"Crystal Winter, finally, I found you."
Seorang pria dengan tatapan setajam elang tersenyum seraya mengangkat gelasnya yang berisi alkohol, mendekatkan ke bibirnya lalu mencicipi rasanya. Pengar, tetapi kali ini tidak terlalu.
***
"Jadi, kau benar-benar akan meninggalkan aku?" Crystal terisak, gadis itu bersimpuh di depan koper yang menganga.
Pria di depan Crystal adalah pemain piano pada awalnya, tetapi seiring berjalannya waktu ia lebih memilih menjadi seorang konduktor karena menurutnya menjadi pianis saja tidak cukup.
Memimpin sebuah orkestra adalah mimpi tertinggi Tian.
Rencana Tian telah diketahui oleh Crystal sejak satu bulan yang lalu. Tetapi, saat pria itu mengemas barang-barangnya, rasanya Crystal tidak bisa untuk tidak menitikkan air matanya karena ia harus menjalani hidupnya sendiri, untuk pertama kali
Tian beringsut mendekati Crystal, ia mengelus rambut di kepala gadis itu, lembut, penuh kasih sayang. "Hanya satu tahun, sayangku."
"Satu tahun itu tiga ratus enam puluh lima hari, Tian." Crystal menatap Tian jengkel.
"Aku tahu."
"Bisakah aku ikut bersamamu ke Paris?" Tatapan mata Crystal penuh harap.
"Sayangku, di sana aku tinggal di asrama." Tian mengucapkan lambat-lambat kalimatnya agar Crystal mengerti.
Berpisah dari Tian, pria yang ia anggap sebagai satu-satunya keluarga selama tiga tahun ia terbuang dari rumahnya sendiri bukan perkara mudah karena hanya Tian yang tahu cara menenangkannya, pria itu dengan sabar menemaninya melalaui hari-hari yang sulit.
Ia tidak tahu bagaimana caranya mengawali hidupnya tanpa Tian di sisinya. "Kita bisa menyewa apartemen di sana."
Tian menelan ludah. "Aku tidak bekerja selama satu tahun, Sayang." Ia merengkuh tubuh Crystal, membawa ke dalam pelukannya.
Tian mendapatkan beasiswa melanjutkan pendidikannya untuk mengambil titel master. Perusahaan rekaman yang menaunginya membiayai semua keperluannya dari tempat tinggal, biaya makan, dan uang saku.
"Aku bisa membiayai hidupku sendiri," ucap Crystal parau oleh ketakutan, ia tidak ingin berpisah dari Tian, ia tidak siap menjalani hidupnya yang sepi.
Ia sekarang tidak perlu merisaukan masalah uang karena hasil menjadi pemain biola di YouTube dengan identitas anonim cukup bagus, penonton Chanel YouTube Crystal cukup banyak. Ia tidak kesulitan mendapatkan uang untuk menopang hidupnya setiap bulan selama satu tahun belakangan ini.
"Sayang, aku mengerti. Tapi, aku diwajibkan untuk tinggal di asrama. Lagi pula, ini hanya satu tahun. Lebih baik kau simpan uangmu, kau bisa datang ke Paris sebulan sekali, kita masih bisa bertemu, asrama membolehkan tamu menginap saat akhir pekan."
"Aku tidak bisa hidup tanpamu, Tian."
Sesak mengimpit dada Tian, dua tahun yang lalu ia membuka pintu apartemennya dan mendapati Crystal menangis di depan pintu sambil memegangi kopernya, rasanya sangat menyakitkan sekaligus menyenangkan.
Ia memang menyukai Crystal sejak pertama kali mereka bertemu di fakultas, saat itu ia hanya seorang asisten dosen. Seiring waktu ia mendekati Crystal dengan caranya hingga mereka akhirnya bisa cukup akrab. Crystal, gadis itu meski kaya raya tetapi ia tidak pernah bersikap angkuh. Ia berbicara dengan sopan, selalu tersenyum, dan topik pembicaraan yang paling ia gemari adalah musik klasik. Mereka berdua bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk membicarakan tentang musik klasik, biola dan piano.
