Jelita meremas kedua tangannya yang saling bertaut di depan sebuah kamar operasi. Jantungnya tak berhenti berdebar sejak tadi, dan pikirannya begitu cemas membayangkan apa yang sedang terjadi di dalam"Jelita!" Sebuah suara berat memanggilnya, dan Jelita pun menolehkan wajahnya melihat Dexter yang berjalan dengan bergegas ke arahnya. Lelaki itu langsung mendekap Jelita dalam hangat dadanya, sesaat membuatnya ingin menangis dan menumpahkan beban yang memberatkan pundaknya.Jelita pun mulai terisak pelan."Kamu jangan khawatir, cherry pie. Pak Dirga akan baik-baik saja. Dia sudah ditangani oleh dokter terbaik," ucap Dexter sambil mengelus-elus kepala Jelita.Kejadian tak terduga ini berawal dari hilangnya Axel, yang kemudian diketahui keluar dari rumah karena mengejar kucingnya Snowy, lalu tanpa sadar anak lelaki itu malah tersesat dan bingung mencari arah pulang.Jelita dan Pak Marcel--ajudan Dirga--pun berpencar dengan dua mobil untuk mencari Axel, meninggalkan Dara untuk menjaga A
"So, gimana rencanamu yang katanya mau balas dendam kepada Dexter dengan mendekati Dionne?" Kevin bertanya pada Jelita yang sedang asik mengunyah semangkuk french fries yang ditaruh di atas perutnya.Jelita sedang berada di rumah Kevin dan Tania, dengan santai selonjoran di sofa panjang depan televisi sambil tidak berhenti mengunyah sedari tadi.Tania memukul lengan Kevin dan memelototi suaminya, yang dibalas dengan tatapan bingung dari Kevin."Jelita itu kan sedang hamil! Jangan diingatkan lagi soal balas dendam! Nggak baik untuk bayinya!" Sentak Tania."Loh, emangnya kenapa?" Tanya Kevin dengan tampang tak berdosa. "Menurutku Dexter itu perlu dikasih sedikit 'pelajaran' loh! Coba nih, sampai sekarang aja status Jelita masih nggak jelas, dan Dionne juga masih bertunangan dengannya!" Sergah Kevin kesal."Dia itu plin-plan, tau nggak? Bilangnya aja cinta mati sama kamu, tapi nyatanya? Sudah beberapa minggu sejak kamu ketahuan hamil, eeh... masih aja bertunangan sama wanita lain! Cih.
Jelita tersenyum simpul melihat Dexter yang terus mengelus dan menciumm perutnya tanpa henti.Kadang-kadang juga ia suka mengajak bicara janin yang ada di perut datar Jelita, membuat wanita itu terus saja meledeknya."Dexter, bayi baru bisa mendengar suara di usia 3 bulan, bukan enam minggu!" Kekeh Jelita sambil mengelus rambut berwarna karamel Dexter yang sewarna dengan matanya.Saat ini posisi mereka sudah berbaring di ranjang super besar, bersiap untuk tidur di malam hari. Semenjak tinggal di Penthouse, Jelita sudah tidak tidur dengan anak-anaknya lagi. Axel dan Aireen sudah berada di kamar terpisah, dengan di awasi oleh Dara, pengasuhnya."Aah, rasanya aku jadi ingin bernyanyi untuk Ellard!" Tukas Dexter tiba-tiba. Ia pun meraih ponsel dan mengutak-atik mencari aplikasi gitar, sementara Jelita mengerutkan kening mendengar kata asing di telinganya."Ellard?" Tanya Jelita heran. "Jadi kamu sudah menyiapkan nama untuknya?"Dexter tersenyum jahil. "Sudah dong! Namanya Ellard Axton G
Media massa mulai menggila. Mereka seakan mendapatkan sumber tambang emas yang menguntungkan dari gosip hangat mengenai CEO muda Alpha Green yang tampan dan terkenal, namun ternyata selingkuh dengan seorang pelacur, dan membuat Dionne Graham selaku tunangan lelaki itu pun membatalkan pernikahan mereka. Tentu saja Kelley Graham adalah sosok yang ada di balik berita hoax murahan itu. Ia sengaja menyebarkan dan memutar balikkan fakta agar masyarakat mulai bersimpati pada Dionne, lalu menghujat Dexter Green serta selingkuhan jalangnya. Ujaran kebencian pun semakin santer dialamatkan kepada wanita yang telah dicap pelakor itu, meskipun hingga saat ini sosoknya masih misterius.Kelley Graham bahkan tak peduli jika gosip itu juga berimbas pada harga sahamnya di Alpha Green yang menukik turun hingga beberapa ribu poin. Yang terpenting baginya adalah Dexter dan juga bitch itu tidak merasa bahagia di atas penderitaan anaknya!Kelley juga sepertinya mampu mempengaruhi para pemegang saham da
