddie sekilas lalu ia menerima uluran tangan Edgar. "Dengan senang hati."
Crystal dan Edgar mulai berdansa, telapak tangan kiri Edgar berada di pinggang Crytsal sementara telapak tangan kanannya bertaut dengan tangan kiri Crytsal. Kaki mereka melangkah selaras dengan irama musik.
"Kau sangat tegang," ucap Edgar di sela-sela langkah mereka.
"Aku takut menginjak sepatumu," ujar Crystal, itu bukanlah ketakutan satu-satunya. Ia memang takut menginjak sepatu Edgar mengingat ia telah terlalu lama tidak berdansa.
"Tidak, kau tidak akan menginjakku, kau melangkah dengan sangat benar. Kau... terlalu berhati-hati."
Ya, Crystal bahkan menghitung setiap langkah sesuai irama agar ia tidak melakukan kesalahan.
"Rileks-kan dirimu, jangan terlalu berhati-hati karena terkadang kehati-hatian tidak diperlukan dalam beberapa langkah."
Ada makna tersembunyi dibalik ucapan Edgar, mungkin. Crystal tidak yakin. Tetapi, ia diam-diam mengatur napasnya berusaha untuk rileks seperti kata Edgar.
"Ayo, kita coba gerakan yang lebih berani." Edgar melepaskan telapak tangannya yang berada di pinggang Crystal, sementara tangannya yang terpaut dengan tangan Crystal beralih posisi menjadi menggenggam telapak tangan gadis itu.
Crystal mengambil langkah mundur dua langkah lalu setengah berputar ia kembali merapat kepada Edgar. Ia mengulanginya lagi beberapa kali gerakan itu hingga ia menabrak seseorang di belakangnya, orang itu adalah Chiaki yang berdansa bersama dengan Caren. Pria itu menatap Crystal dengan tatapan dingin seolah mereka benar-benar tidak saling mengenal.
Edgar menaikkan kedua bahunya bersamaan sambil tersenyum lebar, begitu juga Crystal. Ia tersenyum.
"Kurasa ini akan menjadi kacau, aku bisa saja menabrak orang lagi," ucap Crytsal sambil menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, kita sudahi." Edgar membawa Crystal ke atas panggung dan mengambil microphone dan memberikan kode kepada Tian untuk menghentikan permainannya. Pria itu berdehem. "Maaf, aku mengganggu dansa kalian, aku ingin mengumumkan jika malam ini aku kedatangan tamu spesial."
Edgar mengecup jemari tangan Crystal, menatapnya dengan tatapan penuh suka cita. "Dia adalah Violinist muda favoritku yang telah memutuskan untuk bergabung bersama Storm Studios."
Seluruh pasang mata yang ada di sana tertuju ke arah Crystal tidak terkecuali Chiaki yang berdiri di depan mereka. Dengan perasaan gugup yang ia tutupi dengan sempurna, Crystal tersenyum menggunakan senyum palsu.
Maddie mendekati Edgar dan Crystal, di tangannya memegang biola.
"Crytsal Winter, dia akan memainkan sebuah lagu untukku sebagai kado di hari ulang tahunku."
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE!
