Share

Ujung Xabula

Author: Nona_El
last update Last Updated: 2022-06-29 12:01:18

Aku menuliskan sebuah pesan terakhir, sebelum akhirnya ponselku kehabisan catu daya. Di sana aku menulis, "Koordinat lokasi udah kukirim, Zay. Waktu semakin tipis. Usahakan datang lebih cepat, karena ponselku udah lobet."

Berlindung di antara pepohonan besar, tidaklah mudah. Jantungku rasanya ingin copot dari dada. Ketakutan yang menjalar, membuatku bergetar hebat. Pondok persembunyian kami telah diserang habis-habisan oleh musuh.

Sebenarnya begitu menyedihkan, melihat ekspresi orang-orang, yang berlumuran darah di depan sana. Aku sebenarnya sangat takut dengan dosa, dan timpal balik kehidupan—karma.

Dar! Dar! Dar!

Ledakan demi ledakan terdengar sangat keras. Lubang-lubang di tanah mulai bermunculan, dan jumlahnya semakin banyak. Aku berlari ke arah Vano. Tembakkan yang diarahkan musuh padaku, membuat pergerakan menjadi sangat terhambat.

"Tipe Z dengan kecepatan kurang dari lima detik!" teriak Vano. Dia memberikan informasi yang sangat penting. Penglihatan pria itu patut diacungi jemp
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • The Seven Phoenix Shards    Misi Tambahan

    Langit Riqueza dipenuhi dengan ledakan kembang api warna-warni. Tak dapat dipungkiri, malam itu sangat indah. Setelah memutuskan untuk menjalankan misi tambahan, aku harus menempuh jarak yang lebih jauh. Jelasnya, aku hanya akan melewati kota, yang sedang mengadakan festival itu.Sedih rasanya, karena tidak dapat mampir ke Riqueza. Stadion FV baru dibuka malam itu, dan aku melewatkan kesempatan emas berulangkali. Jika saja aku bukan buronan taraf tinggi, aku mungkin akan hidup tanpa rasa was-was lagi.Skala perjalanan yang diberitahukan oleh Calvin begitu rumit. Aku tidak mengerti, kenapa portal di sana tidak dapat digunakan? Degree bilang, kekuatan sihirnya juga turun drastis, saat menjalankan misi di sana."Mereka menciptakan sebuah alat berbentuk prisma. Prisma itu dimasukkan ke dalam sebuah tablet kapsul, berukuran sebesar bola voli. Informasi masih belum tergali hingga akar. Namun, apa pun namanya itu sangat mengancam penyihir." Kalimat yang pernah diucapkan oleh Sera, terus berp

    Last Updated : 2022-06-29
  • The Seven Phoenix Shards    Sedikit Progresif

    Kami mengadakan rapat khusus untuk membahas tentang penemuan baru, di Kota Scramble. Sera terlihat sibuk di depan layar monitor. Gadis itu seakan tidak beringsut dari tempat duduknya. Aku berdecak kesal dengan sikap acuh tak acuhnya.Di kursi ujung sana, Axel dan Darrel sibuk dengan video gamenya. Menjadi orang yang tidak diajak bicara oleh orang lain, tidaklah menyenangkan. Mereka seakan sibuk dengan urusan masing-masing. Sementara itu, aku hanya bengong sambil memantau pergerakan mereka.Aku mulai diserang arus kebosanan. Dagu yang kutopang dengan telapak tangan, tidak mampu membendung rasa kantuk. Sudah tiga hari setelah misi bersama Eunoia dijalankan. Namun, berlari dari setiap kejaran tidak lebih dari sebatas "ketakutan".Pendapatku selalu disangkal, dan disangkal oleh Nona Filia. Mulutku seakan dipaksa membungkam. Apakah pendapat yang kuucapkan tidak dapat digunakan untuk misi?Zay baru datang, ketika aku memutuskan untuk pergi dari ruangan itu. Pakaian formal bernuansa gelap, m

