Bukankah hal yang sangat wajar sekali jika Sean dan Pinka melakukan hubungan intim malam ini. Keduanya telah SAH menikah di hadapan Kyai dan telah menjadi pasanagn suami istri yang halal. Jika Sean berkeinginan meniduri Pinka dan meminta haknya sebagai suami, itu adalah hal yang sangat normal dan alami di pinta oleh seoarng lelaki yang mencintai seorang wanita. Sean ingin meraih puncak asmara dengan cara menikmati tubuh Pinka yang selalu ada dalam pikirannya sejak kemarin. Tubuh indah, semampai dengan lekukan tubuh bagai gitar spanyol. Pinka benar -benar cantik dan sangat sexy.Sean yang dingin dan cuek berubah menjadi lelali yang hangat dan begitu penyayang. Diamati tubuh Pinka yang indah dari atas tubuh Pinka dan Pinka pun berusaha menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya."Kenapa di tutupi? Bukankah ini sudah menjadi milikku?" tanya Sean menatap Pinka penuh damba sambil memindahkan tangan Pinka untuk tidak menutupi dadanya yang indah dan mulus itu. Sean benar -benar di buat kagum
Malam ini terasa sangat panjang dan begitu lama. Sean dan Pinka masih berpelukan mesra di atas ranjang dengan tubuh yang masih polos tertutup selimut tebal untuk menghindari rasa dingin. Pinka yang terlihat sudah tidak kaku dan malah terlihat semakin manja masih memeluk tubuh Sean yang kekar, begitu juga dengan Sean yang memeluk tubuh mungil Pinka sambil sesekali mengusap lembut punggung dan bahu sampai ke lengan mulus Pinka. Tubuh Pinka benar -benar halus seperti kulit bayi, gairahnya punn begitu sensasional membuat Sean terus ingin bermain -main lagi dnegan tongkat billiardnya."Mau makan? Kita belum makan sejak tadi, nanti kamu sakit," tanya Sean lembut.Pinka mengangguk setuju dan Sean melepaskan pelukan itu lalu memakai pakaiannya kembali. Pinka hanya menutup tubuhnya dengan piyama handuk yang ada di hotel itu lalu keduanya duduk berhadapan di sebuah meja kecil yang sudah banyak sekali makanan dan mulai mendingin."Pilihlah makanan yang kamu suka. Karena aku juga belum tahu, apa
Sean mengusap lembut bahu Ibu dan berbisik pelan tepat di telinga Ibunya, "Dia gadis yang baik dan yatim piatu." Pinka hanya berdiri dan berusaha sopan pada Ibu Sean. Pinka menarik tangan Ibu itu dan mencium punggung tangan yang mulai terlihat keriput. Biar bagaimana pun juga, Ibu Sean adalah Ibu mertuanya dan telah menajdi Ibu Pinka walau Sean belum mengakui Pinka secara publik.Sentuhan Pinka ternyata membuat aliran darah Ibu Sean merasakan sesuatu yang aneh. Sikap Pinka yang terlihat tulus dan ikhlas mengubah cara pandang Ibu Sean terhadap Pinka. Senyumnya tiba -tiba melebar dan merangkul Pinka seperti anak kandungnya sendiri."Maafkan Ibu jika Ibu sedikit ketus. Ibu cemas sejak tadi, karena hari ini pernikahan putra semata wayang Ibu dengan gadis yang sholeha," ucap Ibu Sean dengan kedua mata berbinar senang.Berbeda dengan Pinka yang merasakan dadanya di tusuk -tusuk dengan ribuan jarum yang tajam. Sakit sekali namun tidak berdarah. Sean melirik ke arah Pinka dan menatapnya send
