Koridor kelas XI memang selalu ramai di jam istirahat, tapi hari ini sedikit lebih rusuh akibat kehebohan Askara yang tebar pesona pada siswi-siswi di kantin.
Bruukk...Entah kali keberapa Askara menabrak seseorang karena jalannya mundur. Merasa menabrak orang, cowok itu pun membalikkan badan. Bersamaan dengan itu, korban tabrak mundur Askara langsung mendorong bahunya dengan kasar."Maksud lo apa nabrak gue?" tanya cowok bernama Dzaki."Eits, santai dong, bro. Gue nggak sengaja, lagian nggak ada untungnya juga nabrak lo," jawab Askara santai dan segera pergi dari hadapan Dzaki dan teman-temannya.Merasa tidak terima, Dzaki pun menarik kerah baju Askara supaya meminta maaf terlebih dulu sebelum pergi."Lo udah nabrak, terus nggak mau minta maaf?"Askara terdiam sebentar, ia hampir saja lupa untuk meminta maaf atas kesalahannya, cowok itu pun membalikkan badan ke belakang, "gue minta maaf, ya," ucapnya sembari menepuk pundak Dzaki pelan.Dzaki terkekeh, "lo pikir segampang itu minta maaf sama gue? Sujud lo!" perintahnya terdengar memaksa.Askara mengernyit, "ngapain harus sujud segala?""Gue nggak mau tau, pokoknya sekarang lo sujud di kaki gue! Cepat!"Askara terkekeh, "kalau gue nggak mau?" tantangnya dengan melipat kedua tangannya di depan dada.Buughh!Tanpa aba-aba, Dzaki langsung memberikan bogeman di pipi kanan Askara, membuat cowok itu tersungkur ke lantai. Sontak semua murid yang ada di kantin pun langsung menatap ke arah mereka."Jangan kasar dong!" protes Ganes pada Dzaki. Tak terima temannya diperlakukan seperti itu."Kenapa, lo nggak terima?" tanya cowok yang tingginya sepadan dengan Zehan. Reyhan.Ganes menatap sinis Reyhan, "diem lo, Reyhan yang baik hatinya!""Stop, panggil gue kayak gitu!" bentak Reyhan.Zehan tertawa, "baru kali ini gue lihat orang nggak mau disebut baik hati. Gila lo emang!""Pancen edan bocah iki!" ucap Ganes dengan logat jawanya.(Emang gila orang ini!)Reyhan sedikit kebingungan, lantaran tidak mengerti apa yang Ganes katakan."Kalau ngomong tuh pakai bahasa manusia!" sentak Reyhan."Aku ki yo ngomong anggo bahasa manusia, raimu ae sing gak ngerti, su!" ucap Ganes terdengar nyolot.(Aku tuh ya ngomong pakai bahasa manusia, kamunya aja yang nggak tau, su!)Zehan menatap Ganes, "lah gue juga nggak ngerti lo ngomong apaan, bocah!" batinnya miris."Nyapo koe ndelok-ndelok aku? Emang aku gedhang?!" sewot Ganes pada Reyhan sambil memelototkan matanya.(Ngapain lo lihat-lihat gue? Emang gue pisang?!)Reyhan geleng-geleng kepala, "stres!"Merasa tidak terima karena di bilang stres, emosi Ganes pun memuncak."Cok, raimu kui nggateli!"(Cok, wajahmu itu bikin geli)Sementara Ganes tengah adu mulut dengan Reyhan, kini Askara dan Dzaki pun masih tetap saling tinju satu sama lain. Suasana di kantin pun semakin memanas.Buughhh!Askara membalas satu tinjuan di perut Dzaki. Dan perkelahian pun tidak bisa dihindarkan.Buughhh!Buugghhh!Askara tidak melawan lagi saat Dzaki terus memukuli dirinya. Sampai-sampai Zehan dan Ganes pun kebingungan, tidak biasanya Askara kalah seperti ini."Hentikan!" teriakan itu terdengar sangat nyaring di telinga. Semua pun menoleh ke sumber suara. Terlihat seorang guru wanita tengah berjalan dengan tampang garangnya menuju kerumunan."Dzaki! Apa-apaan kamu? Kenapa kamu pukuli Askara sampai babak belur begitu?" tanya Bu Warni, selaku guru BK di Andalusia."Bu, tapi tadi dia yang nabrak saya duluan," jawab Dzaki menatap Bu Warni.Sementara itu Askara dibantu berdiri oleh Zehan dan Ganes."Ganes! Zehan! Bawa Askara ke UKS sekarang, obatin dia!" perintah Bu Warni pada dua siswanya itu."Dan kamu, ikut saya ke ruang BK, sekarang!" ucap Bu Warni yang ditujukan pada Dzaki.Askara tersenyum miring, lalu menepuk pundak Dzaki sebelum pergi, seraya berkata 'Kena kan lo.'Dzaki melirik tajam Askara. 'Sial! Ternyata dia pura-pura kalah. Lo lihat aja, Ka, gue bakal bikin perhitungan sama lo.'"Bu, tapi dia yang salah, bukan saya," ucap Dzaki membela diri."Kalau kamu nggak salah, kenapa Askara bisa sampai babak belur seperti itu?""Orang dia nggak ngelawan, ya babak belur, Bu," ucap Dzaki ngotot."Sudah, saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu ikut saya ke kantor!"Bu Warni menatap siswa-siswi yang tengah menonton keributan itu, "kalian semua bubar!" perintah guru berusia empat puluh tahun itu. Semua pun membubarkan diri masing-masing. Ada yang kembali ke kelas, ada juga yang kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda.***Saat ini Askara, Ganes dan Zehan sudah berada di UKS. Ganes dengan telaten mengobati luka memar di wajah temannya itu. Sebenarnya Askara bisa melakukannya sendiri, tapi karena malas alhasil ia meminta bantuan Ganes."Gue kira lo beneran kalah, taunya cuma pura-pura," kekeh Ganes."Nggak ada sejarahnya Askara kalah," Askara terkekeh, sesekali ia meringis karena lukanya terasa perih.Iya, tadi Askara memang sengaja mengalah. Setelah meninju Dzaki, ia melihat ada Bu Warni yang berjalan ke arah kantin, jadi ia sengaja mengalah dan rela dipukuli musuhnya itu. Meskipun tadi memang salah Askara karena jalan mundur, tapi menurutnya Dzaki sudah keterlaluan sampai-sampai menyuruh dirinya untuk bersujud."Sshh, sakit anjing!" pekik Askara saat Ganes dengan sengaja menekan luka di wajahnya."Obatin sendiri! Manja banget lo jadi cowok!" omel Ganes.Askara menatap malas Ganes, lalu beralih menatap Zehan yang tengah tiduran di brankar sebelahnya, "Han, lo mau cosplay jadi mayat, ya? Tidur mulu kerjaan lo," tanyanya."Kapan lagi gue bisa tidur nyenyak, 'kan?" sahut Zehan dengan mata terpejam.Askara dan Ganes hanya manggut-manggut memahami.***Askara, Ganes dan Zehan keluar dari gerbang Andalusia menuju SMK Bhumi Phala yang berada tidak jauh dari sekolah mereka. Sesampainya di sana ketiga cowok itu langsung memarkirkan motor di depan warung "Mbok Nah". Sebuah warung yang biasa dijadikan tempat nongkrong siswa Andalusia dan Bhumi Phala saat pulang sekolah.Tidak lama kemudian, dua cowok dengan pawakan tinggi datang menghampiri mereka di dalam warung."Bang! Es gue," ucap Askara saat gelas esnya diambil paksa oleh cowok berhoodie hitam yang tingginya kisaran 181 cm."Gue haus," ucap cowok itu dengan entengnya, lalu duduk di sebelah Ganes.Dia adalah Arazka atau kerap disapa Araz, yang tak lain adalah kakak kandung Askara. Usianya satu tahun lebih tua dari sang adik. Sifat keduanya sangat bertolak belakang. Askara yang humoris, dengan Arazka yang dingin dan cuek.Askara menatapnya malas, "bilang aja lo nggak ada duit buat beli es.""Pulang kuy, gue mau kasih makan si Jamal. Kasihan, pasti dia belum dikasih makan sama orang rumah," ajak cowok berambut agak keriwil kecokelatan dan berkulit putih. Dia adalah Aznan, cowok yang datang bersama Arazka tadi."Di mana-mana orang itu meliharanya ayam, burung, bebek atau apa gitu hewan yang lebih besar. Lah lo, melihara jangkrik. Mana kecil banget lagi tuh hewan kayak kurang gizi," cerocos Ganes dengan mulut yang masih sibuk mengunyah kacang.Aznan menoleh ke arah Ganes yang ada di samping Arazka. Karena posisi mereka saat ini adalah di satu meja yang sama, tapi berbeda kursi. Askaka dan Zehan duduk di kursi yang bersandar dengan tembok, sedangkan Aznan, Arazka dan Ganes berada di depannya."Masih mending jangkrik yang gue pelihara, daripada lo. Mau lo, gue pelihara?""Ndasmu!" sungut Ganes menatap Aznan kesal. (Kepalamu!)"Lagian bukannya di Jawa malah banyak ya yang melihara Jangkrik?" tanya Zehan ikut menimbrung.Ganes menyengir lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, "yo, iyo sih."Aznan hendak melayangkan pukulan kepada Ganes, tapi hanya untuk menggertaknya saja. "Gue gibeng juga, lo!"Askara, Zehan dan Arazka yang mendengar perdebatan kecil antara Aznan dan Ganes itu hanya terkekeh.Ke lima cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan rendah saat mendekati sebuah sekolah yang berjarak satu kilo dari sekolah mereka. Ke limanya berhenti tepat di depan gerbang SMA Bima Sakti. Tak lama kemudian, seorang gadis keluar dari sekolah tersebut dan menghampiri mereka dengan mengendarai kuda besinya yang berwarna putih."Elin, mana?" tanya gadis bermata indah tadi setelah membuka helm."Pulang sama Lila, katanya mau sekalian ngerjain tugas," jawab Askara.Gadis itu hanya mengangguk, lalu kembali menutup kaca helm dan mulai melajukan motornya untuk pergi dari Bima Sakti bersama ke lima cowok tadi.Gadis itu adalah Nawfa, adik pertama Arazka dan Askara. Saat ini Nawfa tengah duduk di bangku kelas sepuluh. Selisih usia antara ketiganya memang tidak jauh, hanya terpaut satu tahun saja.Di persimpangan jalan, semua mulai memencar karena rumah mereka memang tidak berada dalam satu komplek. Motor Askara, Arazka dan Nawfa melaju pelan saat memasuki komplek perumahan elit yang menja
Pagi ini terasa begitu dingin, karena semalam hujan turun dengan begitu derasnya. Hingga kini rintiknya pun masih berjatuhan dengan bebas. Askara yang hendak berangkat sekolah sampai harus memakai jaket yang cukup tebal supaya rasa dingin itu tidak terlalu menusuk ke tulang. Tak hanya Askara, cowok yang menjabat sebagai abangnya itu juga mengenakan jaket yang tebal juga."Masukin lagi motor lo!" perintah Arazka saat melihat Nawfa hendak mengeluarkan motor dari garasi.Gadis itu menoleh sekilas, "loh kenapa? Kan gue mau berangkat sekolah."Arazka menghela napas pelan, tangannya sedari tadi sibuk bermain kunci motor. "Berangkat bareng gue."Setelah berhasil mengeluarkan motornya, Nawfa pun langsung menatap abang tertuanya itu, "nggak! Nggak! Nggak! Gue nggak mau ya diserbu sama cewek-cewek lagi, gara-gara berangkat bareng abang! Lagian biasanya juga gue berangkat sendiri kali."Arazka menatap malas Nawfa, "semalam hujan, jadi jalannya licin."Nawfa mengernyit, "ya, terus?""Lo nggak ing
Askara dan teman-temannya baru saja selesai makan di kantin. Saat sampai di koridor kelas X Otomotif 1, tiba-tiba Ganes menghentikan jalan mereka karena teringat sesuatu."Stop!" cegahnya dengan merentangkan kedua tangannya untuk menghentikan Askara dan Zehan."Apaan sih?" sewot Zehan tak terima.Ganes berbalik menatap kedua temannya."Gue baru ingat, hari ini kan team basket dan sepak bola cewek sekolah kita ada tanding sama Bhumi Phala. Ke sana yuk! Gue mau nonton Clarisa sama Melita nih," ucapnya dengan penuh semangat.Bagaimana tidak? Clarisa adalah salah satu pemain dari team basket yang memiliki postur tubuh yang indah, kulit bersih dan cantik. Begitu juga dengan Melita—kiper dari team bola Andalusia. Keduanya sama-sama menjadi idola para siswa di Andalusia termasuk Ganes."Males gue," sahut Zehan dengan lesu.Ganes menatap Askara dan memberinya kode untuk menggeret Zehan supaya ikut. Askara yang paham dengan kode itu pun langsung menarik paksa tangan kiri Zehan."Njir, lepasin
"Serang!" komando Askara kepada teman-temannya untuk menyerang segerombolan cowok yang ada di hadapan mereka sekarang. Alih-alih ikut menyerang, cowok bertubuh jangkung itu malah duduk di emperan jalan sembari memakan buah anggur yang ia bawa dari rumah. Askara terlihat begitu menikmati rasa dari buah kecil berbentuk bulat dan berwarna ungu itu, sampai ia tidak sadar bahwa teman-temannya kini sudah kewalahan melawan enam cowok yang menjadi rival mereka. "Enak nggak, bro, anggurnya?" tanya cowok bermata sipit dengan suara serak basahnya. Dia Arshaka, musuh bebuyutan Askara. Askara mengangguk, "enak. Lo mau?" tawarnya seakan tidak ada masalah di antara mereka.Alih-alih mengambil anggur yang Askara sodorkan, cowok berambut sedikit gondrong itu malah mendorong tubuh rivalnya hingga terhuyung ke belakang. Akibat dari itu, semua anggur yang ada di pangkuan Askara pun jatuh berserakan di jalan. "Anjir! Lo ngapain dorong gue?" sewot Askara sambil berusaha bangun. "Rasain nih!" Arshaka m
Askara dan teman-temannya baru saja selesai makan di kantin. Saat sampai di koridor kelas X Otomotif 1, tiba-tiba Ganes menghentikan jalan mereka karena teringat sesuatu."Stop!" cegahnya dengan merentangkan kedua tangannya untuk menghentikan Askara dan Zehan."Apaan sih?" sewot Zehan tak terima.Ganes berbalik menatap kedua temannya."Gue baru ingat, hari ini kan team basket dan sepak bola cewek sekolah kita ada tanding sama Bhumi Phala. Ke sana yuk! Gue mau nonton Clarisa sama Melita nih," ucapnya dengan penuh semangat.Bagaimana tidak? Clarisa adalah salah satu pemain dari team basket yang memiliki postur tubuh yang indah, kulit bersih dan cantik. Begitu juga dengan Melita—kiper dari team bola Andalusia. Keduanya sama-sama menjadi idola para siswa di Andalusia termasuk Ganes."Males gue," sahut Zehan dengan lesu.Ganes menatap Askara dan memberinya kode untuk menggeret Zehan supaya ikut. Askara yang paham dengan kode itu pun langsung menarik paksa tangan kiri Zehan."Njir, lepasin
Pagi ini terasa begitu dingin, karena semalam hujan turun dengan begitu derasnya. Hingga kini rintiknya pun masih berjatuhan dengan bebas. Askara yang hendak berangkat sekolah sampai harus memakai jaket yang cukup tebal supaya rasa dingin itu tidak terlalu menusuk ke tulang. Tak hanya Askara, cowok yang menjabat sebagai abangnya itu juga mengenakan jaket yang tebal juga."Masukin lagi motor lo!" perintah Arazka saat melihat Nawfa hendak mengeluarkan motor dari garasi.Gadis itu menoleh sekilas, "loh kenapa? Kan gue mau berangkat sekolah."Arazka menghela napas pelan, tangannya sedari tadi sibuk bermain kunci motor. "Berangkat bareng gue."Setelah berhasil mengeluarkan motornya, Nawfa pun langsung menatap abang tertuanya itu, "nggak! Nggak! Nggak! Gue nggak mau ya diserbu sama cewek-cewek lagi, gara-gara berangkat bareng abang! Lagian biasanya juga gue berangkat sendiri kali."Arazka menatap malas Nawfa, "semalam hujan, jadi jalannya licin."Nawfa mengernyit, "ya, terus?""Lo nggak ing
