"Jadi sampai mana aku tadi bicara?" tanya Kaluna pada Anna.
"Kamu belum ngomong apa-apa Lun," tegur Anna.
Kaluna terkekeh kecil lalu menyesap matcha latte kesukaannya sebelum mengutarakan keinginannya.
"Ayo selesaikan semuanya," ujar Kaluna.
"Serius Lun?" tanya Anna memastikan bahwa perempuan di hadapannya tidak sedang bercanda.
"Aku udah lama gak seserius ini Ann," balas Kaluna.
Kaluna segera membuka berkas yang kemarin Anna berikan padanya. Matanya mempelajari satu persatu artikel berita yang Anna kumpulkan. Semuanya seketika membuat emosi Kaluna naik saat melihat nama Ayahnya dibawa-bawa untuk menutupi kebusukan orang lain.
Kaluna percaya sepandai-pandainya seseorang menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga baunya. Sekecil apapun kesempatan yang Kaluna punya pasti ada satu kelemahan yang bisa membalikkan keadaan.
Kaluna tak akan pernah membiarkan orang lain membunuh Ayahnya u
Kaluna disambut oleh anak-anak panti yang kebetulan sedang bermain di teras depan. Semuanya tersenyum menyambut Kaluna dan Delvin yang ternyata senyum tersebut dapat menular secepat itu. Keduanya langsung ikut bermain dengan anak-anak itu. Delvin awalnya sangat kaku hingga Kaluna berkali-kali menegurnya agar bisa sedikit santai seperti sedang bermain dengan anak-anak sudirman. Setelah kurang lebih setengah jam berlalu, akhirnya Kaluna dan Delvin menemui Bu Ridha yang sedari tadi menunggu keduanya di ruang bayi. Kaluna terkejut karena terakhir kali Ia kesini tidak ada bayi di sana. Bayi ini baru ditemukan di depan panti asuhan tiga hari lalu. Baik Kaluna maupun Delvin menatap si bayi iba. Anak sekecil itu ditinggalkan kedinginan di luar sana, sungguh tidak bertanggung jawab. “Terakhir kali ke sini kenapa gak ikut nyusul ke bukit aja?” tanya Bu Ridha. “Kaluna gak bawa kendaraan Bu, jadi nunggu di sini saja sama Pak Daman tapi ternyata pulangnya
Kaluna terbangun di sebuah ruangan asing. Di sampingya ada Delvin yang sedang menutup matanya. Ia segera mendudukkan diri, namun gerakannya ditahan oleh Delvin yang tiba-tiba ikut terbangun. “Kamu mau ngapain?” tanya Delvin. “Papa,” sebut Kaluna lirih. “Papa kamu udah sama Evan, keadaannya udah mulai stabil,” jelas Delvin. Kaluna merasa lega mendengar hal itu, namun sekarang Ia ingin melihat Papanya. Akhirnya Delvin hanya bisa mengalah dan mengantar Kaluna dengan infus yang masih terpasang di tangannya. Delvin menuntun Kaluna dengan telaten. “Pelan-pelan Na,” ucap Delvin. Mereka sampai di depan kamar VIP, keduanya saling bertatapan sebelum masuk ke dalam. Ini sudah malam, jadi lorong bangsal tersebut cukup sepi. Kaluna melihat adiknya yang sedang bermain ponsel sedangkan Papanya masih menutup mata dengan banyak alat medis yang terpasang di tubuh. “Mbak udah bangun?” tanya Evan. Kaluna mengangguk sebagai jawaban.
