Memindahkan Koleksi
Kesibukan terlihat di area gudang balai lelang. Tampak beberapa orang tengah memindahkan barang ke sebuah truk besar. Hari ini, sebagian besar barang-barang koleksi milik balai lelang ini akan dipindahkan ke lokasi pelelangan tahun baru Imlek.Acara itu diadakan di salah satu hotel termewah di negeri Singa ini. Satu per satu barang-barang itu berpindah ke dalam truk. Selain guci-guci antik, furniture kuno, gulungan naskah kuno, dan keramik antik, ada juga lukisan-lukisan karya pelukis terkenal.Mereka memindahkan barang-barang antik itu dengan hati-hati. Sedikit kecerobohan bisa berakibat fatal. Hampir semua barang antik itu bernilai jutaan dolar.Pemindahan barang ini merupakan sebuah upaya yang besar. Karyawan balai lelang ini tidak mungkin bisa menangani sendiri. Karena itu pihak pengelola balai lelang menyewa jasa tukang untuk memindahkan barang-barang ini ke lokasi pelelangan.Proses pemindahan barang ini memakan waktu hampir tiga hari. Dan selama pemindahan tidak terjadi insiden yang berarti. Semua berjalan lancar. Hanya ada beberapa hal kecil yang sepertinya tidak mempengaruhi proses pemindahan benda-benda antik itu.Hanya saja salah satu truk pengangkut sempat terjebak kemacetan di jalan raya. Karena diburu waktu, sopir truk memutuskan untuk melalui jalan pintas. Jalur sepi yang menghubungkan balai lelang dengan area di belakang hotel menjadi pilihannya. Itu cukup menghemat waktu sehingga mereka bisa menyelesaikan pemindahan benda-benda antik tersebut tepat waktu.Begitu juga di lokasi pelelangan. Pihak Hotel telah mempersiapkan ballroom sebagai tempat untuk pelelangan. Berbagai persiapan telah dibuat dengan matang.Balai lelang hanya tinggal memindahkan barang-barang yang akan di pamerkan ke ballroom tersebut. Lokasi ini dijaga dengan ketat untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pencurian misalnya.Mengingat barang-barang itu tidak hanya antik tapi juga mahal. Meski tidak mudah untuk dicuri mau pun dijual, namun penjagaan tetap diperketat baik oleh hotel maupun balai lelang. Bahkan kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan jasa security dan kepolisian.Dengan pengamanan ganda dan ketat, pihak balai lelang merasa cukup yakin dengan keamanan koleksi mereka. Apa lagi hotel tersebut juga dilengkapi dengan sistem pengaman yang canggih.Harry Si duduk di depan Milli dan seorang pria yang tak dikenalnya. Nampak sebuah lukisan tergelar di atas meja di hadapan mereka. Pria berkacamata tak dikenalnya itu mengamati lukisan itu. Dia membolak-baliknya dengan teliti. Sesekali dia menganggukkan kepalanya atau mengerutkan keningnya."Milli, ini sempurna! Ini lukisan dari balai lelang. Ada tanda khusus di sudut dalam lukisan yang dicap oleh balai lelang." Pria itu terlihat gembira."Baiklah Tuan Gong, sesuai perjanjian aku menunggu bayaranku." Milli bersedekap tangan menatap pria itu dengan serius."Jangan khawatir, tunggu sebentar." Tak lama pria itu sibuk mengeluarkan bungkusan tebal berlapis kertas coklat."Milli, ini bayaranmu. Hitunglah. Transaksi kita dijamin aman." Pria itu tersenyum puas.Milli menerima uang itu dan menghitungnya. "Oke Tuan Gong, jangan segan menghubungiku jika kau butuh bantuan."Milli menjabat tangan pria itu dengan erat. Keduanya terlihat sangat puas dengan kerjasama mereka. Sementara itu Harry Si hanya memperhatikan mereka dengan senyum