Dexter masih saja mencumbu bibir manis Jelita hingga wanita itu benar-benar tidak tahan. Bibirnya terasa panas dan bengkak, selain itu dia juga sudah ditunggu oleh Heaven di dalam private jet untuk bersama-sama terbang ke Singapore."Dexter, sudaah... Heaven dan anak-anak sudah menunggu... uh... di pesawat," desah Jelita sambil menggigit bibirnya karena sekarang lelaki itu malah menaikkan blus Jelita ke atas, meraup penutup dadanya hingga terlepas, dan mengigit serta melumat puncak merah muda menggoda miliknya.Hari ini adalah hari keberangkatan Jelita, Axel, Aireen serta pengasuh mereka Dara, yang ditemani oleh Heaven.Padahal kemarin Jelita yang merasa keberatan karena Dexter yang tidak ikut pergi menyertainya, namun sekarang justru lelaki itu yang seakan tak rela ditinggalkan oleh wanitanya.Dexter masih saja menahan Jelita di dalam mobilnya, padahal pesawat pribadi milik keluarga Green telah menunggu Jelita dari tadi, dan siap untuk lepas landas ke Singapore."Dexter! Tidak! Jang
Jelita masih merasa sedikit sedih karena harus berpisah dengan Dexter walaupun hanya sementara. Namun ia berusaha menutupinya dari Heaven dan juga anak-anak, dengan banyak-banyak tersenyum dan tertawa. Lagipula, bukankah nanti mereka juga akan bertemu lagi? Paling cepat minggu depan setelah RUPS selesai! Aaaah, terkutuklah hormon kehamilan yang membuatnya sengsara karena selalu saja ingin menempel seperti lem pada lelaki itu! Belum apa-apa sekarang Jelita pun telah merindukan sosok tinggi, tampan dan kekar itu... Dekapan hangatnya serta aroma pengunungan yang menenangkan syarafnya seakan menjadi candu bagi Jelita. Entahlah apakah ia bisa tidur nyenyak di malam hari jika yang bisa membuainya hingga terlelap hanyalah Dexter.Tarikan napas panjangnya yang seakan penuh beban berat itu membuat Heaven mengalihkan tatapannya dari Aireen dan Axel yang sibuk menggambar kepada Jelita."What's wrong, Dear?" Tanya Heaven penuh perhatian. "Ada sesuatu yang kamu inginkan sekarang?"Jelita i
Seketika wanita itu pun memucat. Siksa? Dexter akan menyiksaku?? "Dexter! Apa kau sudah gila? Joseph suamiku akan segera menemukanku dan menyelamatkanku! Lepaskan aku sekarang, Dexter!"Dexter menghempaskan kakinya dengan rasa jijik saat Kelley menempelkan kepalanya di sana. "Joseph? Ooh... apa kau merindukannya? Kebetulan dia ada di ruangan sebelah, sedang menerima seratus cambukan yang seharusnya kau terima, Kelley."***Hari telah beranjak sore saat Jelita masih duduk tercenung di ranjangnya. Beberapa saat yang lalu Dionne baru saja meneleponnya sambil menangis. Wanita itu meminta pertolongan Jelita untuk membujuk Dexter. Ia mengatakan bahwa kedua orang tuanya diculik sejak tadi pagi dari kediaman mereka, dan Dionne mencurigai kalau Dexter-lah yang ada di balik penculikan itu. Bukan tanpa sebab wanita itu curiga, karena apa yang dialami Kelley dan Joseph itu juga semata-mata disebabkan oleh perbuatan Kelley sendiri. Dionne pun akhirnya menceritakan semuanya pada Jelita. Tent
Hari yang dinanti pun akhirnya tiba. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.Sekaligus penentuan mengenai kelangsungan tampuk jabatan CEO Alpha Green.Terus terang, Dexter merasa tak peduli jika Dewan Direksi dan pemegang saham tidak lagi menginginkannya menjadi CEO. Kebebasan itu justru akan dia rayakan dengan istri dan anak-anaknya. Dia berencana untuk memboyong mereka liburan keliling Eropa selama dua minggu, sekaligus juga mengajak semuanya untuk tinggal di Australia--negara tempatnya menempuh pendidikan dulu, sekaligus tempat ia menjauh dari Indonesia sejak patah hati sepuluh tahun yang lalu. Saat ini ia sudah bahagia bersama Jelita, dan ingin membangun keluarganya sendiri di sana. Dexter bahkan telah memiliki rumah yang cukup besar dan peternakan kuda di Brisbane, hasil dari kerja kerasnya sendiri sebagai pialang saham di negara itu.Dan sesungguhnya ia juga sangat merindukan Australia. Semoga saja Jelita tidak keberatan untuk tinggal di sana.Selama ini Dexter memang jarang be
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf