Beranda / Fantasi / The Seven Phoenix Shards / Aurora Hitam Di Puncak Gedung SSM

Share

Aurora Hitam Di Puncak Gedung SSM

Penulis: Nona_El
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Nama lengkapku adalah Zay Vernost. Golonganku biasa memanggilku Zac. Namun, bagi calon korbanku, mereka sering menyebutku 'Munafik'." Zay memulai obrolan di tengah perjalanan menuju Perusahaan SSM.

Orang-orang di bus tampak sibuk sendiri; beberapa di antaranya hanya sibuk bermain ponsel; sebagian lagi, tertidur sambil bersandar di kursi bus.

"Mu munafik? Hah?" Aku terperanjat, tetapi dengan nada kecil—hampir tidak terdengar seperti ekspresi orang terkejut. "Aku tidak paham dengan apa yang kamu bicarakan."

"Aku hanyalah pria yang biasa-biasa saja dengan kehidupan tragis. Ya, tidak ada hal yang menarik dalam hidupku." Zay menyilangkan tangannya, lalu bersandar pelan.

"Aku jadi ingat saat kita duduk di bawah bangunan, yang sudah hampir setengah hancur, Zay." Aku tersenyum pahit. "Imbas dari perang antar kerajaan memang hanya menyisakan luka, ya?"

"Seperti katamu, tidak ada yang bisa diubah dari masa lalu. Sudahlah, jalani saja kehidupan dengan semestinya. Tidak usah repot untuk memikirk
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Seven Phoenix Shards    Penyelidikan Rahasia

    Satu bulan setelahnya, kami memulai suatu misi penyelidikan rahasia. Nona Filia bersama dengan Eunoia memberikan sejumlah informasi berharga, dan aku tidak mungkin menyia-nyiakan hal itu. Bertemu kembali dengan Sera, Calvin, dan juga Degree seakan telah memberiku semangat baru.Kota Scramble tampak ramai, dan sibuk seperti biasanya. Aku duduk di atas bumi yang mungkin sebentar lagi akan hancur. Di depan Toko Argos—pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di Scramble, kuperhatikan setiap orang yang melintas di depanku."Manusia-manusia menyebalkan. Mereka terlihat kaya, dan berkecukupan. Tapi, tidak ada belas kasihan sedikit pun dengan penyamaranku," ucapku menggerutu di dalam hati.Menjadi seorang anak kecil gelandangan sepertinya tidak mengurangi rasa egois mereka. Ya, tidak ada simpati maupun pertolongan yang mereka berikan. Tidak ada sedikit pun rasa kecewa, setelah mengetahui karakteristik penduduk Scramble. Memang belum ada kemajuan, sejak beberapa hari sebelumnya.Terkadang aku be

  • The Seven Phoenix Shards    Target Akhir

    Aku berlari menuju kediaman target akhir, melalui rute atap bangunan yang saling berdekatan, dan memiliki rintangan tersendiri. Seringkali aku berpikir, apakah misi yang kulakukan adalah hal yang salah? Misi yang sangat berat, dan tidak setiap orang bisa menjalankannya. Nyawa yang menjadi taruhan atau target yang berlumuran darah.Apakah malaikat maut akan marah padaku, karena sudah mendahului tugasnya? Sungguh, aku tidak punya jalan lain. Membunuh sendiri para pengkhianat itu adalah kehormatan bagi sang pahlawan. Semua kekuatan yang kumiliki hanyalah sementara, karena ketika kematian mendatangi maka semuanya akan sirna; hancur seperti atom yang dihanguskan. Hanya tersisa kenangan, dan sebagian gunjingan di benak para pembenci.Kekuatan dari reinkarnasi sebelumnya—Sean, membuatku memiliki kemampuan setara dewa kepala tiga. Namun, kekuatan yang menyeret ke jurang nestapa, bukanlah suatu berkah.Seluruh garis murni Bonaventura—notabennya para penyihir, dibantai olehnya di depan mataku

  • The Seven Phoenix Shards    Bersembunyi Dibalik Bayangan

    Pelarian yang kulakukan sepertinya masih belum membuahkan hasil. Berkeliling ke setiap sudut seakan tidak menjamin jalan ke luar. Identitas para kriminal, balas dendam, atau semua perasaan benci itu harus terbalaskan.Akan tetapi, aku lupa jika kekuatan magicku tidak ada bandingannya dengan pria itu. Terakhir kali bertarung, hasilnya imbang. Kehancuran bumi di hari itu, masih menyisakan trauma. Kenapa Kaisar Harvey bisa mendapatkan posisi setinggi itu?"Zay, cepat kabari Eunoia! Kita ubah planning akhir, yang sudah direncanakan sebelumnya. Aku sedang dikejar pasukan bersenjata racun. Aku ingin bantuan secepatnya datang." Aku mengetikkan pesan ke nomor Zay. Meski, dalam keadaan was-was.Semoga orang-orang itu tidak menemukan tempat persembunyianku. Selama rembulan di atas sana tidak bersinar penuh, bayangan pepohonan mungkin dapat melindungi. Aku yakin bahwa, alam selalu menjaga para guardiannya—seperti yang tertulis di sejarah."Kami sedang menuju ke tepian Sungai Xabula. Achilio, ber

  • The Seven Phoenix Shards    Ujung Xabula

    Aku menuliskan sebuah pesan terakhir, sebelum akhirnya ponselku kehabisan catu daya. Di sana aku menulis, "Koordinat lokasi udah kukirim, Zay. Waktu semakin tipis. Usahakan datang lebih cepat, karena ponselku udah lobet."Berlindung di antara pepohonan besar, tidaklah mudah. Jantungku rasanya ingin copot dari dada. Ketakutan yang menjalar, membuatku bergetar hebat. Pondok persembunyian kami telah diserang habis-habisan oleh musuh.Sebenarnya begitu menyedihkan, melihat ekspresi orang-orang, yang berlumuran darah di depan sana. Aku sebenarnya sangat takut dengan dosa, dan timpal balik kehidupan—karma.Dar! Dar! Dar!Ledakan demi ledakan terdengar sangat keras. Lubang-lubang di tanah mulai bermunculan, dan jumlahnya semakin banyak. Aku berlari ke arah Vano. Tembakkan yang diarahkan musuh padaku, membuat pergerakan menjadi sangat terhambat."Tipe Z dengan kecepatan kurang dari lima detik!" teriak Vano. Dia memberikan informasi yang sangat penting. Penglihatan pria itu patut diacungi jemp

  • The Seven Phoenix Shards    Misi Tambahan

    Langit Riqueza dipenuhi dengan ledakan kembang api warna-warni. Tak dapat dipungkiri, malam itu sangat indah. Setelah memutuskan untuk menjalankan misi tambahan, aku harus menempuh jarak yang lebih jauh. Jelasnya, aku hanya akan melewati kota, yang sedang mengadakan festival itu.Sedih rasanya, karena tidak dapat mampir ke Riqueza. Stadion FV baru dibuka malam itu, dan aku melewatkan kesempatan emas berulangkali. Jika saja aku bukan buronan taraf tinggi, aku mungkin akan hidup tanpa rasa was-was lagi.Skala perjalanan yang diberitahukan oleh Calvin begitu rumit. Aku tidak mengerti, kenapa portal di sana tidak dapat digunakan? Degree bilang, kekuatan sihirnya juga turun drastis, saat menjalankan misi di sana."Mereka menciptakan sebuah alat berbentuk prisma. Prisma itu dimasukkan ke dalam sebuah tablet kapsul, berukuran sebesar bola voli. Informasi masih belum tergali hingga akar. Namun, apa pun namanya itu sangat mengancam penyihir." Kalimat yang pernah diucapkan oleh Sera, terus berp