konyolnya.Setelah pria itu pergi, Milli segera merangkul Harry Si dengan gembira. Dan Harry Si hanya bisa memamerkan tampang konyolnya itu saat Milli mencium pipinya."Harry kau benar-benar berhasil! Tunggu sebentar, ini uangmu." Perempuan itu sibuk menghitung upah hasil kerja keras untuk pria itu.Dia tidak menyadari saat Harry Si memeluknya dan membawanya duduk di pangkuannya. Pria konyol itu membenamkan kepalanya di ceruk leher wanita itu."Harry, jangan menggangguku!" Milli memprotes tindakan Harry."Milli mari rayakan keberhasilan ini." Harry dengan malas mengangkat kepalanya dan menatap Milli dengan sayu."Harry jangan konyol, jangan menatapku seperti itu ! Baiklah, aku akan mentraktirmu minum sepuasnya." Milli mengalungkan lengannya di leher pria itu.Harry menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin minum apalagi mabuk. Dia ingin membawa perempuan di pangkuannya itu pergi dari kawasan kumuh ini."Milli ikutlah denganku. Tinggalkan tempat ini." Harry kembali menatapnya dengan memohon."Kau benar-benar bodoh, sampai kapan pun aku tidak akan meninggalkan tempat ini. Apa lagi dengan pencuri bodoh sepertimu," dengan nada bercanda, Milli menusuk dahi pria itu dengan jarinya.Dia tidak melihat sorot kesedihan di mata pria itu. Harry menyadari kenyataan. Milli tidak pernah menganggap serius dirinya."Baiklah kalau begitu. Cukup temani aku malam ini." Harry kembali memeluk dan menciumi wanita itu.Dalam sekejap ruangan itu telah dipenuhi hawa panas sepasang pria dan wanita. Dan malam itu, Milli si gadis pemberontak takluk di ranjang Harry si, pencuri bodoh yang tak pernah sukses mencuri sebelumnya.Keesokan harinya, saat Milli terbangun, dia tidak lagi menemukan Harry Si. Pria itu telah pergi seperti yang direncanakannya.Dia meninggalkan tempat itu, seperti dia tidak pernah ada. Rumah itu terlihat kosong tanpa ada satu pun barang. Hanya ranjang yang ditidurinya saja yang tersisa. Menjadi saksi kebersamaan mereka semalam.Milli turun dari ranjang, dan segera ke kamar mandi. Sejenak dia merasa asing dengan tempat ini. Meski sedari kecil dia telah menganggap rumah ini sebagai rumah keduanya.Dia dan kakaknya hampir setiap hari lebih sering menghabiskan waktu bersama Harry si di rumah ini. Dan kini rumah terasa sepi, kosong dan dingin.Namun Milli tidak peduli. Harry Si telah memutuskan untuk pergi. Dia juga tidak ingi mengurusi si maling dogol itu. Toh, pria konyol itu memiliki cukup banyak uang saat ini. Jika dia cukup pintar, dia pasti bisa bertahan hidup dengan uang itu.Dan sejak saat itu, Harry Si menghilang bak ditelan bumi. Tak ada jejak keberadaannya yang dapat diselusuri. Seakan-akan dia tidak pernah ada di kota ini.Tak ada orang yang mengingatnya lagi. Dalam sekejap, dia dan Anthony yang pernah begitu dihormati di kalangan preman jalanan itu, menjadi legenda yang terlupakan.Bahkan Milli, adik Anthony pun seakan-akan tidak peduli. Sepertinya gadis itu justru merasa tak terbebani lagi dengan tingkah konyol sahabat mendiang kakaknya itu.Dia tidak keberatan dengan menghilangnya pria itu. Meski mengenalnya semenjak kecil, Milli tidak pernah merasa dekat dengan Harry Si. Gadis itu tidak tahu dan tidak ingin tahu mengenai kehidupan dan latar belakangnya, selain fakta dia adalah sahabat kakaknya.Sementara itu, di salah satu sudut bangunan tertinggi di lingkungan itu, sesosok pria memandang lingkungan kumuh itu dengan sinis. Lingkungan yang telah menjadi tempat tinggalnya itu telah banyak berubah. Tidak lagi nyaman baginya. Karena itu dia memutuskan untuk pergi."Milli, aku telah berusaha untuk membawamu pergi seperti yang diinginkan mendiang kakakmu. Sayang kau tidak mengerti." Dia bergumam lirih.Sosok itu berbalik dan meninggalkan gedung itu. Sebelum benar-benar pergi, sekali lagi dia menoleh seakan ingin mengucapkan selamat tinggal pada semua kenangannya bersama Anthony.Suasana di hotel mewah itu sangat meriah malam ini. Selain merayakan tahun baru Imlek, malam ini merupakan pelelangan berbagai banda seni, antik dan kuno dari sebuah balai pelelangan terkemuka di negeri ini. Dan primadona malam ini adalah sebuah lukisan antik yang ditengarai sebagai karya pertama Zhao Mengfu. Dia merupakan salah satu dari lima pelukis kuno yang sangat melegenda. Tak heran jika lukisan itu dibandrol dengan tawaran awal yang cukup tinggi. Bisa dipastikan lukisan itu akan menjadi lukisan termahal di awal tahun ini. Pelelangan ini mendapat apresiasi dari pencinta seni di seluruh dunia. Bukan hanya para kolektor dan pemburu benda seni, bahkan beberapa kepala negara pun turut hadir. Semakin malam suasana pelelangan semakin meriah. Satu per satu para penawar menawarkan harga tertinggi untuk benda seni yang mereka incar. Tak terkecuali lukisan Zhou Mengfu. Lukisan antik ini dibanderol dengan harga awal yang cukup tinggi. Namun itu tidak mengurangi minat para kolektor untu
Desas-desus santer terdengar dalam kalangan kolektor barang seni. Sejumlah kolektor mendapatkan informasi tentang keberadaan lukisan yang diklaim sebagai asli karya Zhou Mengfu. Itu terungkap tanpa sengaja, saat sebuah acara talk show mengundang seorang pengusaha keturunan China yang berdomisili di Kanada. Acara talk show yang meliput kediaman pengusaha kaya itu tanpa sengaja menyorot koleksi lukisan miliknya. Dan di antara lukisan itu terdapat lukisan yang sama persis dengan yang dilelang beberapa bulan lalu. Polemik pun tak terhindar. Adu klaim keaslian pun terjadi. Kedua-duanya mengaku memiliki lukisan yang asli. Sehingga para kolektor menengahi perseteruan dua pengusaha ini. Dan sebagai pihak yang melelang lukisan tersebut, balai lelang itu berinisiatif untuk membuktikan keaslian lukisan yang mereka lelang. Pameran pun diadakan kembali. Selain itu beberapa ahli seni pun berdatangan untuk menilai kedua lukisan itu. Para kolektor dan media pun tidak melepaskan kesempatan ini. Sa
"Tuan Lim, lukisan ini merupakan warisan dari kakek buyutku. Aku sendiri tidak pernah menyadari nilai lukisan ini. Jika saja tidak ada keributan dua lukisan palsu itu, aku tidak akan pernah mengetahuinya." Pria muda itu berbicara dengan tenang. Dia tengah bernegosiasi dengan Alexander Lim. CEO Lim grup itu tertarik dengan lukisan miliknya. "Tuan Xie, aku juga tidak mengetahui keaslian lukisan ini. Namun salah satu ahliku meyakinkan ini adalah lukisan yang asli. Karena itu aku bersedia membelinya dengan harga yang pantas. Aku ingin menghadiahkan lukisan ini untuk kakekku." Alexander tersenyum menatap pria yang duduk di depannya. Sesungguhnya usia mereka tidak terpaut jauh. Dan keduanya merupakan pria yang menawan. Alexander Lim berusia 35 tahun. Dia merupakan pewaris grup Lim yang sangat dominan dalam perekonomian negeri ini. Tidak hanya berlimpah harta, dia juga tampan dan menawan. Namun sayang, sebuah gosip tak sedap merusak minat para wanita terhadapnya. Gay, itu yang dituduhkan p
"Alex, kau benar-benar mempermainkan banyak orang semalam!" William Lim berdiri di depan jendela kantor sang adik dan menatap jalanan di bawah sana."Oh ya? Itu hanya sebuah hadiah kecil untuk kakek." Alex menyahut ucapan sang kakak dengan santai.Dia duduk dengan santai, menyilangkan kakinya dan menatap sosok sang kakak yang berdiri tegak di hadapannya."Sejujurnya bukan lukisan itu yang membuat Kakek merasa terhibur. Tetapi kehebohan yang diciptakan olehmu karena lukisan itu." William berbalik dan menatap sang adik dengan senyum tipis di bibirnya."Ada banyak cerita di balik lukisan itu. Aku hanya memanfaatkan salah satu versi cerita yang aku dengar untuk mendapatkannya." Alex tertawa pelan. Dia memutar kursinya pelan bangun dengan gaya santai."Kau tahu? Para kurator itu terkadang berbuat seenak hati mereka. Memang tidak semuanya, tetapi satu dua orang telah memanfaatkan keahlian mereka untuk mengambil keuntungan dari orang awam." Alex bergumam lirih.Berdiri di sebelah sang Kakak,
"Hei ada yang mencarimu!" Cecilia, memanggil Xie Xuhuan."Siapa?" Tanyanya sembari merapikan lembaran-lembaran foto yang berserakan di atas meja."Lihat saja sendiri! Huan, bisakah kau memberikan kontaknya atau akun media sosialnya untukku?" Cecilia mengedipkan mata dan menunjuk pada pintu dengan dagunya.Huan hanya tertawa dan memukul pelan kepala gadis itu dengan gulungan kertas yang kemudian dilemparkannya ke dalam tong sampah."Aku pulang dulu!" Huan berpamitan padanya. Cecilia mengangguk dan melambaikan tangannya.Agensi tempat mereka bekerja merupakan agensi freelance. Tidak terkait dengan perusahaan mana pun. Agensi ini didirikan dua tahun lalu oleh Huan dan Cecilia."Apa aku mengganggumu?" Alex menatap pria muda di hadapannya dengan santai."Sama sekali tidak! Apakah ada masalah?" Xuhuan tersenyum dan menatap Alex sekejap."Kita bicara di kafe saja." Alex berbalik dan membuka pintu mobilnya. Xuhuan mengangguk setuju dan bergegas menuju pelataran parkir di mana sepeda motornya
"Tuan William saya sudah memberikan nota kepada Tuan Felix." Seorang wanita melapor pada William Lim yang tengah sibuk dengan pekerjaannya."Kerja bagus. Bagaimana reaksinya?" William sama sekali tidak mengalihkan perhatiannya dari kertas-kertas di tangannya."Dia meminta waktu untuk memperjelas kasus ini untuk publik. Ini menyangkut kapabilitas dan image Kepolisian karena itu dia tidak dapat menghentikan kasus secara tiba-tiba." Wanita itu menjelaskan dengan hati-hati."Tidak masalah! Mintalah Tuan Felix untuk melakukannya dengan hati-hati. Bagaimana pun juga Alex sama sekali tidak melakukannya kesalahan dan mengenai lukisan palsu yang dicuri itu tidak ada kaitannya dengan adikku itu bukan? Benarkah begitu Mai?" Kali ini William mendongakkan kepalanya menatap wanita yang sedari tadi berdiri di depan mejanya."Benar Tuan. Bahkan Tuan Alex hampir saja menjadi korban penipuan jika dua tahun lalu dia memenangkan lelang lukisan itu." Mau tersenyum tip
Felix Chow menatap pria yang duduk di depannya. Keduanya terdiam beberapa saat."Jadi kasus ini dihentikan?" Darren Wang bertanya dengan serius."Begitulah! Lebih tepatnya kita serahkan pada interpol internasional. Karena ini menyangkut banyak pihak dari berbagai negara." Felix menjelaskan dengan tegas."Bukan karena permintaan William Lim?" Pertanyaan Darren Wang yang tepat sasaran tidak membuat Felix terkejut."Salah satunya karena itu. Bagaimana penyelidikan terakhirmu? Apakah kau menemukan sesuatu yang mencurigakan mengenai Alexander Lim?" Felix bertanya dan menatap Darren."Hingga saat ini memang tidak ada yang mencurigakan. Bahkan dia sangat kooperatif. Mungkin benar dia tidak terlibat sama sekali seperti permintaan kakaknya bukan?" Darren Wang tersenyum tipis."Benar! Hanya saja perasaanku sungguh tidak enak!" Felix mendesah pelan."Abaikan saja! Baiklah aku akan mengumumkan secara resmi kasus ini tidak lagi di ta
Suara ketukan pintu mengejutkan Milli. Gadis itu bergegas membuka pintu rumahnya."Kau?" Sosok yang berdiri di depan pintu membuatnya terkejut setengah mati. Seorang wanita yang selalu ingin dihindarinya sebisa mungkin."Di mana Harry Si?" Wanita itu bertanya tanpa ekspresi, menatapnya tajam."Ivy, apa kabarmu?" Milli tersenyum canggung. Berharap wanita itu akan sedikit melunak dengan keramahannya."Tidak perlu berbasa-basi padaku Milli. Hubungan kita tidak sebaik itu." Ivy bersedekap tangan dan dan menatap sinis padanya."Kau beruntung kakakmu sudah tiada, jika dia masih hidup dan tahu bagaimana dirimu sebenarnya kau pasti akan mati di tangannya." Ivy mendorongnya dan memaksa untuk masuk ke dalam rumah."Apa maumu sekarang? Kau mau membalas dendam?" Milli tersenyum mengejek. Meski sedikit merasa takut pada Ivy tetapi dia tidak akan menunjukkannya di hadapan gadis cantik itu. Cukup sudah tadi dia mencoba untuk bersikap ramah pada
"Wah! Mirip istana di negeri dongeng!" Cecilia berseru saat motor besar Huan berhenti di depan sebuah bangunan megah bak istana."Rumah keluarga Wong kurang lebih juga seperti ini." Huan tersenyum melirik Cecilia yang menatap bangunan di depannya dengan kagum."Kalau kau ingin menjadi putri bak Cinderella atau Belle, kapan-kapan kita ke Chengdu." Huan menggandeng lengan gadis itu mengajaknya untuk memasuki bangunan megah itu."Tidak perlu, aku tidak mau menjadi putri. Aku hanya mau menjadi Ceci kesayangan Koko dan dirimu." Cecilia tertawa pelan dan bergayut manja di lengan Huan."Baguslah kalau begitu. Itu Tuan Theo!" Huan menunjuk pada seorang pria yang bergegas menemui mereka."Tuan Harry, saya sangat senang Anda berubah pikiran. Marilah, Nyonya Liliana sudah menantikan kedatangan Anda." Theo terlihat begitu bersemangat.Pria berkacamata itu menyambut mereka dengan ramah. Harry mengabarinya pagi tadi, bahwa dia bersedia untuk mencari kotak musik milik Nyonya Liliana.Mereka berdua me
"Pak Wang silakan!" Huan mempersilakan Darren Wang untuk duduk.Mereka kini berada di kafe yang dikelola anak buah mendiang Anthony. Di sudut kafe yang sepi karena pagi telah menjelang. Kafe ini bisa dikatakan buka sepanjang waktu."Harry, tidak pernah aku bayangkan bisa berbicara seperti ini denganmu. Mengingat kau licin seperti belut." Darren Wang tersenyum menatap pria yang lebih muda darinya itu."Terima kasih atas pujianmu Pak Wang," sahut Huan sembari menggaruk kepalanya.Dia sudah tidak lagi berbicara dengan bahasa yang formal pada pria itu. Rasanya akan terlalu berlebihan jika mereka berbincang-bincang dengan bahasa yang kaku, akan lebih terasa seperti sebuah interogasi daripa sebuah perbincangan ringan antar dua pria."Kepolisian tidak pernah bisa menemukan bukti akan keterlibatanmu dalam beberapa kasus pencurian besar hingga kini, karena itu aku pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi." Darren Wang mengangkat bahunya dan tersenyum k
