“Apa yang sebenarnya terjadi kepada Indhira?”
Rasa penasaran Ravania tak lagi bisa tertahankan ketika mendengar cerita Surendra mengenai tertangkapnya Abinawa Darmawangsa oleh Shankara Danapati.
“Setelah berusaha menenangkan Nona Indhira dalam waktu yang cukup lama, akhirnya Nona Indhira membuka mulutnya dan menceritakan kejadian yang mereka alami.” Surendra menarik napas panjang sebelum akhirnya melanjutkan kembali ceritanya. “Perjalanan nona Indhira bersama dengan Tuan Abinawa awalnya berjalan dengan mulus. Mereka berdua menemukan obat Yang Mulia dalam waktu singkat. Namun, sesuatu menarik perhatian Indhira dan membuat Indhira terpisah dari Tuan Abinawa. Karena hal itu, kepulangan Tuan Abinawa dan Indhira harus tertunda karena Tuan Abinawa kehilangan Indhira dalam perjalanan pulangnya. Sialnya. . . Nona Indhira yang terpisah dari Tuan Abinawa justru bertemu dengan putri dari Tuan Shankara Danapati yang bernama Zhafiro Danapati.”
“Oh, tidak
Dua minggu kemudian. . . . Dengan mengenakan gaun yang cantik dan riasan yang sedikit lebih tebal dari biasanya, Ravania memandang dirinya sendiri di cermin besar di dalam kamarnya. Beberapa pelayan masih membantunya memasangkan gaun yang dikenakannya dan memperbaiki beberapa riasan Ravania yang luntur akibat keringat dingin yang mengalir dari pori – pori kulitnya. “Sudah selesai, Nona.” Salah satu dari lima pelayan yang membantu Ravania berpakaian dan berdandan kini mundur dari tempat Ravania berdiri dan membiarkan Ravania melihat dirinya sendiri di cermin besar di kamarnya. “Nona benar – benar cantik. . .” Salah satu pelayan kemudian memberikan pujiannya kepada Ravania dan membuat rona merah di pipi Ravania dalam sekejap muncul. Benar. Ravania memang jarang sekali berdandan. Pekerjaannya sebagai aktivis pembela kaum proletar membuatnya melupakan waktu – waktunya sebagai seorang gadis, s
Semua wajah keluarga dari kaum aristokrat benar – benar terkejut mendengar pengumuman yang baru saja diucapkan oleh Arsyanendra di depan seluruh rakyat Hindinia di Ibu Kota Jako Arta. Pengumuman mengenai empat kandidat calon Ratu Hindinia yang diungkap oleh Arsyanendra benar – benar berhasil menjadi pukulanbagi kaum aristokrat, terlebih lagi kandidat terakhir yang merupakan keturunan Darmawangsa yang merupakan keturunan pemberontak yang telah dijebak oleh Jahan Balakosa sepuluh tahun yang lalu bersama dengan sepuluh kepala kaum aristokrat. Kemunculan tiba – tiba wanita muda yang bernama Indhira Darmawangsa setelah dinyatakan hilang selama sepuluh tahun lamanya, menjadi sesuatu yang membuat sepuluh kepala keluarga kaum aristokrat takut dan cemas di saat yang bersamaan. “Bukankah Indhira Darmawangsa adalah putri dari Abinawa Darmawangsa yang telah dinyatakan sebagai pemberontak sepuluh tahun yang lalu, Ayah? Kenapa dia bisa berdiri di podium yang sama
Setelah selesai memberikan pengumuman dan membagi – bagikan beberapa bahan makanan kepada kaum proletar yang membutuhkan, acara milik Arsyanendra akhirnya berakhir dengan kesuksesan. Sepuluh kepala keluarga kaum aristokrat kemudian memberikan salam kepada Arsyanendra sebelum akhirnya berpamitan untuk pulang. Pada kesempatan itu, sepuluh kepala keluarga kaum aristokrat dengan sengaja menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan diri mereka kepada Ravania yang sedang memerankan Indhira Darmawangsa.Di antara sepuluh keluarga kaum aristokrat, hanya satu orang yang secara langsung menunjukkan bahwa dirinya tidak memusuhi Indhira Darmawangsa. Sementara tujuh kepala keluarga lainnya bersikap netral namun memberikan pandangan tajam kepada Ravania yang sedang berperan sebagai Indhira Darmawangsa. Dan sisanya, dua kepala keluarga yakni Danapati dan Widyanatha dengan jelas – jelas membenci kehadiran Indhira Darmawangsakarena menganggap Indhira Darmawangsa seb
“Tuan Surendra. . .”“Ya, Nona Indhira. . .”Surendra yang hendak kembali ke ruang kerja Arsyanendra menghentikan langkahnya ketika mendengar namanya dipanggil oleh Ravania yang sedang berperan sebagai Indhira Darmawangsa.“Apakah Nona Virya yang merupakan sepupu Yang Mulia itu berada di pihak Yang Mulia atau justru berada di pihak lawan?”Surendra tersenyum mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Ravania saat ini kepada dirinya. Dengan bijak, Surendra kemudian memberikan jawabannya kepada Ravania.“Silakan tanyakan hal itu kepada Yang Mulia, Nona Indhira. Saya tidak punya hak untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi jika Nona yang bertanya langsung kepada Yang Mulia, Nona pasti akan mendapatkan jawaban dari Yang Mulia.”“Baiklah, nanti aku akan bertanya sendiri kepada Yang Mulia.”Setelah itu, Surendra pergi meninggalkan ruangan Ravania.