  • The Seven Phoenix Shards    Sedikit Progresif

    Kami mengadakan rapat khusus untuk membahas tentang penemuan baru, di Kota Scramble. Sera terlihat sibuk di depan layar monitor. Gadis itu seakan tidak beringsut dari tempat duduknya. Aku berdecak kesal dengan sikap acuh tak acuhnya.Di kursi ujung sana, Axel dan Darrel sibuk dengan video gamenya. Menjadi orang yang tidak diajak bicara oleh orang lain, tidaklah menyenangkan. Mereka seakan sibuk dengan urusan masing-masing. Sementara itu, aku hanya bengong sambil memantau pergerakan mereka.Aku mulai diserang arus kebosanan. Dagu yang kutopang dengan telapak tangan, tidak mampu membendung rasa kantuk. Sudah tiga hari setelah misi bersama Eunoia dijalankan. Namun, berlari dari setiap kejaran tidak lebih dari sebatas "ketakutan".Pendapatku selalu disangkal, dan disangkal oleh Nona Filia. Mulutku seakan dipaksa membungkam. Apakah pendapat yang kuucapkan tidak dapat digunakan untuk misi?Zay baru datang, ketika aku memutuskan untuk pergi dari ruangan itu. Pakaian formal bernuansa gelap, m

  • The Seven Phoenix Shards    Surat Dari Masa Lalu

    Aku gelisah seakan nyawa sudah di ujung tanduk. Mana mungkin aplikasi penerjemah bahasa Darkness, ke bahasa Scramble begitu sangat lambat beroperasi. Aku duduk di lantai sambil terus berharap, agar mereka melakukan itu lebih cepat. Aku sudah menunggu tiga jam lamanya, dan itu sangatlah melelahkan.Waktu seakan berjalan lambat sekali. Calvin dan Zay agaknya masih lama menyelesaikannya. Padahal, mereka hanya kuperintah, untuk mengartikan isi surat; melalui aplikasi Ev. Tanganku rasanya kebas. Pandanganku hampir memudar. Migrainku sepertinya kambuh, karena terlalu lama memikirkan hal, yang seharusnya tidak terlalu kupikirkan.Identitas Ratu Felicia—ibuku, di dalam kertas itu, telah berulang-ulang kubaca. Hatiku resah, tatkala melihat nama tempat pendidikan terakhirnya—Akademi Destroyer. Aku tidak dapat menampung semua rasa penasaran yang timbul. Pikiranku melayang bersama isi surat itu. Baru kali itu, aku menjumpai banyak kiasan yang aneh—bahasa yang tercantum adalah bahasa Darkness, tet

  • The Seven Phoenix Shards    Plan A

    Latihan keras yang kami lakukan, akhirnya membuahkan hasil maksimal. Aku berusaha untuk tidak cepat puas, terhadap pencapaian yang telah didapatkan. Nona Filia bersama dengan Calvin, membentuk sebuah susunan tim yang cukup baik. Sebagai seorang kapten, aku hanya bisa pasrah melihat mereka berjuang mati-matian. Sebelumnya, aku telah melarang mereka, untuk melakukan latihan jangka panjang. Namun, mereka semua keras kepala. Kata Tuan Farren, plan A harus dijalankan, bagaimana pun akhirnya nanti. Dalam rancangan itu tertulis bahwa,"Semua member baik atasan, maupun bawahan harus mencapai level puncak sihir, sebelum terjun ke medan peperangan. Penyerangan berkala akan dilakukan, setiap menjelang akhir pekan. Untuk meminimalisir terjadinya perubahan rencana, plan A digunakan sebagai rujukan awal yang bersifat tetap"."Bagaimana hasil dari penglihatan masa lalumu, Re?" tanyaku pada pria yang berdiri tegap, di depan sana. Beberapa hari belakangan, dia selalu terlihat murung. "Kehidupan Sean

Bab terbaru

  • The Seven Phoenix Shards    Semoga Bahagia!

