Setelah selesai memberikan pengumuman dan membagi – bagikan beberapa bahan makanan kepada kaum proletar yang membutuhkan, acara milik Arsyanendra akhirnya berakhir dengan kesuksesan. Sepuluh kepala keluarga kaum aristokrat kemudian memberikan salam kepada Arsyanendra sebelum akhirnya berpamitan untuk pulang. Pada kesempatan itu, sepuluh kepala keluarga kaum aristokrat dengan sengaja menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan diri mereka kepada Ravania yang sedang memerankan Indhira Darmawangsa.
Di antara sepuluh keluarga kaum aristokrat, hanya satu orang yang secara langsung menunjukkan bahwa dirinya tidak memusuhi Indhira Darmawangsa. Sementara tujuh kepala keluarga lainnya bersikap netral namun memberikan pandangan tajam kepada Ravania yang sedang berperan sebagai Indhira Darmawangsa. Dan sisanya, dua kepala keluarga yakni Danapati dan Widyanatha dengan jelas – jelas membenci kehadiran Indhira Darmawangsa karena menganggap Indhira Darmawangsa seb
“Tuan Surendra. . .”“Ya, Nona Indhira. . .”Surendra yang hendak kembali ke ruang kerja Arsyanendra menghentikan langkahnya ketika mendengar namanya dipanggil oleh Ravania yang sedang berperan sebagai Indhira Darmawangsa.“Apakah Nona Virya yang merupakan sepupu Yang Mulia itu berada di pihak Yang Mulia atau justru berada di pihak lawan?”Surendra tersenyum mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Ravania saat ini kepada dirinya. Dengan bijak, Surendra kemudian memberikan jawabannya kepada Ravania.“Silakan tanyakan hal itu kepada Yang Mulia, Nona Indhira. Saya tidak punya hak untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi jika Nona yang bertanya langsung kepada Yang Mulia, Nona pasti akan mendapatkan jawaban dari Yang Mulia.”“Baiklah, nanti aku akan bertanya sendiri kepada Yang Mulia.”Setelah itu, Surendra pergi meninggalkan ruangan Ravania.
“Persiapkan guru terbaik untuk Indhira. . “ Arsyanendra yang baru saja keluar dari ruangan Ravania langsung memberikan perintah kepada Surendra. “Guru apa saja yang perlu saya siapkan, Yang Mulia?” “Bagaimana menurutmu, Surendra? Kamu sudah menemaniku dalam waktu yang cukup lama. Kira – kira guru apa saja yang diperlukan oleh Indhira untuk membuatnya menang dalam pemilihan menjadi Ratu Hindinia?” “Seperti yang Tuan katakan tadi, Nona Ravania memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai negara Hindinia mengingat dia bekerja sebagai aktivis pendukung kaum preletar sebelum ini.” “Benar.” Arsyanendra menjawab dengan singkat sembari terus mendengarkan dengan saksama penjelasan Surendra. “Yang Mulia bisa mengirim seseorang yang menurut Yang Mulia bisa dipercaya untuk menguji pengetahuan milik Nona Indhira.” “Kurasa aku tahu siapa kandidat yang cocok dengan itu.” “