PunishmentMaddie menyerahkan biola di tangannya kepada Crystal, bibir pria itu membentuk sebuah lengkungan senyum sementara tatapannya menyorot seolah sedang meyakinkan Crystal. Crystal menerima biola dari tangan Maddie disertai ucapan terima kasih yang ia ucapkan dengan pelan.Setelah Maddie dan Edgar turun dari panggung, Crystal berdiri dengan serelaks mungkin, menatap seluruh orang yang ada di depannya lalu tersenyum. Senyum seperti dulu setiap ia akan memainkan biola di atas panggung, setidaknya ia berusaha demikian.Crystal meletakkan biola di antara dagu dan tulang bahunya, menempel pada lehernya. Jemarinya berada di nada senar G, ia mulai menggeseknya tetapi jauh di dalam benaknya penuh keraguan. Namun, ia berusaha melakukannya sebaik-baiknya agar tidak mengecewakan Edgar, ia ingin memberikan yang terbaik untuk pria yang sangat ramah itu malam ini.Bagi orang awam yang tidak men
I Want You, ChiakiCrystal melangkah keluar dari kamar mandi mengenakan jubah mandi di tubuhnya, ia mendapati Chiaki sedang berdiri memunggunginya. Pria itu menatap kelamnya malam melalui jendela kaca di kamar Crystal dengan kedua telapak tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya.Menyadari kehadiran Crystal, Chiaki membalikkan badannya. Matanya menatap Crystal dengan tatapan dingin. "Berita kembalinya kau ke dunia musik telah tersebar luas."Crystal mengangguk, ia tahu konsekuensinya dari penampilannya beberapa jam yang lalu."Dua Minggu lagi penampilan pertamamu di sebuah konser orkestra, kau pemain biola utama sekaligus bintang tamunya."Crystal nyaris tidak bernapas, bibirnya sedikit terbuka karena terkejut. Tetapi, ia tidak mengucapkan apa-apa.Chiaki mengeluarkan satu telapak tangannya dari saku lalu menyentuh salah satu alisnya. "Persiapkan diri
YoursSepuluh menit kemudian, terdengar suara pintu terbuka disusul langkah kaki seseorang memasuki kamar Crystal. Tetapi, Crystal terlalu enggan untuk membuka matanya, ia hanya berpikir jika orang yang memasuki kamarnya adalah Donna.Crystal merasakan tangannya di raih oleh seseorang, dari rasa tangan yang menyentuh kulitnya jelas bukan tangan Donna, tetapi Chiaki. Pria itu perlahan melepaskan ikatan di tangan Crystal lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Crystal dan sebuah kecupan mendarat di kening Crystal membuat air mata Crystal semakin merangkak keluar dari kelopak matanya.Pria seperti apa sebenarnya Chiaki? Pria itu terus saja berubah-ubah, ia mengira telah sedikit mengenal Chiaki selama beberapa hari kebersamaan mereka, tetapi nyatanya ia tidak mengenal pria itu. Sedikit pun tidak.Tepat saat Chiaki beringsut hendak menjauh, Crystal membuka
15. Skin Care EffectCrystal Winter bergabung dengan Storm Studios.Berita itu menghiasi sebagian besar headline berita hiburan di Jerman tetapi juga di Eropa. Bukan hanya Jack yang nyaris tidak percaya dengan apa yang ia baca pagi itu, seluruh pelayan sibuk berbisik-bisik membicarakan kemunculan Crystal yang tidak terduga. Gadis itu tampil mengenakan pakaian dan perhiasan dari brand ternama, masih seperti dulu, tampak sangat cantik saat ia menggesek biola.Dua tahun lalu saat ia menjauhkan Crystal, ia berharap Crystal mengemis, memohon, dan mengiba padanya. Tetapi, ia salah. Gadis yang ia cintai hanya menatapnya dengan tatapan penuh kebencian dan luka lalu meninggalkan rumah keluarga Winter.Dua Minggu setelah Crystal menghilang, ia bertemu Chiaki yang datang untuk bertemu dengannya. Pria itu menawarkan kerja sama bisnis yang te
16. Just a HumanCrystal menatap wajah Chiaki yang tampak serius, pria berambut gondrong itu sedang membubuhkan tato di salah satu bagian tubuh Crystal. Chiaki tidak mengenakan pakaian, ia hanya mengenakan celana pendek yang terbuat dari kain yang nyaman untuk di kenakan di dalam rumah. Rambutnya diikat ke arah belakang menggunakan ikat rambut kecil berwarna hitam, dengan penampilan seperti itu, keseluruhan wajah Chiaki tampak jelas, tidak terhalang rambutnya yang biasanya bagian depan terurai ke sebagian wajahnya.Sesekali Chiaki mendongak menatap ke arah Crystal membuat tatapan mereka beradu sesaat dan setiap kali itu pula, Crystal merasa jika darahnya terkumpul di wajahnya hingga menyebabkan rasa panas hingga menyebabkan kulit pipinya merona."Kurasa, kau harus memotong rambutmu," ucap Crystal memberanikan diri menyuarakan apa yang ada di benaknya. "Juga... kau harus bercukur." Ia mengamati jambang dan kumi