Ruangan VIP siang itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Banyak kolega bisnis yang datang menjenguk Pak Bos yang masih belum membuka matanya. Karena terakhir kali Kaluna bertemu dengan kenalan Ayahnya dulu, akhirnya Ia memutuskan untuk tidak menemui kolega Papanya.Kaluna takut jika dirinya bertemu dengan orang-orang yang mengenalnya di masa lalu. Kini Ia menikmati angin sepoi-sepoi di taman rumah sakit.Yama memberitahukan bahwa ijin cuti yang Kaluna ajukan sudah di setujui oleh Bu Dian. Kaluna ingin merawat Papanya sampai sembuh, Ia ingin menebus kesalahannya dengan selalu ada di samping orang yang disayanginya itu.Kaluna memeriksa ponselnya dan banyak panggilan tak terjawab serta pesan masuk dari Anna.Kaluna menepuk keningnya, Ia lupa jika hari ini punya janji dengan Anna dan Papanya. Akhirnya Kaluna memutuskan untuk pergi ke cafe Naluna guna menemui keduanya. Kaluna tak enak pada Papa Anna karena sudah jauh-jauh datang ke kota ini.Sesampain
“Panggil Dokter!” seru Yama.Alat monitor jantung berbunyi nyaring memenuhi ruangan. Semua orang panik termasuk Kaluna yang sekarang menangis meraung memanggil Papanya. Delvin menarik Kaluna dalam pelukannya agar pihak medis dapat melakukan tindakan.Semua orang di paksa keluar untuk mempermudah para dokter melakukan tindakan. Kaluna sedari tadi memberontak di dalam pelukan Delvin namun sang wira terus membiarkan pelukannya semakin erat.“Yang tenang Na,” ucap Delvin.Evan kini terduduk dengan menyatukan tangannya. Semua orang terdiam dan memanjatkan doa yang sama. Tak ada yang tau tentang usia manusia, tapi bukan berarti kita tak bisa meminta pada Tuhan untuk berikan yang terbaik, termasuk membiarkan orang yang kita sayang tetap ada di sisi kita lebih lama.“Papa, Vin …” ucap Kaluna lirih.Air matanya tak berhenti mengalir seraya melihat ke arah kamar itu. Dirinya bahkan belum sempat mengatakan bah
Kaluna terbangun dari tidurnya setelah berusaha menutup mata hingga dini hari tadi. Ini kali pertama Kaluna susah tidur, sebelumnya Ia tak pernah mengalami hal seperti ini. Jam tidurnya selalu teratur. Hal itu menyebabkan kepalanya kini terasa pusing.Dengan mengabaikan pusing di kepalanya, Kaluna segera menuju kamar mandi untuk bersiap-siap. Adiknya harus sekolah dan Ia yang akan menjaga Papanya hari ini.Kaluna juga tak lupa membawa beberapa keperluan Evan yang tadi pagi sudah di ambil oleh asisten rumah di kontrakannya. Sebenarnya Kaluna sedikit tak enak karena dilayani seperti ini tapi semua orang telah ditugaskan demikian oleh Papanya dan tak ada yang berani membantah.“Loh, saya kira kamu sudah pulang,” ucap Kaluna terkejut saat melihat Delvin ada di hadapannya lengkap dengan sebuah kunci mobil di tangan.“Tadi pulang sebentar ganti baju, sekalian jemput kamu. Saya juga harus ambil motor di rumah sakit,” jelas Delvin.
Kaluna sedang duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya sedangkan Papanya tengah berbincang hangat dengan Evan. Ia tengah meninjau kembali kerjaannya yang sempat ditinggalkan.Sebenarnya dirinya tak perlu memikirkan hal itu karena selama cuti semua pekerjaan Kaluna diambil alih oleh Gama, namun Ia tak enak jika menyerahkannya begitu saja, akhirnya di waktu senggang Kaluna juga ikut menyelesaikan beberapa pekerjaan.Gama sudah terlalu banyak mengurusi masalah kantor yang lain, Ia tak mau menjadi beban baru untuk ketua tim nya itu.Tiba-tiba suasana menjadi hening, hal itu membuat Kaluna menoleh ke arah ranjang pasien ternyata Papa nya sudah tertidur dan Evan kembali berkutat dengan ponselnya.Evan mendekati kakaknya dengan langkah pelan lalu menepuk pundak Kaluna pelan sehingga membuat perempuan itu tersentak kaget.“Kenapa?” omel Kaluna.“Ada yang mbak sembunyiin dari aku?” tanya Evan tiba-tiba.Kaluna menatap