“Kakak. . .” Narendra Balakosa yang pulang dalam keadaan mabuk merasakan suara yang memanggil namanya dan memaksanya untuk bangun dari tidurnya. Kepalanya yang masih terasa pening dan pusing membuat Narendra enggan untuk membuka kedua matanya yang masih terpejam apalagi bangun dari tidurnya. “Kakak. . . . . .” Narendra yang mendengar suara itu kemudian menggerakkan tangannya berusaha menemukan bantal. Setelah beberapa kali mencari, Narendra kemudian meraih bantal yang dapat diraihnya dan menutup kepalanya dengan bantal itu, berusaha untuk menghalangi suara yang mengganggu tidurnya yang nyenyak itu. Brak. . . . Suara pintu kamar tidur Narendra yang terbuka dengan kencang, akhirnya berhasil membuat Narendra menggeliat dan bangun dari tidurnya karena rasa terkejutnya. “Virya. . .” Narendra yang mengenali suara adiknya yang memanggilnya sejak tadi kini membalas panggilan adiknya, Virya dengan sed
Tok. . . tok. . . Kamar pribadi Arsyanendra dan membuat Arsyanendra yang sedang terbenam dalam pikirannya yang sedang menyusun rencana sedikit tersentak. “Yang Mulia. . .” Arsyanendra mengenali suara itu. Surendra. “Masuklah, Surendra.” Kret. . . kret. . . Pintu besar ruangan Arsyanendra terbuka dan Surendra berjalan masuk dengan sikap gagahnya. Melihat amplop putih dengan cap Balakosa di bagian luarnya, Arsyanendra sudah bisa menebak dengan jelas maksud kedatangan Surendra kali ini. “Dari siapa surat itu? Virya atau Narendra?” Arsyanendra berusaha menebak surat yang sedang digenggam oleh Surendra dan hendak diberikannya kepada Arsyanendra. “Keduanya.” Surendra kemudian mengulurkan tangannya dan meletakkan kedua surat itu di atas meja santai di kamar pribadi Arsyanendra yang sedang duduk menatap ke jendela besar di kamar pribadinya. Di antara
Arsyanendra melihat bibir maju di wajah Ravania yang mengartikan bahwa sesuatu yang berat akan dihadapi oleh Ravania. “Yang Mulia. . .” Ravania memanggil Arsyanendra hendak mengeluarkan keluhannya mendengar penjelasan Arsyanendra. Arsyanendra tersenyum dan kemudian menjawab panggilan Ravania. “Ya, Nona Indhira. Aku tahu apa yang ingin Nona katakan padaku. Tapi. . . aku sudah membicarakan hal ini kepada Surendra. Aku sempat berpikir untuk membuat Surendra menjadi gurumu, tapi tugas yang dimiliki Surendra sudah terlalu banyak. Jadi aku hanya bisa menjadikannya gurumu untuk materi dansa, seni lukis dan opera yang sekiranya tidak membutuhkan waktu yang banyak bagimu untuk belajar, Nona.” Cemberut di bibir Ravania semakin maju membuat Arsyanendra berusaha keras menyembunyikan tawanya karena bisa dengan mudah membaca apa yang ada di dalam pikiran Ravania saat ini. Dia benar – benar kesal karena harus menghadapi Narendra,
Virya memandang ke arah larinya Indhira Darmawangsa dari ruangannya berada. Melihat punggung Indhira Darmawangsa yang semakin tidak terlihat, membuat Virya akhirnya menyadari alasan dari Yang Mulia yang memilih Indhira Darmawangsa sebagai salah satu calon dari kandidat Ratu Hindinia. Dia memiliki kebebasan yang tidak kami miliki. Kami yang sejak lahir terikat dengan darah Balakosa, tidak memiliki kebebasan untuk melakukan apapun yang kami inginkan. Sejak kecil, seluruh kehidupan yang dimiliki keturunan Balakosa adalah penuh dengan jadwal belajar yang rumit. Sejak kecil, kami dipaksa untuk memahami Hindinia bersama dengan seluruh rakyat di dalamnya. Bahkan ketika kami belum memahami diri sendiri. Benar, inilah alasan Yang Mulia memilihnya untuk menjadi juru bicara kaum proletar. Alasan yang tidak mungkin akan dimiliki oleh keturunan Balakosa yang hidup
