Kaluna terbangun dari tidurnya karena ketukan asal yang terdengar dari pintu kamarnya. Ia sejenak bingung dengan ruangan ini karena ini bukan kamarnya yang biasanya, namun setelah beberapa detik Ia baru ingat bahwa dirinya menginap di rumah Pak Bos.
“Mbak bangun!!”teriak Evan dari luar.
Kaluna dengan langkah gontai berjalan menuju pintu, hal ini sedikit asing karena biasanya di kontrakan jarak kasur ke pintu hanya tiga langkah namun sekarang memerlukan waktu cukup lama beberapa detik untuk sampai di pintu akibat kamar yang terlalu luas ini.
“Apa sih Van? Masih pagi,” omel Kaluna.
Adiknya kini sudah terlihat segar namun ada keringat menetes dipelipis Sang Adik.
“Kamu dari mana?” tanya Kaluna.
“Gym, ternyata di belakang ada gym nya,” jelas Evan yang hanya direspon Kaluna seadannya.
“Buruan mandi, di ajak sarapan sama Pakde,” ucap Evan.
“Pakde gundulmu,” seru Kaluna sambil menutup pintunya rapat-rapat mengabaikan omelan Sa
Kaluna baru saja hendak berpamitan pulang namun niatnya terhenti saat melihat seorang nenek-nenek keluar dari rumah Delvin dengan menggunakan tongkat. Delvin menghampiri nenek itu, Kaluna yakin itu adalah nenek Delvin."Nenek mau kemana?" tanya Delvin."Kamu ada tamu?" tanya Sang Nenek sambil menatap ke arah Kaluna."Teman Delvin Nek," jelas Delvin.Kaluna segeran menghampiri keduanya dan memberi salam dengan sopan. Nenek Delvin ikut tersenyum dan mempersilahkan Kaluna untuk masuk ke dalam rumah."Delvin jarang bawa teman ke rumah, paling sering itu Kama. Makannya Nenek senang sekali Kaluna main kesini, nenek khawatir dia gak punya teman," ucap Nenek Delvin.Kaluna tersenyum manis dan sesekali menatap Delvin yang memperhatikan neneknya dengan sayang. Kebanyakan laki-laki akan protes saat ada orang yang berkata hal itu, namun Delvin hanya diam dan memperhatikan."Delvin temennya banyak Nek, cuman sem
Angin berhembus kencang membuat rambut Kaluna yang tadinya tertata rapih menjadi sedikit berantakan dan berterbangan. Kedua kakinya melangkah keluar dari area pemakaman ke arah barat.Lima menit berjalan, Kaluna sudah sampai di sebuah rumah bercat biru dengan sebuah warung kecil di depannya. Ia mampir sebentar untuk membeli minum di sana guna beristirahat dan melepaskan dahaga sejenak."Loh, Kaluna?" pekik seorang ibu-ibu yang datang dari rumah sebelah.Kaluna segera berdiri dan menghampiri ibu tersebut dengan sopan."Beneran Kaluna toh?" ucap ibu itu tak percaya.Kaluna mengangguk dan menyalami ibu itu dengan sopan."Ini bener Kaluna Bu Dwi, Ibu gimana kabarnya?" tanya Kaluna."Alhamdulillah nak baik, kamu sama Evan gimana kabarnya?" jawab Bu Dwi sambil menuntun Kaluna untuk duduk di teras rumahnya."Kami baik Ibu," ucap Kaluna.Kaluna memperhatikan halaman rumah Bu Dwi. Tak ada yang berbed
“Iya Van, mbak habis ini pulang kok,” ucap Kaluna dalam sambungan telfonnya.Kaluna masih ada di panti asuhan menunggu Bu Ridha, namun ternyata rombongan panti pulang lebih lambat dari biasanya dan hal itu membuat Ia harus pulang sebentar lagi tanpa bertemu dengan yang lain karena tak mau ketinggalan bis terakhir.“Mbak mau mampir dulu di cafe, kamu tutup pintunya, mbak bawa kunci,” jelas Kaluna.Kaluna menghembuskan nafas geli melihat kekhawatiran adiknya yang berlebihan itu. Adiknya seakan tak percaya jika Ia bisa menjaga diri.“Kamu makin bawel, udah ya mbak tutup. Jangan lupa makan,” tutur Kaluna lalu mematikan sambungan telfon tersebut secara sepihak.Kaluna memutuskan untuk berpamitan dengan Pak Daman dan menitipkan pesan serta sebuah amplop berisi uang untuk Bu Ridha. Uang tersebut adalah rejeki yang Kaluna sisihkan setiap gajian untuk anak-anak panti.Bagaimanapun Kaluna juga pernah merasakan sebag