    Last Updated : 2022-06-29
  • The Seven Phoenix Shards    Surat Dari Masa Lalu

    Aku gelisah seakan nyawa sudah di ujung tanduk. Mana mungkin aplikasi penerjemah bahasa Darkness, ke bahasa Scramble begitu sangat lambat beroperasi. Aku duduk di lantai sambil terus berharap, agar mereka melakukan itu lebih cepat. Aku sudah menunggu tiga jam lamanya, dan itu sangatlah melelahkan.Waktu seakan berjalan lambat sekali. Calvin dan Zay agaknya masih lama menyelesaikannya. Padahal, mereka hanya kuperintah, untuk mengartikan isi surat; melalui aplikasi Ev. Tanganku rasanya kebas. Pandanganku hampir memudar. Migrainku sepertinya kambuh, karena terlalu lama memikirkan hal, yang seharusnya tidak terlalu kupikirkan.Identitas Ratu Felicia—ibuku, di dalam kertas itu, telah berulang-ulang kubaca. Hatiku resah, tatkala melihat nama tempat pendidikan terakhirnya—Akademi Destroyer. Aku tidak dapat menampung semua rasa penasaran yang timbul. Pikiranku melayang bersama isi surat itu. Baru kali itu, aku menjumpai banyak kiasan yang aneh—bahasa yang tercantum adalah bahasa Darkness, tet

    Last Updated : 2022-06-29
  • The Seven Phoenix Shards    Plan A

    Latihan keras yang kami lakukan, akhirnya membuahkan hasil maksimal. Aku berusaha untuk tidak cepat puas, terhadap pencapaian yang telah didapatkan. Nona Filia bersama dengan Calvin, membentuk sebuah susunan tim yang cukup baik. Sebagai seorang kapten, aku hanya bisa pasrah melihat mereka berjuang mati-matian. Sebelumnya, aku telah melarang mereka, untuk melakukan latihan jangka panjang. Namun, mereka semua keras kepala. Kata Tuan Farren, plan A harus dijalankan, bagaimana pun akhirnya nanti. Dalam rancangan itu tertulis bahwa,"Semua member baik atasan, maupun bawahan harus mencapai level puncak sihir, sebelum terjun ke medan peperangan. Penyerangan berkala akan dilakukan, setiap menjelang akhir pekan. Untuk meminimalisir terjadinya perubahan rencana, plan A digunakan sebagai rujukan awal yang bersifat tetap"."Bagaimana hasil dari penglihatan masa lalumu, Re?" tanyaku pada pria yang berdiri tegap, di depan sana. Beberapa hari belakangan, dia selalu terlihat murung. "Kehidupan Sean

    Last Updated : 2022-06-29
  • The Seven Phoenix Shards    Benteng Pertahanan Erreala

    Pesawat dengan nomor penerbangan yang disamarkan, melintas dengan cepat di cakrawala. Langit biru sedikit mendung kami lewati begitu saja. Jet yang kami tumpangi sengaja dibiarkan asing, agar pemerintah setempat tidak curiga. Lebih tepatnya, mereka mungkin tidak akan bisa mengakses data kami.Aku pergi berdua dengan Zay. Degree bilang, dia membutuhkan istirahat, makanya tidak bisa ikut. Ketika aku ingin mengajak Nona Filia, Axel mengatakan bahwa, bosnya sedang berkencan dengan Calvin. Ah! Mereka ada-ada saja. Atas saran Zay, aku mengurungkan niat untuk mengajak Eunoia, dan Sera. Kami pikir, mereka berdua mungkin sibuk melatih sihir penyerangan, bersama Tuan Farren."Aku akan membawakan penyihir kita beberapa botol madu asli, dari Scramble. Tuan Farren pasti sangat kelelahan, karena kita terus merepotkannya." Aku memasang kacamata scan. Pesawat yang sebelumnya telah kuubah menjadi mode auto pilot, berjalan dengan ketinggian sedang—36.000 kaki dari permukaan bumi."Mungkin, kita sebaikn