Ketika Crystal datang kepadanya dalam keadaan terpuruk, Tian tidak tahu harus sedih atau justru bahagia. Ia dengan senang hati menerima Crystal, merawatnya, dan pastinya menjadikan kekasihnya. Ia berencana akan menikahi Crystal nanti, saat ia telah menjadi seorang komposer musik yang sukses. Saat ia telah memiliki sebuah orkestra sendiri, rencananya begitu.
"Ini semua demi masa depan kita. Kita akan menikah nanti."
"Pada akhirnya aku harus mengalah, menunggumu." Crystal menjauhkan dirinya dari dekapan Tian, ia menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. "Kau pasti bosan melihatku menangis sepanjang waktu, hingga ingin menjauhiku."
"Aku ingin melihatmu tersenyum, seperti dulu saat pertama kali kita bertemu."
Crystal menggeleng lemah, ia telah lupa caranya tersenyum. Bagaimana ia bisa tersenyum sementara ia terbuang dari rumahnya sendiri, tinggal di apartemen kecil milik Tian sementara Jack, bajingan itu hidup mewah menggunakan harta kekayaan orang tuanya. Berfoya-foya seolah ia adalah seorang raja yang memiliki banyak selir, pria itu pergi berkeliling dunia dengan gadis-gadis cantik menggunakan jet pribadi. Sedangkan dirinya sama sekali tidak tahu bagaimana cara mengambil kembali apa yang menjadi haknya.
Lembut, Tian menyingkirkan telapak tangan Crystal. Ia menangkup kedua pipi gadis itu, menatap mata biru safir yang sembab oleh air mata. "Suatu saat kau akan tersenyum kembali, di atas panggung. Kau akan menjadi pemain biola yang tidak tertandingi."
"Dan kau akan menjadi seorang komposer," sahut Crystal.
Itu adalah mimpi-mimpi yang mereka rangkai sambil berpelukan setiap malam sebelum mereka terlelap.
"Bersabarlah, aku sendiri yang akan mengantarkanmu menuju panggung itu," ucap Tian.
Crystal mengangguk. Hanya panggung yang bisa mengembalikan hidupnya, orang yang mencemoohnya akan merangkak di kakinya kembali untuk menjilatnya.
"Mulai sekarang, aku tidak ingin melihat air matamu lagi, kau harus belajar mengurus dirimu, saat kau ingin menangis, mainkan biolamu, ia akan membawamu menuju masa depan di mana tidak akan ada lagi tangis di sana." Tian menyingkirkan sejumput rambut di kening Crystal kemudian mendaratkan sebuah kecupan di kening Crystal. Lembut, penuh kasih sayang yang sangat dalam.
Pria itu merengkuh Crystal ke dalam pelukannya, memeluknya erat-erat merasakan batinnya yang berkecamuk hebat.
Benar. Itu adalah air mata terakhir yang Tian lihat.
Crystal tidak tahu, siapa yang harus ia percaya di dunia ini. Tian adalah satu-satunya orang yang ia percaya, satu-satunya orang yang menjadi tempatnya bersandar. Tetapi, semua berakhir.
Hari di mana seharusnya menjadi hari yang menyenangkan karena kedua kalinya ia sengaja datang ke Paris untuk bertemu Tian, kebetulan juga pria itu berulang tahun yang ke dua puluh tujuh tahun. Sebagai kekasihnya tentu saja Crystal ingin memberikan yang terbaik untuk pria itu. Ia membelikan sebuah jam tangan yang bagi Crystal saat ini, cukup mahal dengan keadaannya. Tetapi, jika Crystal yang dulu jam tangan itu sama sekali tidak ada artinya.
Saat ia membuka pintu kamar Tian, dengan matanya sendiri, Crystal menyaksikan Tian sedang mencumbui seorang gadis yang berada di bawahnya. Tubuh keduanya tidak mengenakan pakaian, hanya selimut menutup rendah di pinggang Tian.