Evan menatap studio yang dikunjunginya beberapa hari yang lalu. Namun lampu studio tersebut mati, Ia tak tahu harus kemana lagi. Dirinya masih marah pada kakaknya, Ia juga tak mau ke tempat Papanya.Satu-satunya yang terpikirkan adalah Delvin, namun ponselnya mati. Jadi Ia tak bisa menghubungi teman kakaknya itu dan hanya bisa menunggu saja. Ia tak punya teman akrab di sekolah, dirinya selalu sendiri apalagi setelah insiden Logan waktu itu. Semuanya seakan menjaga jarak darinya.Evan marah pada Kaluna karena tidak menceritakan kebenarannya dan menanggung semuanya sendirian selama bertahun-tahun. Yang Evan tahu Ayahnya dipecat karena difitnah melakukan korupsi. Tapi Evan tidak menyangka ada kasus sebesar ini dibaliknya.Ia mendudukkan dirinya di kursi taman depan studio, tangannya sibuk memeluk badannya sendiri yang kedinginan.Evan sebenarnya ingin pergi ke cafe milik Delvin karena Ia yakin laki-laki itu sekarang ada di sana. Namun uangnya habis untuk ong
Kaluna terbangun saat mendengar pintu kamar rawat terbuka dari luar. Ia melihat adiknya datang masih dengan pakaian yang semalam Ia pakai. Namun ternyata Evan tidak sendirian, ada Delvin di belakangnya. Buru-buru Kaluna melesat pergi ke kamar mandi guna untuk mencuci muka dan gosok gigi. Ia lupa kalau semalam Evan menginap di rumah Delvin. Saat Kaluna kembali, Ia melihat sudah ada beberapa makanan tertata rapi di meja. Kaluna menatap keduanya bingung dan bertanya-tanya. Jika dilihat-lihat jenis makanan yang mereka bawa bukan yang biasa di jual di warung-warung. “Nenek bikin sarapan buat kamu, sini makan,” ucap Delvin sambil menarik tangan Kaluna untuk duduk di sebelahnya. Tentu saja perlakuan Delvin yang tiba-tiba itu sekarang berdampak besar bagi kinerja jantung Kaluna. Bisa-bisa Ia terkena serangan jantung jika Delvin terus berperilaku seperti ini, batin Kaluna. Delvin mengambil piring dan juga sendok untuk Kaluna dan membuka kotak makan ber
Kaluna, Anna dan Erik saling pandang sebelum isi buku hitam itu lebih banyak lagi. Buku ini benar-benar menulis detail informasi tentang dana gelap dari sebuah organisasi pengusaha besar di negeri ini. Dan salah satunya terkait dengan jembatan yang roboh. Kaluna hanya bisa meringis melihat nominal angka yang keluar setiap transaksi, itu bukan jumlah yang kecil."Ini kasus terakhir yang dicatat," ucap Erik begitu melihat lembar terakhir yang penuh tulisan."Pantesan pada kaya dan rumahnya gede-gede, ternyata korup," cibir Anna."Korupsi dana bantuan banjir?" tanya Kaluna."Kamu tau?" sahut Anna."Ayah pernah ngomongin ini sama Om Hadi sebelum kita pindah, aku denger waktu itu," jelas Kaluna."Iya, dana bantuan banjir ini 50% masuk kantong mereka, sisanya baru di distribusikan ke korban banjir," ungkap Erik."Nitidiwiryo?" gumam Erik."Kenapa om?" tanya Kaluna.Erik menunjuk sebuah nama
Kaluna berulang kali menatap Delvin untuk memastikan bahwa apa yang mereka berdua lihat memang benar adanya. Setelahnya Kaluna segera menelfon Anna dan juga menyiapkan tiket pesawat untuk menemui temannya itu. Buku ini, buku yang tadi Kaluna temukan di tas ayahnya adalah buku yang sama yang mereka cari selama ini.Dengan ini Kaluna dapat membalik keadaan. Ia bisa membersihkan nama baik Ayahnya. Kaluna yakin jika bukti ini bisa membuat orang-orang yang dulu membuat keluarganya hancur jadi mendapatkan ganjarannya."Pesawatnya jam berapa?" tanya Delvin yang sedang membersihkan piring bekas makan mereka."Satu jam lagi. Saya mau ke Papa dulu," jawab Kaluna."Saya antar," sahut Delvin."Terima kasih," balas Kaluna.Keduanya segera menuju rumah sakit dan Kaluna menceritakan semuanya pada Sang Papa. Kaluna sangat senang, terlihat dari raut wajahnya yang cerah saat menceritakan hal itu. Evan yang melihat kakaknya seperti kembali di