Kaluna pulang dengan perasaan lebih ringan dari pada tadi pagi. Ia pulang sedikit lebih malam dari pada perkiraannya karena harus menunggu Delvin yang ingin mengantarnya pulang.Awalnya Kaluna menolak tapi laki-laki itu terus memaksa dengan wajah datarnya yang tak bisa ditolak sama sekali, sangat keras kepala tapi juga lembut. Hal itu semakin membuat Kaluna lemah terhadap sosok Delvin.Kaluna melihat adiknya masih duduk di teras dengan laptop Kaluna yang ada di pangkuannya.“Kan mbak udah bilang buat tidur duluan dan kunci pintunya,” ujar Kaluna begitu berdiri dihadapan adiknya itu.“Kan mbak udah tau kalau aku gak bakal tenang sebelum mbak pulang kecuali kalau nginep di rumah Mbak Lila,” balas Evan membuat Kaluna mendengus.Keduanya pun masuk ke dalam rumah dan berpencar ke kamar masing-masing. Namun belum sempat Kaluna menutup pintu kamarnya tiba-tiba Evan kembali muncul di depan pintunya.“Mbak diantar sama s
Kaluna duduk di pelataran rumah Delvin menghadap ke arah taman. Ia meninggalkan Evan bersama Nenek, keduanya sedang asik belajar cara merajut. Kaluna yang pada dasarnya sangat tidak telaten akhirnya memilih menyerah dan keluar sebelum memperburuk suasana.Sedari tadi Kaluna menatap pohon bunga akasia yang ada di dekat kolam. Suasana rumah Delvin sangat tenang karena letaknya di daerah pemukiman yang jauh dari pusat jalanan sibuk sehingga wilayahnya masih terjaga.“Ngapain di luar?” tanya Delvin.“Saya nyerah kalau disuruh merajut,” jawab Kaluna membuat Delvin terkekeh.Kaluna terdiam seperkian detik lalu tersenyum manis dan berujar, “Kamu terlihat jauh lebih baik saat tersenyum.”Perkataan Kaluna yang tiba-tiba berhasil membuat Delvin terdiam di tempatnya.“Saya dulu juga pernah sedingin itu Vin, tanpa ada senyum dan tawa, semuanya abu-abu,” ucap Kaluna.Delvin masih terdiam dan tidak me
Kaluna menatap pesan yang dikirimkan oleh Anna beberapa menit lalu. Sepertinya perkataan Kaluna memang tak pernah didengarkan oleh temannya itu. Buktinya sekarang Anna telah mengirimkan berkas tentang kasus penggelapan dana dibalik runtuhnya jembatan di kota lamanya.Semua media sedang menyorot kasus itu besar-besaran karena jembatan tersebut adalah penghubung antar dua pulau wisata yang memang dibangun untuk keperluan pariwisata nasional. Banyak para pejabat yang ikut berpartisipasi dibalik rancangan jembatan tersebut.Dan yang terakhir kali Kaluna tahu ada penggelapan dana yang menyebabkan semua bahan bangunan digantikan dengan kualitas yang buruk termasuk baja penompang jembatan. Kaluna terkejut bukan main saat melihat berkas kasus ayahnya muncul di antara rekomendasi artikel tersebut.Kaluna segera menghubungi Anna dan menanyakan apa yang terjadi. Bukannya menjelaskan, Anna meminta untuk keduanya bertemu supaya semuanya dapat dijelaskan dengan se
