[[Ehem!]] Neo berdeham sambil melayang. Punggung ia tegakkan, muka dibikin seserius mungkin. Dia kemudian melayang ke sana-sini dengan tangan di belakang seperti guru. [[Jadi intinya host akan terus berpindah dunia sampai Bar survival host penuh. Dan untuk membuatnya penuh, bisa dilakukan dari mengumpulkan poin di tabulasi misi.]]
Bima menaikkan dua alisnya. Dia menggaruk dagunya yang tak gatal. Namun fokusnya terarah pada Neo. Dan perhatian ini, entah mengapa menjadikan si kunang-kungan terboost semangatnya. Sayap makhluk itu berkepak cepat.
[[Tabulasi misi ini ada di halaman utama status host. Dari misi yang selesai, host bisa mendapatkan koin dan poin. Koin buat bisa beli atau upgrading sesuatu di 'toko' sedang poin nanti terhubung ke bar survival. Warna yang menunjukkan dua ini sudah berbeda, biasanya nilai poin kecil sedang koin gede.]]
"Halaman utama apaan dah?" Bima berceletuk. Ia memandang Neo penuh selidik.
[[Itu lho host ... status yang terpop up di depan host. Yang kayak jendela-jendela di sistem komputer!]] sembari berkacak pinggang, Neo menjelaskan.
“Ah!” Bima teringat pertanyaan ‘Yes No’ tadi. Bentukannya memang seperti ‘jendela’ pada komputer. Dari pemaparan Neo, ia tahu pop up itu terhubung dengan informasi lainnya tentang dunia yang akan dia singgahi dan bisa dikomandokan untuk on-off sesuka kita. Karenanya, tanpa bertanya, Bima memfokuskan pikir, ia membayangkan bentukan jendela tadi dan pooop! jendela itu benar-benar muncul!
Di tengah-tengah ‘jendela status’ ini terdapat gambar dirinya sebagai Kiel. Pakaian yang ia pakai dan detail ada di sana. Lalu di ujung dekat gambar mata, ada opsi profile.
Saat Bima klik opsi itu, muncul static tubuh seorang Kiel dei Vaseo: magic power, strength, endurance, agility, accuracy, speed, intelligence dan terakhir coins. Bima bisa melihat di sisi koin ada angka 8000 sedang poin 500.
Next, ia memperhatikan opsi yang lain. Matanya melotot ketika di kanan bawah ada tulisan besar dalam lingkaran 'HAREM'. Kemudian masih menyatu dengan lingkaran itu tapi bentuknya tanduk, ada tulisan 'intimacy(%)' dan yang satunya adalah 'love(%)'.
Entah mengapa, hanya dengan melihat opsi tersebut bulu roma Bima berdiri semua. Lelaki itu akhirnya menggeleng cepat dan abaikan HAREM. Ia memilih untuk memperhatikan detail lain. Ada beberapa tabulasi di sana seperti mission, storage, manual, cards, dkk sebelum akhirnya dia menemukan opsi store—toko. Bima buru-buru klik menu toko, berharap akan melihat sesuatu yang wow.
Ia klik opsi itu dan jengjeng! yang tertampil semua hitam.
“Error?” Bima menoleh pada Neo yang asyik memperhatikan dia bereksplorasi. Neo menggeleng atas pertanyaan tersebut. [[Itu karena host belum mencapai syarat membuka menu toko. Host harus menyelesaikan 2 misi baru bisa membuka menu tersebut~]]
Mendengar penuturan Neo, Bima auto klik icon misi. Sederet misi keluar, di sampingnya terdapat angka-angka; kiranya koin yang di dapat. Deretan dari tulisan panjang tentang misi paling atas sendiri adalah misi yang sudah terpenuhi, berwarna hijau, dan itu berbunyi 'meningkatkan intimasi dengan Charles Giordano' di sampingnya ada tulisan emas 8000 dan merah 500.
[[Yep. Tambah satu misi lagi host, cari yang paling gampang, terus host bisa deh belanja di toko~]] Neo terlihat bangga. Dia membusungkan dada. Lain halnya Bima, dia hanya bisa memandang sosok itu dengan tatapan WTF?!
