Askara dan teman-temannya baru saja selesai makan di kantin. Saat sampai di koridor kelas X Otomotif 1, tiba-tiba Ganes menghentikan jalan mereka karena teringat sesuatu.
"Stop!" cegahnya dengan merentangkan kedua tangannya untuk menghentikan Askara dan Zehan. "Apaan sih?" sewot Zehan tak terima. Ganes berbalik menatap kedua temannya. "Gue baru ingat, hari ini kan team basket dan sepak bola cewek sekolah kita ada tanding sama Bhumi Phala. Ke sana yuk! Gue mau nonton Clarisa sama Melita nih," ucapnya dengan penuh semangat. Bagaimana tidak? Clarisa adalah salah satu pemain dari team basket yang memiliki postur tubuh yang indah, kulit bersih dan cantik. Begitu juga dengan Melita—kiper dari team bola Andalusia. Keduanya sama-sama menjadi idola para siswa di Andalusia termasuk Ganes. "Males gue," sahut Zehan dengan lesu. Ganes menatap Askara dan memberinya kode untuk menggeret Zehan supaya ikut. Askara yang paham dengan kode itu pun langsung menarik paksa tangan kiri Zehan. "Njir, lepasin weh! Gue nggak mau ikut!" berontak Zehan, tapi tidak diperdulikan kedua temannya. Dari arah belakang, terlihat Elin dan Fio yang baru saja keluar dari kantin. Keduanya tampak asik bercanda tawa berdua tanpa memperdulikan sekitar. Saat melihat ke arah depan, pandangan Elin tak sengaja melihat Askara dan Ganes yang tengah menarik paksa Zehan menuju gerbang sekolah. "Kak Aska!" panggilnya dengan sedikit menaikkan volume suaranya. Karena jarak mereka lumayan jauh. Mendengar ada yang memanggil namanya, ketiga cowok tadi pun menoleh ke belakang dan segera melepaskan Zehan. "Yuk!" ajak Elin kepada Fio untuk menghampiri Askara, Ganes dan Zehan. "Hai Fio! Hai juga pacarnya teman gue," sapa Ganes pada dua gadis itu dengan melambaikan tangannya. Elin menatap Ganes, "hai, kak. Oh iya, kalian mau ke mana?" "Kita mau nonton pertandingan bola sama basket antar sekolah kita sama sekolah sebelah. Lebih tepatnya sih nonton Melita sama Clarisa," jawab Ganes cengengesan. "Ikut yuk, Lin. Lo juga, Fi!" ajak Zehan. Fio menatap Elin, "yuk, Lin!" Elin tampak diam sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "nggak deh, gue lagi banyak tugas." "Kalau gitu, gue juga nggak deh, Kak," timpal Fio. "Yaudah. Gue ijin bawa Aska nonton ya, gapapa kan?" tanya Ganes dengan menaik turunkan kedua alisnya. "Gapapa kok," jawab Elin lalu menatap Askara sembari tersenyum penuh makna. Ganes hanya mengacungkan ibu jarinya sebagai respon. Sementara Askara kini menjadi ragu untuk ikut, pasalnya meskipun Elin tersenyum manis, tapi ia merasa bahwa senyumnya kali ini berbeda dari biasanya. "Gue nggak jadi ikut deh!" ucap Askara tiba-tiba. Zehan menatap cowok beralis tebal dan rapi itu, "lah, kenapa lo mendadak nggak ikut? Tadi aja semangat banget." Askara menatap Elin sekilas lalu bersiap lari, "mending gue nggak nonton daripada didiemin seminggu!" ucapnya sambil lari terbirit sebelum kena amuk gadis kesayangannya itu. "Kak Aska!" teriak Elin saat Askara kabur menuju kelasnya. "Kalian yakin nggak mau ikut?" tanya Ganes memastikan. Kedua gadis di hadapannya itu kompak mengangguk. "Ya udah kalau gitu, kita cabut dulu, ya. Mau lihat yang seger-seger!" ucap Ganes penuh semangat. Fio mendadak cemberut. "Jadi, maksud kakak kita nggak seger gitu?" tanyanya dengan nada sewot. "Siapa bilang? Cuma gue nggak mau ambil resiko aja kalau bilang Elin seger. Bisa-bisa gue diamuk sama Askara. Lo tau sendiri kan manusia satu itu bucinnya kayak apa sama teman lo ini?" Mendengar itu Zehan hanya terkekeh dan geleng-geleng kepala. ***** Saat ini, Ganes dan Zehan sudah berada di SMA Bhumi