Kaluna kembali ke rumahnya setelah beberapa hari berada di rumah sakit. Papanya sudah sadar kemarin dan kini ada Evan di sana. Kaluna memasuki kamarnya dengan perlahan, terdapat sedikit debu yang berterbangan karena sudah cukup lama tidak ditempati.Semalam Anna menelfonnya dan mengatakan bahwa persidangan untuk kasus ayahnya akan segera dilaksanakan. Setelah melihat-lihat sekeliling rumah, akhirnya Kaluna memutuskan untuk keluar rumah mencari camilan karena di rumah sama sekali tak ada makanan.Setelah berjalan beberapa meter akhirnya Ia memutuskan untuk membeli gorengan pinggir jalan tanpa pusing. Sepertinya pisang goreng dan secangkir teh dapat mengisi perutnya yang dari pagi belum terisi. Namun sayangnya Kaluna harus kembali duduk dan menunggu pisang goreng kesukaannya digoreng. Akhirnya yang bisa Ia lakukan hanya melamun sambil melihat lalu lalang kendaraan di depannya."Bahkan meskipun duniaku hancur seperti ini tapi dunia orang lain tetap berjalan s
Suasana tenang di sebuah lorong membuat siapapun enggan untuk bersuara. Kaluna sedari tadi melirik ke arah lampu ruang operasi dan warnanya sama sekali belum berubah sejak dua jam yang lalu. Sang Papa akhirnya dapat melangsungkan operasi setelah menerima donor langka. Ia di sini sendirian karena adiknya masih harus sekolah. Waktu seakan berjalan lebih lambat membuat Kaluna berkali-kali menghela nafas frustasi. Kata dokter operasi ini merupakan operasi yang sedikit sulit karena usia Papanya yang sudah tak lagi muda di tambah mereka harus mencegah pendarahan sekecil mungkin karena stok darah di rumah sakit ini terbatas. Satu jam kembali berlalu dan tiba-tiba lampu di atas pintu kaca tersebut mati membuat Kaluna segera berdiri dengan harap-harap cemas. Beberapa menit kemudian Dokter Stefanus keluar dan menghampiri Kaluna. "Operasi berjalan dengan lancar, tapi kami harus terus pantau kalau saja ada penolakan organ donor dari tubuh Bapak. Untuk beberap
Delvin mengendarai mobil milik Kama menuju bandara. Ia mendapat kabar dari Evan bahwa Kaluna memutuskan untuk kembali dari luar kota hari ini dan Ia diberitahu bahwa perempuan itu sedang dalam kondisi yang labil karena kabar dari adiknya.Akhirnya berbekal informasi tentang penerbangan Kaluna yang Ia punya, Delvin memutuskan untuk menjemput perempuan itu. Delvin sendiri tak tahu mengapa dirinya bisa mau serepot ini padahal Kaluna bisa saja naik taksi atau yang lain. Kenapa Delvin justru menawarkan dirinya sendiri?Delvin meraih ponselnya dan memutuskan untuk menelfon gadis yang beberapa hari ini memenuhi kepalanya tanpa permisi.“Kamu dimana Na?” tanya Delvin.Kaluna mengatakan bahwa dirinya baru saja turun dari pesawat dan sedang menunggu bagasi. Delvin pun segera menambah kecepatannya. Sepuluh menit kemudian Ia sudah sampai di bandara. Ia melihat Kaluna dengan jelas karena sebelumnya perempuan itu bilang akan menunggu di depan, jadi Delvin t