Huan menatap ke sekeliling yacht. Sepi, seperti tidak ada yang menjaga. Perlahan dia menelusuri geladak dan mengetuk pintu yang diyakininya sebagai sebuah ruangan pribadi. Itu terlihat dari sebuah papan nama yang tergantung di pintu."Sebentar!" Terdengar suara seorang wanita menyahut dari dalam.Pintu terbuka perlahan dan sesosok wanita berdiri, terkejut dengan keberadaan Huan yang bersandar di pintu dengan santai bersedekap tangan."Selamat pagi Nona Anna!" Sapanya seraya melambaikan tangannya dan tersenyum menggoda."Kau!" Anna Karenina tertegun menatap Huan. Dia mengenalinya sebagai pria suruhan pamannya untuk mencari kotak musik milik neneknya."Ada apa kau kemari? Apa kau akan menawarkan kotak musik itu padaku?" Anna Karenina menatapnya dengan gaya acuh tak acuh."Anda tidak ingin mempersilakan saya masuk?" Huan kembali tersenyum menggodanya.Anna menghela napas, terlihat dia sangat kesal dan tidak menghendaki keha
Cecilia terbangun saat smartphone yang diletakkannya di bawah bantalnya bergetar dengan keras. Masih setengah terpejam diambilnya benda itu dan menerima panggilan video yang masuk."Ceci jika besok aku tak kembali, bawalah kotak musik itu ke kediaman Nyonya Liliana bersama Jonathan." Wajah tampan Huan muncul di layar smartphone-nya."Huan, kau di mana?" Ceci segera terbangun, seketika kantuknya hilang begitu saja."Aku mengejar penyusup yang masuk ke apartemen. Jangan khawatir, aku pasti kembali." Huan tersenyum dan menggerakkan tangannya seakan-akan tengah menyentuh rambutnya."Huan berhati-hatilah! Aku akan menyusulmu!" Cecilia bergegas melompat turun dari tempat tidurnya."Tidak perlu, bye Cecilia, aku pasti kembali!" Huan mengakhiri panggilan videonya."Huan," gumam Cecilia lirih. "Firasatku tidak baik, seperti saat Koko Anthony menghubungiku malam itu." Tubuh Cecilia luruh ke lantai. Dia menangis tersedu-sedu."Aku
"Ini kotak musiknya?" Jonathan menatap kotak musik di atas meja."Lihat, perhatian dengan seksama. Mirip bukan?" Huan membuka sebuah album foto yang diambilnya dari tas kerjanya."Memang mirip," gumam Jonathan seraya bergantian membandingkan kotak musik itu dengan beberapa foto yang ada dalam album foto itu."Apakah dia Liliana?" Tiba-tiba saja Cecilia menunjuk pada foto seorang balerina. Foto hitam putih tetapi masih cukup jelas dan terang. Kemungkinan foto itu hasil repro dengan teknologi masa kini yang canggih."Dari mana kau tahu mengenai Nyonya Liliana?" Huan menatapnya heran."Dari ini!" Serunya seraya meletakkan setumpuk kertas dan juga buku note kecil yang tadi ditemukannya di dalam laci kotak musik.Huan dan Jonathan mengambil kertas-kertas itu dan memeriksanya dengan teliti kemudian membaca catatan yang tertera di dalam buku itu. Mereka berdua menatap Cecilia seakan meminta penjelasannya."Baiklah!" Cecilia ter