Bumi seolah menimpa kepalanya, tidak ada yang tersisa lagi selain kehancuran. Jika bisa memilih, Crystal lebih baik memilih raganya hancur bersama perasaannya, hancur menjadi debu lalu musnah tersapu angin. Ia tidak ingin melihat dunia ini lagi.
Tidak ingin.
Ia lebih baik mati dibandingkan berpijak di atas bumi yang untuk kedua kali membuatnya tersungkur dan kali ini ia tidak yakin jika ia mampu bangkit. Lututnya goyah, nyaris tidak mampu menopang berat tubuhnya, jantungnya terasa membengkak hingga rongga dadanya terasa sangat sakit, paru-parunya bahkan terasa tersumbat hingga untuk bernapas pun ia nyaris tidak mampu.
"Tian...," desahnya parau. Matanya nanar menatap kedua insan yang masih bercumbu mesra.
Tas dan kotak kado yang berisi jam tangan di tangan Crystal meluncur hingga menimbulkan suara benda terjatuh di atas ubin membuat Tian menghentikan cumbuannya kepada gadis di bawahnya lalu menoleh ke arah sumber suara. Tatapan mereka bersobok, saling diam beberapa detik sebelum akhirnya Crystal memilih berbalik.
"Crys...." Tian bersuara. "Aku bisa jelaskan."
Sedikit pun Crystal tidak ingin mendengar, ia memilih tidak menoleh. Gadis itu menarik gagang pintu sambil berlalu hingga pintu tertutup dengan suara keras.
Tidak ada yang perlu dijelaskan, apa pun itu.
Yang terlihat sudah jelas terlihat, ia melihat pengkhianatan Tian di depan matanya.
Apa yang akan dijelaskan? Pembelaan?Brengsek!
Crystal berlari keluar dari asrama, yang ada di otaknya hanya ingin berlari. Ia tidak peduli orang lain menganggapnya gadis frustrasi, patah hati, menyedihkan, atau apa.
Terserah.
Gadis itu terus berlari sambil sesekali menyeka air matanya yang membanjiri kedua pipinya yang mulus hingga ia tiba di tepi sungai Seine. Tekadnya telah bulat, ia ingin mengakhiri semua kesakitan dalam hidupnya.
Selamat tinggal, Dunia.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate.
Salam manis dari Cherry yang manis.
🍒Chapter 1Crystal WinterKetika titik kehidupanmu berada di atas, semua orang menyanjungmu, memujimu, dan berusaha menjilatmu. Tetapi, ketika kau jatuh pada titik terendah, lihat saja, mereka tidak akan sudi melirikmu. Mereka bahkan menertawakanmu.Dalam hidup seorang Crystal Winter, kesalahan pertamanya adalah mencintai biola melebihi hidupnya. Gadis cantik keturunan satu-satunya keluarga Winter itu menghabiskan lebih dari separuh hidupnya untuk bermain biola dan bergelimang kemewahan, ia adalah Violinist sekaligus salah satu sosialita di negaranya.Seorang Vionilist berlatar belakang putri pengusaha kaya raya, pemilik kebun anggur dan pabrik wine ternama di Eropa. Bukan hanya itu, mereka juga memiliki sejumlah peternakan sapi berikut pabrik keju. Kekayaan keluarga Winter mungkin tidak akan pernah habis dalam waktu seratus tahun.Namun, semuanya berubah saat ayah dan ibunya terlibat dal
Chapter 2Angel or Devil?Dunia bukanlah surga, maka kesenangan tidak akan pernah lama. Tetapi, dunia juga bukan neraka. Penderitaan tidak akan selamanya.Jika boleh Crystal memilih, ia tentu memilih mati dibandingkan hidup lebih lama lagi. Rasanya telah terlalu banyak penderitaan yang ia alami dua tahun ini. Ia telah hancur oleh pengkhianatan Jack dan sekarang ia harus kembali menghadapi pengkhiadan natan Tian, kekasihnya sendiri, orang yang paling ia percaya.Semua berakhir jika ia meninggalkan dunia ini. Seharusnya begitu.Namun, Tuhan rupanya masih menginginkan kehidupannya. Entah apa lagi rencana Tuhan, yang jelas ia telah enggan berurusan dengan kehidupan.Ketika kesadaran merayapi otak Crystal, ia merasakan aroma samar-samar desinfektan rumah sakit yang merasuk indra penciumannya berpadu dengan aroma kolonye mahal pria. Hal itu justru membuatnya frustr
Chapter 3Remember My NameYang berbahaya adalah kata-kata pujian namun dibaliknya terdapat motif untuk menghancurkan. Karena sebagian manusia menghancurkan manusia lain melalui pujian palsu.Crystal menggertakkan giginya diam-diam. Sikap sombong pria itu membuatnya jengkel. Ia menurunkan kakinya ke lantai, perlahan ia bergerak mendekati pria yang sedang menatapnya dengan tatapan lapar."Lepaskan pakaianmu," perintah pria itu dengan nada dingin.Crystal menghentikan langkahnya. Ia melirik ke arah pintu. Gamang."Tidak akan ada orang masuk ke ruangan ini kecuali aku mengizinkan."Kelegaan membanjiri pikiran Crystal, ia tidak perlu mengkhawatirkan orang yang mungkin mengganggu aktivitas mereka. Ia menghirup udara semampunya agar ia tidak mengalami sesak napas menghadapi pria arogan yang jelas akan melecehkannya. Tetapi, mengingat balas dendamnya kepa
Chapter 4Want More?Cinta dikenal di setiap sudut kota, di setiap jalanan, di setiap rumah, dan di setiap ranjang yang ditiduri oleh sepasang kekasih. Tapi, cinta kadang menjadi hal yang paling menakutkan karena banyak orang menjadi hancur karena cinta."Nona, Tuan Muda memintamu untuk bersiap-siap," kata seorang maid yang baru saja masuk ke dalam kamar Crystal. Ia adalah kepala maid di rumah itu dan ia tidak datang sendiri, ia bersama seorang pelayan lain yang tampak lebih muda.Chiaki, sejak ia kembali dari rumah sakit pria itu tidak menampakkan batang hidungnya lagi di tempat tinggal mereka. Tepatnya sudah satu Minggu."Baiklah." Crystal yang sedang membaca tabloid meletakkan benda di tangannya ke atas meja."Perkenalkan, dia, Donna. Donna akan mengurus semua keperluanmu."Crystal mengangguk."Mulai saat ini aku yang akan mengurus semua kebutuhanmu,
Chapter 5Back on StageAda kalanya kita harus mengalah meski kita tidak melakukan kesalahan. Bukan berarti kita kalah, tetapi lebih kepada bijak menyikapi sesuatu yang tidak bisa kita paksakan.Crystal dan Chiaki memasuki sebuah toko yang ternyata menjual biola. Semula Crystal mengira itu hanya sebuah toko yang menjual biola tetapi ternyata tebakannya salah saat Chiaki merengkuh pinggangnya dan membawanya melangkah menuju ke bagian belakang tempat itu. Ternyata mereka membuat sendiri biola-biola itu."Kau boleh memiliki semua jika kau mau," ujar Chiaki.Crystal menatap mata Chiaki seakan tidak percaya mendengar ucapan Chiaki. "Satu saja cukup.""Kalau begitu beberapa.""Cukup satu," ucap Crystal keras kepala, lagi pula tangannya hanya dua, ia hanya bisa memainkan satu buah biola. Jadi, untuk apa ia memiliki terlalu banyak?Meskipun di
Another ManSegalanya berubah dalam sekejap mata, seperti angin sepoi-sepoi yang tiba-tiba berubah menjadi badai topan yang menghancurkan segalanya. Maka, jangan mudah terperdaya dengan apa yang tampak di depan matamu."Kau berjalan sangat lambat," gerutu Chiaki, mereka memasuki sebuah hotel berbintang lima.Crystal mendengus, ia telah berjalan dengan langkah lebar untuk menyeimbangkan langkahnya dengan Chiaki, tetapi faktanya ia tetap tertinggal di belakang pria itu.Chiaki menekan tombol lift. "Dasar, Siput." Ia itu mengejek Crystal dengan memanggilnya Siput saat Crystal telah berdiri di sampingnya.Crystal membeliak, menatap Chiaki dengan sorot mata jengkel.Sama sekali tidak lucu!"Kenapa? Ingin memakiku?" Chiaki menaikkan sebelah alisnya.Crystal hanya memutar bola matanya enggan men
Let's Play the GameIt's easy to look at people and make quick judgments about them, their present and their pasts, but you'd be amazed at the pain and tears a single smile hides.Chiaki mengeringkan rambut Crystal menggunakan handuk di tangannya, menurut Crystal itu adalah pemandangan yang tidak lazim hingga membuatnya terheran-heran. Tetapi, Crystal diam tidak berkomentar, ia memilih untuk menikmati kebaikan Chiaki."Aku tidak menyukai warna rambutmu, Donna akan mengembalikannya ke warna semula setelah kau kembali ke rumah," ujar Chiaki datar.Terserah saja, apa pun warna rambutnya, Crytsal merasa jika ia bukan pemilik raganya lagi. Ia telah menjual jiwa dan raganya kepada iblis kaku yang sifatnya berubah-ubah membuatnya hanya bisa mengangguk pasrah."Buka handukmu," ujar Chiaki setelah ia rasa cukup mengeringkan rambut Crystal.Crystal yang duduk di kursi
DinnerSetiap orang memiliki bekas luka yang ingin mereka sembunyikan. Bersyukurlah jika luka itu hanya di luar, bukan di hati yang meski bisa disembunyikan tetapi sulit untuk disembuhkan."Kau lelah?" Chiaki mengusap punggung telanjang Crystal yang masih lembap akibat keringat yang membasahi tubuhnya saat mereka bercinta beberapa menit yang lalu.Crystal menggeleng pelan, tetapi menyadari Chiaki mungkin tidak melihatnya, ia menyahut, "Tidak juga.""Apa itu berarti itu kau menginginkan kita bercinta lagi?"Crystal mendongakkan kepalanya, matanya menatap Chiaki dengan ragu-ragu."Katakan saja, jangan ragu ataupun merasa malu," ucap Chiaki dengan nada sangat lembut.Darah Crystal terasa memanas dan jantungnya seolah mencelus. "Jika kau menginginkan, aku tidak akan menolak karena kau pemenangnya."
EpilogueEpilogueTian baru saja keluar dari sebuah sekolah anak-anak, ia baru saja selesai mengajar anak-anak bermain piano di sana. Secara tidak sengaja ia melihat Crystal menuntun anak kecil, ia segera mengejar Crystal."Crys," sapanya sambil mengendurkan dasinya."Hei, Tian. Kau di sini? Apa kau mengajar?""Ya," jawab tian sembari melirik anak kecil yang dituntun oleh Crystal. "Siapa dia?Crystal menatap Nicky. "Sayang, dia teman Mommy."Nicky mengangguk, sedangkan Tian ternganga. "Mommy? Maksudmu?"Crystal tersenyum lebar, pipinya tampak merona. "Aku telah menikah dan dia... kau mengerti... maksudku...." Ia tidak ingin mengatakan di depan Nicky jika ia bukanlah ibu kandung Nicky yang sejak pertemuan pertama mereka Nicky yang malang mengira Crystal asalah ibunya."Oh, aku mengerti, selam
EndCrystal mencumbui bibir Chiaki, setelah mendengarkan pengakuan suaminya, ia merasakan dorongan kuat, menggebu-gebu, ia merasa jika cintanya kepada Chiaki tidak terbendung lagi. Ia tergila-gila pada suaminya.Crystal masih duduk di atas pangkuan suaminya dengan posisi mengangkanginya. Entah sudah berapa lama bibir mereka bertaut seolah hanya ciuman yang bisa menggambarkan besarnya perasaan di dada masing-masing, mereka seolah enggan untuk menyudahinya hingga bibir mereka nyaris bengkak, hanya sesekali bibir mereka terlepas, sejenak meraup oksigen dengan terburu-buru."Suamiku, aku menginginkanmu," erang Crystal terdengar mendamba di sela ciuman mereka.Chiaki menangkup pipi Crystal, menatap wajah cantik istrinya yang memerah, pasrah oleh gairah. "Aku juga menginginkanmu, sayangku."Crystal kembali mengecup bibir Chiaki, lembut menggoda meski hanya sekilas.