[[Tapi saranku host jangan hambur-hamburin koin. Buat dapetin kartu SSR susah sekali masalahnya. Di gacha nasib belum tentu host dapat assist yang apik. Ke depannya akan lebih menguntungkan kalau host beli skill di sana. Mahal sih, tapi setara SSR, bisa di bawa ke lain dunia.]]
Gacha … gacha apaan sih dari tad—
[[DING! DING! DING! DIIIING!]]
Namun belum juga Bima bisa bertanya, suara ribut notifikasi terdengar. Neo pun terkejut karena hal ini. Matanya auto melebar.
[[Gawat! Host habis ini sadar! Kita skip penjelasannya. Aku jelaskan di dunia nyata saja kalau host sudah menyelesaikan 6 misi. Sekarang kita ngegacha saja!!]] Neo tampak buru-buru. Dia entah bagaimana, langsung mencabut antena di kepalanya dan menggoyangkan antena itu seperti tongkat simsalabim.
Detik berikutnya, tanah berlian tempat Bima berpijak bergetar hebat. Sebelum secara ajaib ada benda terjun dari langit dan menancap semeter di depan Bima. Benda … mesin slot dengan lengan mekanikal super besar.
Tubuh lelaki itu menegang, bulu romanya berdiri. Deg deg deg, jantung Bima berdebar kencang. Entah mengapa firasatnya mengatakan benda itu penentu dari semuanya dan sesuatu yang sangat besar akan terjadi padanya habis ini.
Dia melihat Neo mendekat ke arah mesin slot. Lalu menggunakan tangan kecilnya, ia menarik tuas.
Mesin bergambar dengan empat kolom itu mulai berputar.
Beep. Satu suara terdengar. Kolom paling kanan berhenti. Sebuah dunia berwarna coklat terlihat, ada istana bobrok sebagai background dunia tersebut. Beep! suara itu lagi, berbunyi. Kolom di sebelahnya kini diam. Gambar di sana adalah siluet bocah menggunakan mahkota. Boop! Kolom ke tiga berhenti. Lima kartu tampak, di ujung tiap-tiap kartu ada huruf menyala RNRRN. Booop~ semua berhenti kini. Di kolom terakhir dia melihat hati dikelilingi 6 hati lain saling tumpang tindih.
Uh, firasat buruk Bima tiba-tiba mengoar.
Sejurus kemudian Neo menoleh ke arah Bima. Ia tersenyum lebar. [[Tiga kartu R, mayan lah host!]] katanya seraya menggoyang kembali antena di tangan. Sedetik berikutnya, lima kartu muncul di depan Bima dan hilang! Bima sampai terkejut karena saat menghilang, diikuti suara psssh, dor!
[[Kartu itu skill buff untuk host. N hanya sekali pakai, R bisa dipakai 3 kali, SR cooldown 3 hari dan SSR skill jadi satu permanen dengan host.]]
Bima hendak membuka mulut mengajukan tanya pada Neo untuk hal ini. Namun cepat, kunang-kunang itu mendahului.
[[Yak, waktu habis! Segera selesaikan 6 misi kalau ingin berbincang denganku host! Semangat! BYE!!]]
“T-tunggu dulu oi!!”
Sayang, tanpa bisa berbuat apa-apa, dunia Bima kembali gelap.
Beberapa menit kemudian dia tersentak. Mata itu terbuka, kelereng tosca menyapu dunia.
Bima tak lagi Bima. Dia kini Kiel dei Vaseo.
[]
Bima, kini Kiel, sedang berdiri di depan kaca panjang di sudut kamar mandinya. Tubuhnya agak melengkung, dua tangan bertumpu pada permukaan kramik di sekitar wastafel dan lurus ia memandangi pantulan diri. Lekat ia mengamati dirinya sendiri. Inchi per inchi kelereng biru toska Kiel menyapu permukaan kulitnya yang terpantul. Dia bisa melihat bercak-bercak merah di sana, di sekitar tulang selangka, leher bahkan di dada. Tak hanya semburat merah itu yang berada di sana, sebagian … di sana terdapat bekas gigitan. Heh, lebam pun ikut merona. Menghirup napas panjang, lelaki berema pirang itu mendongak. Pelan ia memejamkan mata, kejadian semalam jumpalitan merasuk benak. Sentuhan pun belaian yang dia terima masih terasa sangat jelas sekali. Lalu bisikan suara berat … pun ancaman demi ancaman yang orang itu lemparkan. Tubuh ini, Kiel, masih mengingatnya. Semua itu seperti baru saja terjadi. Menyibak rema pirang, Bima menggeleng. “Nggak apa. Nggak ada yang tahu apa yang terjadi semalam.
Selepas keributan yang terjadi, Bima meminta hanya Mavel yang tinggal di kamar sedang yang lain ke luar. Kemudian dia juga memerintahkan pelayan wanita terdekat untuk membawakannya makan ke kamar, sesuatu yang tidak berat tapi mengenyangkan. Bima bisa melihat jika sinar matahari sudah cukup tinggi, agaknya saat ini sudah pukul 10:00 lebih. Selepas hanya dia dan Mavel, helaan napas Bima buang. Ia keluar dari kasur super besarnya sembari menjulurkan tangan. Menjadi butler senior, Mavel paham maksud Tuan mudanya. Ia pun bergegas membuka lemari Bima dan mengambilkan pakaian. “Mavel, aku ingin sesuatu yang simple hari ini,” kata Bima sembari bergerak ke arah jendela besar di sisi kanan tempat tidur. Ia eratkan bungkusan handuk kimono di tubuh, setelah itu ia dorong kaca di sana hingga satu-satunya pintu di deretan kaca itu menjeblak terbuka. Santai, ia melangkah ke balkon kemudian. Bima diam beberapa saat di sana. Pandangannya lepas ke hamparan taman di sana. Katakan indah, maka serius,
[BELUM DIREVISI] "Kak!" Secepat kilat, Leon zei Vaseo berpindah tempat ketika melihat Kiel oleng di tengah duduknya. Sigap dia langsung berada di sisi sang Kakak dan menopang bahu lelaki itu. Kekhawatiran merajah pemuda berusia dua puluh tahun itu. Dia mengkhawatirkan Kiel. Sangat. Apalagi mendapati betapa pucat wajah lelaki di dekapannya ini. Praduga yang tidak-tidak terhempas begitu saja. Ia mengira sang Kakak merencanakan sesuatu yang buruk dengan memanggilnya kemari, mengingat seperti apa hubungan mereka. Namun semua terhempas begitu melihat lelaki pirang di hadapannya. Dari cara ia duduk, tampak betapa rapuhnya pria itu. Betapa pucatnya lelaki yang beberapa bulan ini jarang berinteraksi dan selalu mendekam diri di rumah saja ini. Menggigit bibir, lelaki bertubuh tegap itu langsung bergerak, berusaha menggendong kakaknya. Dia buru-buru menelusupkan tangan ke bawah lutut si pirang dan hendak mengangkatnya menuju kasur. Namun belum juga dia bisa mengangkat, dorongan pelan ia
Hari ini benar-benar penuh petaka untuk Kiel. Masalah demi masalah getol menghampiri sejak dia tersadar jika dia bertransmigrasi. Mulai dari berhubungan dengan orang tak dikenal, kemudian bersitegang bersama pelayan … Apalagi ketika Kierra bertandang tadi. Semua meledak dalam satu waktu. Dia kena omel iya, diserang pakai sihir iya, diancam menggunakan pedang iya, dibilang bodoh pun iya, disudutkan apalagi ... Kiel sampai kena mental rasanya menghabiskan waktu satu jam bersama adiknya itu. Bahkan sampai di taraf selepas Kierra pergi, tenaganya menguap dan badan mendadak jompo. Jangan lupakan kepala yang menjadi cenat-cenut tak karuan. Tapi dari situ setidaknya Kiel paham beberapa hal. Ingatan original Kiel tidak semuanya dapat ia ingat. Lalu hubungan ketiga bersaudara Vaseo tidak buruk, hanya setelah mengenal busuknya Keluarga Kerajaan dan 'beban' memiliki gelar Duke dilimpahkan kepadanya, Kiel menarik diri. Hari-hari berat ia rasakan kemudian. Nah, sayang, di bagian ini Bima tak bis