    Last Updated : 2022-06-29
  • The Seven Phoenix Shards    Opsi Akhir

    Aku menggunakan magic regenerasi sel terlalu berlebihan. Kekuatan magic-ku hampir habis, karena terlalu sering menggunakannya. Aku gelisah. Perasaanku bercampur aduk seperti es campur. Hatiku bertanya-tanya, kenapa Kaisar Harvey pandai mengalahkanku? Aku bahkan belum sempat untuk mendarat, di benteng pertahanan mereka."Kapten, apa yang telah terjadi? Kenapa wajahmu tampak memerah seperti itu?" Sera meletakkan tangannya di dahiku. Dia menghampiriku lebih dulu, daripada anggota tim yang lainnya.Tubuhku gemetar, dan seketika berkeringat dingin. Bagaimana caranya agar mereka tidak memarahi kecerobohanku? Sial! Aku malah jadi gelagapan. Penguasaan publik speaking seakan tidak berpengaruh pada kegugupanku. "Kamu kenapa, Kapten Ar? Oh iya, di mana Zay?" Ucapan Nona Filia bak busur panah yang melesat tepat, di tengah hati. Tepat sasaran.Aku melihat mereka dengan tatapan nanar. Bahuku berasa nyeri. Punggungku melemas. Rasanya aku ingin jatuh pingsan. Oh tidak, kenapa malah jadi semakin par

    Last Updated : 2022-06-29
  • The Seven Phoenix Shards    Menaklukkan Tornado Hitam

    Jet kami meluncur tidak imbang, dan akhirnya jatuh dengan keras, di depan benteng. Tanah di sekitar sana bergetar hebat bak gempa. Aku memastikan keadaan. Untunglah, mereka semua telah belajar magic regenerasi sel. Meski, hanya sebatas tahap satu—menyembuhkan luka skala kecil hingga sedang.Saat kami membuka pintu pesawat, robot-robot keamanan Scramble memberikan santapan granat. Mereka menyerang, hingga membabi-buta. Tuan Farren dengan santainya mengayunkan tongkat, ke arah mereka. Tidak lama setelahnya, semuanya telah beres oleh tangan pria tua itu.Tank-tank yang terus menembakkan peluru kendali, membuat Sera mengamuk. Gadis itu menghancurkan segalanya dengan mudah. Aku berjalan dengan tenang, karena tidak ada lagi yang perlu kukhawatirkan. Kecuali, orang yang berdiri di depan kehancuran itu.Benteng yang belum diberi nama itu memiliki desain unik. Namun, keindahan saja tidak cukup, untuk melindungi suatu bangunan. Adanya keamanan tingkat tinggi pastinya akan membantu, serta menopa

    Last Updated : 2022-06-29
  • The Seven Phoenix Shards    Jalan Ke Luar

    Bug! Bug! Bug!Mulutku memuntahkan cairan merah kental. Aku memegangi perutku yang terasa semakin sakit. Kakiku tidak bisa berdiri lagi. Aku lemah. Apa yang ia katakan adalah sebuah fakta. Ya, aku adalah seorang pecundang. Sekuat apa pun aku berusaha, ternyata hasilnya sama saja. Kenapa kepercayaan yang besar ditaruh pada pundak rapuhku? Kenapa Dewa Naga tidak memilih orang lain saja?"Dunia ini terlalu serius untuk orang payah sepertimu!" Senyum licik milik Kaisar Harvey melengkapi penderitaanku. Aku menggerutu di dalam hati, "Dih, wajah saja yang tampan, tetapi hatinya busuk!"Sekilas, Kaisar Harvey mirip dengan seseorang, yang pernah kutemui di masa Sean. Namun, aku tidak tahu siapa nama orang itu. Apakah Kaisar Harvey merupakan seorang penyihir hitam? Entahlah.Tangan kekar miliknya mencengkeram erat leherku. Aku kesulitan bernapas. Kenapa dia tak kunjung puas, dengan penyiksaan yang diberikannya? Dasar tidak punya hati nurani! Wajar saja, seluruh kerajaan tempo dulu sangat membe

    Last Updated : 2022-06-29

Latest chapter

  • The Seven Phoenix Shards    Semoga Bahagia!