The Only OneKarina, lima tahun yang lalu gadis itu duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu belum diadopsi hingga usianya enam belas tahun, anak itu sangat pendiam, juga pemalu. Karina lebih memilih menghabiskan waktunya dengan membaca buku dibandingkan dengan bergaul dengan teman-teman seusianya.Karina mengikuti perlombaan ilmu sains antar sekolah. Crystal berjanji akan membawakan guru les privat untuk Karina, tetapi hingga perlombaan itu tinggal beberapa Minggu lagi ia belum menemukan guru ilmu sains yang cocok sesuai kriteria yang ia inginkan, ia beberapa kali datang ke agen penyedia guru les, tetapi ia selaku menemukan kendala yang membuatnya tidak bisa mendapatkan guru les.Hingga saat ia keluar dari sebuah gedung, karena pikirannya kacau ia menabrak seorang pria menyebabkan buku-buku yang dipegang oleh pria itu berjatuhan ke lantai. Di sanalah ia berpikir jika takdir menuntunnya, buku-buku yang dipegang o
Mrs. StormTiga buah mobil beriringan melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan berkelok-kelok, menanjak, dan menurun. Di dalam Land Rover Discovery, Crystal meringkuk di dalam pelukan suaminya sambil menonton acara televisi yang terpasang di dalam mobil tersebut. Sesekali mereka tertawa karena acara yang mereka tonton adalah acara drama komedi yang sangat menghibur.Sesekali bibir keduanya bertaut, bercumbu, dan saling menggoda. Tetapi, ketika gairah mereka mulai menuntut lebih, keduanya memilih berhenti. Chiaki tahu jika istrinya juga menginginkannya, tetapi ia tidak akan memulainya kecuali Crystal yang memulai karena ia tahu bagaimana rasanya memiliki trauma yang masih segar di dalam ingatan. Seperti dirinya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali memperbaiki kondisi mentalnya yang nyaris tumbang.“Kita akan segera tiba,” ucap Crystal saat mobil melintasi petunjuk arah yang berada di tepi jalan.
Shine After the DarkCrystal dan Chiaki baru saja menikah di sebuah kapel, hanya pernikahan sederhana yang dihadiri oleh kedua orang tua Chiaki dan Edgar, juga Maddie. Tetapi, acara berjalan khidmat juga penuh kebahagiaan yang menaungi mereka.Crystal berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang masih berbalut gaun pengantin. Dulu ia sangat mendambakan bisa menjadi salah satu musisi di Storm Studios, sekarang Tuhan justru berkehendak lain, ia resmi menjadi istri pemilik Storm Studios.Perasaannya nyaris sulit digambarkan, sangat bahagia, seperti pengantin wanita yang lain. Tetapi, ada kabut di benaknya yang masih belum sepenuhnya memudar meski ia menepisnya."Apa yang kau pikirkan, sayangku?" Chiaki mengalungkan kedua lengannya di pinggang Crystal.Crystal tersenyum, telapak tangannya mengelus kulit tangan suaminya, dan matanya menatap bayangan wajah suaminya yang terlihat bers
