Seketika wanita itu pun memucat. Siksa? Dexter akan menyiksaku?? "Dexter! Apa kau sudah gila? Joseph suamiku akan segera menemukanku dan menyelamatkanku! Lepaskan aku sekarang, Dexter!"Dexter menghempaskan kakinya dengan rasa jijik saat Kelley menempelkan kepalanya di sana. "Joseph? Ooh... apa kau merindukannya? Kebetulan dia ada di ruangan sebelah, sedang menerima seratus cambukan yang seharusnya kau terima, Kelley."***Hari telah beranjak sore saat Jelita masih duduk tercenung di ranjangnya. Beberapa saat yang lalu Dionne baru saja meneleponnya sambil menangis. Wanita itu meminta pertolongan Jelita untuk membujuk Dexter. Ia mengatakan bahwa kedua orang tuanya diculik sejak tadi pagi dari kediaman mereka, dan Dionne mencurigai kalau Dexter-lah yang ada di balik penculikan itu. Bukan tanpa sebab wanita itu curiga, karena apa yang dialami Kelley dan Joseph itu juga semata-mata disebabkan oleh perbuatan Kelley sendiri. Dionne pun akhirnya menceritakan semuanya pada Jelita. Tent
Hari yang dinanti pun akhirnya tiba. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.Sekaligus penentuan mengenai kelangsungan tampuk jabatan CEO Alpha Green.Terus terang, Dexter merasa tak peduli jika Dewan Direksi dan pemegang saham tidak lagi menginginkannya menjadi CEO. Kebebasan itu justru akan dia rayakan dengan istri dan anak-anaknya. Dia berencana untuk memboyong mereka liburan keliling Eropa selama dua minggu, sekaligus juga mengajak semuanya untuk tinggal di Australia--negara tempatnya menempuh pendidikan dulu, sekaligus tempat ia menjauh dari Indonesia sejak patah hati sepuluh tahun yang lalu. Saat ini ia sudah bahagia bersama Jelita, dan ingin membangun keluarganya sendiri di sana. Dexter bahkan telah memiliki rumah yang cukup besar dan peternakan kuda di Brisbane, hasil dari kerja kerasnya sendiri sebagai pialang saham di negara itu.Dan sesungguhnya ia juga sangat merindukan Australia. Semoga saja Jelita tidak keberatan untuk tinggal di sana.Selama ini Dexter memang jarang be
Seluruh ruangan pun mendadak hening, ketika angka digital besar di layar LED di depan panggung memberikan final result untuk hasil voting online, yang akan menentukan nasib Dexter Green sebagai CEO Alpha Green.Dan hasil akhir yang ditunggu pun akhirnya tiba, yang diikuti oleh suara-suara gumanan tercekat yang terdengar melayang di udara.Dexter menatap layar LED itu dengan tatapan datar tanpa ekspresi, lalu ia pun mengalihkan tatapannya pada Heaven yang diam-diam telah terisak dan William yang masih diam termangu menatap layar di depannya.Lalu tiba-tiba pintu terbuka, dan seorang wanita yang luar biasa cantik dan seksi pun melangkahkan kaki jenjangnya ke dalam sambil melemparkan senyumnya yang penuh percaya diri.Dexter tersenyum dan berdiri dari kursinya, lalu berjalan menyambut wanita sejuta dollarnya yang menawan itu.Ia membawanya untuk duduk di sampingnya, mengabaikan bisikan-bisikan pelan penuh pertanyaan akan kepentingan kehadiran wanita itu di rapat ini. Sebagian telah menge
"Apakah Heaven selalu begitu? Mengatakan apa pun yang ada di pikirannya tanpa merasa jengah?" Tanya Jelita heran saat Heaven dan William akhirnya meninggalkan mereka berdua di ruangan CEO, dan dirinya sekarang sedang tiduran di atas sofa, dengan tubuh Dexter yang menindihnya. Mereka baru saja saling menautkan bibir, mencecap, menghisap, saling menikmati manisnya cumbuan mesra.Dexter terkekeh pelan. "Masa kamu lupa? Dulu kan Mom pernah memergokimu tanpa busana di ranjang, dan beliau dengan santainya menginterogasimu tanpa memberikan waktu untukmu berpakaian? Begitulah Mom. Anyway, dia sebenarnya sangat bahagia karena kita bersama lagi, Sayang. Dia sangat menyangimu sejak dulu. Kamu tahu itu kan?"Jelita mengingat lagi pada memori sepuluh tahun yang lalu, saat Dexter dan dirinya masih sepasang kekasih. Saat itu Heaven bahkan meminta dirinya untuk memanggil wanita itu dengan sebutan 'Mom', padahal Jelita dan Dexter masih berpacaran. Heaven juga selalu menganggapnya sebagai anak sendi