Phala. Tampak lapangan basket kini sudah ramai dipenuhi siswa-siswi yang juga ingin menonton pertandingan basket antara Andalusia melawan Bhumi Phala. Karena letak lapangan basket berada di tengah-tengah gedung sekolah jadi saat murid masuk langsung disambut dengan area lapangan itu. Sebelum menuju ke lapangan basket, mereka berniat melipir ke kantin terlebih dahulu untuk membeli minuman. Namun, karena tidak tahu di mana letaknya, mereka pun bertanya kepada segerombolan siswa yang kebetulan tengah duduk santai di depan sebuah kelas yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Permisi, mau numpang tanya," ucap Ganes dengan sopan. "Bang Araz?" panggil Zehan saat salah satu dari mereka menoleh ke belakang. Iya, segerombolan cowok tadi adalah Arazka dan teman-temannya. Mereka tengah asik mengobrol dan bercanda tawa sembari menunggu pertandingan di mulai. "Cuma berdua? Askara mana?" tanya Arazka saat melihat mereka datang hanya berdua tanpa adiknya. "Lagi ngurusin rumah tangganya," kekeh Ganes. Arazka pun ikut terkekeh, mengerti maksud Ganes. Dari sisi lain, datang seorang cowok berambut ikal dengan ikat pinggang yang menggantung di lehernya. Cowok itu tampak memicingkan mata kala melihat keberadaan Zehan dan Ganes. Siapa lagi kalau bukan Aznan. "Udah nyampe sini aja lo, Tong," celetuk Aznan ketika berada di hadapan dua temannya yang berbeda sekolah itu. "Pinggang lo pindah ke leher, ya?" cibir Ganes saat melihat ikat pinggang temannya itu tidak berada pada tempatnya. "Sembarangan lo! Gue baru boker, tol!" "Pantes bau tai!" ucap Zehan menimbrung. Aznan memelototkan matanya. "Lambemu!" ***** Sementara itu di SMA Andalusia, tampak siswa dan siswi berbondong-bondong keluar dari area sekolah menuju SMA Bhumi Phala guna menyaksikan pertandingan yang tentunya akan berlangsung sangat seru tersebut. Namun, berbeda dengan Elin dan Fio, keduanya terlihat tidak tertarik sama sekali untuk menonton pertandingan tersebut. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di kelas sembari mengobrol, bermain ponsel atau sekedar baca buku. Saat tengah asik mengobrol, keduanya di kagetkan dengan seorang siswa yang terjatuh tepat di depan pintu saat hendak masuk kelas. Lantas mereka pun buru-buru menghampiri cowok itu untuk melihat keadaanya. "Sialan nih kulit pisang!" umpat siswa tersebut sembari berusaha bangun. "Kak Aska?" panggil Elin saat mengetahui orang tersebut adalah kekasihnya, Askara. Askara menyengir malu dihadapan kedua siswi itu. "Kakak nggak apa-apa, kan?" tanya Elin memastikan. Askara menggeleng cepat, "nggak apa-apa kok. Aman!" Fio tak sengaja menatap ke bawah dan melihat ada secuil kulit pisang di sana. Ternyata benda itu lah penyebab Askara jatuh. "Kulit pisangnya gapapa kan, itu?" tanya Fio berniat bercanda. Askara tercengang, lalu menginjak-injak kulit pisang itu sampai tak berbentuk lagi. "Seperti yang lo lihat!" Kedua gadis itu hanya tertawa melihat kelakuan kakak kelasnya tersebut. ***** Riuh tepuk tangan menginterupsi di penjuru lapangan basket saat para pemain mulai memasuki arena pertandingan. Tak mau kalah heboh, Ganes pun menggoyangkan pinggulnya ke sana ke mari guna menyambut para pemain idolanya. Beberapa murid lainnya juga tampak meneriaki pemain favoritnya masing-masing sambil bersiul-siul. "Putri semangat, Put!" teriak Ganes tanpa di sadari ia salah menyebut nama. Yang ia sebut adalah Kapten Basket dari SMA Bhumi Phala. Zehan yang mendengar itu lantas menegurnya, "Pat! Put! Pat! Put! Inget, lo itu anak Andalusia bukan Bhumi Phala!" "Clarisa! Semangat mainnya! Ganes padamu!" Teriak Ganes heboh membuat Zehan dan orang-orang di sekitarnya seketika menutup telinga masing-masing. "Berisik lo!" protes Aznan yang berdiri di samping Zehan. Tak berselang lama, seorang wasit pun melakukan jump ball di tengah-tengah dua pemain antar tim, permainan dimulai bersamaan dengan sorakan heboh para penonton. Bola basket masih dikuasai tim lawan, sedangkan dari arah belakang Clarisa dengan mudah merebut bola dan mulai menggiring benda berbentuk bulat itu menuju ring lawan dengan lincah kemudian melakukan shooting dengan cepat. Sorakan demi sorakan kembali heboh ketika Clarisa berhasil mencetak poin di awal permainan. Begitu juga dengan Ganes yang terlihat semakin heboh menyaksikan pertandingan ini. "Semangat, Cla! Andalusia pasti menang!" teriak Ganes menyemangati. Melihat itu teman-temannya hanya geleng-geleng kepala. "Kalahin Andalusia, Put! Buktikan kalau Bhumi Phala pantas jadi juara! Wuuuu!" teriak salah satu siswa yang berdiri tak jauh dari Ganes. Teriakan itu terdengar sedikit manja. Ganes menoleh menatap cowok tadi. "Sejak kapan Bhumi Phala punya murid cowok manjalita kayak gini?" "Apa lo bilang? Coba ulangi sekali lagi!" ketus cowok itu tapi tak membuat Ganes gentar. Malah ia tertawa geli mendengar suaranya. "Nggak usah ketawa ya, lo! Nggak ada yang lucu di sini!" ucap cowok itu menatap Ganes kesal. "Gue pukul juga ya lo!" lanjutnya sok keras. "Pukul sini kalau berani! Gue pukul balik, masuk UGD lo!" Sementara itu pertandingan terlihat semakin memanas. Kapten dari tim lawan berhasil merebut bola yang berada di tangan pemain Andalusia. Dengan cepat ia menggiring bola dan melakukan shooting di ring Andalusia. Wuuushh! Bola berhasil masuk dengan bagus. Sorakan dan riuh tepuk tangan pun mereka berikan sebagai dukungan untuk tim favorit masing-masing."Serang!" komando Askara kepada teman-temannya untuk menyerang segerombolan cowok yang ada di hadapan mereka sekarang. Alih-alih ikut menyerang, cowok bertubuh jangkung itu malah duduk di emperan jalan sembari memakan buah anggur yang ia bawa dari rumah. Askara terlihat begitu menikmati rasa dari buah kecil berbentuk bulat dan berwarna ungu itu, sampai ia tidak sadar bahwa teman-temannya kini sudah kewalahan melawan enam cowok yang menjadi rival mereka. "Enak nggak, bro, anggurnya?" tanya cowok bermata sipit dengan suara serak basahnya. Dia Arshaka, musuh bebuyutan Askara. Askara mengangguk, "enak. Lo mau?" tawarnya seakan tidak ada masalah di antara mereka.Alih-alih mengambil anggur yang Askara sodorkan, cowok berambut sedikit gondrong itu malah mendorong tubuh rivalnya hingga terhuyung ke belakang. Akibat dari itu, semua anggur yang ada di pangkuan Askara pun jatuh berserakan di jalan. "Anjir! Lo ngapain dorong gue?" sewot Askara sambil berusaha bangun. "Rasain nih!" Arshaka m
Koridor kelas XI memang selalu ramai di jam istirahat, tapi hari ini sedikit lebih rusuh akibat kehebohan Askara yang tebar pesona pada siswi-siswi di kantin.Bruukk... Entah kali keberapa Askara menabrak seseorang karena jalannya mundur. Merasa menabrak orang, cowok itu pun membalikkan badan. Bersamaan dengan itu, korban tabrak mundur Askara langsung mendorong bahunya dengan kasar."Maksud lo apa nabrak gue?" tanya cowok bernama Dzaki. "Eits, santai dong, bro. Gue nggak sengaja, lagian nggak ada untungnya juga nabrak lo," jawab Askara santai dan segera pergi dari hadapan Dzaki dan teman-temannya.Merasa tidak terima, Dzaki pun menarik kerah baju Askara supaya meminta maaf terlebih dulu sebelum pergi."Lo udah nabrak, terus nggak mau minta maaf?"Askara terdiam sebentar, ia hampir saja lupa untuk meminta maaf atas kesalahannya, cowok itu pun membalikkan badan ke belakang, "gue minta maaf, ya," ucapnya sembari menepuk pundak Dzaki pelan.Dzaki terkekeh, "lo pikir segampang itu minta