"Jadi sampai mana aku tadi bicara?" tanya Kaluna pada Anna."Kamu belum ngomong apa-apa Lun," tegur Anna.Kaluna terkekeh kecil lalu menyesap matcha latte kesukaannya sebelum mengutarakan keinginannya."Ayo selesaikan semuanya," ujar Kaluna."Serius Lun?" tanya Anna memastikan bahwa perempuan di hadapannya tidak sedang bercanda."Aku udah lama gak seserius ini Ann," balas Kaluna.Kaluna segera membuka berkas yang kemarin Anna berikan padanya. Matanya mempelajari satu persatu artikel berita yang Anna kumpulkan. Semuanya seketika membuat emosi Kaluna naik saat melihat nama Ayahnya dibawa-bawa untuk menutupi kebusukan orang lain.Kaluna percaya sepandai-pandainya seseorang menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga baunya. Sekecil apapun kesempatan yang Kaluna punya pasti ada satu kelemahan yang bisa membalikkan keadaan.Kaluna tak akan pernah membiarkan orang lain membunuh Ayahnya u
Kaluna disambut oleh anak-anak panti yang kebetulan sedang bermain di teras depan. Semuanya tersenyum menyambut Kaluna dan Delvin yang ternyata senyum tersebut dapat menular secepat itu. Keduanya langsung ikut bermain dengan anak-anak itu. Delvin awalnya sangat kaku hingga Kaluna berkali-kali menegurnya agar bisa sedikit santai seperti sedang bermain dengan anak-anak sudirman. Setelah kurang lebih setengah jam berlalu, akhirnya Kaluna dan Delvin menemui Bu Ridha yang sedari tadi menunggu keduanya di ruang bayi. Kaluna terkejut karena terakhir kali Ia kesini tidak ada bayi di sana. Bayi ini baru ditemukan di depan panti asuhan tiga hari lalu. Baik Kaluna maupun Delvin menatap si bayi iba. Anak sekecil itu ditinggalkan kedinginan di luar sana, sungguh tidak bertanggung jawab. “Terakhir kali ke sini kenapa gak ikut nyusul ke bukit aja?” tanya Bu Ridha. “Kaluna gak bawa kendaraan Bu, jadi nunggu di sini saja sama Pak Daman tapi ternyata pulangnya
Kaluna, Anna dan Erik saling pandang sebelum isi buku hitam itu lebih banyak lagi. Buku ini benar-benar menulis detail informasi tentang dana gelap dari sebuah organisasi pengusaha besar di negeri ini. Dan salah satunya terkait dengan jembatan yang roboh. Kaluna hanya bisa meringis melihat nominal angka yang keluar setiap transaksi, itu bukan jumlah yang kecil."Ini kasus terakhir yang dicatat," ucap Erik begitu melihat lembar terakhir yang penuh tulisan."Pantesan pada kaya dan rumahnya gede-gede, ternyata korup," cibir Anna."Korupsi dana bantuan banjir?" tanya Kaluna."Kamu tau?" sahut Anna."Ayah pernah ngomongin ini sama Om Hadi sebelum kita pindah, aku denger waktu itu," jelas Kaluna."Iya, dana bantuan banjir ini 50% masuk kantong mereka, sisanya baru di distribusikan ke korban banjir," ungkap Erik."Nitidiwiryo?" gumam Erik."Kenapa om?" tanya Kaluna.Erik menunjuk sebuah nama
Kaluna berulang kali menatap Delvin untuk memastikan bahwa apa yang mereka berdua lihat memang benar adanya. Setelahnya Kaluna segera menelfon Anna dan juga menyiapkan tiket pesawat untuk menemui temannya itu. Buku ini, buku yang tadi Kaluna temukan di tas ayahnya adalah buku yang sama yang mereka cari selama ini.Dengan ini Kaluna dapat membalik keadaan. Ia bisa membersihkan nama baik Ayahnya. Kaluna yakin jika bukti ini bisa membuat orang-orang yang dulu membuat keluarganya hancur jadi mendapatkan ganjarannya."Pesawatnya jam berapa?" tanya Delvin yang sedang membersihkan piring bekas makan mereka."Satu jam lagi. Saya mau ke Papa dulu," jawab Kaluna."Saya antar," sahut Delvin."Terima kasih," balas Kaluna.Keduanya segera menuju rumah sakit dan Kaluna menceritakan semuanya pada Sang Papa. Kaluna sangat senang, terlihat dari raut wajahnya yang cerah saat menceritakan hal itu. Evan yang melihat kakaknya seperti kembali di
