"Hallo, Beauty. Maukah kau makan malam denganku?" tanya Tony menelepon Aubrey.
"mmm ….""Come on. Jangan ada penolakan lagi, oke! Aubrey, kenapa terdiam? Kau keberatan keluar bersamaku? Tenang saja kali ini just only two of us."Aubrey sejenak terdiam, terdengar helaan panjang napasnya. Ia memijat pelan dahinya, lalu menjawab permintaan Tony."Baiklah. Aku akan bersiap-siap.""Aku jemput pukul 19.00, ya, Beauty.""Tidak us …."Aubrey belum menyelesaikan ucapannya, tetapi Tony sudah mematikan telepon genggamnya sepihak di seberang. Aubrey melangkah dengan malas ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Hanya butuh waktu lima belas menit ia sudah merias dirinya sesederhana mungkin.Setelan yang Aubrey pilih malam itu adalah kaus ketat berwarna putih dipadukan dengan jeans berwarna biru langit, dengan sepatu kets berwarna senada dengan celana jeansnya -- Aubrey menuruni tangga menuju ruang tamu menunggu kedatangan TonyDominique menghampiri Aubrey yang tengah melamun memandangi lautan. Ia membuka jasnya dan menutupi tubuh Aubrey. Aubrey yang diperlakukan seperti itu dengan tiba-tiba sontak terkejut dan menoleh. Setelah tahu orang yang melakukan hal tersebut adalah Dominique, ia menolaknya, tetapi Dominique memaksa dan menahan tangan Aubrey. "Dingin, patuhlah. Jangan keras kepala, oke."Aubrey akhirnya menerima dan memakai jas milik Dominique. Ia tahu tidak akan menang mendebat pria itu yang nanti ujung-ujungnya pasti akan bertengkar. Dominique duduk di seberang Aubrey dan memandang wajahnya dengan seksama. Aubrey balas menatap mata Dominique yang tengah memandangnya, kemudian melempar pandangan ke arah lain untuk menghilangkan gugupnya. "Katakanlah," ucap Aubrey tanpa basa-basi. "Kau marah denganku?""Marah kenapa?""Ya, barangkali peristiwa kemarin.""Peristiwa yang mana?"Dominique menunjuk bibirnya kemudian pipi Aubrey.
Setelah selesai mengantar Aubrey. Dominique melanjutkan perjalanan menuju perusahaan. Sesampainya di perusahaan, Ia melangkah melewati lobi depan dengan ekspresi dingin. Kaki-kaki gagahnya mengeluarkan suara hentakan yang membuat nyali ciut setiap karyawan yang mendengarnya. Bukan Dominique namanya, jika menyapa dengan sebuah senyum. Wajahnya yang selalu terlihat kaku dan datar sudah biasa dinikmati para karyawan perusahaan. Namun, bagi mereka tidaklah penting, yang terpenting fasilitas yang perusahaan berikan tidak sekaku dan sedatar wajah bosnya. Dominique sampai di ruang kerjanya, setelah melewati beberapa lantai dengan menggunakan lift. Ia membuka pintu dan melihat Tony sedang duduk di sofa. Dominique membuka kancing jas dan meletakkan bokongnya tepat di samping Tony duduk. Tony tanpa basa-basi langsung menanyakan kepada Dominique apa yang hendak ingin ia katakan. Sudah semalaman Tony merasakan kegelisahan dan hanya bisa menebak-nebak saja. Oleh kar
"Ini kamar Dominique, Tante tinggal, ya? Coba kamu ketuk saja," ucap Bella setelah mengantar Aubrey ke depan kamar Dominique. "Baik, Tante. Aku akan menyelesaikannya dari sini." Aubrey menjawab dengan yakin. Aubrey mengetuk pintu kamar Dominique berulang kali. Meskipun, Dominique mendengar tetapi ia tidak ingin membuka pintu. Ia tidak ingin Aubrey melihat kondisinya saat ini. Apalagi kalau sampai tahu ia berkelahi dengan Tony gara-gara Aubrey. "Open it, damn Dominique. I want to talk to you! Aku tidak akan pergi dari sini sampai urusan kita selesai, oke!" teriak Aubrey. Pada akhirnya, Dominique mengalah dan membuka pintu. Benar saja tebakan Aubrey, Dominique memiliki memar yang sama seperti Tony. Pasti hal ini ada hubungannya dengan tindakan gila Tony di galeri. "Apa yang terjadi pada kalian? Kalian bertengkar, seperti anak kecil saja," cerocos Aubrey. "Kalian?" Dominique mengernyitkan dahi. "Ya, kau dan Tony."