Ke lima cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan rendah saat mendekati sebuah sekolah yang berjarak satu kilo dari sekolah mereka. Ke limanya berhenti tepat di depan gerbang SMA Bima Sakti. Tak lama kemudian, seorang gadis keluar dari sekolah tersebut dan menghampiri mereka dengan mengendarai kuda besinya yang berwarna putih."Elin, mana?" tanya gadis bermata indah tadi setelah membuka helm."Pulang sama Lila, katanya mau sekalian ngerjain tugas," jawab Askara.Gadis itu hanya mengangguk, lalu kembali menutup kaca helm dan mulai melajukan motornya untuk pergi dari Bima Sakti bersama ke lima cowok tadi.Gadis itu adalah Nawfa, adik pertama Arazka dan Askara. Saat ini Nawfa tengah duduk di bangku kelas sepuluh. Selisih usia antara ketiganya memang tidak jauh, hanya terpaut satu tahun saja.Di persimpangan jalan, semua mulai memencar karena rumah mereka memang tidak berada dalam satu komplek. Motor Askara, Arazka dan Nawfa melaju pelan saat memasuki komplek perumahan elit yang menja
Pagi ini terasa begitu dingin, karena semalam hujan turun dengan begitu derasnya. Hingga kini rintiknya pun masih berjatuhan dengan bebas. Askara yang hendak berangkat sekolah sampai harus memakai jaket yang cukup tebal supaya rasa dingin itu tidak terlalu menusuk ke tulang. Tak hanya Askara, cowok yang menjabat sebagai abangnya itu juga mengenakan jaket yang tebal juga."Masukin lagi motor lo!" perintah Arazka saat melihat Nawfa hendak mengeluarkan motor dari garasi.Gadis itu menoleh sekilas, "loh kenapa? Kan gue mau berangkat sekolah."Arazka menghela napas pelan, tangannya sedari tadi sibuk bermain kunci motor. "Berangkat bareng gue."Setelah berhasil mengeluarkan motornya, Nawfa pun langsung menatap abang tertuanya itu, "nggak! Nggak! Nggak! Gue nggak mau ya diserbu sama cewek-cewek lagi, gara-gara berangkat bareng abang! Lagian biasanya juga gue berangkat sendiri kali."Arazka menatap malas Nawfa, "semalam hujan, jadi jalannya licin."Nawfa mengernyit, "ya, terus?""Lo nggak ing
Askara dan teman-temannya baru saja selesai makan di kantin. Saat sampai di koridor kelas X Otomotif 1, tiba-tiba Ganes menghentikan jalan mereka karena teringat sesuatu."Stop!" cegahnya dengan merentangkan kedua tangannya untuk menghentikan Askara dan Zehan."Apaan sih?" sewot Zehan tak terima.Ganes berbalik menatap kedua temannya."Gue baru ingat, hari ini kan team basket dan sepak bola cewek sekolah kita ada tanding sama Bhumi Phala. Ke sana yuk! Gue mau nonton Clarisa sama Melita nih," ucapnya dengan penuh semangat.Bagaimana tidak? Clarisa adalah salah satu pemain dari team basket yang memiliki postur tubuh yang indah, kulit bersih dan cantik. Begitu juga dengan Melita—kiper dari team bola Andalusia. Keduanya sama-sama menjadi idola para siswa di Andalusia termasuk Ganes."Males gue," sahut Zehan dengan lesu.Ganes menatap Askara dan memberinya kode untuk menggeret Zehan supaya ikut. Askara yang paham dengan kode itu pun langsung menarik paksa tangan kiri Zehan."Njir, lepasin