Ke lima cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan rendah saat mendekati sebuah sekolah yang berjarak satu kilo dari sekolah mereka. Ke limanya berhenti tepat di depan gerbang SMA Bima Sakti. Tak lama kemudian, seorang gadis keluar dari sekolah tersebut dan menghampiri mereka dengan mengendarai kuda besinya yang berwarna putih."Elin, mana?" tanya gadis bermata indah tadi setelah membuka helm."Pulang sama Lila, katanya mau sekalian ngerjain tugas," jawab Askara.Gadis itu hanya mengangguk, lalu kembali menutup kaca helm dan mulai melajukan motornya untuk pergi dari Bima Sakti bersama ke lima cowok tadi.Gadis itu adalah Nawfa, adik pertama Arazka dan Askara. Saat ini Nawfa tengah duduk di bangku kelas sepuluh. Selisih usia antara ketiganya memang tidak jauh, hanya terpaut satu tahun saja.Di persimpangan jalan, semua mulai memencar karena rumah mereka memang tidak berada dalam satu komplek. Motor Askara, Arazka dan Nawfa melaju pelan saat memasuki komplek perumahan elit yang menja
Koridor kelas XI memang selalu ramai di jam istirahat, tapi hari ini sedikit lebih rusuh akibat kehebohan Askara yang tebar pesona pada siswi-siswi di kantin.Bruukk... Entah kali keberapa Askara menabrak seseorang karena jalannya mundur. Merasa menabrak orang, cowok itu pun membalikkan badan. Bersamaan dengan itu, korban tabrak mundur Askara langsung mendorong bahunya dengan kasar."Maksud lo apa nabrak gue?" tanya cowok bernama Dzaki. "Eits, santai dong, bro. Gue nggak sengaja, lagian nggak ada untungnya juga nabrak lo," jawab Askara santai dan segera pergi dari hadapan Dzaki dan teman-temannya.Merasa tidak terima, Dzaki pun menarik kerah baju Askara supaya meminta maaf terlebih dulu sebelum pergi."Lo udah nabrak, terus nggak mau minta maaf?"Askara terdiam sebentar, ia hampir saja lupa untuk meminta maaf atas kesalahannya, cowok itu pun membalikkan badan ke belakang, "gue minta maaf, ya," ucapnya sembari menepuk pundak Dzaki pelan.Dzaki terkekeh, "lo pikir segampang itu minta
"Serang!" komando Askara kepada teman-temannya untuk menyerang segerombolan cowok yang ada di hadapan mereka sekarang. Alih-alih ikut menyerang, cowok bertubuh jangkung itu malah duduk di emperan jalan sembari memakan buah anggur yang ia bawa dari rumah. Askara terlihat begitu menikmati rasa dari buah kecil berbentuk bulat dan berwarna ungu itu, sampai ia tidak sadar bahwa teman-temannya kini sudah kewalahan melawan enam cowok yang menjadi rival mereka. "Enak nggak, bro, anggurnya?" tanya cowok bermata sipit dengan suara serak basahnya. Dia Arshaka, musuh bebuyutan Askara. Askara mengangguk, "enak. Lo mau?" tawarnya seakan tidak ada masalah di antara mereka.Alih-alih mengambil anggur yang Askara sodorkan, cowok berambut sedikit gondrong itu malah mendorong tubuh rivalnya hingga terhuyung ke belakang. Akibat dari itu, semua anggur yang ada di pangkuan Askara pun jatuh berserakan di jalan. "Anjir! Lo ngapain dorong gue?" sewot Askara sambil berusaha bangun. "Rasain nih!" Arshaka m