Cecilia berganti pakaian dan membersihkan lantai mezanin. Ada beberapa serpihan kaca yang masih tertinggal. Dia memiliki praduga itu serpihan kaca dari bola kaca saljunya yang pecah. Benda itu tidak ada di dalam laci mejanya."Bukan barang berharga, tetapi itu baru saja aku beli," gumamnya seraya membuang sisa-sisa serpihan kaca ke dalam tong sampah di sudut kamarnya.Setelah memastikan tidak ada lagi serpihan kaca di lantai, dia pun turun lagi ke lantai bawah. Dia mengambil paper bag yang berada di lemari penyimpanan di bawah tangga. Dia belum sempat mengeluarkannya kemarin."Aku belum sempat memutarnya lagi semenjak diperbaiki," katanya seorang diri dan mengeluarkan kotak musik tua dari dalam paper bag itu.Cecilia membawanya ke jendela dan meletakkannya di atas meja tinggi. Kemudian dia duduk di kursi berkaki tinggi sejajar dengan meja dan jendela. Dengan hati-hati digesernya kaca jendela agar udara segar dapat masuk."Semoga saja bisa
"Kau yakin dengan informasi itu?" Wanita cantik itu menatap pria yang berdiri menunduk di hadapannya."Benar Nona!" Pria itu menganggukkan kepalanya."Baiklah! Kalian harus bisa mendapatkan kotak musik itu terlebih dahulu sebelum orang-orang suruhan pamanku." Wanita itu mengambil beberapa lembar foto di atas mejanya."Hanya seorang gadis saja, aku rasa itu mudah bagi kalian, bukan?" lanjutnya lagi setelah menatap foto-foto itu cukup lama."Iya Nona." Pria itu kembali menganggukkan kepala."Pergilah!" Wanita bergaun merah itu menjentikkan jarinya dan pria itu pun pergi meninggalkannya seorang diri.Anna Karenina, wanita itu merupakan cucu satu-satunya Nyonya Liliana. Dia digadang-gadang akan menjadi pewaris seluruh kekayaannya.Sayangnya hingga saat ini Nyonya Liliana masih hidup dan segar bugar. Selain itu dia telah membuat pernyataan akan mewariskan kekayaannya pada anggota keluarganya yang meneruskan tradisi keluarga s
"Kotak musik?" Harry menatap Jonathan dengan kening berkerut."Benar Tuan. Nyonya Liliana kehilangan kotak musiknya beberapa hari yang lalu. Sepertinya Nona Anna, cucunya telah membersihkan gudang dan menjual semua barang yang terpakai pada toko loak." Pria berkacamata yang duduk di hadapan mereka menjelaskan maksud permintaan mereka."Nyonya Liliana bersedia membayar berapa pun asalkan kalian mendapatkan kotak itu," lanjutnya dengan serius."Theo! Kau tidak perlu repot mencari benda itu! Aku memang sengaja membuangnya! Sebaiknya kalian pergi dan tidak usah mendengar omong kosong wanita tua itu!" Seorang gadis cantik tiba-tiba saja datang dan menyela pembicaraan mereka."Nona, Anda tidak bisa bersikap seperti itu pada Nyonya Liliana. Beliau adalah nenek Anda." Theo, pria berkacamata itu menegur gadis itu dengan sopan."Kau pikir kau siapa? Kau hanya asisten pribadi nenekku, begitu dia meninggal kau orang pertama yang aku depak dari rumah
"Kau bisa memperbaikinya bukan?" Cecilia berjongkok di depan pemuda yang tengah mengamati kotak musiknya."Aku rasa bisa, ini hanya tuasnya saja yang bermasalah. Sebentar aku ambil alat-alatku." Pemuda itu tersenyum dan berdiri kemudian masuk ke dalam bengkel."Kalau begitu aku pergi berbelanja dulu!" Cecilia berseru dan setelah pemuda itu mengiyakan, dia pun segera meninggalkan bengkel."Sungguh membosankan jika Huan mulai sibuk dengan pekerjaannya," keluhnya saat menelusuri trotoar menuju pasar terdekat.Huan tengah menemui Alexander Lim dan Jonathan Mo. Dia tidak pernah ikut campur jika mengenai pekerjaan, kecuali untuk beberapa hal yang dapat dikatakan aman untuknya."Ceci!" Seorang wanita setengah baya berseru memanggilnya. Cecilia menoleh, dia segera berbalik dan menghampiri wanita yang tengah menata barang dagangannya."Ada apa Bibi Yu? Apakah ada sayuran segar yang baru datang?" Cecilia tertawa dan memilih sayur-sayuran y