Pinka yang hanya bisa tertidur sebentar akhirnya terbangun dan menatap seluruh isi kamar ini. Ya, ini kamar Sean, suaminya. Kamar tidur yang di cat dengan warna abu -abu muda dan begitu rapih sekali. Semua isinya pun tak lepas dari warna hitam atau putih."Kak Sean memang lelaki misterius yang sulit di tebak," ucap Pinka dalam hatinya.Pinka bangun dari tidurnya dan menatap jajaran foto di atas meja lalu tersenyum. Ada foto Sean waktu kecil, sepertinya usia Sean pas waktu bertemu dengan Pinka untuk pertama kalinya."Kamu memang tampan sejak dulu," ucap Pinka memuji.Pinka membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju dapur. Rumah ini begitu sepi dan sunyi, padahal pagi ini Sean akan menikah, tapi tidak ada tanda -tanda kebahagiaan di rumah ini.Pinka mencoba memasak membuat sarapan pagi yang istimewa untuk Sean, suaminya dan Ibu Aisyah. Setidaknya Pinka memiliki bakat terpendam sebagai koki rumahan.Pagi ini Pinka mulai sibuk di dapur untu membuat nasi goreng bumbu bali. Tubuhnya yanga
Pinka menatap kedua mata Ibu Aisyah yang terlihat penasaran dengan sosok Pinka. Pinka sendiri tidak tahu harus bicara apa? Pinka adalah sosok gadis yang jujur dan tidak bisa berbohong, walaupun ia selalu di anggap sebelah mata hanya karena seorang Purel.Tatapan Ibu Aisyah tak hanya penasaran tapi juga menyelidik.Pinka hanya mengangguk kecil mengiyakan ucapan Ibu Aisyah. tapi sosok suaminya itu harus ia tutupi demi kebaikan bersama."Su -sudah Bu," jawab Pinka yakin."Ohhh ... Syukurlah kalau begitu," jawab Ibu Aisyah merasa lega. Setidaknya jika benar Sean menitipkan Pinka di rumah bersama Ibu Aisyah, maka sosok Pinka tidak akan menggoda rumah tangga Sean dan Zahra."Ekhemmm ... Lalu suami kamu? Maksudnya suami kamu dimana?" tanya Ibu Aisyah yang masih nampak kepo sekali tentang Pinka."Bu ... Acaranya segera di mulai," ucap Pinka mengalihkan tema pembicaraannya dan mendengrakan secara khidmat Sean mengucap ijab kabul itu."Putraku, Sean Sanjaya bin fullan, aku nikah dan kawinkan en
Pinka berjalan menuju aula besar itu dan berdiri di ambang pintu hanya penasaran ingin melihat prosesi pernikahan Sean dengan Zahra setelah ijab kabul. Prosesi yang sama seperti yang Pinka alami kemarin. Ya, baru kemarin Pinka bahagia, Pinka merasa di hargai sebagai wanita, merasa di miliki dan merasa di cintai. Tapi, hari ini semua sirna meluap bersama kehangatan sinar matahari yang menjauh ke atas langit.Jelas sekali senyum kebahagiaan Zahra terukir di wajahnya saat Sean memasangkan cincin pernikahan di jari manis Zahra. Tapi tidak dengan sebaliknya.Zahra menatap jari manis Sean sudah melingkar sebuah cincin emas putih yang terlihat sangat sederhana."Dimana aku memasangkan cincin ini? Sedangkan jarimu telah ada cincin lain?" bisik Zahra lirih pada Sean."Masukkan saja dan letakkan di atas cincin itu. Aku tak akan melepaskan cincin itu karena cincin itu sangat berarti untukku," jawab Sean lirih berbisik.Tak ada yang aneh bagi Zahra. Zahra hanya mengangguk kecil mengiyakan semua p
Seusai acara akad nikah itu langsung di lanjutkan acara resepsi pernikahan yang cukup megah di aula besar Pondok pesantren. Zahra dan Sean sudah mengganti pakaian mereka dengan warna merah maroon. Merah yang berarti lambang cinta, semakin merah membuktikan cinta mereka semakin kuat dan abadi.Sean dan Zahra sudah duduk di pelaminan dengan wali mereka. Ada Bunda Aisyah di sisi Zahra dan Kyai Abdullah di sisi Sean. Kyai Abdullah sendiri merasa kecewa dengan kejadian barusan. Melihat Sean yang dengan santai dan tenang berbicara dengan wanita lain di depan banyak orang. Sama sekali tak punya rasa menghargai terhadap Zahra, putrinya yang telah SAH menjadi istrinya."Siapa gadis itu sebenarnya," tanya Kyai Abdullah pada dirinya sendiri sambil menatap ke arah Pinka yang duduk termenung sendirian sambil memangku piringnyaa."Haii ...," sapa Fathonah pada Pinka."Haii juga," jawab Pinka lembut."Namaku Fathonah," ucap Fathonah memperkenalkan diri."Pinka," jawab Pinka ikut memperkenalkan diri
"Apa?! Menikah lagi?!" ucap Ibu Aisyah tak percaya."Lelaki baik macam apa dia yang tak bisa menjaga hatinya malah emnikahi perempuan lain? Atau kalian ada amsalah sebelumnya?" tanya Ibu Aisyah mulai penasaran denagn kisah asmara Pinka.Pinka hanya bisa tersenyum kecut, wajahnya tetap menampilkan keramahan tapi batinnya sungguh tersudut tersakiti. Rasanya ia ingin berteriak kencang hingga memekakkan telinga banyak orang, agar semua orang paham dengan batinnya yang begitu kecewa."Tetap saja, beliau lelakio baik yang pernah Pinka kenal. Nyatanya lelaki itu mau mnikahi Pinka dan menerima Pinka apa adanya, Ibu. Kalau masalah suami pInka menikah lagi, tentu ada penyebabbnya, bukan secara tiba -tiba," ucap Pinka tetap menjaga kehormatan suaminya. Pinka yang benar -benar sudah jatuh cinta pada Sean, tak bisa mengatakan hal buruk tentang suaminya. "Mulia sekali hatimu Pinka," ucap Ibu Aisyah merasa terenyuh dengan cerita Pinka. Pinka terlihat jujur dan apa adanya. Tak sedikit pun Pinka mena
Itulah Adzan. Lelaki pemberani dan kuat yang tak akan menyerah dalam situasi apapun. Adzan adalah lelkai yang menjaga harga diri keluarganya. Baginya keluarga adalah prioritasnya. Barang siapa yang mengganggu keluarganya, maka akan berhadapan dan berurusan dengan dirinya.Adzan sudah mematika mesin motornya dan turun masuk ke dalam gedung tua. Disana terlihat Marko sedang bersantai dan minum -minuman keras bersama komplotannya."Marko!! Kamu apkan Ainul!!" ucap Adzan dengan suara yang begitu keras dan lantang. Adzan masuk ke dalam gedung sendirian. Reza dan teman -temannya bersembunyi di tempat lain sesuai arahan Adzan tadi.Marko meletakkan botol minumannya di atas meja dan bangkit berdiri untuk melihat siapa yang memanggil namanya dengan berani. Kedua matanay menyipit dan emnatap tajam ke arah Adzan."Kamu? Adzan bukan?" tanya Marko dengan suara tak kalah lantang.Sebagai pemimpin genk motor, Marko tak boleh terlihat lemah didepan anak buahnya. Apalagi yang datang adalah orang asing
"Umi kenapa sih, Kak?" tanya Ainul pada Adzan yang sambil mencuci piring. Adzan sedang mengelap meja makan dan menutup smeua sisa makanan denagn tudung saji."Umi cuma lelah aja. Cepat Ainul, kamu juga harus istirahat terus belajar. Besok hari terakhir ujian. Kmau harus semangat," titah Adzan lalu menyapu ruang makan dan menyeruknya dan membuang sampah."Iya Kak. Oh ya, Memang Kakak mau ke Mesir juga?" tanya Ainul lembut sambil mencuci tangannya setelah selesai mengerjakan tugasnya."Iya. Biar mimpimu kamu tidak terhenti," ucap Adzan kemudian lalu membuatkan susu untuk Ainul.Adzan memberikan susu itu pada AInul dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam kamar. Adzan juga masuk ke dalam kamarnya dan belajar untuk hari terakhir ujian.***Pagi ini, suasana rumah sudah kembali seperti biasa. Pinka dan Sean hanay membeli makanan dari ujung gang rumahnya. Hari ini, Sean ingin memanjakan istrinya agar tidak memasak dan membiarkan membeli semuanya."Tumben makanannya begini," ucap Fatima menatap