Setelah lima belas hari tidak bertemu dengan Arsyanendra, Ravania yang sibuk dengan pelajaran – pelajarannya kemudian tidak sengaja bertemu dengan Arsyanendra yang sedang bersantai di taman Istana sama seperti dirinya.“Yang Mulia. ..”Ravania memberikan salamnya dengan menundukkan sedikit kepalanya kepada Arsyanendra ketika melihat Arsyanendra sedang duduk menatap langit biru di siang hari.“Selamat siang, Nona Indhira.”Arsyanendra yang melihat kedatangan Ravania kemudian membalas salam dari Ravania.“Lama tidak bertemu, Yang Mulia.”Ravania kemudian berdiri di samping Arsyanendra dengan menjaga jarak yang pas dan sopan menurut Ravania.“Lama tidak bertemu juga, Nona Indhira. Bagaimana dengan pelajaranmu, Nona Indhira?”“Baik, Yang Mulia.”Arsyanendra yang melihat Ravania berdiri di sedikit jauh dari tempatnya be
Untuk beberapa saat setelah mobil yang ditumpanginya mulai berjalan Ravania yang terkejut dan membeku mendengar jawaban dari Arsyanendra, masih berusaha keras untuk mencerna jawaban dari Arsyanendra. Setelah satu menit lamanya, Ravania akhirnya berhasil membuka mulutnya untuk memastikan jawaban dari Arsyanendra. “Kasino? Kenapa Yang Mulia membawaku ke sana? Apakah keluarga kerajaan boleh datang ke kasino? Terlebih lagi Yang Mulia adalah Raja Hindinia, apakah ini adalah tindakan yang tepat, Yang Mulia?” Arsyanendra mengangkat tangan kanannya dan kemudian menjentikkan jarinya di kening Ravania. “Auuwww. . .” Ravania meringis kesakitan menahan rasa sakit di keningnya akibat jentikkan Arsyanendra. “Reaksimu benar – benar terlambat, Nona Indhira. Butuh satu menit bagi Nona Indhira untuk mencerna ucapanku. Lihat ini. . .” Arsyanendra menunjukkan tas besar yang tadi di letakkannya di antara dirinya dan Ravania. “
Ravania yang baru bisa kembali seminggu kemudian setelah menemani Zia Pramanaya yang terluka, berharap bisa bertemu dengan Arsyanendra ketika kembali ke ibu kota. Namun bukan kebahagiaan yang didapatkan Ravania ketika kembali ke ibu kota.Ini tidak mungkin, pikir Ravania.Begitu tiba di ibukota, seluruh bendera hitam di pasang di sepanjang jalan. Bendera yang sama seperti bendera di mana Raja Pertama dan Raja Kedua dinyatakan meninggal.“Maafkan aku, Nona Zia. Aku harus segera ke istana. Yang Mulia, aku harus bertemu dengan Yang Mulia.”Ravania berlari lebih dulu menuju ke istana dengan harapan bahwa apa yang terlintas di dalam benaknya saat ini adalah salah. Ravania mengabaikan para penjaga gerbang istana yang menundukkan kepalanya ketika melihat Ravania tiba. Ravania terus berlari dan mengabaikan banyak pelayan istana dan pengawal istana yang menundukkan kepalanya kepada Ravania dan memberikan salamnya kepada Ravania.