    Aku tersenyum manis, terpesona pada keahlian memasaknya. "Bagaimana kalo kita jalan-jalan minggu depan?" tawarku pada wanita yang sibuk menghitung takaran gula, di depan sana."Tumben ngajak jalan." Eunoia–yang mengenakan daster merah muda, tampak sibuk menyiapkan secangkir kopi hangat untukku. Toples kopi terlihat berantakan karenanya. Ya, namanya juga baru belajar masak, makanya seperti itu. Aku cukup memaklumi kondisinya–latar belakang sebagai orang kaya membuatnya manja.Kami berada di dapur berukuran luas, berdesain ala-ala restoran mahal. Sepertinya arsitek yang kurental tidak lagi memikirkan desainnya. Mereka selalu membuat ruangan luas di rumahku, dan itu bukan yang pertama kalinya. Untunglah, aku hanya perlu membayar, dan menikmati hasilnya. Lagian, menasehati mereka hanya membuang tenaga."Kamu nggak sibuk, kan? Lagian, jalan-jalannya di hari Minggu kok. Apa iya, kamu nggak bisa juga?" Aku menghentikan suapan nasi ke mulut. "Refreshing dong sekali-sekali juga." "Iya, boleh

  • The Seven Phoenix Shards    Reuni Para Pahlawan

    Sebuah meja makan yang di atasnya terdapat berbagai macam hidangan, tampak menggiurkan perut kosongku. Aku berdiri di antara orang-orang yang sibuk dengan santapannya. Memperhatikan mereka dengan tajam, sepertinya membuat Degree meningkatkan kewaspadaannya.Lampu kristal yang tergantung, di atas langit-langit ruangan interior klasik, terlihat begitu indah. Ada dua jenis kursi, yaitu sofa dengan bantalan empuk, dan kursi kayu berdesain batik. Lantai yang terbuat dari keramik mahal, membuat bibirku tak berhenti mengucapkan ketakjuban.Pandanganku berpindah ke sana kemari. Ya, ada seseorang yang ingin sekali kutemui. Sudah lama rasanya, semenjak peristiwa kehancuran alter ego. Rasa rindu ingin bertemu, dan bercengkerama memang ingin kulakukan, setelah lepas dari kesibukan menjadi seorang kepala negara.Masa jabatan yang baru setahun kujalani, dan masih terlalu cepat untuk lengser. Lagi pula, penduduk sudah memilih, dan mengembankan tugas penting itu padaku. Suatu amanah harus dilakukan,

  • The Seven Phoenix Shards    Kembalinya Kedamaian

    Apa yang telah berlalu, dijadikan sebagai pelajaran berharga. Aku menghirup udara segar Kota Scramble. Seluruh penduduk telah dibuat amnesia tentang kejadian di masa lalu. Biarlah, apa yang menjadi rahasia dunia, tetap seperti itu.Aku melepaskan jas hitam formal. Kemudian, meletakkannya di dekat meja kerja. Dokumen yang telah menumpuk seperti gunung kecil, kubiarkan saja. Menjadi pekerja keras, dan pemimpin Negara Erreala sungguh berat.Secangkir teh hangat dengan daun pandan yang dibentuk segi empat, kuminum perlahan. Menyeruput segelas teh adalah ketenangan yang sangat kurindukan. Di balik kaca, para karyawan muda tampak berlalu-lalang. Beberapa di antaranya saling bertegur sapa. Menu sarapan di pagi hari itu adalah telur dadar buatan Eunoia. Makanan yang dia buat sudah mampu menyaingi chef ternama, tetapi tidak dengan Sera.Hidup dengan bayangan masa lalu tidak akan habisnya. Aku mencoba untuk menjalani semuanya, tanpa adanya Aoi lagi. Kebisingan di istana kepresidenan sudah menj