Satu jam sudah Ainul bercerita tentang semuanya. Tak ada satu cerita pun yang di lewatkan oleh Ainul. Awal mula cerita tentang Marko dan ancaman Marko hingga Ainul bisa terjebak dalam kehidupan malam MArko.Adzan terdiam sesaat. Ia mencari solusi yang tepat dan cara untuk bicara denagn baik tanpa menimbulkan masalah baru bagi Ainul."Jadi benar itu anak Marko?" tanya Adzan pada AInul yang mengangguk pasrah sambil menunduk.Kedua mata Ainul sudah basah dan tak bisa lagi membendung air mata itu. Adzan memebrikan sapu tangannya kepaad Ainul."Ini ... Hapuslah air mata kamu. Jangan bersedih Ainul. Semua yang sudah terjadi itu adalah takdir. Sekarang bagaiaman kita menyikapi maslaah itu sebagai ujian dan pendewasaan. Ada Kakak, kita bisa cari solusi bersama. Kamu sekarang maunya gimana?" tanya Adzan pada Ainul.Ainul sedang menghapus air matanay dan cairan dari hidung yang keluar begitu saja. Lalu mengangkat wajahnya dan menatap Adzan dengan malu. Wajaah Ainul sudah memerah karena menahan
Adzan tetap setia menunggu Ainul didepan ruang BK. Setelah mencari tahu, ternyata Ainul sedang mengerjakan ujian kemarin yang memang tidak dikerjakan karena tidak masuk.Adzan sudah menyuruh beberapa teman- temannya di Panti untuk mencari tahu keberadaan Marko. Ada kabar berita yang cukup membuat Adzan terkejut.Satu jam kemudian Ainul keluar dari ruang BK dengan wajah lesu dan tubuh yang etrlihat lemas. Adzan menyodorkan susu kotak untuk IAnul setelah melihat Ainul keluar dari ruang BK."Minumlah biar tubuhmu gak lesu begitu. Kasiha janinmu," bisik Adzan pada Ainul.Ainul menatap Adzan yang tidak menatap Ainul dan hanya menyodorkan susu kotak tanpa harus menatap adiknya. Adzan tak tega melihat wajah Ainul yang begitu terlihat kelelahan."Makasih," jawab Ainul pasrah. Ia menerima susu kota itu dan menancapkan sedotan dilubang kotak itu dan menyeruput nikmat. Susu strawberry yang begitu dingin dan manis sungguh membuat kerongkongan Ainul kembali basah dan mEnghilangkan rasa dahaga yang
Ainul masuk ke dalam sekolah dengan perasaan marah terhadap Adzan. Kedua kakak adik itu biasanya selalu akur dan harmonis. Tapi, kini keduanya bagai kucing dan anjing yang siap menerkam satu sama lain.Adzan yang begitu sayang pada AInul terlalu posesif. Ainul yang sedang tertimpa masalah juga egois menyembunyikan masalahnya itu sendirian saja tanpa ingin diketahui oleh siapapun."Ainul? Kamu kenapa kemarin gak masuk? Dipanggil guru BK katanya ingin susulan kapan?" ucap teman Ainul yang memberikan informasi langsung dari gurunya."Oh oke. Makasih ya, Vin. Aku kesana sekarang," ucap Ainul yang merasa ada sesuatu yang tak beres. Dadanya bergemuruh dan perasaannya tiba -tiba menjadi tidak enak.Ainul mengetuk pintu ruangan BK dan dari dalam terdengar sahutan Bu Eri yang menyuruhnya segera masuk."Masuk!""Maaf Bu. Ibu panggil Ainul?" tanya Ainul kemudian."Ohh Ainul? Iya. Ibu cari kamu. Sini masuk. Kemarin kamu tidak masuk kenapa? Tidak ada permohonan ijin atau surat keterangan sakit dar
Keesokan paginya, Adzan tetap merencanakan semua apa yang telah ia rencanakan bersama anak panti untuk mengikuti Ainul kemana pun perginya seharian ini. Adzan sudah duduk manis disalah satu kursi makan sambil menikmati sarapan paginya. Pikiran Adzan jelas sedang bercabang sejak kemarin. Kenapa dihari penentuan nasibnya untuk lulus malah dihadapkan pada masalah besar seperti ini.Sean sudah masuk ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama ketiga buah hatinya. Fatima menyusul dengan wajah serius dan Ainul belum nampak sama sekali batang hidungnya. Ada perasaan penasaran dihati Adzan dan ingin menghampiri Ainul ke kamar gadis itu. Tapi Adzan tetap berusaha tenang dan tidak tereburu -buru dengan segala egonya. Ia tidak ingin membuat Pinka, Uminya menjadi khawatir. Perempuan setengah baya itu terlalu peka untuk urusan kecil seperti ini."Mi ..," panggil Abi setelah menyeruput kopi hitam.Pinka pun masuk ke ruang makan sambil tergopoh -gopoh dan membawa telor dadar di piring besar."Iya Bi?