    Aku tersenyum manis, terpesona pada keahlian memasaknya. "Bagaimana kalo kita jalan-jalan minggu depan?" tawarku pada wanita yang sibuk menghitung takaran gula, di depan sana."Tumben ngajak jalan." Eunoia–yang mengenakan daster merah muda, tampak sibuk menyiapkan secangkir kopi hangat untukku. Toples kopi terlihat berantakan karenanya. Ya, namanya juga baru belajar masak, makanya seperti itu. Aku cukup memaklumi kondisinya–latar belakang sebagai orang kaya membuatnya manja.Kami berada di dapur berukuran luas, berdesain ala-ala restoran mahal. Sepertinya arsitek yang kurental tidak lagi memikirkan desainnya. Mereka selalu membuat ruangan luas di rumahku, dan itu bukan yang pertama kalinya. Untunglah, aku hanya perlu membayar, dan menikmati hasilnya. Lagian, menasehati mereka hanya membuang tenaga."Kamu nggak sibuk, kan? Lagian, jalan-jalannya di hari Minggu kok. Apa iya, kamu nggak bisa juga?" Aku menghentikan suapan nasi ke mulut. "Refreshing dong sekali-sekali juga." "Iya, boleh

  • The Seven Phoenix Shards    Reuni Para Pahlawan

    Sebuah meja makan yang di atasnya terdapat berbagai macam hidangan, tampak menggiurkan perut kosongku. Aku berdiri di antara orang-orang yang sibuk dengan santapannya. Memperhatikan mereka dengan tajam, sepertinya membuat Degree meningkatkan kewaspadaannya.Lampu kristal yang tergantung, di atas langit-langit ruangan interior klasik, terlihat begitu indah. Ada dua jenis kursi, yaitu sofa dengan bantalan empuk, dan kursi kayu berdesain batik. Lantai yang terbuat dari keramik mahal, membuat bibirku tak berhenti mengucapkan ketakjuban.Pandanganku berpindah ke sana kemari. Ya, ada seseorang yang ingin sekali kutemui. Sudah lama rasanya, semenjak peristiwa kehancuran alter ego. Rasa rindu ingin bertemu, dan bercengkerama memang ingin kulakukan, setelah lepas dari kesibukan menjadi seorang kepala negara.Masa jabatan yang baru setahun kujalani, dan masih terlalu cepat untuk lengser. Lagi pula, penduduk sudah memilih, dan mengembankan tugas penting itu padaku. Suatu amanah harus dilakukan,

  • The Seven Phoenix Shards    Kembalinya Kedamaian

    Apa yang telah berlalu, dijadikan sebagai pelajaran berharga. Aku menghirup udara segar Kota Scramble. Seluruh penduduk telah dibuat amnesia tentang kejadian di masa lalu. Biarlah, apa yang menjadi rahasia dunia, tetap seperti itu.Aku melepaskan jas hitam formal. Kemudian, meletakkannya di dekat meja kerja. Dokumen yang telah menumpuk seperti gunung kecil, kubiarkan saja. Menjadi pekerja keras, dan pemimpin Negara Erreala sungguh berat.Secangkir teh hangat dengan daun pandan yang dibentuk segi empat, kuminum perlahan. Menyeruput segelas teh adalah ketenangan yang sangat kurindukan. Di balik kaca, para karyawan muda tampak berlalu-lalang. Beberapa di antaranya saling bertegur sapa. Menu sarapan di pagi hari itu adalah telur dadar buatan Eunoia. Makanan yang dia buat sudah mampu menyaingi chef ternama, tetapi tidak dengan Sera.Hidup dengan bayangan masa lalu tidak akan habisnya. Aku mencoba untuk menjalani semuanya, tanpa adanya Aoi lagi. Kebisingan di istana kepresidenan sudah menj