Treat Each OtherCrystal memasuki rumah dan langsung menuju ke dapur, ia merasa sangat lapar hingga mungkin akan segera pingsan. Sebenarnya mereka bisa saja berhenti di restoran yang mereka lewati, tetapi berhubung keduanya tidak membawa dompet maupun ponsel, Crystal harus bersabar menahan lapar hingga mereka tiba di rumah."Nona, sarapan telah disiapkan," ucap salah satu pelayan saat mendapati Crystal memasuki dapur."Aku tidak ingin memakan Muesli." Crystal menarik hendel pintu lemari pendingin makanan untuk mendapatkan bahan-bahan yang ia inginkan."Nona, biar saya yang melakukannya," ujar pelayan yang tampaknya ketakutan karena mendapati Chiaki memasuki dapur. "Apa yang ingin Anda makan?""Ma Chére, apa yang kau lakukan?" Suara Chiaki tidak kasar, tidak juga lembut, tetapi terdengar tidak menyukai tindakan Crystal.Crystal mengacuhkan Chiaki, ia mengeluar
Our SonChiaki menuntun Crystal ke garasi mobil, mengambil sebuah kunci Ferrari SUV lalu memberikannya pada Crystal. "Aku ingin menikmati duduk di samping pengemudi tercantik di dunia."Crystal menyeringai. "Kau akan terkesima, aku sangat ahli dalam hal balapan liar di jalanan.""Kalau begitu tunjukkan padaku." Chiaki menarik pintu mobil dan segera duduk di bangku samping pengemudi.Crystal menyeringai senang, ia mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi seolah-olah jalanan benar-benar hanya miliknya, apa lagi jalanan itu tidak asing baginya ditambah lagi saat itu masih pukul empat dini hari. Dipastikan hanya ada beberapa mobil yang melintas di jalanan terlebih lagi mereka menuju area pedesaan.Setelah mengendarai mobil hampir satu jam, mereka tiba di pegunungan. Di sana terdapat danau yang airnya tampak masih hitam karena matahari belum muncul, hanya permukaannya yang terli
Speak Through the ToneDua hari telah berlalu, seperti dugaan Chiaki, Crystal memang berpura-pura kuat. Tengah malam ia mendengar sayup-sayup Crystal terisak. Ia membuka matanya dan mendapati Crystal meringkuk di tepi tempat tidur dengan posisi membelakanginya. Ia yakin jika Crystal sering menangis diam-diam di rumah sakit saat ia tertidur pulas di bawah pengaruh obat.Chiaki merasa jika dadanya terasa sangat sakit, lebih sakit dari pada saat ia memangku jasad Chika yang berlumuran darah. Ia tahu rasanya memendam kesakitan sendiri tanpa bisa mengungkapkan kepada orang lain, bahkan kepada orang terdekat.Chiaki beringsut, ia mengalungkan lengannya di pinggang Crystal tanpa mengatakan apa-apa dan memeluk tubuh Crystal erat-erat. Berulang kali ia mendaratkan bibirnya di puncak kepala Crystal berharap bisa menenangkan calon istrinya.Setelah beberapa puluh menit berlalu dan Crystal tidak lagi terisak, Chiaki perl
“Sepertinya aku harus merapikan ini.” Crystal menyentuh jambang Chiaki yang mulai tumbuh. “Kenapa bagian ini cepat sekali tumbuh?” Ia mengalihkan tatapannya ke kepala Chiaki yang kini berubah penampilan, kepala Chiaki bersih tanpa rambut.“Karena mereka suka kau merawatnya, jadi mereka tumbuh dengan cepat,” ujar Chiaki.Ia tersenyum bahagia karena setiap pagi Crystal mencukur bulu yang tumbuh di wajahnya. Tetapi, bukan berarti ia senang dengan penampilan barunya, rambut di kepalanya benar-benar tidak ada karena tim medis memotong dengan asal-asalan saat menjahit luka di kepalanya mengakibatkan ia terpaksa mencukur habis rambutnya dibandingkan harus membiarkan tatanan rambutnya tidak beraturan.“Kurasa setelah rambutmu tumbuh nanti, kau tidak perlu memanjangkannya lagi.”“Kau tidak menyukai rambut panjangku?”Crystal mengecup pipi Chiaki. “Aku menyukai rambutmu yang lembut, tapi aku lebi