Hari ini pukul satu dini hari, Adzan terbangun dan bangkit dari tempat tidurnya lalu membuka kamarnya. Suasana dirumah itu begitu sunyi dan hening. Adzan berjalan menuju dapur untuk mengambil air dan cemilan di lemari es untuk mengisi perutnya yang mulai terasa lapar dan menemani ia belajar hingga pagi menjelang.Sesekali Adzan mendengar suara desahan dari kamar kedua orang tunya. Adzan hanya tersipu malu mendengarnya."Ainul? Kamu sedang apa?" tanya Adzan menatap Ainul yang sedang sibuk memasak air.Ainul menoleh ke arah belakang melihat Adzan yang berjalan pelan menghampirinya."Kak Adzan ngapain? Peduli amat?" ucap Ainul yang semakin ketus."Lho ... Kakak kan emang peduli sama kamu, Nul. Kamunya aja yang gak paham dan gak peka," ucap Adzan lembut.Adzan tahu Ainul ingin menikmati mie instant malam ini. Adzan mengambilkan beberapa bakso dan sosis yang kemudian direbus didalam air."Ainul gak mau pakai sosis sama bakso. Ainul mual, Kak," ucap Ainul langsung menutup hidungnya dengan
"Semua orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak -anaknya. Mana ada orang tua yang membiarkan buah hatinya mearsakan, kesakitan, kesedihan, kegagalan. Makanya setiap orang tua akan selalu mendoakan anak -anaknya agar berhasil dan sukses menjadi orang hebat," ucap Umi Pinka begitu tulus."Umi ... Kalau ternyata Ainul gagal menjadi anak yang baik bagaimana?" tanya Ainul dengan raut wajah begitu sedih.Ainul merasa hidupnya semakin etrtekan jika membohongi dirinya sendiri dan keluarganya seperti ini.Pinka terus menatap Ainul yang menangis tanpa henti. "Sebenarnya ada apa? Kamu seperti menyembunyikan sesuatu dari Umi? Kamu dan Adzan bertingkah aneh hari ini. Memangnya ada masalah apa? Mungkin Umi bisa bantu?"tanya Pinka begitu pelan dan membuat hati Ainul semakin berdesir.Ainul kembali memeluk Uminya. Ia belum sanggup menceritakan semuanya. Ainul berjanji setidaknya sisa ujian akhir ini bisa ia kejar untuk mendapatkan nilai yang baik.Pinka membalas pelukan itu dengan penu
"Kakak tanya sama kamu, Nul!! Jawab pertanyaan Kakak!!" tanya Adzan mulai geram.Sejak tadi Ainul seperti menyembunyikan sesuatu membuat rasa penasaran Adzan semakin membuncah.Ainul melengos dan menatap ke arah atap kamarnya. Ia tak mau peduli dengan pertanyaan Adzan yang membuat dirinya mati kutu tak bisa menjawab.Semua ini adalah salahnya!! Memberkan celah untuk Marko. Lalu saat ini? Marko ternyata hanya mempermainkannya saja karena rasa penasaran."Cepat jawab!! Atau bukti ini Kakak berikan pada Umi dan Abi?" ucap Adzan mengancam sambil menunjukkan alat tespek tadi."Bawa sini Kak!! Itu milik orang lain, bukan aku," ucap Ainul membela diri.Ainul berusaha berdiri dan mengambil bungkusan itu dari tangan Adzan."Sini Kak!!" ucap Ainul dengan suara keras."Gak akan!! Ini adalah bukti. Satu lagi, kakak tidak percaya kalau ini punya orang lain. Kakak akan cari siapa lelaki yang telah menghamili kamu? Marko kah?" tuduh Adzan dengan tepat sekali.Ainul menggelengkan kepalanya cepat. "Bu