  • The Seven Phoenix Shards    Menghancurkan Alter Ego

    "ini demi kebaikan semua orang, dan untuk dunia yang akan kembali utuh. Tolong aku, Saudaraku! Aku berjanji akan memberikan peluang padamu." Aku berlari cepat ke arah Dewa Naga berkepala tujuh. "Tidak. Jangan lakukan hal sebodoh itu, Yang Mulia!"Pantulan bayangan hitam yang menyerupai Naga Neraka–dalam sejarah Sorcgard disebut alter ego negatif (kepribadian ganda bersifat jahat), mendekat, lalu melahap Dewa Ergonza. Aku gemetar, tetapi tetap melangkah maju.Pedang di tangan kanan, dan tameng pelindung di tangan kiri. Aku menendang cermin perjanjian itu dengan tendangan maut. Berharap akan menjadi lebih baik. Namun, malah sebaliknya. Ya, semuanya telah terlambat.Dinding kebaikan antara jiwa-jiwa orang hidup, dan mati tengah mengalami kehancuran. Semua catatan batas kematian berterbangan ke mana-mana. Bola-bola kristal kematian pecah. Kekacauan di ruangan tanpa atap itu membuat telingaku berdenging. Berisik sekali. Gendang telingaku rasanya ingin pecah. Di hadapan, Dewa Naga telah b

  • The Seven Phoenix Shards    Sebelas VS Satu Kekuatan OP

    Sebuah kerajaan yang dibangun bertingkat-tingkat tampak berantakan. Semua pasukan Aksa–para ksatria titisan anak Dewa, berkumpul memadati api pengorbanan. Kejadian serupa pernah terjadi juga di masa lalu. Entah apa yang membuat mereka se-naif itu.Aku memerintahkan Nona Filia, untuk mendaratkan pesawat lima belas meter dari pusat istana. Mengingat kegentingan tengah terjadi, aku membagi tim menjadi dua kelompok.Satu kelompok terbagi menjadi lima anggota, kecuali tim dua. Ya, Harvey tidak mungkin berpisah denganku. Mereka–anggota Tim D yang lainnya, takut Harvey malah berkhianat di tengah jalan. Oleh karena itulah, aku selaku kapten memutuskan sendiri pembagian tim.Benteng besar dengan tumpukan bebatuan dari permata, menjulang tinggi bak gunung terbesar di Scramble–Gunung Zu. Pintu gerbang yang telah terbuka, memungkinkan kami masuk, tanpa harus memecahkan sandi.Peradaban kuno masih terikat dengan dinding-dinding Kerajaan Aksa. Tiga patung besar di masa Azo telah dihancurkan. Dulu,

  • The Seven Phoenix Shards    Setelah Kepergiannya

    "Ya, bisa dibilang, aku dapat berubah wujud menjadi apa saja, dan menyamarkan identitasku sebagai Dewi Phoenix."Kalimat itu memenuhi alam pikiranku. Setelah Degree memberitahukan segalanya padaku, barulah kesadaran mencintai dengan tulus itu timbul. Penyesalan memang selalu di akhir, itulah yang mereka katakan padaku.Dia yang sudah pergi meninggalkan, mungkinkah 'kan kembali? Dewi Phoenix ingin mewujudkan dunia yang adil, dan penuh dengan kebahagiaan. Namun, akulah yang menghanguskan segala asanya itu.Abu yang sudah tertiup angin, melayang entah ke mana. Aku kehilangan belahan jiwa, yang selama ini tidak pernah mengecap kata, "dihargai". Mencintainya adalah keterlambatan yang paling disesalkan.Kusandarkan kepala ke sebuah dinding beton–penghalang antara daratan dan lautan, yang ada di dekat tempat terakhir kepergiannya. Aku lelah menghadapi segala hal, yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Kewajiban yang telah kuambil, terucap sumpah, hingga jiwa menjadi saksinya, berat. Kejadia

