“AAAAAAAAAA!!”
“KYAAAAAAAA!”
Hal yang terakhir lelaki itu dengar adalah teriakan memekakkan telinga dari berbagai sisi. Ia terperanjat, terbangun dari tidur pulasnya dan langsung menoleh ke sana-ke mari untuk mengetahui ada ribut-ribut apa sebenarnya.
Hanya saja, apa yang ia lihat diluar dugaan. Begitu matanya terbuka, cahaya putih menyilaukan terlihat, seketika pupil mengecil dan ia mengernyit.
Namun sedetik berikutnya … semua gelap.
Gelap gulita bak seluruh cahaya di bumi menghilang.
“A-apa?!” lelaki itu, pria 29 tahun bersetelan putih-hitam dengan name tag Bima Farhan D. pada seragamnya berceletuk. Ia terkejut setengah mati dengan apa yang terjadi.
Cepat, ia mulai memperhatikan sekelilingnya. Kelereng hitam itu menyapu kegelapan dalam hitungan detik. Sayang ia tak menemukan secuil petunjuk dimana dia. Bahkan mana atas mana bawah pun tak tahu. Ia coba lagi lakukan scanning, tapi hasilnya sama. Hanya hampa yang menyapa.
Sampai di suatu titik, terdapat sesuatu melayang di depannya. Bentuknya seperti jendela opsi dalam game. Agaknya mirip sekali dengan hasil tampilan projector di tempat kerja.
Namun tulisan yang berada di dalamnya membuat ia menegang.
[You're dead. Do you want to stay alive?]
[Yes] [No]
What?! Apa-apaan ini?! Lelaki itu menganga. Dalam benak, ia menduga ini prank. Mungkin dia sedang disekap atau dijadikan bahan penelitian.
Tapi … entah mengapa rasanya real.
Menjulurkan tangan, insting bertahan hidup Bima bekerja. Tanpa menunggu lama, ia raih cahaya biru yang tunjukkan kata-kata 'Yes'.
Sedetik ia mengagumi fakta jika pendaran cahaya itu mampu ia sentuh. Namun detik berikutnya, seluruh kekaguman Bima terhempas. Entah mengapa dunianya jumpalitan, ia seperti dilempar ke atas, tendang kanan kiri dan dihempas ke tanah.
Semua berputar. Berputaaar. Berputaaaar.
Ia ingin muntah, tapi tak kuasa. Ingin pingsan pun tak bisa. Rasanya Bima sudah mabok, mabok tapi masih waras.
Tiga menit kemudian baru semuanya mereda. Meski hanya sesaat.
Karena yang berikutnya ia rasa adalah guncangan hebat. Guncangan yang makin lama makin kencang. Ia tak nyaman. Ia ingin tahu apa yang membuatnya begini.
Namun sekeliling masih gelap gulita.
Sampai di satu titik, dia merasakan keanehan ketika ada seseorang di belakang dirinya.
Seketika Bima membuka mata. Betapa dia terkejut ketika di atasnya ... di atasnya ada seseorang sedang memandangnya lapar.
W-what? What the hell?!
Bima menegang. Kelereng biru tubuhnya membelalak, napasnya tercekat, wajah putih di sana pun memucat. Selayang pikir memenuhi benak. A-apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba—dimana dia? Siapa orang ini?!
Namun belum juga Bima selesai dengan keterkejutan yang melanda, orang itu kembali bergerak mendekatinya. Semakin dekat. Sosok maskulin itu mencengkeramnya dengan kuat.
What the fuck?! Apa yang terjadi?! Sakit! Sakit sekali!! Bima ingin berteriak. Namun dia hanya bisa membuka mulut, tanpa suara keluar dari pita di tenggorokan. Ia pun segera berbuat sesuatu, tangannya mencakari alas, berusaha membawa tubuh menjauh.
Sayang, entah mengapa, ia kesulitan bergerak. Tenaganya seperti tersedot, atau menguap. Ada sesuatu dari dalam tubuhnya seperti disedot paksa. Napas bahkan sampai tersendat, erangan demi erangan meluncur.
Erangan yang entah bagaimana di telinga Bima, jadi begitu asing.
Suara siapa itu?
Keanehan-keanehan yang menumpuk ini membuat Bima takut. Ia kembali berusaha kabur. Cepat tangannya terangkat, meraih bahu sosok yang mencengkeramnya.