  • The Seven Phoenix Shards    Menghancurkan Alter Ego

    "ini demi kebaikan semua orang, dan untuk dunia yang akan kembali utuh. Tolong aku, Saudaraku! Aku berjanji akan memberikan peluang padamu." Aku berlari cepat ke arah Dewa Naga berkepala tujuh. "Tidak. Jangan lakukan hal sebodoh itu, Yang Mulia!"Pantulan bayangan hitam yang menyerupai Naga Neraka–dalam sejarah Sorcgard disebut alter ego negatif (kepribadian ganda bersifat jahat), mendekat, lalu melahap Dewa Ergonza. Aku gemetar, tetapi tetap melangkah maju.Pedang di tangan kanan, dan tameng pelindung di tangan kiri. Aku menendang cermin perjanjian itu dengan tendangan maut. Berharap akan menjadi lebih baik. Namun, malah sebaliknya. Ya, semuanya telah terlambat.Dinding kebaikan antara jiwa-jiwa orang hidup, dan mati tengah mengalami kehancuran. Semua catatan batas kematian berterbangan ke mana-mana. Bola-bola kristal kematian pecah. Kekacauan di ruangan tanpa atap itu membuat telingaku berdenging. Berisik sekali. Gendang telingaku rasanya ingin pecah. Di hadapan, Dewa Naga telah b

  • The Seven Phoenix Shards    Sebelas VS Satu Kekuatan OP

    Sebuah kerajaan yang dibangun bertingkat-tingkat tampak berantakan. Semua pasukan Aksa–para ksatria titisan anak Dewa, berkumpul memadati api pengorbanan. Kejadian serupa pernah terjadi juga di masa lalu. Entah apa yang membuat mereka se-naif itu.Aku memerintahkan Nona Filia, untuk mendaratkan pesawat lima belas meter dari pusat istana. Mengingat kegentingan tengah terjadi, aku membagi tim menjadi dua kelompok.Satu kelompok terbagi menjadi lima anggota, kecuali tim dua. Ya, Harvey tidak mungkin berpisah denganku. Mereka–anggota Tim D yang lainnya, takut Harvey malah berkhianat di tengah jalan. Oleh karena itulah, aku selaku kapten memutuskan sendiri pembagian tim.Benteng besar dengan tumpukan bebatuan dari permata, menjulang tinggi bak gunung terbesar di Scramble–Gunung Zu. Pintu gerbang yang telah terbuka, memungkinkan kami masuk, tanpa harus memecahkan sandi.Peradaban kuno masih terikat dengan dinding-dinding Kerajaan Aksa. Tiga patung besar di masa Azo telah dihancurkan. Dulu,

  • The Seven Phoenix Shards    Setelah Kepergiannya

    "Ya, bisa dibilang, aku dapat berubah wujud menjadi apa saja, dan menyamarkan identitasku sebagai Dewi Phoenix."Kalimat itu memenuhi alam pikiranku. Setelah Degree memberitahukan segalanya padaku, barulah kesadaran mencintai dengan tulus itu timbul. Penyesalan memang selalu di akhir, itulah yang mereka katakan padaku.Dia yang sudah pergi meninggalkan, mungkinkah 'kan kembali? Dewi Phoenix ingin mewujudkan dunia yang adil, dan penuh dengan kebahagiaan. Namun, akulah yang menghanguskan segala asanya itu.Abu yang sudah tertiup angin, melayang entah ke mana. Aku kehilangan belahan jiwa, yang selama ini tidak pernah mengecap kata, "dihargai". Mencintainya adalah keterlambatan yang paling disesalkan.Kusandarkan kepala ke sebuah dinding beton–penghalang antara daratan dan lautan, yang ada di dekat tempat terakhir kepergiannya. Aku lelah menghadapi segala hal, yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Kewajiban yang telah kuambil, terucap sumpah, hingga jiwa menjadi saksinya, berat. Kejadia