“Persiapkan guru terbaik untuk Indhira. . “ Arsyanendra yang baru saja keluar dari ruangan Ravania langsung memberikan perintah kepada Surendra. “Guru apa saja yang perlu saya siapkan, Yang Mulia?” “Bagaimana menurutmu, Surendra? Kamu sudah menemaniku dalam waktu yang cukup lama. Kira – kira guru apa saja yang diperlukan oleh Indhira untuk membuatnya menang dalam pemilihan menjadi Ratu Hindinia?” “Seperti yang Tuan katakan tadi, Nona Ravania memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai negara Hindinia mengingat dia bekerja sebagai aktivis pendukung kaum preletar sebelum ini.” “Benar.” Arsyanendra menjawab dengan singkat sembari terus mendengarkan dengan saksama penjelasan Surendra. “Yang Mulia bisa mengirim seseorang yang menurut Yang Mulia bisa dipercaya untuk menguji pengetahuan milik Nona Indhira.” “Kurasa aku tahu siapa kandidat yang cocok dengan itu.” “
“Kakak. . .” Narendra Balakosa yang pulang dalam keadaan mabuk merasakan suara yang memanggil namanya dan memaksanya untuk bangun dari tidurnya. Kepalanya yang masih terasa pening dan pusing membuat Narendra enggan untuk membuka kedua matanya yang masih terpejam apalagi bangun dari tidurnya. “Kakak. . . . . .” Narendra yang mendengar suara itu kemudian menggerakkan tangannya berusaha menemukan bantal. Setelah beberapa kali mencari, Narendra kemudian meraih bantal yang dapat diraihnya dan menutup kepalanya dengan bantal itu, berusaha untuk menghalangi suara yang mengganggu tidurnya yang nyenyak itu. Brak. . . . Suara pintu kamar tidur Narendra yang terbuka dengan kencang, akhirnya berhasil membuat Narendra menggeliat dan bangun dari tidurnya karena rasa terkejutnya. “Virya. . .” Narendra yang mengenali suara adiknya yang memanggilnya sejak tadi kini membalas panggilan adiknya, Virya dengan sed
Tok. . . tok. . . Kamar pribadi Arsyanendra dan membuat Arsyanendra yang sedang terbenam dalam pikirannya yang sedang menyusun rencana sedikit tersentak. “Yang Mulia. . .” Arsyanendra mengenali suara itu. Surendra. “Masuklah, Surendra.” Kret. . . kret. . . Pintu besar ruangan Arsyanendra terbuka dan Surendra berjalan masuk dengan sikap gagahnya. Melihat amplop putih dengan cap Balakosa di bagian luarnya, Arsyanendra sudah bisa menebak dengan jelas maksud kedatangan Surendra kali ini. “Dari siapa surat itu? Virya atau Narendra?” Arsyanendra berusaha menebak surat yang sedang digenggam oleh Surendra dan hendak diberikannya kepada Arsyanendra. “Keduanya.” Surendra kemudian mengulurkan tangannya dan meletakkan kedua surat itu di atas meja santai di kamar pribadi Arsyanendra yang sedang duduk menatap ke jendela besar di kamar pribadinya. Di antara
Arsyanendra melihat bibir maju di wajah Ravania yang mengartikan bahwa sesuatu yang berat akan dihadapi oleh Ravania. “Yang Mulia. . .” Ravania memanggil Arsyanendra hendak mengeluarkan keluhannya mendengar penjelasan Arsyanendra. Arsyanendra tersenyum dan kemudian menjawab panggilan Ravania. “Ya, Nona Indhira. Aku tahu apa yang ingin Nona katakan padaku. Tapi. . . aku sudah membicarakan hal ini kepada Surendra. Aku sempat berpikir untuk membuat Surendra menjadi gurumu, tapi tugas yang dimiliki Surendra sudah terlalu banyak. Jadi aku hanya bisa menjadikannya gurumu untuk materi dansa, seni lukis dan opera yang sekiranya tidak membutuhkan waktu yang banyak bagimu untuk belajar, Nona.” Cemberut di bibir Ravania semakin maju membuat Arsyanendra berusaha keras menyembunyikan tawanya karena bisa dengan mudah membaca apa yang ada di dalam pikiran Ravania saat ini. Dia benar – benar kesal karena harus menghadapi Narendra,