Hari sudah mulai gelap. Matahari telah tenggelam meninggalkan kehangatan dan menyisakan dingin malam. Aubrey masih berkutat dengan sketsanya. Ada dua lukisan pesanan pelanggannya yang menjadi prioritas. Memang lukisan itu belum sempat diambil karena si pemilik sedang keluar kota. Kini, Aubrey harus mengulang semua. Sebenarnya Aubrey sudah sangat lelah, tetapi mau bagaimana lagi, itu semua adalah tanggung jawabnya. Telepon Aubrey berbunyi. Ternyata Dominique yang menghubunginya karena khawatir. Setelah tahu Aubrey masih berada di galeri, Dominique langsung memutuskan teleponnya dan menuju ke galeri untuk menemani Aubrey. "Kok diputus. Tidak jelas, nih, Dom," gumam Aubrey. Saat di tengah kesendiriannya dan asyik menggambar, ada suara ramai di depan galeri. Aubrey lantas langsung meninggalkan pekerjaannya dan pergi ke depan untuk memeriksa apakah yang tengah terjadi. Sudah banyak orang berkumpul, rata-rata para penyewa bangunan di sekitar galeri milik Aubr
Pagi telah datang menyapa. Aroma bekas hujan menguar dan menerobos dari balik jendela yang dibuka. Aubrey menggerakkan tubuh dan memperhatikan tubuhnya, kemudian, terdengar hela pendek napasnya. Di sana sudah ada pelayan yang biasa merapikan kamarnya. Aubrey memang ketika tidur tidak pernah mengunci kamar dan dia menunjuk salah satu pelayan untuk membersihkan kamar dan sekaligus membangunkannya. "Selamat pagi, Nona Aubrey," sapa pelayan wanita keluarga Calandre. "Morning," balas Aubrey sambil mengucek matanya. "Tampaknya anda begitu lelah, Nona?" tanya pelayan tersenyum sambil merapikan gorden kamar Aubrey. Aubrey mengernyitkan dahinya, seperti berpikir dari mana pelayannya tahu? Sang pelayan menunjuk ke arah tubuh Aubrey dan ia mengikutinya. "Oh, i see!" seru Aubrey. Ternyata Aubrey belum sempat mengganti pakaiannya dengan piama. Ia tertidur masih dengan pakaian yang kemarin ia pakai ke galeri."Ada permintaan khu
'Oke, kita bertemu di kafe dekat kantorku sekarang. Aku tidak mau pergi ke galerimu! Oh, iya jangan lupa, jangan terlambat, aku sibuk dan tak akan menunggu kedatanganmu.' Dominique membalas pesan singkat Aubrey.Tanpa menunggu balasan dari Aubrey, Dominique gegas berpakaian sebagus mungkin untuk menaklukkan hati Aubrey. Pada awalnya, dia hanya ingin beristirahat di rumah. Namun, banyak rencana berputar di otaknya dan berulang kali ia menyeringai tanpa disadari. Setelah selesai bersolek, Dominique pamit kepada Bella untuk menemui Aubrey, yang tentu saja pasti diijinkan oleh Bella. Ia pun pergi mengendarai mobilnya meluncur menuju kafe tempat pertemuan yang dipilih olehnya. Sesampainya di sana terlihat Aubrey sudah sampai terlebih dahulu, ia duduk termenung sambil menatap jauh ke depan. Rambutnya yang kecoklatan tergerai indah, wajah putih dan mata yang sayu makin memancarkan kecantikannya pada saat itu. Sesaat Dominique merasakan getaran yang tidak biasa,