  • The Seven Phoenix Shards    Permintaan Terakhir Aoi

    Perjuanganku selama ini tidak ada gunanya lagi. Aku menghancurkan semua benda yang ada di sekitar sana. Kemarahanku sudah tak bisa ditampung. Dalam satu kali semburan api, aku membakar seluruh sisi lapangan.Harvey mencoba menghentikan, tetapi kekuatanku jauh lebih besar. Hanya menggunakan satu persen magis, anak Dewa Naga itu tak kuasa menahannya. Portal pelindung tingkat tinggi yang dia bangun, kuhancurkan dengan satu kali pukulan.Magis sempurnaku telah bangkit kembali. Kekuatan keseimbangan alam yang bercampur, dengan kristal phoenix telah menguasai seluruh universe. Jentikan jariku bisa mengalahkan siapa pun. Aku tidak takut tewas, karena keabadian telah menjadi milik.Kehancuran akibat magis tingkat tinggiku, menghantarkan Tim Treize ke lokasi. Aku menerbangkan diri menggunakan sayap guardian. Kemudian, memasang garis pembatas, agar mereka tidak terlibat.Degree bersama Bibi Naya mencoba untuk menghancurkan dinding tebal itu. Namun, tentu saja tidak akan bisa. Kekuatan rendahan

  • The Seven Phoenix Shards    Kristal Phoenix

    Kristal phoenix berhasil ditemukan. Nenek itu sangat baik hati, karena menyerahkan benda itu padaku. Aku bersama dengan Calvin berhasil mempersingkat kultivasi sempurna, hanya dalam dua hari. Kemajuan yang sangat luar biasa, bukan?Keberangkatan kami menuju Kota Linear membutuhkan waktu sekitar lima jam. Perjalanan termakan lama, lantaran macet di ibu kota. Setelah diceramahi oleh Calvin, aku kembali sadar tentang satu hal, yaitu bukan tentang bagaimana menjadi seorang guardian sejati, tetapi proses perjuangan selama ini.Aku membuka layar ponsel. Pesan di SC tampak menumpuk. Ada sekitar lima ribu chat dari gabungan grub, dan chatting personal. Tidak. Bukan itu yang kucari. Beberapa hari sebelumnya, sebuah nomor yang tidak dikenal memberikanku pesan bertuliskan,"Temui aku sendirian, Azo. Mari selesaikan ini tanpa menggunakan kekuatan sedikit pun. Aku berjanji tidak akan bertarung dengan curang. Kali ini, jika aku menang, maka kau harus bersumpah untuk membunuh dirimu sendiri. Tapi ji

  • The Seven Phoenix Shards    Salah Orang

    Sudah tiga hari aku gelisah. Tubuhku panas dingin. Kepalaku ingin pecah dari tempurung tengkorak. Sebuah pedang yang menancap di atas televisi, tidak bisa ditarik. Berat."Sebenarnya, apa sih, isi kotak kayu itu? Kok pedangku nggak bisa menembusnya, ya?" gumamku seorang diri, sambil memutari televisi yang sudah gosong itu. Di malam sebelum kejadian itu, aku sibuk menonton acara kesayangan—film romantis. Film yang berjudul, "Onze hope for your enemy", karya sutradara terkenal di Linear, memang patut diberi rate seribu dari per sepuluh. Film yang bercerita tentang kehidupan asmara Ceyda–seorang gadis remaja broken home, menuai banyak respon positif dari fansnya. Pertemuan Ceyda dengan seorang pria dingin–Atan, adalah kisah paling unik sepanjang sejarah. Tisuku habis hanya untuk menyeka air mata yang jatuh, ketika menyaksikan film itu di layar televisi.Dua jam setelahnya, aku memutuskan untuk tidur. Lamaran pekerjaanku menjadi asisten lab telah disetujui Tuan Clay—kepala laboratorium

DMCA.com Protection Status