Teleportasi merupakan sihir tingkat tinggi yang mengkonsumsi lumayan banyak magical power. Namun Kiel baik-baik saja kini, ia muncul di sebuah gang, kali ini di tengah kota, tanpa merasakan gejala seperti tadi. Begitu kakinya menapak, senyum Kiel melengkung sempurna. “Akhirnya ya, petualangan Bima bisa dimulai,” Kiel terkikih seraya membetulkan posisi jubah dan membersihkan bagian-bagian yang kotor di pakaian karena dia gelesotan tadi dengan sihir. Hati pemuda pirang itu berdebar, ia baru pertama kali merasakan transmigrasi ke dunia fantasi. Ayolah … siapa yang tak ingin bereksplorasi di era medieval? Fufufu. Girang, lelaki itu memakai tudung jubah dan mulai melangkahkan kaki ke ramaian. Ia sedikit tertegun di sana. Tak jauh dari ia melangkah, plaza luas langsung menyambutnya. Menara tinggi berada di tengah, bangunan itu dikelilingi oleh rerumputan hijau dan air mancur di tiap sudut. Terdapat jalan luas yang kiranya cukup untuk empat kereta kuda berjajar dari empat penjuru mata an
Kiel menenggak alkohol di depannya dalam sekali tenggak. Dia butuh alkohol untuk melupakan kekurang ajaran adiknya tadi. Okay, jadi begini … sebelum dia membaca rekap di perpustakaan, dia berpikir mungkin original Kiel melakukan hal yang tak menyenangkan sehingga diperlakukan begitu oleh semua orang. Dia berusaha mengerti awalnya. Namun setelah menemukan Diary yang dijuduli ‘REKAP HARIAN’ milik OG Kiel, rasanya perlakuan Leon tadi mengesalkan. Heh, bangsat, Leon bahkan tak tahu seperti apa kondisi kakaknya tapi seenak jidat berbuat begitu? Itu yang ada di hatinya selama ini sementara OG Kiel nangis-nangis ditusbol sana-sini? Haish. Respect Bima pada Leon turun drastis. “Haaah, dasar adik sialan!” Kiel membanting gelasnya ke atas meja. Muka putihnya memiliki semburat merah di pipi kini, orang lewat akan langsung menebak dia tengah mabuk berat. Meski sebenarnya Kiel masih waras 100%. Kulitnya cuma sensitif saja, tapi kalau emosinya … ya dia emang lagi kesal berat. “Bangsat. Salah apa
“AAAAAAAAAA!!” “KYAAAAAAAA!” Hal yang terakhir lelaki itu dengar adalah teriakan memekakkan telinga dari berbagai sisi. Ia terperanjat, terbangun dari tidur pulasnya dan langsung menoleh ke sana-ke mari untuk mengetahui ada ribut-ribut apa sebenarnya. Hanya saja, apa yang ia lihat diluar dugaan. Begitu matanya terbuka, cahaya putih menyilaukan terlihat, seketika pupil mengecil dan ia mengernyit. Namun sedetik berikutnya … semua gelap. Gelap gulita bak seluruh cahaya di bumi menghilang. “A-apa?!” lelaki itu, pria 29 tahun bersetelan putih-hitam dengan name tag Bima Farhan D. pada seragamnya berceletuk. Ia terkejut setengah mati dengan apa yang terjadi. Cepat, ia mulai memperhatikan sekelilingnya. Kelereng hitam itu menyapu kegelapan dalam hitungan detik. Sayang ia tak menemukan secuil petunjuk dimana dia. Bahkan mana atas mana bawah pun tak tahu. Ia coba lagi lakukan scanning, tapi hasilnya sama. Hanya hampa yang menyapa. Sampai di suatu titik, terdapat sesuatu melayang di depa
Bima terbangun di area yang tak ia ketahui. Kali ini tidak gelap dan juga tak berpendar putih. Ia bisa melihat, di sekitar tempatnya duduk permukaannya tak rata, ada sesuatu yang menggantung dari atas dan berkilau. Permukaan yang ia duduki pun bergelombang. Namun semuanya, memantulkan bayangan patah-patah. Ada seperti kaca pada seluruh ketidak rataan ini. Sesaat ia menikmati keindahan gua yang ia tempati. Tak ada kata lain selain “woaaa”, “duhile ….” atau “njir keren bet” meluncur dari bibir. Namun saat fokus lelaki 29 tahun itu bergeser, lebih tepatnya saat ia mengamati dengan seksama bayang dirinya yang terpantulkan oleh kilau indah permukaan gua ini … seketika napasnya tercekat. Lebih, kelereng hitam itu membelalak lebar dan mimik shock merajah wajah. Badannya … Badannya!! Badannya hancur. Tidak, salah, pinggang ke atas masih baik-baik saja, kecuali lubang di sana sini dan darah mengucur deras. Tapi kaki … kakinya … termutilasi. Mereka menjadi potongan-potongan kecil. What the—?