Sayang, tak ada tenaga di sana. Ia kalah.
Bahkan si lelaki berambut kuning itu tertawa melihat melihat usahanya yang sia-sia. Dirinya tampak mengenaskan.
"Ah … Hentikaaan! Lepaskan aku!"
Bima meronta. Namun ia tak bisa kabur. Tangan besar membuatnya diam, tak bisa bergerak banyak. Gerak demi geraknya seperti pukulan lembut tak berarti. Ia bak wayang sedang lelaki asing di depannya adalah dalang.
Orang itu bahkan tertawa melihat jerih payah Bima. Ia tersenyum miring sebelum mendorong Bima dan memposisikan diri.
Menit-menit berikutnya, Bima hanya bisa pasrah dengan apa yang terjadi.
"Tuan Kiel, kau lucu sekali. Kau harus lihat bagaimana wajahmu sekarang. Apa harus aku lakukan ini terus menerus agar kau mengetahui dimana posisimu, hm?"
Bima terengah, telinganya berdengung. Kemampuan pendengarannya turun separuh lebih. Ia tak mendengar apa yang orang itu bicarakan.
"Duke Vaseo itu anjing dan kau adalah penerus anjing, Tuan. Ingaaat kau tak memiliki power yang sebenarnya"
Bima tak paham. Dia juga tak mau mengerti. Manusia entah siapa itu jelas menekankan suatu nama yang katanya anjing; Vaseo? Paseo?—uh, merk Tissue? Entah, Bima tak ingat.
"Kau melewati batas, anjing harusnya bertingkah seperti anjing, patuh! Paham?" orang itu berseru seraya mengangkat pinggang Bima lebih tinggi dan berbuat sesuatu yang DAR! membuat Bima makin tak waras. Bima hanya bisa terengah, tubuhnya panas. Buram, semua buram.
"TUAN KIEL JAWAB AKU!"
Teriakan demi teriakan terdengar. Sayang, Bima setengah sadar, apa yang ia rasa membuat telinga seperti auto memfilter suara-suara tak berarti.
Setidaknya sampai tiba-tiba gendangnya seperti mendengar suara mesin [[Welcome to Deel's System]].
Bima membelalak. Dia tergugu, tak mengerti. Sayang, tanpa ia bisa berkomentar, suara mesin yang sama mengikuti [[Memories synchronization: start]].
Dalam waktu yang sangat cepat, Bima terasa tersedot dalam pusaran yang dipenuhi dengan puing-puing cuplikan video. Dia bisa melihat sesosok lelaki berambut pirang mentah berdiri tegak, sendiri, tersenyum ke sana-sini di segala episode. Ia adalah putra Gilbert yang digadang-gadang menjadi penerus Dukedom Vaseo.
Ketika melihat wajah itu … entah mengapa ada rasa bila anak naas itu adalah dirinya. Dia, Kiel dei Vaseo.
[[DING!!]]
Bima mendengar suara lagi, seperti sistem berikan notifikasi. Matanya yang memburam melihat cahaya pelan-pelan berpendar di ujung matanya. Setelah itu suara cempreng khas anak kecil menggelegar, [[Halo Host! Perkenalkan, aku sistem yang akan menemanimu. Name’s Neo. Kau sudah mati di dunia nyata dan kini akan berpetualang di berbagai dunia bersamakuuu~]]
Huh?
HUUUH?!
Mengikuti suara, muncul ngengat dengan ekor seperti lampu pijar terang— kunang-kunang—di depan Bima. Keterkejutan merajah lelaki Indonesia yang kini menjadi Kiel itu. Mukanya memucat.
Tapi belum juga dia kembali dari keterkejutan ... kunang-kunang itu berkata lagi, [[Oh Host! Untuk menyelesaikan suatu dunia, host harus melakukan dua hal: SATU, host harus membuat harem minim 3 orang dan mendapatkan cinta mereka. DUA, host harus melakukan slebewslebew—maksudku ‘itu’ bersama mereka.]]
Bima menganga mendengar penjelasan itu.
Bima tak heran dengan kondisi tiba-tiba tertransmigrasi begini, tapi tunggu dulu! Syarat menyelesaikan dunia ini apa tadi? Hah?! Bukan kedamaian dunia atau semacamnya?!