Kaluna kembali ke rumahnya setelah beberapa hari berada di rumah sakit. Papanya sudah sadar kemarin dan kini ada Evan di sana. Kaluna memasuki kamarnya dengan perlahan, terdapat sedikit debu yang berterbangan karena sudah cukup lama tidak ditempati.Semalam Anna menelfonnya dan mengatakan bahwa persidangan untuk kasus ayahnya akan segera dilaksanakan. Setelah melihat-lihat sekeliling rumah, akhirnya Kaluna memutuskan untuk keluar rumah mencari camilan karena di rumah sama sekali tak ada makanan.Setelah berjalan beberapa meter akhirnya Ia memutuskan untuk membeli gorengan pinggir jalan tanpa pusing. Sepertinya pisang goreng dan secangkir teh dapat mengisi perutnya yang dari pagi belum terisi. Namun sayangnya Kaluna harus kembali duduk dan menunggu pisang goreng kesukaannya digoreng. Akhirnya yang bisa Ia lakukan hanya melamun sambil melihat lalu lalang kendaraan di depannya."Bahkan meskipun duniaku hancur seperti ini tapi dunia orang lain tetap berjalan s
Suasana tenang di sebuah lorong membuat siapapun enggan untuk bersuara. Kaluna sedari tadi melirik ke arah lampu ruang operasi dan warnanya sama sekali belum berubah sejak dua jam yang lalu. Sang Papa akhirnya dapat melangsungkan operasi setelah menerima donor langka. Ia di sini sendirian karena adiknya masih harus sekolah. Waktu seakan berjalan lebih lambat membuat Kaluna berkali-kali menghela nafas frustasi. Kata dokter operasi ini merupakan operasi yang sedikit sulit karena usia Papanya yang sudah tak lagi muda di tambah mereka harus mencegah pendarahan sekecil mungkin karena stok darah di rumah sakit ini terbatas. Satu jam kembali berlalu dan tiba-tiba lampu di atas pintu kaca tersebut mati membuat Kaluna segera berdiri dengan harap-harap cemas. Beberapa menit kemudian Dokter Stefanus keluar dan menghampiri Kaluna. "Operasi berjalan dengan lancar, tapi kami harus terus pantau kalau saja ada penolakan organ donor dari tubuh Bapak. Untuk beberap
Delvin mengendarai mobil milik Kama menuju bandara. Ia mendapat kabar dari Evan bahwa Kaluna memutuskan untuk kembali dari luar kota hari ini dan Ia diberitahu bahwa perempuan itu sedang dalam kondisi yang labil karena kabar dari adiknya.Akhirnya berbekal informasi tentang penerbangan Kaluna yang Ia punya, Delvin memutuskan untuk menjemput perempuan itu. Delvin sendiri tak tahu mengapa dirinya bisa mau serepot ini padahal Kaluna bisa saja naik taksi atau yang lain. Kenapa Delvin justru menawarkan dirinya sendiri?Delvin meraih ponselnya dan memutuskan untuk menelfon gadis yang beberapa hari ini memenuhi kepalanya tanpa permisi.“Kamu dimana Na?” tanya Delvin.Kaluna mengatakan bahwa dirinya baru saja turun dari pesawat dan sedang menunggu bagasi. Delvin pun segera menambah kecepatannya. Sepuluh menit kemudian Ia sudah sampai di bandara. Ia melihat Kaluna dengan jelas karena sebelumnya perempuan itu bilang akan menunggu di depan, jadi Delvin t