Ravania bersama dengan Virya dan Narendra butuh waktu dua hari untuk memastikan seluruh pasukan bantuan datang, membaginya menjadi empat dan membawanya ke ibu kota. Dalam perjalanannya, pasukan bantuan yang dikomandoi oleh Narendra masih harus melawan pasukan milik empat dewan penjaga perbatasan Hindinia yang akan berangkat ke ibu kota.Untuk melawan pasukan perbatasan yang dipimpin oleh empat kepala keluarga kaum aristokrat, Narendra dan pasukan tambahannya membutuhkan waktu tiga hari untuk menjatuhkan semua pasukan perbatasan. Di hari terakhir, Narendra bersama dengan pasukan bantuannya berhasil menyelamatkan pasukan yang dipimpin oleh Zia Pramanaya yang ditawan oleh pasukan perbatasan milik empat kepala keluarga kaum aristokrat.“Nona Zia,” teriak Ravania.“Akhirnya kalian datang, meski sedikit terlambat. . .”“Jangan banyak bicara, Nona Zia. Luka – luka Nona bisa semakin parah karena Nona ber
Persediaan makanan yang semakin menipis, jumlah pasukan yang terluka yang semakin banyak serta suara ledakan dari perang di ibu kota terdengar oleh Arsyanendra bersama dengan Surendra yang terus menyusun pasukannya bersama dengan panglimanya.“Pasukan milik Nona Zia juga mengalami hal yang sama, Yang Mulia. Mereka tidak akan bertahan lebih dari tiga hari menahan pasukan perbatasan yang datang dari empat penjuru arah.”“Lalu bagaimana jika pasukan milik Zia berhasil ditembus, berapa lama lagi kita bisa menahan pasukan milik Arkatama dan pasukan milik perbatasan?”Arsyanendra memikirkan kemungkinan terburuk dalam peperangan yang akan terjadi beberapa hari ke depan.“Paling lama tiga hari setelah pasukan milik Nona Zia ditembus, Yang Mulia. Jumlah makanan yang semakin menipis, obat – obatan yang juga semakin banyak serta banyak menimbang jumlah pasukan yang tersisa bersama dengan jumlah granat dan p
Keesokan harinya, Ravania bersama dengan Ardizya, Virya dan Narendra Balakosa pergi keluar istana dengan menggunakan jalur rahasia yang tersembunyi di hutan istana.“Guru, apa benar jika kita meninggalkan Yang Mulia seorang diri?”“Ini perintah Yang Mulia. Apapun yang terjadi kita harus melaksanakan perintahnya. Terlebih lagi. . . aku dan Virya punya tugas khusus yang harus kami kerjakan ketika berhasil keluar dari Jako Arta.”“Tugas? Tugas apa itu?”“Membawa pasukan dari negara tetangga,” jawab Virya Balakosa.“Apa maksudnya dengan itu, Nona Virya??”“Selain kalah jumlah, pasukan milik Yang Mulia lebih banyak berisi kaum proletar yang tidak ahli dalam berperang. Jadi Yang Mulia sengaja mengirimku keluar untuk meminta bantuan kepada negara tetangga dan membuatku untuk bernegosiasi dengan mereka.”Mulut Ravania tertutup sembari m
“Bagaimana dengan pasukan kita, Surendra? Jika seandainya kita berperang dalam waktu dekat, apakah kita akan siap untuk melawan mereka?”Arsyanendra yang menyadari perang sudah dekat kemudian mulai menyusun strategi dengan keadaan pasukan miliknya.“Mereka siap, Yang Mulia. Meski pasukan kita mungkin hanya setengah dari jumlah pasukan milik kaum aristokrat, tapi pasukan di bawah pimpinan Yang Mulia sudah siap untuk berperang.”“Kalau begitu seperti taktik perang sebelumnya, masukkan semua pasukan kita melalui jalan rahasia yang terhubung dengan hutan istana dan biarkan mereka membangun tenda di hutan istana untuk persiapan perang. Lalu siapkan titahku untuk dibawa oleh Virya dan Ravania nantinya. Sebelum perang terjadi, kita harus sudah mengeluarkan Ravania dan Virya dari ibu kota jika kita ingin menang dalam perang ini.”“Saya mengerti, Yang Mulia.”Surendra hendak kelua
“Lalu ke mana Indhira Darmawangsa yang asli selama ini berada?” tanya Narendra. “Kenapa kau harus bersusah payah membuat kembaran dari Indhira Darmawangsa untuk menggantikannya membantumu dan membuat keadaan semakin rumit, Arsyanendra??” “Tuan Narendra,” sela Surendra untuk kedua kalinya. Surendra hendak membuka mulutnya untuk berbicara menggantikan Arsyanendra namun niat Surendra yang terbaca oleh Arsyanendra lebih dulu, dengan cepat dihentikan oleh Arsyanendra dengan mengangkat tangannya lagi dan memberikan isyarat kepada Surendra untuk kedua kalinya. “Tapi, Yang Mulia. . .” kata Surendra. “Harus aku yang mengatakannya sendiri, Surendra,” jawab Arsyanendra kepada Surendra. Setelah berusaha untuk menenangkan Surendra, Arsyanendra kemudian mengalihkan pandangannya kepada Narendra dan memberikan jawaban yang diinginkan oleh Narendra. “Indhira Darmawangsa sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu.” “Men
Setelah mempermalukan tujuh kepala kaum aristokrat di depan istana, Arsyanendra kemudian memerintahkan kepada Surendra untuk membawa Bagram ke dalam istana dan menyembunyikannya di kamar Ravania. Sementara itu, Arsyanendra bersama dengan Ravania kemudian menikmati pesta yang diadakan untuk penobatan Ratu Hindinia yang digelar oleh istana. Dalam pesta penyambutannya, Arsyanendra kemudian mengenalkan banyak orang kepada Ravania dari presiden negara tetangga, Raja dari negara tetangga dan perwakilan dari beberapa negara yang sengaja datang ke Hindinia hanya untuk mengucapkan selamat kepada Ravania. Setelah empat jam pesta lamanya digelar, Ravania yang sudah sangat merasa lelah dengan jadwalnya yang padat selama sehari ini kemudian diperbolehkan untuk kembali ke kamarnya dan beristirahat. “Aku akan mengantarmu, Ratuku,” ucap Arsyanendra yang tiba – tiba muncul di samping Ravania dan menggandeng tangan Ravania. “. . .” Ravan
Arsyanendra yang sedang duduk di takhtanya kemudian bangkit ketika mendengar bisikan dari Surendra.“Mohon maafkan saya, Yang Mulia. Tapi Tuan Narendra mengirim pesan bahwa sesuatu yang buruk mungkin sedang terjadi saat ini gerbang istana.”Berusaha untuk tetap tersenyum dan bersikap seolah tidak terjadi apapun, Arsyanendra kemudian bertanya kepada Surendra.“Apa yang terjadi?”“Delapan kepala kaum aristokrat menghadap Nona Indhira yang baru saja memasuki istana.”“Kita pergi ke sana. Sepertinya kaum aristokrat sudah berusaha untuk melancarkan rencananya untuk menjatuhkan ratuku dan berusaha untuk memberi tahu padaku jika aku tidak akan pernah bisa menang dari mereka.”Setelah membalas ucapan Surendra, Arsyanendra kemudian melangkahkan kakinya dan berjalan menuju ke luar aula di mana saat ini Ravania sedang bersama dengan Narendra menghadapi tujuh kepala kelu
“Bagaimana?” tanya Surendra dari luar ruang ganti Ravania ketika Ravania sedang mengenakan gaun untuk penobatan dan mencoba jubah kerajaan yang tidak berbeda dengan yang selama ini dikenakan oleh Arsyanendra. “Apakah Nona Indhira merasa kurang pas?”“Tidak, Tuan Surendra. Tuan bisa memberitahu pada Yang Mulia, jika semua pakaian yang harus aku kenakan besok telah sesuai dan cocok denganku.”“Baiklah kalau begitu, Nona. Setelah ini saya akan memberi kabar kepada Yang Mulia jika Nona sudah mencoba semua pakaian yang ada. Lalu, Nona. . .”“Ya, Tuan Surendra,” potong Ravania yang masih berada di dalam ruang ganti sembari mengganti pakaiannya kembali.“Saya hanya ingin memberitahu kepada Nona, jika besok Nona akan mendapatkan pengawal pribadi seperti saya.”“Siapa yang akan jadi pengawal pribadi, Tuan Surendra?” tanya Ravania penasaran.