[[Kalau mau menjadi penguasa dunia juga boleh, tapi kalau dua syarat tadi diabaikan ya sama aja Host tak akan bisa mati. Restart deh~]]
Hah?! Bima terhenyak sekali lagi. Otaknya berpintal cepat.
Jadi … selain dua yang disebutkan Neo, masih ada yang ketiga untuk bisa berpindah dunia: dia harus ‘mati’. Tapi kalau belum membuat harem dan melakukan ‘itu’, dia tak bisa mati.
Hah?! PERMAINAN SETAN MACAM APA INI GUSTI?!
[[Haha. Sans, host. Host sudah memiliki tabungan poin atau koin kok sekarang. Orang yang sedang bersama host sekarang termasuk dalam daftar harem meski bukan male leads. Dan host sudah menaikkan intimasi dengannya, nanti coba cek di tabulasi missions ya host~]]
Bima menegang mendengar hal ini. Kepalanya seketika pusing tujuh keliling. Informasi yang ia dapatkan terlalu absurd.
Detik berikutnya ia klimaks dan pingsan.
[]
Bima terbangun di area yang tak ia ketahui. Kali ini tidak gelap dan juga tak berpendar putih. Ia bisa melihat, di sekitar tempatnya duduk permukaannya tak rata, ada sesuatu yang menggantung dari atas dan berkilau. Permukaan yang ia duduki pun bergelombang. Namun semuanya, memantulkan bayangan patah-patah. Ada seperti kaca pada seluruh ketidak rataan ini. Sesaat ia menikmati keindahan gua yang ia tempati. Tak ada kata lain selain “woaaa”, “duhile ….” atau “njir keren bet” meluncur dari bibir. Namun saat fokus lelaki 29 tahun itu bergeser, lebih tepatnya saat ia mengamati dengan seksama bayang dirinya yang terpantulkan oleh kilau indah permukaan gua ini … seketika napasnya tercekat. Lebih, kelereng hitam itu membelalak lebar dan mimik shock merajah wajah. Badannya … Badannya!! Badannya hancur. Tidak, salah, pinggang ke atas masih baik-baik saja, kecuali lubang di sana sini dan darah mengucur deras. Tapi kaki … kakinya … termutilasi. Mereka menjadi potongan-potongan kecil. What the—?
[[Ehem!]] Neo berdeham sambil melayang. Punggung ia tegakkan, muka dibikin seserius mungkin. Dia kemudian melayang ke sana-sini dengan tangan di belakang seperti guru. [[Jadi intinya host akan terus berpindah dunia sampai Bar survival host penuh. Dan untuk membuatnya penuh, bisa dilakukan dari mengumpulkan poin di tabulasi misi.]]Bima menaikkan dua alisnya. Dia menggaruk dagunya yang tak gatal. Namun fokusnya terarah pada Neo. Dan perhatian ini, entah mengapa menjadikan si kunang-kungan terboost semangatnya. Sayap makhluk itu berkepak cepat.[[Tabulasi misi ini ada di halaman utama status host. Dari misi yang selesai, host bisa mendapatkan koin dan poin. Koin buat bisa beli atau upgrading sesuatu di 'toko' sedang poin nanti terhubung ke bar survival. Warna yang menunjukkan dua ini sudah berbeda, biasanya nilai poin kecil sedang koin gede.]]"Halaman utama apaan dah?" Bima berceletuk. Ia memandang Neo penuh selidik.[[Itu lho host ... status yang terpop up di depan host. Yang kayak jen
Bima, kini Kiel, sedang berdiri di depan kaca panjang di sudut kamar mandinya. Tubuhnya agak melengkung, dua tangan bertumpu pada permukaan kramik di sekitar wastafel dan lurus ia memandangi pantulan diri. Lekat ia mengamati dirinya sendiri. Inchi per inchi kelereng biru toska Kiel menyapu permukaan kulitnya yang terpantul. Dia bisa melihat bercak-bercak merah di sana, di sekitar tulang selangka, leher bahkan di dada. Tak hanya semburat merah itu yang berada di sana, sebagian … di sana terdapat bekas gigitan. Heh, lebam pun ikut merona. Menghirup napas panjang, lelaki berema pirang itu mendongak. Pelan ia memejamkan mata, kejadian semalam jumpalitan merasuk benak. Sentuhan pun belaian yang dia terima masih terasa sangat jelas sekali. Lalu bisikan suara berat … pun ancaman demi ancaman yang orang itu lemparkan. Tubuh ini, Kiel, masih mengingatnya. Semua itu seperti baru saja terjadi. Menyibak rema pirang, Bima menggeleng. “Nggak apa. Nggak ada yang tahu apa yang terjadi semalam.