Kaluna menatap sebuah rumah bernuansa modern minimalis di hadapannya. Ternyata setelah bertahun-tahun rumah tersebut tidak berubah sama sekali, hanya saja halaman hijaunya yang luas itu terlihat lebih bagus dari yang terakhir kali Kaluna ingat. Satu jam lalu tiba-tiba ada seseorang yang menelfonnya dan ternyata itu adalah Neneknya. Entah dari mana beliau berhasil mendapatkan nomor milik Kaluna. Neneknya berkata kalau semua keluarga tengah menunggunya di sini, mereka ingin melihat Kaluna. Awalnya Kaluna menolak dengan keras, namun Neneknya berkata kalau dirinya tengah di rawat di rumah karena sakit dan ini permintaan terakhir beliau pada Kaluna karena setelahnya beliau tak akan mengganggu Kaluna lagi. Mau tak mau Kaluna menyetujui hal itu. Di sinilah Kaluna sekarang. Anna baru saja pergi setelah menurunkan Kaluna di sini dengan keraguan yang sama besarnya dengan yang Kaluna rasakan. Dengan langkah pelan dan tarikan nafas yang dalam akhirnya Kal
Anna berulang kali mengumpat kesal di dalam mobil karena lagi-lagi usaha mereka untuk membuat Hadi mengatakan kebenarannya sia-sia. Orang itu tetap memilih untuk bungkam.Kaluna yang mendengar hal itu hanya tertawa kecil melihat tingkah Anna. Sejak awal Kaluna sudah membayangkan jika ini tidak akan semudah kelihatannya. Lawan mereka adalah manusia dengan tingkat egois sampai ke langit.“Kok kamu tenang aja sih Na, ini persidangannya tinggal beberapa hari lagi loh,” kata Anna.“Kamu tuh bisa tenang dikit gak sih Ann. Luna aja tenang banget kenapa kamu yang tadi ngoceh mulu gak berhenti,” omel Alvi.“Abang!” seru Anna.Keduanya kembali adu mulut dan Kaluna tidak sanggup untuk meghentikan keduanya, akhirnya Ia memilih untuk diam menatap jalanan dan membiarkan perseteruan kakak beradik itu.Kaluna masih punya satu cara yang mungkin dapat mencairkan hati Hadi, namun Ia tak mau lagi melibatkan orang lain apalagi
Kaluna kembali ke kamar Anna setelah Anna dan Erna datang. Tentu saja Alvi sudah mendapatkan jawaban yang Ia tunggu, Kaluna belum punya pacar.“Abang nanya apa aja Na?” tanya Anna yang baru masuk kamar sembari membawa beberapa camilan malam.“Nanyain aku udah punya pacar atau belum,” jawab Kaluna jujur.“Dihhhh, ngegas banget tuh orang. Jangan mau di kerdusin dia Na, kamu berhak dapet yang lebih baik,” cecar Anna membuat Kaluna tak bisa menahan tawanya.“Itu abang kamu Ann,” ingat Kaluna.“Bulan lalu ada cewe yang nangis-nangis ke Mama, katanya habis di putusin sama Abang padahal janjinya di nikahin, drama banget manta-mantan dia tuh. Lagian kamu kan udah punya tambatan hati di sana,” ujar Anna yang di akhiri godaan.Kaluna seketika menghentikan tawanya saat mendengar ucapan Anna. Ia menatap Anna dengan sorot yang bertanya-tanya.“Mas-mas barista ganteng di cafe Naluna.
Anna masih saja tak percaya dengan kedatangan Kaluna yang ternyata masih mengingat alamat rumahnya. Gadis itu sedari tadi tidak berhenti mengoceh hingga membuat Kaluna sedikit jengah.Jika saja mereka tidak sedang berada di rumah Anna, sudah pasti Kaluna akan mengusir perempuan itu. Meskipun sudah berdamai, sisi Kaluna yang sadis masih ada dalam tubuhnya.Kaluna masih bisa mengusir orang yang tidak Ia sukai, mencaci bahkan Ia bisa saja menyeret orang tersebut jika diperlukan. Sisi ini Ia dapatkan setelah sepuluh tahun terakhir.“Ann, lama-lama Mama yang suruh kamu keluar yah,” omel Erna.Kaluna tersenyum sambil menikmati pudding coklat kesukaan Anna. Erna juga sempat mengomeli Kaluna karena datang tanpa bilang-bilang. Jika Kaluna bilang maka akan ada pudding kelapa kesukaan Kaluna di sini.“Ih Mama, dia itu udah bukan Luna yang dulu Mama kenal. Dia jadi lebih sadis, gak lucu kayak dulu,” ujar Anna membuat Kaluna melotot taja