Kaluna menatap sebuah rumah bernuansa modern minimalis di hadapannya. Ternyata setelah bertahun-tahun rumah tersebut tidak berubah sama sekali, hanya saja halaman hijaunya yang luas itu terlihat lebih bagus dari yang terakhir kali Kaluna ingat. Satu jam lalu tiba-tiba ada seseorang yang menelfonnya dan ternyata itu adalah Neneknya. Entah dari mana beliau berhasil mendapatkan nomor milik Kaluna. Neneknya berkata kalau semua keluarga tengah menunggunya di sini, mereka ingin melihat Kaluna. Awalnya Kaluna menolak dengan keras, namun Neneknya berkata kalau dirinya tengah di rawat di rumah karena sakit dan ini permintaan terakhir beliau pada Kaluna karena setelahnya beliau tak akan mengganggu Kaluna lagi. Mau tak mau Kaluna menyetujui hal itu. Di sinilah Kaluna sekarang. Anna baru saja pergi setelah menurunkan Kaluna di sini dengan keraguan yang sama besarnya dengan yang Kaluna rasakan. Dengan langkah pelan dan tarikan nafas yang dalam akhirnya Kal
Anna berulang kali mengumpat kesal di dalam mobil karena lagi-lagi usaha mereka untuk membuat Hadi mengatakan kebenarannya sia-sia. Orang itu tetap memilih untuk bungkam.Kaluna yang mendengar hal itu hanya tertawa kecil melihat tingkah Anna. Sejak awal Kaluna sudah membayangkan jika ini tidak akan semudah kelihatannya. Lawan mereka adalah manusia dengan tingkat egois sampai ke langit.“Kok kamu tenang aja sih Na, ini persidangannya tinggal beberapa hari lagi loh,” kata Anna.“Kamu tuh bisa tenang dikit gak sih Ann. Luna aja tenang banget kenapa kamu yang tadi ngoceh mulu gak berhenti,” omel Alvi.“Abang!” seru Anna.Keduanya kembali adu mulut dan Kaluna tidak sanggup untuk meghentikan keduanya, akhirnya Ia memilih untuk diam menatap jalanan dan membiarkan perseteruan kakak beradik itu.Kaluna masih punya satu cara yang mungkin dapat mencairkan hati Hadi, namun Ia tak mau lagi melibatkan orang lain apalagi
Kaluna kembali ke kamar Anna setelah Anna dan Erna datang. Tentu saja Alvi sudah mendapatkan jawaban yang Ia tunggu, Kaluna belum punya pacar.“Abang nanya apa aja Na?” tanya Anna yang baru masuk kamar sembari membawa beberapa camilan malam.“Nanyain aku udah punya pacar atau belum,” jawab Kaluna jujur.“Dihhhh, ngegas banget tuh orang. Jangan mau di kerdusin dia Na, kamu berhak dapet yang lebih baik,” cecar Anna membuat Kaluna tak bisa menahan tawanya.“Itu abang kamu Ann,” ingat Kaluna.“Bulan lalu ada cewe yang nangis-nangis ke Mama, katanya habis di putusin sama Abang padahal janjinya di nikahin, drama banget manta-mantan dia tuh. Lagian kamu kan udah punya tambatan hati di sana,” ujar Anna yang di akhiri godaan.Kaluna seketika menghentikan tawanya saat mendengar ucapan Anna. Ia menatap Anna dengan sorot yang bertanya-tanya.“Mas-mas barista ganteng di cafe Naluna.
Anna masih saja tak percaya dengan kedatangan Kaluna yang ternyata masih mengingat alamat rumahnya. Gadis itu sedari tadi tidak berhenti mengoceh hingga membuat Kaluna sedikit jengah.Jika saja mereka tidak sedang berada di rumah Anna, sudah pasti Kaluna akan mengusir perempuan itu. Meskipun sudah berdamai, sisi Kaluna yang sadis masih ada dalam tubuhnya.Kaluna masih bisa mengusir orang yang tidak Ia sukai, mencaci bahkan Ia bisa saja menyeret orang tersebut jika diperlukan. Sisi ini Ia dapatkan setelah sepuluh tahun terakhir.“Ann, lama-lama Mama yang suruh kamu keluar yah,” omel Erna.Kaluna tersenyum sambil menikmati pudding coklat kesukaan Anna. Erna juga sempat mengomeli Kaluna karena datang tanpa bilang-bilang. Jika Kaluna bilang maka akan ada pudding kelapa kesukaan Kaluna di sini.“Ih Mama, dia itu udah bukan Luna yang dulu Mama kenal. Dia jadi lebih sadis, gak lucu kayak dulu,” ujar Anna membuat Kaluna melotot taja