Selepas keributan yang terjadi, Bima meminta hanya Mavel yang tinggal di kamar sedang yang lain ke luar. Kemudian dia juga memerintahkan pelayan wanita terdekat untuk membawakannya makan ke kamar, sesuatu yang tidak berat tapi mengenyangkan. Bima bisa melihat jika sinar matahari sudah cukup tinggi, agaknya saat ini sudah pukul 10:00 lebih. Selepas hanya dia dan Mavel, helaan napas Bima buang. Ia keluar dari kasur super besarnya sembari menjulurkan tangan. Menjadi butler senior, Mavel paham maksud Tuan mudanya. Ia pun bergegas membuka lemari Bima dan mengambilkan pakaian. “Mavel, aku ingin sesuatu yang simple hari ini,” kata Bima sembari bergerak ke arah jendela besar di sisi kanan tempat tidur. Ia eratkan bungkusan handuk kimono di tubuh, setelah itu ia dorong kaca di sana hingga satu-satunya pintu di deretan kaca itu menjeblak terbuka. Santai, ia melangkah ke balkon kemudian. Bima diam beberapa saat di sana. Pandangannya lepas ke hamparan taman di sana. Katakan indah, maka serius,
[BELUM DIREVISI] "Kak!" Secepat kilat, Leon zei Vaseo berpindah tempat ketika melihat Kiel oleng di tengah duduknya. Sigap dia langsung berada di sisi sang Kakak dan menopang bahu lelaki itu. Kekhawatiran merajah pemuda berusia dua puluh tahun itu. Dia mengkhawatirkan Kiel. Sangat. Apalagi mendapati betapa pucat wajah lelaki di dekapannya ini. Praduga yang tidak-tidak terhempas begitu saja. Ia mengira sang Kakak merencanakan sesuatu yang buruk dengan memanggilnya kemari, mengingat seperti apa hubungan mereka. Namun semua terhempas begitu melihat lelaki pirang di hadapannya. Dari cara ia duduk, tampak betapa rapuhnya pria itu. Betapa pucatnya lelaki yang beberapa bulan ini jarang berinteraksi dan selalu mendekam diri di rumah saja ini. Menggigit bibir, lelaki bertubuh tegap itu langsung bergerak, berusaha menggendong kakaknya. Dia buru-buru menelusupkan tangan ke bawah lutut si pirang dan hendak mengangkatnya menuju kasur. Namun belum juga dia bisa mengangkat, dorongan pelan ia
Hari ini benar-benar penuh petaka untuk Kiel. Masalah demi masalah getol menghampiri sejak dia tersadar jika dia bertransmigrasi. Mulai dari berhubungan dengan orang tak dikenal, kemudian bersitegang bersama pelayan … Apalagi ketika Kierra bertandang tadi. Semua meledak dalam satu waktu. Dia kena omel iya, diserang pakai sihir iya, diancam menggunakan pedang iya, dibilang bodoh pun iya, disudutkan apalagi ... Kiel sampai kena mental rasanya menghabiskan waktu satu jam bersama adiknya itu. Bahkan sampai di taraf selepas Kierra pergi, tenaganya menguap dan badan mendadak jompo. Jangan lupakan kepala yang menjadi cenat-cenut tak karuan. Tapi dari situ setidaknya Kiel paham beberapa hal. Ingatan original Kiel tidak semuanya dapat ia ingat. Lalu hubungan ketiga bersaudara Vaseo tidak buruk, hanya setelah mengenal busuknya Keluarga Kerajaan dan 'beban' memiliki gelar Duke dilimpahkan kepadanya, Kiel menarik diri. Hari-hari berat ia rasakan kemudian. Nah, sayang, di bagian ini Bima tak bis
Teleportasi merupakan sihir tingkat tinggi yang mengkonsumsi lumayan banyak magical power. Namun Kiel baik-baik saja kini, ia muncul di sebuah gang, kali ini di tengah kota, tanpa merasakan gejala seperti tadi. Begitu kakinya menapak, senyum Kiel melengkung sempurna. “Akhirnya ya, petualangan Bima bisa dimulai,” Kiel terkikih seraya membetulkan posisi jubah dan membersihkan bagian-bagian yang kotor di pakaian karena dia gelesotan tadi dengan sihir. Hati pemuda pirang itu berdebar, ia baru pertama kali merasakan transmigrasi ke dunia fantasi. Ayolah … siapa yang tak ingin bereksplorasi di era medieval? Fufufu. Girang, lelaki itu memakai tudung jubah dan mulai melangkahkan kaki ke ramaian. Ia sedikit tertegun di sana. Tak jauh dari ia melangkah, plaza luas langsung menyambutnya. Menara tinggi berada di tengah, bangunan itu dikelilingi oleh rerumputan hijau dan air mancur di tiap sudut. Terdapat jalan luas yang kiranya cukup untuk empat kereta kuda berjajar dari empat penjuru mata an