17. Italiano"Crys, letakkan anjingmu di bawah," ucap Maddie, ia tampak kesal menatap anjing berjenis maltese berwarna putih di atas meja makan."Titi tidak mengganggumu," sahut Crystal acuh, ia sedang mengocok adonan es krim menggunakan mixer. "Jika kau terganggunya, kenapa tidak kau saja yang pergi dari sini?""Chiaki memintaku untuk menjagamu." Maddie melotot ke arah anjing yang bernama Titi. Meski anjing itu tampak lucu, tetapi ia sama sekali tidak tertarik.Crystal tertawa kecil karena ucapan Maddie yang menurutnya berlebihan. "Aku tidak dalam bahaya, untuk apa kau menjagaku?""Ya, tapi Bedebah itu menginginkan aku mengawasimu." Chiaki bahkan menginstruksikan agar Maddie tinggal di rumah yang didiami oleh Crystal."Aku tidak akan kabur, lagi pula aku tidak memiliki tempat selain rumah ini." Ada kepedihan saat ia mengucapkan kalimat itu, senyum yang tadinya ter
18. Let Her Know"Kembalilah ke Paris," ucap Rossa yang sedang mengemasi barang-barangnya.Chiaki menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, menghisap lintingan kecil berisi ganja dalam-dalam, mata pria itu terpejam seolah sangat menikmati ganjanya."Kau terlihat sangat kacau." Rossa memasukkan alat-alat medisnya ke dalam tas, menuangkan air dari dalam botol minum ke dalam gelas lalu meneguknya beberapa kali. Ia berjalan ke arah putranya. "Kudengar Crystal akan menjadi bintang tamu di sebuah konser?"Chiaki membuka matanya, ia mengamati lintingan ganja yang ia jepit menggunakan ujung ibu jari dan jari telunjuknya. "Ya," gumamnya singkat lalu kembali menghisapnya.Rossa mengamati putranya yang sedang menghisap ganja hingga selesai. "Untuk apa menyentuh barang ini lagi?" Ia mengambil lintingan ganja dari tangan Chiaki.Chiaki mengepulkan asap dari ganja yang ia hisap melalui
19. It's Amazing!Kepala pelayan mengatakan jika Titi telah ditemukan, tetapi hingga tiga puluh menit, binatang lucu kesayangannya itu belum juga kembali bersamanya.Crystal duduk bersila di atas tempat tidurnya, otaknya dipenuhi oleh rasa penasaran dengan kamar yang tidak boleh ia masuki juga penuh dengan rasa bosan, matanya terus menatap pintu kamarnya yang tertutup berharap seseorang datang membawakan Titi untuknya.Suara nada pesan terdengar dari ponsel yang berada di dalam tas membuat Crystal melompat dari atas tempat tidur, secepat kilat ia menyambar tas yang berada di atas meja, dan mengambil ponselnya.Mata Crystal seketika berpendar manakala ia menyaksikan nama pengirim pesan di layar ponselnya. "Chiaki," desahnya.Crystal menggeser layar ponsel menggunakan jari telunjuknya, ia tersenyum membaca isi pesan."Kapan kau kembali?" Crystal menuliskan pertanyaannya ta
EpilogueEpilogueTian baru saja keluar dari sebuah sekolah anak-anak, ia baru saja selesai mengajar anak-anak bermain piano di sana. Secara tidak sengaja ia melihat Crystal menuntun anak kecil, ia segera mengejar Crystal."Crys," sapanya sambil mengendurkan dasinya."Hei, Tian. Kau di sini? Apa kau mengajar?""Ya," jawab tian sembari melirik anak kecil yang dituntun oleh Crystal. "Siapa dia?Crystal menatap Nicky. "Sayang, dia teman Mommy."Nicky mengangguk, sedangkan Tian ternganga. "Mommy? Maksudmu?"Crystal tersenyum lebar, pipinya tampak merona. "Aku telah menikah dan dia... kau mengerti... maksudku...." Ia tidak ingin mengatakan di depan Nicky jika ia bukanlah ibu kandung Nicky yang sejak pertemuan pertama mereka Nicky yang malang mengira Crystal asalah ibunya."Oh, aku mengerti, selam
EndCrystal mencumbui bibir Chiaki, setelah mendengarkan pengakuan suaminya, ia merasakan dorongan kuat, menggebu-gebu, ia merasa jika cintanya kepada Chiaki tidak terbendung lagi. Ia tergila-gila pada suaminya.Crystal masih duduk di atas pangkuan suaminya dengan posisi mengangkanginya. Entah sudah berapa lama bibir mereka bertaut seolah hanya ciuman yang bisa menggambarkan besarnya perasaan di dada masing-masing, mereka seolah enggan untuk menyudahinya hingga bibir mereka nyaris bengkak, hanya sesekali bibir mereka terlepas, sejenak meraup oksigen dengan terburu-buru."Suamiku, aku menginginkanmu," erang Crystal terdengar mendamba di sela ciuman mereka.Chiaki menangkup pipi Crystal, menatap wajah cantik istrinya yang memerah, pasrah oleh gairah. "Aku juga menginginkanmu, sayangku."Crystal kembali mengecup bibir Chiaki, lembut menggoda meski hanya sekilas.