  • The Seven Phoenix Shards    Permintaan Terakhir Aoi

    Perjuanganku selama ini tidak ada gunanya lagi. Aku menghancurkan semua benda yang ada di sekitar sana. Kemarahanku sudah tak bisa ditampung. Dalam satu kali semburan api, aku membakar seluruh sisi lapangan.Harvey mencoba menghentikan, tetapi kekuatanku jauh lebih besar. Hanya menggunakan satu persen magis, anak Dewa Naga itu tak kuasa menahannya. Portal pelindung tingkat tinggi yang dia bangun, kuhancurkan dengan satu kali pukulan.Magis sempurnaku telah bangkit kembali. Kekuatan keseimbangan alam yang bercampur, dengan kristal phoenix telah menguasai seluruh universe. Jentikan jariku bisa mengalahkan siapa pun. Aku tidak takut tewas, karena keabadian telah menjadi milik.Kehancuran akibat magis tingkat tinggiku, menghantarkan Tim Treize ke lokasi. Aku menerbangkan diri menggunakan sayap guardian. Kemudian, memasang garis pembatas, agar mereka tidak terlibat.Degree bersama Bibi Naya mencoba untuk menghancurkan dinding tebal itu. Namun, tentu saja tidak akan bisa. Kekuatan rendahan

  • The Seven Phoenix Shards    Kristal Phoenix

    Kristal phoenix berhasil ditemukan. Nenek itu sangat baik hati, karena menyerahkan benda itu padaku. Aku bersama dengan Calvin berhasil mempersingkat kultivasi sempurna, hanya dalam dua hari. Kemajuan yang sangat luar biasa, bukan?Keberangkatan kami menuju Kota Linear membutuhkan waktu sekitar lima jam. Perjalanan termakan lama, lantaran macet di ibu kota. Setelah diceramahi oleh Calvin, aku kembali sadar tentang satu hal, yaitu bukan tentang bagaimana menjadi seorang guardian sejati, tetapi proses perjuangan selama ini.Aku membuka layar ponsel. Pesan di SC tampak menumpuk. Ada sekitar lima ribu chat dari gabungan grub, dan chatting personal. Tidak. Bukan itu yang kucari. Beberapa hari sebelumnya, sebuah nomor yang tidak dikenal memberikanku pesan bertuliskan,"Temui aku sendirian, Azo. Mari selesaikan ini tanpa menggunakan kekuatan sedikit pun. Aku berjanji tidak akan bertarung dengan curang. Kali ini, jika aku menang, maka kau harus bersumpah untuk membunuh dirimu sendiri. Tapi ji

  • The Seven Phoenix Shards    Salah Orang

    Sudah tiga hari aku gelisah. Tubuhku panas dingin. Kepalaku ingin pecah dari tempurung tengkorak. Sebuah pedang yang menancap di atas televisi, tidak bisa ditarik. Berat."Sebenarnya, apa sih, isi kotak kayu itu? Kok pedangku nggak bisa menembusnya, ya?" gumamku seorang diri, sambil memutari televisi yang sudah gosong itu. Di malam sebelum kejadian itu, aku sibuk menonton acara kesayangan—film romantis. Film yang berjudul, "Onze hope for your enemy", karya sutradara terkenal di Linear, memang patut diberi rate seribu dari per sepuluh. Film yang bercerita tentang kehidupan asmara Ceyda–seorang gadis remaja broken home, menuai banyak respon positif dari fansnya. Pertemuan Ceyda dengan seorang pria dingin–Atan, adalah kisah paling unik sepanjang sejarah. Tisuku habis hanya untuk menyeka air mata yang jatuh, ketika menyaksikan film itu di layar televisi.Dua jam setelahnya, aku memutuskan untuk tidur. Lamaran pekerjaanku menjadi asisten lab telah disetujui Tuan Clay—kepala laboratorium

DMCA.com Protection Status