Kiel menenggak alkohol di depannya dalam sekali tenggak. Dia butuh alkohol untuk melupakan kekurang ajaran adiknya tadi. Okay, jadi begini … sebelum dia membaca rekap di perpustakaan, dia berpikir mungkin original Kiel melakukan hal yang tak menyenangkan sehingga diperlakukan begitu oleh semua orang. Dia berusaha mengerti awalnya. Namun setelah menemukan Diary yang dijuduli ‘REKAP HARIAN’ milik OG Kiel, rasanya perlakuan Leon tadi mengesalkan. Heh, bangsat, Leon bahkan tak tahu seperti apa kondisi kakaknya tapi seenak jidat berbuat begitu? Itu yang ada di hatinya selama ini sementara OG Kiel nangis-nangis ditusbol sana-sini? Haish. Respect Bima pada Leon turun drastis. “Haaah, dasar adik sialan!” Kiel membanting gelasnya ke atas meja. Muka putihnya memiliki semburat merah di pipi kini, orang lewat akan langsung menebak dia tengah mabuk berat. Meski sebenarnya Kiel masih waras 100%. Kulitnya cuma sensitif saja, tapi kalau emosinya … ya dia emang lagi kesal berat. “Bangsat. Salah apa
Kiel menenggak alkohol di depannya dalam sekali tenggak. Dia butuh alkohol untuk melupakan kekurang ajaran adiknya tadi. Okay, jadi begini … sebelum dia membaca rekap di perpustakaan, dia berpikir mungkin original Kiel melakukan hal yang tak menyenangkan sehingga diperlakukan begitu oleh semua orang. Dia berusaha mengerti awalnya. Namun setelah menemukan Diary yang dijuduli ‘REKAP HARIAN’ milik OG Kiel, rasanya perlakuan Leon tadi mengesalkan. Heh, bangsat, Leon bahkan tak tahu seperti apa kondisi kakaknya tapi seenak jidat berbuat begitu? Itu yang ada di hatinya selama ini sementara OG Kiel nangis-nangis ditusbol sana-sini? Haish. Respect Bima pada Leon turun drastis. “Haaah, dasar adik sialan!” Kiel membanting gelasnya ke atas meja. Muka putihnya memiliki semburat merah di pipi kini, orang lewat akan langsung menebak dia tengah mabuk berat. Meski sebenarnya Kiel masih waras 100%. Kulitnya cuma sensitif saja, tapi kalau emosinya … ya dia emang lagi kesal berat. “Bangsat. Salah apa
Teleportasi merupakan sihir tingkat tinggi yang mengkonsumsi lumayan banyak magical power. Namun Kiel baik-baik saja kini, ia muncul di sebuah gang, kali ini di tengah kota, tanpa merasakan gejala seperti tadi. Begitu kakinya menapak, senyum Kiel melengkung sempurna. “Akhirnya ya, petualangan Bima bisa dimulai,” Kiel terkikih seraya membetulkan posisi jubah dan membersihkan bagian-bagian yang kotor di pakaian karena dia gelesotan tadi dengan sihir. Hati pemuda pirang itu berdebar, ia baru pertama kali merasakan transmigrasi ke dunia fantasi. Ayolah … siapa yang tak ingin bereksplorasi di era medieval? Fufufu. Girang, lelaki itu memakai tudung jubah dan mulai melangkahkan kaki ke ramaian. Ia sedikit tertegun di sana. Tak jauh dari ia melangkah, plaza luas langsung menyambutnya. Menara tinggi berada di tengah, bangunan itu dikelilingi oleh rerumputan hijau dan air mancur di tiap sudut. Terdapat jalan luas yang kiranya cukup untuk empat kereta kuda berjajar dari empat penjuru mata an
Hari ini benar-benar penuh petaka untuk Kiel. Masalah demi masalah getol menghampiri sejak dia tersadar jika dia bertransmigrasi. Mulai dari berhubungan dengan orang tak dikenal, kemudian bersitegang bersama pelayan … Apalagi ketika Kierra bertandang tadi. Semua meledak dalam satu waktu. Dia kena omel iya, diserang pakai sihir iya, diancam menggunakan pedang iya, dibilang bodoh pun iya, disudutkan apalagi ... Kiel sampai kena mental rasanya menghabiskan waktu satu jam bersama adiknya itu. Bahkan sampai di taraf selepas Kierra pergi, tenaganya menguap dan badan mendadak jompo. Jangan lupakan kepala yang menjadi cenat-cenut tak karuan. Tapi dari situ setidaknya Kiel paham beberapa hal. Ingatan original Kiel tidak semuanya dapat ia ingat. Lalu hubungan ketiga bersaudara Vaseo tidak buruk, hanya setelah mengenal busuknya Keluarga Kerajaan dan 'beban' memiliki gelar Duke dilimpahkan kepadanya, Kiel menarik diri. Hari-hari berat ia rasakan kemudian. Nah, sayang, di bagian ini Bima tak bis
[BELUM DIREVISI] "Kak!" Secepat kilat, Leon zei Vaseo berpindah tempat ketika melihat Kiel oleng di tengah duduknya. Sigap dia langsung berada di sisi sang Kakak dan menopang bahu lelaki itu. Kekhawatiran merajah pemuda berusia dua puluh tahun itu. Dia mengkhawatirkan Kiel. Sangat. Apalagi mendapati betapa pucat wajah lelaki di dekapannya ini. Praduga yang tidak-tidak terhempas begitu saja. Ia mengira sang Kakak merencanakan sesuatu yang buruk dengan memanggilnya kemari, mengingat seperti apa hubungan mereka. Namun semua terhempas begitu melihat lelaki pirang di hadapannya. Dari cara ia duduk, tampak betapa rapuhnya pria itu. Betapa pucatnya lelaki yang beberapa bulan ini jarang berinteraksi dan selalu mendekam diri di rumah saja ini. Menggigit bibir, lelaki bertubuh tegap itu langsung bergerak, berusaha menggendong kakaknya. Dia buru-buru menelusupkan tangan ke bawah lutut si pirang dan hendak mengangkatnya menuju kasur. Namun belum juga dia bisa mengangkat, dorongan pelan ia
Selepas keributan yang terjadi, Bima meminta hanya Mavel yang tinggal di kamar sedang yang lain ke luar. Kemudian dia juga memerintahkan pelayan wanita terdekat untuk membawakannya makan ke kamar, sesuatu yang tidak berat tapi mengenyangkan. Bima bisa melihat jika sinar matahari sudah cukup tinggi, agaknya saat ini sudah pukul 10:00 lebih. Selepas hanya dia dan Mavel, helaan napas Bima buang. Ia keluar dari kasur super besarnya sembari menjulurkan tangan. Menjadi butler senior, Mavel paham maksud Tuan mudanya. Ia pun bergegas membuka lemari Bima dan mengambilkan pakaian. “Mavel, aku ingin sesuatu yang simple hari ini,” kata Bima sembari bergerak ke arah jendela besar di sisi kanan tempat tidur. Ia eratkan bungkusan handuk kimono di tubuh, setelah itu ia dorong kaca di sana hingga satu-satunya pintu di deretan kaca itu menjeblak terbuka. Santai, ia melangkah ke balkon kemudian. Bima diam beberapa saat di sana. Pandangannya lepas ke hamparan taman di sana. Katakan indah, maka serius,
Bima, kini Kiel, sedang berdiri di depan kaca panjang di sudut kamar mandinya. Tubuhnya agak melengkung, dua tangan bertumpu pada permukaan kramik di sekitar wastafel dan lurus ia memandangi pantulan diri. Lekat ia mengamati dirinya sendiri. Inchi per inchi kelereng biru toska Kiel menyapu permukaan kulitnya yang terpantul. Dia bisa melihat bercak-bercak merah di sana, di sekitar tulang selangka, leher bahkan di dada. Tak hanya semburat merah itu yang berada di sana, sebagian … di sana terdapat bekas gigitan. Heh, lebam pun ikut merona. Menghirup napas panjang, lelaki berema pirang itu mendongak. Pelan ia memejamkan mata, kejadian semalam jumpalitan merasuk benak. Sentuhan pun belaian yang dia terima masih terasa sangat jelas sekali. Lalu bisikan suara berat … pun ancaman demi ancaman yang orang itu lemparkan. Tubuh ini, Kiel, masih mengingatnya. Semua itu seperti baru saja terjadi. Menyibak rema pirang, Bima menggeleng. “Nggak apa. Nggak ada yang tahu apa yang terjadi semalam.