The Only OneKarina, lima tahun yang lalu gadis itu duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu belum diadopsi hingga usianya enam belas tahun, anak itu sangat pendiam, juga pemalu. Karina lebih memilih menghabiskan waktunya dengan membaca buku dibandingkan dengan bergaul dengan teman-teman seusianya.Karina mengikuti perlombaan ilmu sains antar sekolah. Crystal berjanji akan membawakan guru les privat untuk Karina, tetapi hingga perlombaan itu tinggal beberapa Minggu lagi ia belum menemukan guru ilmu sains yang cocok sesuai kriteria yang ia inginkan, ia beberapa kali datang ke agen penyedia guru les, tetapi ia selaku menemukan kendala yang membuatnya tidak bisa mendapatkan guru les.Hingga saat ia keluar dari sebuah gedung, karena pikirannya kacau ia menabrak seorang pria menyebabkan buku-buku yang dipegang oleh pria itu berjatuhan ke lantai. Di sanalah ia berpikir jika takdir menuntunnya, buku-buku yang dipegang o
Mrs. StormTiga buah mobil beriringan melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan berkelok-kelok, menanjak, dan menurun. Di dalam Land Rover Discovery, Crystal meringkuk di dalam pelukan suaminya sambil menonton acara televisi yang terpasang di dalam mobil tersebut. Sesekali mereka tertawa karena acara yang mereka tonton adalah acara drama komedi yang sangat menghibur.Sesekali bibir keduanya bertaut, bercumbu, dan saling menggoda. Tetapi, ketika gairah mereka mulai menuntut lebih, keduanya memilih berhenti. Chiaki tahu jika istrinya juga menginginkannya, tetapi ia tidak akan memulainya kecuali Crystal yang memulai karena ia tahu bagaimana rasanya memiliki trauma yang masih segar di dalam ingatan. Seperti dirinya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali memperbaiki kondisi mentalnya yang nyaris tumbang.âKita akan segera tiba,â ucap Crystal saat mobil melintasi petunjuk arah yang berada di tepi jalan.