Kiel menenggak alkohol di depannya dalam sekali tenggak. Dia butuh alkohol untuk melupakan kekurang ajaran adiknya tadi. Okay, jadi begini … sebelum dia membaca rekap di perpustakaan, dia berpikir mungkin original Kiel melakukan hal yang tak menyenangkan sehingga diperlakukan begitu oleh semua orang. Dia berusaha mengerti awalnya. Namun setelah menemukan Diary yang dijuduli ‘REKAP HARIAN’ milik OG Kiel, rasanya perlakuan Leon tadi mengesalkan. Heh, bangsat, Leon bahkan tak tahu seperti apa kondisi kakaknya tapi seenak jidat berbuat begitu? Itu yang ada di hatinya selama ini sementara OG Kiel nangis-nangis ditusbol sana-sini? Haish. Respect Bima pada Leon turun drastis. “Haaah, dasar adik sialan!” Kiel membanting gelasnya ke atas meja. Muka putihnya memiliki semburat merah di pipi kini, orang lewat akan langsung menebak dia tengah mabuk berat. Meski sebenarnya Kiel masih waras 100%. Kulitnya cuma sensitif saja, tapi kalau emosinya … ya dia emang lagi kesal berat. “Bangsat. Salah apa
Teleportasi merupakan sihir tingkat tinggi yang mengkonsumsi lumayan banyak magical power. Namun Kiel baik-baik saja kini, ia muncul di sebuah gang, kali ini di tengah kota, tanpa merasakan gejala seperti tadi. Begitu kakinya menapak, senyum Kiel melengkung sempurna. “Akhirnya ya, petualangan Bima bisa dimulai,” Kiel terkikih seraya membetulkan posisi jubah dan membersihkan bagian-bagian yang kotor di pakaian karena dia gelesotan tadi dengan sihir. Hati pemuda pirang itu berdebar, ia baru pertama kali merasakan transmigrasi ke dunia fantasi. Ayolah … siapa yang tak ingin bereksplorasi di era medieval? Fufufu. Girang, lelaki itu memakai tudung jubah dan mulai melangkahkan kaki ke ramaian. Ia sedikit tertegun di sana. Tak jauh dari ia melangkah, plaza luas langsung menyambutnya. Menara tinggi berada di tengah, bangunan itu dikelilingi oleh rerumputan hijau dan air mancur di tiap sudut. Terdapat jalan luas yang kiranya cukup untuk empat kereta kuda berjajar dari empat penjuru mata an
Hari ini benar-benar penuh petaka untuk Kiel. Masalah demi masalah getol menghampiri sejak dia tersadar jika dia bertransmigrasi. Mulai dari berhubungan dengan orang tak dikenal, kemudian bersitegang bersama pelayan … Apalagi ketika Kierra bertandang tadi. Semua meledak dalam satu waktu. Dia kena omel iya, diserang pakai sihir iya, diancam menggunakan pedang iya, dibilang bodoh pun iya, disudutkan apalagi ... Kiel sampai kena mental rasanya menghabiskan waktu satu jam bersama adiknya itu. Bahkan sampai di taraf selepas Kierra pergi, tenaganya menguap dan badan mendadak jompo. Jangan lupakan kepala yang menjadi cenat-cenut tak karuan. Tapi dari situ setidaknya Kiel paham beberapa hal. Ingatan original Kiel tidak semuanya dapat ia ingat. Lalu hubungan ketiga bersaudara Vaseo tidak buruk, hanya setelah mengenal busuknya Keluarga Kerajaan dan 'beban' memiliki gelar Duke dilimpahkan kepadanya, Kiel menarik diri. Hari-hari berat ia rasakan kemudian. Nah, sayang, di bagian ini Bima tak bis