[[Ehem!]] Neo berdeham sambil melayang. Punggung ia tegakkan, muka dibikin seserius mungkin. Dia kemudian melayang ke sana-sini dengan tangan di belakang seperti guru. [[Jadi intinya host akan terus berpindah dunia sampai Bar survival host penuh. Dan untuk membuatnya penuh, bisa dilakukan dari mengumpulkan poin di tabulasi misi.]]Bima menaikkan dua alisnya. Dia menggaruk dagunya yang tak gatal. Namun fokusnya terarah pada Neo. Dan perhatian ini, entah mengapa menjadikan si kunang-kungan terboost semangatnya. Sayap makhluk itu berkepak cepat.[[Tabulasi misi ini ada di halaman utama status host. Dari misi yang selesai, host bisa mendapatkan koin dan poin. Koin buat bisa beli atau upgrading sesuatu di 'toko' sedang poin nanti terhubung ke bar survival. Warna yang menunjukkan dua ini sudah berbeda, biasanya nilai poin kecil sedang koin gede.]]"Halaman utama apaan dah?" Bima berceletuk. Ia memandang Neo penuh selidik.[[Itu lho host ... status yang terpop up di depan host. Yang kayak jen
Bima terbangun di area yang tak ia ketahui. Kali ini tidak gelap dan juga tak berpendar putih. Ia bisa melihat, di sekitar tempatnya duduk permukaannya tak rata, ada sesuatu yang menggantung dari atas dan berkilau. Permukaan yang ia duduki pun bergelombang. Namun semuanya, memantulkan bayangan patah-patah. Ada seperti kaca pada seluruh ketidak rataan ini. Sesaat ia menikmati keindahan gua yang ia tempati. Tak ada kata lain selain “woaaa”, “duhile ….” atau “njir keren bet” meluncur dari bibir. Namun saat fokus lelaki 29 tahun itu bergeser, lebih tepatnya saat ia mengamati dengan seksama bayang dirinya yang terpantulkan oleh kilau indah permukaan gua ini … seketika napasnya tercekat. Lebih, kelereng hitam itu membelalak lebar dan mimik shock merajah wajah. Badannya … Badannya!! Badannya hancur. Tidak, salah, pinggang ke atas masih baik-baik saja, kecuali lubang di sana sini dan darah mengucur deras. Tapi kaki … kakinya … termutilasi. Mereka menjadi potongan-potongan kecil. What the—?
“AAAAAAAAAA!!” “KYAAAAAAAA!” Hal yang terakhir lelaki itu dengar adalah teriakan memekakkan telinga dari berbagai sisi. Ia terperanjat, terbangun dari tidur pulasnya dan langsung menoleh ke sana-ke mari untuk mengetahui ada ribut-ribut apa sebenarnya. Hanya saja, apa yang ia lihat diluar dugaan. Begitu matanya terbuka, cahaya putih menyilaukan terlihat, seketika pupil mengecil dan ia mengernyit. Namun sedetik berikutnya … semua gelap. Gelap gulita bak seluruh cahaya di bumi menghilang. “A-apa?!” lelaki itu, pria 29 tahun bersetelan putih-hitam dengan name tag Bima Farhan D. pada seragamnya berceletuk. Ia terkejut setengah mati dengan apa yang terjadi. Cepat, ia mulai memperhatikan sekelilingnya. Kelereng hitam itu menyapu kegelapan dalam hitungan detik. Sayang ia tak menemukan secuil petunjuk dimana dia. Bahkan mana atas mana bawah pun tak tahu. Ia coba lagi lakukan scanning, tapi hasilnya sama. Hanya hampa yang menyapa. Sampai di suatu titik, terdapat sesuatu melayang di depa