Pagi ini terasa begitu dingin, karena semalam hujan turun dengan begitu derasnya. Hingga kini rintiknya pun masih berjatuhan dengan bebas. Askara yang hendak berangkat sekolah sampai harus memakai jaket yang cukup tebal supaya rasa dingin itu tidak terlalu menusuk ke tulang. Tak hanya Askara, cowok yang menjabat sebagai abangnya itu juga mengenakan jaket yang tebal juga."Masukin lagi motor lo!" perintah Arazka saat melihat Nawfa hendak mengeluarkan motor dari garasi.Gadis itu menoleh sekilas, "loh kenapa? Kan gue mau berangkat sekolah."Arazka menghela napas pelan, tangannya sedari tadi sibuk bermain kunci motor. "Berangkat bareng gue."Setelah berhasil mengeluarkan motornya, Nawfa pun langsung menatap abang tertuanya itu, "nggak! Nggak! Nggak! Gue nggak mau ya diserbu sama cewek-cewek lagi, gara-gara berangkat bareng abang! Lagian biasanya juga gue berangkat sendiri kali."Arazka menatap malas Nawfa, "semalam hujan, jadi jalannya licin."Nawfa mengernyit, "ya, terus?""Lo nggak ing
Ke lima cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan rendah saat mendekati sebuah sekolah yang berjarak satu kilo dari sekolah mereka. Ke limanya berhenti tepat di depan gerbang SMA Bima Sakti. Tak lama kemudian, seorang gadis keluar dari sekolah tersebut dan menghampiri mereka dengan mengendarai kuda besinya yang berwarna putih."Elin, mana?" tanya gadis bermata indah tadi setelah membuka helm."Pulang sama Lila, katanya mau sekalian ngerjain tugas," jawab Askara.Gadis itu hanya mengangguk, lalu kembali menutup kaca helm dan mulai melajukan motornya untuk pergi dari Bima Sakti bersama ke lima cowok tadi.Gadis itu adalah Nawfa, adik pertama Arazka dan Askara. Saat ini Nawfa tengah duduk di bangku kelas sepuluh. Selisih usia antara ketiganya memang tidak jauh, hanya terpaut satu tahun saja.Di persimpangan jalan, semua mulai memencar karena rumah mereka memang tidak berada dalam satu komplek. Motor Askara, Arazka dan Nawfa melaju pelan saat memasuki komplek perumahan elit yang menja
Koridor kelas XI memang selalu ramai di jam istirahat, tapi hari ini sedikit lebih rusuh akibat kehebohan Askara yang tebar pesona pada siswi-siswi di kantin.Bruukk... Entah kali keberapa Askara menabrak seseorang karena jalannya mundur. Merasa menabrak orang, cowok itu pun membalikkan badan. Bersamaan dengan itu, korban tabrak mundur Askara langsung mendorong bahunya dengan kasar."Maksud lo apa nabrak gue?" tanya cowok bernama Dzaki. "Eits, santai dong, bro. Gue nggak sengaja, lagian nggak ada untungnya juga nabrak lo," jawab Askara santai dan segera pergi dari hadapan Dzaki dan teman-temannya.Merasa tidak terima, Dzaki pun menarik kerah baju Askara supaya meminta maaf terlebih dulu sebelum pergi."Lo udah nabrak, terus nggak mau minta maaf?"Askara terdiam sebentar, ia hampir saja lupa untuk meminta maaf atas kesalahannya, cowok itu pun membalikkan badan ke belakang, "gue minta maaf, ya," ucapnya sembari menepuk pundak Dzaki pelan.Dzaki terkekeh, "lo pikir segampang itu minta
"Serang!" komando Askara kepada teman-temannya untuk menyerang segerombolan cowok yang ada di hadapan mereka sekarang. Alih-alih ikut menyerang, cowok bertubuh jangkung itu malah duduk di emperan jalan sembari memakan buah anggur yang ia bawa dari rumah. Askara terlihat begitu menikmati rasa dari buah kecil berbentuk bulat dan berwarna ungu itu, sampai ia tidak sadar bahwa teman-temannya kini sudah kewalahan melawan enam cowok yang menjadi rival mereka. "Enak nggak, bro, anggurnya?" tanya cowok bermata sipit dengan suara serak basahnya. Dia Arshaka, musuh bebuyutan Askara. Askara mengangguk, "enak. Lo mau?" tawarnya seakan tidak ada masalah di antara mereka.Alih-alih mengambil anggur yang Askara sodorkan, cowok berambut sedikit gondrong itu malah mendorong tubuh rivalnya hingga terhuyung ke belakang. Akibat dari itu, semua anggur yang ada di pangkuan Askara pun jatuh berserakan di jalan. "Anjir! Lo ngapain dorong gue?" sewot Askara sambil berusaha bangun. "Rasain nih!" Arshaka m