[BELUM DIREVISI] "Kak!" Secepat kilat, Leon zei Vaseo berpindah tempat ketika melihat Kiel oleng di tengah duduknya. Sigap dia langsung berada di sisi sang Kakak dan menopang bahu lelaki itu. Kekhawatiran merajah pemuda berusia dua puluh tahun itu. Dia mengkhawatirkan Kiel. Sangat. Apalagi mendapati betapa pucat wajah lelaki di dekapannya ini. Praduga yang tidak-tidak terhempas begitu saja. Ia mengira sang Kakak merencanakan sesuatu yang buruk dengan memanggilnya kemari, mengingat seperti apa hubungan mereka. Namun semua terhempas begitu melihat lelaki pirang di hadapannya. Dari cara ia duduk, tampak betapa rapuhnya pria itu. Betapa pucatnya lelaki yang beberapa bulan ini jarang berinteraksi dan selalu mendekam diri di rumah saja ini. Menggigit bibir, lelaki bertubuh tegap itu langsung bergerak, berusaha menggendong kakaknya. Dia buru-buru menelusupkan tangan ke bawah lutut si pirang dan hendak mengangkatnya menuju kasur. Namun belum juga dia bisa mengangkat, dorongan pelan ia
Selepas keributan yang terjadi, Bima meminta hanya Mavel yang tinggal di kamar sedang yang lain ke luar. Kemudian dia juga memerintahkan pelayan wanita terdekat untuk membawakannya makan ke kamar, sesuatu yang tidak berat tapi mengenyangkan. Bima bisa melihat jika sinar matahari sudah cukup tinggi, agaknya saat ini sudah pukul 10:00 lebih. Selepas hanya dia dan Mavel, helaan napas Bima buang. Ia keluar dari kasur super besarnya sembari menjulurkan tangan. Menjadi butler senior, Mavel paham maksud Tuan mudanya. Ia pun bergegas membuka lemari Bima dan mengambilkan pakaian. “Mavel, aku ingin sesuatu yang simple hari ini,” kata Bima sembari bergerak ke arah jendela besar di sisi kanan tempat tidur. Ia eratkan bungkusan handuk kimono di tubuh, setelah itu ia dorong kaca di sana hingga satu-satunya pintu di deretan kaca itu menjeblak terbuka. Santai, ia melangkah ke balkon kemudian. Bima diam beberapa saat di sana. Pandangannya lepas ke hamparan taman di sana. Katakan indah, maka serius,
Bima, kini Kiel, sedang berdiri di depan kaca panjang di sudut kamar mandinya. Tubuhnya agak melengkung, dua tangan bertumpu pada permukaan kramik di sekitar wastafel dan lurus ia memandangi pantulan diri. Lekat ia mengamati dirinya sendiri. Inchi per inchi kelereng biru toska Kiel menyapu permukaan kulitnya yang terpantul. Dia bisa melihat bercak-bercak merah di sana, di sekitar tulang selangka, leher bahkan di dada. Tak hanya semburat merah itu yang berada di sana, sebagian … di sana terdapat bekas gigitan. Heh, lebam pun ikut merona. Menghirup napas panjang, lelaki berema pirang itu mendongak. Pelan ia memejamkan mata, kejadian semalam jumpalitan merasuk benak. Sentuhan pun belaian yang dia terima masih terasa sangat jelas sekali. Lalu bisikan suara berat … pun ancaman demi ancaman yang orang itu lemparkan. Tubuh ini, Kiel, masih mengingatnya. Semua itu seperti baru saja terjadi. Menyibak rema pirang, Bima menggeleng. “Nggak apa. Nggak ada yang tahu apa yang terjadi semalam.