"Cass sudah tahu tentang rencana pertunangan Dominique. Dia pasti akan menggila. Aku harus temui Aubrey, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padanya. Akan tetapi, apakah ia mau menemuiku? Ah, biarlah! Itu urusan nanti." Tony bermonolog sambil mondar-mandir, kemudian ia gegas menaiki mobilnya. Mobil Tony melesat menuju galeri Aubrey. Dalam hitungan menit, ia sudah sampai di sana dan lekas memarkirkannya. Ketika turun dari mobil dan sampai di depan galeri, terlihat Aubrey sedang menorehkan tinta di atas sketsa. Wajahnya yang serius makin terlihat cantik dan membuat Tony enggan melepaskannya. Lonceng angin berbunyi, saat pintu galeri terbuka. Aubrey menoleh dan melihat siapa tamu yang berkunjung ke galerinya. Saat melihat Tony, ia langsung ingin pergi, tetapi Tony berhasil mencegahnya. Dengan beberapa kata yang diucapkan, akhirnya Aubrey mau berbincang dengan Tony. "Duduklah!" Aubrey mempersilakan Tony duduk. Kedua orang itu duduk berhada
Dominique dan Aubrey sampai di Paroki Plaquemines. Pemandangan indah terlihat sejauh mata memandang di sana. Terdapat pula sebuah rumah kecil di pinggir danau dengan fasilitas lengkap. Setelah memarkirkan mobilnya, Dominique langsung menarik Aubrey keluar dari mobil. "Aww! Dominique, are you crazy? Apa yang terjadi padamu, hah?"Dominique tidak menghiraukan ucapan Aubrey. Ia terus menarik tangannya memasuki rumah kecil tersebut. Aubrey diempaskan ke atas sofa dengan kasar, kemudian tubuhnya dikurung dengan dua tangan kekar Dominique. Aubrey tampak marah dengan sikap Dominique. Ia lalu mendorong tubuhnya hingga terjerembab ke belakang. Aubrey berdiri tepat dimana Dominique terbaring, "are you insane, Dom? What are you doing, hah?"Tampak kilatan kemarahan di mata Aubrey. Ia memandang Dominique yang masih berbaring di lantai dengan penuh tanya. "Baiklah, terserah kau. Bagaimana pun caranya aku akan pergi dari sini," ucap Aubrey.
"Kurang ajar! Dia bahkan berani menemui kau seorang diri untuk adiknya," ucap Dominique menahan marah. Dia menggenggam tangannya begitu keras hingga memerah buku-buku jarinya. "Lupakanlah itu, Dom! Yang terpenting sekarang kau tutup rapat masalah ini dan biarkan semuanya berlalu." Aubrey membuat permintaan kepada Dominique. Dia mencoba merayu sang suami agar menutup masalah ini. Aubrey hanya ingin hidup tenang tanpa ada masalah lagi dalam rumah tangganya. Masalah Reno, dia juga pura-pura tidak mendengar dan mengetahuinya. "Tapi ….""Tidak ada tapi. Turuti saja permintaanku, oke! Aku sudah berjanji padanya." Aubrey berbicara lagi sambil memohon. "Kau yang berjanji, bukan aku," tolak Dominique. "Dominique!" Aubrey menatap tajam ke arah suaminya itu. "Oke, oke. Kali ini akan kumaafkan, tapi tidak ada untuk lain kali." Dominique mengalah. Aubrey tampak bahagia dan langs
Setelah selesai berbincang dengan Damien, Aubrey mencari keberadaan Bella. Dengan berlari kecil dia menghampiri Bella yang tengah memilih sepatu di toko merk terkenal. "Mami.""Hei! Kau sudah selesai dengan urusanmu?""Hmmm.""Mana temanmu? Tidak diajak sekalian?""Oh tidak. Dia hanya menyapa saja.""Setelah ini kita ke mana?""Makan siang saja dulu, lalu pulang, ya, Mi!""Loh, kau bosan, ya?""Tidak, Mi. Hanya saja aku mau ke kantor Dominique dulu, bagaimana boleh tidak?""Ya, boleh dong. Kau mau langsung ke sana atau pulang dulu?""Sepertinya, langsung saja, Mi.""Oke, kalau begitu."Setelah selesai menikmati acara makan siang mereka, Bella mengantar Aubrey ke perusahaan Dominique lebih dulu. Lalu, dia kembali ke mansion Hameed. Aubrey gegas menuju lobi resepsionis setelah turun dari mo