Shine After the DarkCrystal dan Chiaki baru saja menikah di sebuah kapel, hanya pernikahan sederhana yang dihadiri oleh kedua orang tua Chiaki dan Edgar, juga Maddie. Tetapi, acara berjalan khidmat juga penuh kebahagiaan yang menaungi mereka.Crystal berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang masih berbalut gaun pengantin. Dulu ia sangat mendambakan bisa menjadi salah satu musisi di Storm Studios, sekarang Tuhan justru berkehendak lain, ia resmi menjadi istri pemilik Storm Studios.Perasaannya nyaris sulit digambarkan, sangat bahagia, seperti pengantin wanita yang lain. Tetapi, ada kabut di benaknya yang masih belum sepenuhnya memudar meski ia menepisnya."Apa yang kau pikirkan, sayangku?" Chiaki mengalungkan kedua lengannya di pinggang Crystal.Crystal tersenyum, telapak tangannya mengelus kulit tangan suaminya, dan matanya menatap bayangan wajah suaminya yang terlihat bers
Treat Each OtherCrystal memasuki rumah dan langsung menuju ke dapur, ia merasa sangat lapar hingga mungkin akan segera pingsan. Sebenarnya mereka bisa saja berhenti di restoran yang mereka lewati, tetapi berhubung keduanya tidak membawa dompet maupun ponsel, Crystal harus bersabar menahan lapar hingga mereka tiba di rumah."Nona, sarapan telah disiapkan," ucap salah satu pelayan saat mendapati Crystal memasuki dapur."Aku tidak ingin memakan Muesli." Crystal menarik hendel pintu lemari pendingin makanan untuk mendapatkan bahan-bahan yang ia inginkan."Nona, biar saya yang melakukannya," ujar pelayan yang tampaknya ketakutan karena mendapati Chiaki memasuki dapur. "Apa yang ingin Anda makan?""Ma Chére, apa yang kau lakukan?" Suara Chiaki tidak kasar, tidak juga lembut, tetapi terdengar tidak menyukai tindakan Crystal.Crystal mengacuhkan Chiaki, ia mengeluar
Our SonChiaki menuntun Crystal ke garasi mobil, mengambil sebuah kunci Ferrari SUV lalu memberikannya pada Crystal. "Aku ingin menikmati duduk di samping pengemudi tercantik di dunia."Crystal menyeringai. "Kau akan terkesima, aku sangat ahli dalam hal balapan liar di jalanan.""Kalau begitu tunjukkan padaku." Chiaki menarik pintu mobil dan segera duduk di bangku samping pengemudi.Crystal menyeringai senang, ia mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi seolah-olah jalanan benar-benar hanya miliknya, apa lagi jalanan itu tidak asing baginya ditambah lagi saat itu masih pukul empat dini hari. Dipastikan hanya ada beberapa mobil yang melintas di jalanan terlebih lagi mereka menuju area pedesaan.Setelah mengendarai mobil hampir satu jam, mereka tiba di pegunungan. Di sana terdapat danau yang airnya tampak masih hitam karena matahari belum muncul, hanya permukaannya yang terli
Speak Through the ToneDua hari telah berlalu, seperti dugaan Chiaki, Crystal memang berpura-pura kuat. Tengah malam ia mendengar sayup-sayup Crystal terisak. Ia membuka matanya dan mendapati Crystal meringkuk di tepi tempat tidur dengan posisi membelakanginya. Ia yakin jika Crystal sering menangis diam-diam di rumah sakit saat ia tertidur pulas di bawah pengaruh obat.Chiaki merasa jika dadanya terasa sangat sakit, lebih sakit dari pada saat ia memangku jasad Chika yang berlumuran darah. Ia tahu rasanya memendam kesakitan sendiri tanpa bisa mengungkapkan kepada orang lain, bahkan kepada orang terdekat.Chiaki beringsut, ia mengalungkan lengannya di pinggang Crystal tanpa mengatakan apa-apa dan memeluk tubuh Crystal erat-erat. Berulang kali ia mendaratkan bibirnya di puncak kepala Crystal berharap bisa menenangkan calon istrinya.Setelah beberapa puluh menit berlalu dan Crystal tidak lagi terisak, Chiaki perl
âSepertinya aku harus merapikan ini.â Crystal menyentuh jambang Chiaki yang mulai tumbuh. âKenapa bagian ini cepat sekali tumbuh?â Ia mengalihkan tatapannya ke kepala Chiaki yang kini berubah penampilan, kepala Chiaki bersih tanpa rambut.âKarena mereka suka kau merawatnya, jadi mereka tumbuh dengan cepat,â ujar Chiaki.Ia tersenyum bahagia karena setiap pagi Crystal mencukur bulu yang tumbuh di wajahnya. Tetapi, bukan berarti ia senang dengan penampilan barunya, rambut di kepalanya benar-benar tidak ada karena tim medis memotong dengan asal-asalan saat menjahit luka di kepalanya mengakibatkan ia terpaksa mencukur habis rambutnya dibandingkan harus membiarkan tatanan rambutnya tidak beraturan.âKurasa setelah rambutmu tumbuh nanti, kau tidak perlu memanjangkannya lagi.ââKau tidak menyukai rambut panjangku?âCrystal mengecup pipi Chiaki. âAku menyukai rambutmu yang lembut, tapi aku lebi