[[Ehem!]] Neo berdeham sambil melayang. Punggung ia tegakkan, muka dibikin seserius mungkin. Dia kemudian melayang ke sana-sini dengan tangan di belakang seperti guru. [[Jadi intinya host akan terus berpindah dunia sampai Bar survival host penuh. Dan untuk membuatnya penuh, bisa dilakukan dari mengumpulkan poin di tabulasi misi.]]Bima menaikkan dua alisnya. Dia menggaruk dagunya yang tak gatal. Namun fokusnya terarah pada Neo. Dan perhatian ini, entah mengapa menjadikan si kunang-kungan terboost semangatnya. Sayap makhluk itu berkepak cepat.[[Tabulasi misi ini ada di halaman utama status host. Dari misi yang selesai, host bisa mendapatkan koin dan poin. Koin buat bisa beli atau upgrading sesuatu di 'toko' sedang poin nanti terhubung ke bar survival. Warna yang menunjukkan dua ini sudah berbeda, biasanya nilai poin kecil sedang koin gede.]]"Halaman utama apaan dah?" Bima berceletuk. Ia memandang Neo penuh selidik.[[Itu lho host ... status yang terpop up di depan host. Yang kayak jen
Bima terbangun di area yang tak ia ketahui. Kali ini tidak gelap dan juga tak berpendar putih. Ia bisa melihat, di sekitar tempatnya duduk permukaannya tak rata, ada sesuatu yang menggantung dari atas dan berkilau. Permukaan yang ia duduki pun bergelombang. Namun semuanya, memantulkan bayangan patah-patah. Ada seperti kaca pada seluruh ketidak rataan ini. Sesaat ia menikmati keindahan gua yang ia tempati. Tak ada kata lain selain “woaaa”, “duhile ….” atau “njir keren bet” meluncur dari bibir. Namun saat fokus lelaki 29 tahun itu bergeser, lebih tepatnya saat ia mengamati dengan seksama bayang dirinya yang terpantulkan oleh kilau indah permukaan gua ini … seketika napasnya tercekat. Lebih, kelereng hitam itu membelalak lebar dan mimik shock merajah wajah. Badannya … Badannya!! Badannya hancur. Tidak, salah, pinggang ke atas masih baik-baik saja, kecuali lubang di sana sini dan darah mengucur deras. Tapi kaki … kakinya … termutilasi. Mereka menjadi potongan-potongan kecil. What the—?
“AAAAAAAAAA!!” “KYAAAAAAAA!” Hal yang terakhir lelaki itu dengar adalah teriakan memekakkan telinga dari berbagai sisi. Ia terperanjat, terbangun dari tidur pulasnya dan langsung menoleh ke sana-ke mari untuk mengetahui ada ribut-ribut apa sebenarnya. Hanya saja, apa yang ia lihat diluar dugaan. Begitu matanya terbuka, cahaya putih menyilaukan terlihat, seketika pupil mengecil dan ia mengernyit. Namun sedetik berikutnya … semua gelap. Gelap gulita bak seluruh cahaya di bumi menghilang. “A-apa?!” lelaki itu, pria 29 tahun bersetelan putih-hitam dengan name tag Bima Farhan D. pada seragamnya berceletuk. Ia terkejut setengah mati dengan apa yang terjadi. Cepat, ia mulai memperhatikan sekelilingnya. Kelereng hitam itu menyapu kegelapan dalam hitungan detik. Sayang ia tak menemukan secuil petunjuk dimana dia. Bahkan mana atas mana bawah pun tak tahu. Ia coba lagi lakukan scanning, tapi hasilnya sama. Hanya hampa yang menyapa. Sampai di suatu titik, terdapat sesuatu melayang di depa