Setelah pulang ke Mansion Hameed. Aubrey dan Bella berencana akan menghabiskan waktu bersama untuk berkeliling pusat perbelanjaan keesokan harinya. Dengan sangat antusias, mereka menyiapkan segala sesuatunya. Keesokan hari pun tiba. Dominique sibuk dengan rutinitas perusahaan dan Aubrey bersama Bella melaksanakan rencana yang telah mereka buat kemarin. Mereka bergaya mengenakan dress santai selutut dengan warna senada. Sebelum berangkat, mereka menyempatkan diri menyelesaikan rutinitas di mansion terlebih dahulu. Matahari sudah agak meninggi sinarnya. Aubrey dan Bella pun bergegas pergi menuju pusat perbelanjaan The Outlet Collection at Riverwalk. Di sana mereka sibuk memilih barang apa saja yang akan mereka beli. Pasalnya, ini adalah pengalaman Aubrey berbelanja dengan seorang ibu. Biasanya, dia hanya membeli secara daring dan meminta seseorang untuk membelikan. Di sisi lain, Carlos yang sedang membuntuti mereka menelepon Damien untuk me
Damien memikirkan ucapan Carlos dan tampak setuju saran bawahannya itu. Dia lalu menelepon seseorang untuk mendukung pelaksanaan rencananya mengasingkan Dahlia. "Siapkan tiket dan tempat terbaik di Inggris. Pastikan Dominique tidak dapat menemukan keberadaannya. Tenang saja, aku akan memberikan berapapun yang kau pinta."Damien memutuskan sambungan telepon. Dia memanggil beberapa pelayan untuk menyiapkan keperluan Dahlia. Setelah selesai memberi perintah, dia gegas kembali ke perusahaannya. Dahlia yang berada di dalam kamar terlihat kesal dan mengacak-acak bantal yang berada di tempat tidur. Sekali-sekali dia memaki karena kesal Carlos berkata yang sebenarnya kepada Damien. Suara pintu diketuk, Dahlia berhenti mengamuk. Dia membuka pintu dan melihat dua orang pelayan berdiri di hadapannya. "Ada apa?" tanya Dahlia ketus. "Maaf, Nona. Tuan Damien menyuruh kami merapikan barang-barang anda," jawab
Dengan emosi dan napas terlihat memburu, Damien gegas turun dari mobil dan mencari keberadaan Dahlia. Suaranya menggema di seluruh ruangan karena meneriakkan nama adiknya. Seluruh pelayan yang mendengar ketakutan dan tidak berani mendekat. "Apa, sih, Kak? Suaramu begitu keras, dapat menakuti semua makhluk di rumah ini, tahu!" seru Dahlia yang keluar dari kamarnya. "Sini kau! Aku ingin bicara denganmu!" Damien menghampiri Dahlia dan menarik tangannya. "Easy, Kak! Apa yang sedang kau lakukan, sih?" tanya Dahlia tanpa perasaan bersalah. "Kau tidak usah berpura-pura lagi. Carlos sudah menceritakan semua."Dahlia menatap Carlos yang tertunduk begitu dalam. Kemudian, beralih ke arah Damien. "What you talkin about?""Dengar, kau hampir membunuh pewaris Calandre. Bodohnya lagi, hanya karena masalah cinta. Kau tidak berpikir apa akibatnya untuk keluarga Trust!"Dahlia tertawa. "Bukankah kau dan aku sama?""Kau." Damien menggantung tangannya di ud
Dominique memijat keningnya. "Kau, Damien! Bagaimana masalah dengan adikmu? Semua sudah jelas sekarang." Dominique ganti bertanya dengan Damien dengan penuh pene"Aku akan berbicara dengan adikku, Dom. Aku harap kau bisa menahannya lebih dahulu dan tidak melibatkan polisi." Damien memohon kepada Dominique. Dominique melirik ke arah Tony, seolah meminta pendapat kepadanya. Tony menjawab dengan anggukan kepala. "Baiklah! Karena kau memiliki iktikad baik dan mau membantu. Aku akan berikan waktu tiga hari untuk menyelesaikan masalah ini. Selanjutnya, kita lihat saja nanti." Dominique berbicara dengan Damien. Damien dan Carlos pun pergi dari kantor Dominique menuju mansion Trust untuk bertanya kepada Dahlia. Sedangkan, Reno memberitahu bahwa dia dan Aubrey memiliki janji bertemu di kantor pengacara keluarga Calandre. Karena masih marah dan cemburu. Juga satu yang pasti, Dom tidak ingin melihat dan
"Take it easy, Dom! Aku akan menceritakan semuanya," ujar Reno sambil mengempaskan tangan Dominique. Reno menghela napas panjang. Dengan santai dia duduk di sofa yang berada di kantor Dominique. Tony pun meminta sahabatnya untuk tenang sambil mendengarkan penjelasan Reno. Lalu, semua orang di sana mendengarkan dengan saksama apa yang akan diberitahukan oleh Reno. "Puluhan tahun lalu, aku adalah seorang anak yatim piatu yang kebetulan bertemu dengan pengurus yayasan Calandre.""Saat itu, aku kelaparan dan kedinginan di jalan. Jika aku tidak bertemu Nyonya Lusi, maka aku sudah menjadi seorang penjahat di dunia ini.""Di yayasan aku diperlakukan dengan sangat baik. Meskipun, aku sering menyendiri dan membuat masalah.""Siang itu, mentari begitu sejuk. Terlihat seorang pria paruh baya menggandeng seorang anak perempuan yang terlihat sangat sedih di wajahnya, sama sepertiku. Namun, dia sangat cantik sekali. Hatiku be
Di kantor, Dominique mengundang beberapa orang untuk bertemu. Setelah, selepas pagi tadi dia mendapatkan telepon dari Damien. Di sana sudah ada Tony, Damien, Dominique, dan tentu saja pelaku yang mencelakai Aubrey, Carlos. "Kita tinggal menunggu Reno. Walau bagaimanapun juga dia harus tahu. Selain dia adalah bagian keluarga Calandre, masalah ini juga berkaitan dengan dirinya," ucap Dominique kepada Tony. Mereka menunggu kedatangan Reno setelah memberitahukan apa yang telah mereka dapat. Terlihat jelas di wajah Dominique menahan amarah saat melihat Carlos. Memang dia belum tahu cerita keseluruhannya, tetapi pria sangar itu berkata bahwa ada hubungannya dengan Reno, maka dia berbuat seperti itu. Berkali-kali terlihat Tony menenangkan suasana hati Dominique agar tidak bertindak di luar nalar. Walau bagaimanapun juga, mereka belum tahu kebenarannya. "Dominique. Aku 'kan sudah membantumu untuk menyelesaikan masalah ini. Jika, se
Matahari bersinar terik. Serpihan cahaya menembus melalui jendela yang telah terbuka gordennya. Merasa terganggu oleh rasa hangat yang menerpa wajah, Aubrey terbangun. Lalu, dia meraba kasur di sebelahnya tempat Dominique tertidur. Namun, kosong. Aubrey mendudukkan tubuhnya. Dia memindai sekitar, mencari keberadaan sang suami. Sepi, Aubrey lalu beranjak dari tempat tidurnya menuju ke lantai dasar mansion Calandre. Para pelayan sudah berada di tempatnya masing-masing mengerjakan semua tugas yang diberikan. Melihat kedatangan Aubrey mereka pun menyapa dengan hormat majikan mereka semua. "Morning semua!" sapa Aubrey. "By the way, kalian lihat suamiku?" lanjut Aubrey. "Pagi-pagi sekali Tuan Dominique sudah berangkat, Non. Beliau hanya berpesan, kalau Nona bertanya, nanti Tuan Muda akan menelepon katanya." Pelayan menjelaskan. "Baiklah, terima kasih."Aubrey kemudian mengambil posisi d