Hari ini adalah hari ulang tahun Ellard dan Ellena yang ke enam tahun, dan tradisi di keluarga Green biasanya adalah berkumpul di Mansion milik Dexter di Brisbane bersama grandpa dan grandma Green serta eyang Dirga.Namun kali ini Dexter dan Jelita ingin liburan ke Indonesia sekaligus melepas kangen dengan negara yang mereka cintai itu.Mereka semua berkumpul di rumah Dexter di Indonesia untuk perayaan ulang tahun bersama William, Heaven, Dirga Sutomiharjo serta istrinya Jihan. Heaven-lah sosok dibalik perkenalan Jihan dan Dirga, karena Jihan merupakan teman satu sekolah Heaven saat di Amerika. Sejujurnya Jelita sangat lega ketika Papa Dirga menemukan jodoh meskipun di usia senjanya. Dia begitu sedih memikirkan mertuanya yang sempat koma, namun syukurlah Tuhan masih bermurah hati memberikan kesembuhan untuk mantan mertuanya itu.Melihat Dirga yang tertawa bahagia bersama istri tercinta entah kenapa membuat Jelita terharu. Mungkinkah ia teringat kepada almarhum Zikri...?Ah, besok
"Hai, kamu. Apa kabar? Maaf sudah enam tahun aku nggak datang," Jelita tersenyum pada batu nisan marmer putih di depannya. Setelah berdoa bersama, Jelita, Axel dan Aireen pun bersama-sama menabur bunga dan menaruh buket mawar putih besar di makam Zikri Gerhana Sutomiharho. Setelah itu biasanya Jelita berbincang-bincang dengan makam mantan suaminya itu untuk melepas kerinduan.Sementara Dexter, Ellard dan Ellena hanya memperhatikan mereka dari kejauhan karena ingin memberikan privasi kepada mereka bertiga."Itu siapa yang meninggal, Daddy?" Tanya Ellard bingung. "Kenapa Mommy terlihat sedih?""Yang meninggal adalah Daddy-nya Kak Axel dan Kak Aireen. Mommy nggak sedih, pumpkin. Lihat, apa Mommy menangis?" Dexter mengelus kepala Ellard dengan penuh sayang."Daddy, I want Mommy," tiba-tiba Ellena terisak."Mommy.....!!!" Anak kecil yang mungkin berjiwa sensitif bisa merasakan aura kesedihan mendalam yang dirasakn oleh ibunya, sehingga Ellena merasa ketakutan seakan Mommy-nya akan pergi.
Hanya cerita yang bisa mereka bagikan.Cerita tentang kehidupan, dan bagaimana mereka berdua menjalaninya. Givanna tersenyum penuh rasa bahagia mendengarkan adiknya bertutur kata, membagikan kisah hidupnya yang luar biasa. Hatinya pun ikut perih mendengar bagaimana Jelita kecil yang bertahan di panti asuhan, lalu ikut hancur saat mengetahui bahwa suami pertamanya meninggal dengan tragis. Ia baru tahu bahwa begitu banyak penderitaan yang dialami adik kembarnya ini, membuat dadanya sesak dan dipenuhi rasa bersalah karena selama ini dia selalu hidup dalam kebahagiaan.Hidup Givanna memang tidak mewah bersama neneknya, namun juga tidak pernah kekurangan. Baik kekurangan dari segi materi maupun cinta kasih. Berbanding terbalik dengan separuh jiwanya yang berbagi rahim dalam kandungan ibunya ini."Lalu bagaimana dengan ceritamu, Givanna? Aku ingin mendengar semuanya!" Seru Jelita antusias. Kedua jemari saudara kembar itu terus bertaut sejak tadi, seakan enggan dan takut untuk terlepas
Pagi hari pun tiba. Jelita terbangun saat sinar matahari yang terang mengintip melalui celah gorden berwarna gading. Dengan mata yang masih sayu karena mengantuk, seulas senyum bahagia terlukis bibirnya membayangkan hari ini mereka liburan ke Maldives bersama Givanna dan keluarganya.Ternyata seperti ini rasanya memiliki saudara by blood. Jelita hanya memiliki adik-adik di panti asuhannya yang dulu, yang meskipun mereka tidak sedarah namun Jelita tetap menyayangi mereka.Namun memiliki saudara kandung rasanya sungguh berbeda. Ada ikatan aneh yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata, yang jauh lebih kuat dari apa pun meskipun mereka baru saja bertemu.Jelita menggeliatkan tubuhnya yang masih terasa capek. Mungkin karena hamil membuatnya lebih gampang lelah, namun hal itu sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk bersenang-senang bersama Givanna dalam liburan kai ini."Aaaaahh!!" Jelita terpekik kaget saat hendak membuka selimut dan mendapati kalau piyamanya telah terbuka lebar
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf