Pinka menatap kedua mata Ibu Aisyah yang terlihat penasaran dengan sosok Pinka. Pinka sendiri tidak tahu harus bicara apa? Pinka adalah sosok gadis yang jujur dan tidak bisa berbohong, walaupun ia selalu di anggap sebelah mata hanya karena seorang Purel.Tatapan Ibu Aisyah tak hanya penasaran tapi juga menyelidik.Pinka hanya mengangguk kecil mengiyakan ucapan Ibu Aisyah. tapi sosok suaminya itu harus ia tutupi demi kebaikan bersama."Su -sudah Bu," jawab Pinka yakin."Ohhh ... Syukurlah kalau begitu," jawab Ibu Aisyah merasa lega. Setidaknya jika benar Sean menitipkan Pinka di rumah bersama Ibu Aisyah, maka sosok Pinka tidak akan menggoda rumah tangga Sean dan Zahra."Ekhemmm ... Lalu suami kamu? Maksudnya suami kamu dimana?" tanya Ibu Aisyah yang masih nampak kepo sekali tentang Pinka."Bu ... Acaranya segera di mulai," ucap Pinka mengalihkan tema pembicaraannya dan mendengrakan secara khidmat Sean mengucap ijab kabul itu."Putraku, Sean Sanjaya bin fullan, aku nikah dan kawinkan en
Pinka berjalan menuju aula besar itu dan berdiri di ambang pintu hanya penasaran ingin melihat prosesi pernikahan Sean dengan Zahra setelah ijab kabul. Prosesi yang sama seperti yang Pinka alami kemarin. Ya, baru kemarin Pinka bahagia, Pinka merasa di hargai sebagai wanita, merasa di miliki dan merasa di cintai. Tapi, hari ini semua sirna meluap bersama kehangatan sinar matahari yang menjauh ke atas langit.Jelas sekali senyum kebahagiaan Zahra terukir di wajahnya saat Sean memasangkan cincin pernikahan di jari manis Zahra. Tapi tidak dengan sebaliknya.Zahra menatap jari manis Sean sudah melingkar sebuah cincin emas putih yang terlihat sangat sederhana."Dimana aku memasangkan cincin ini? Sedangkan jarimu telah ada cincin lain?" bisik Zahra lirih pada Sean."Masukkan saja dan letakkan di atas cincin itu. Aku tak akan melepaskan cincin itu karena cincin itu sangat berarti untukku," jawab Sean lirih berbisik.Tak ada yang aneh bagi Zahra. Zahra hanya mengangguk kecil mengiyakan semua p
Seusai acara akad nikah itu langsung di lanjutkan acara resepsi pernikahan yang cukup megah di aula besar Pondok pesantren. Zahra dan Sean sudah mengganti pakaian mereka dengan warna merah maroon. Merah yang berarti lambang cinta, semakin merah membuktikan cinta mereka semakin kuat dan abadi.Sean dan Zahra sudah duduk di pelaminan dengan wali mereka. Ada Bunda Aisyah di sisi Zahra dan Kyai Abdullah di sisi Sean. Kyai Abdullah sendiri merasa kecewa dengan kejadian barusan. Melihat Sean yang dengan santai dan tenang berbicara dengan wanita lain di depan banyak orang. Sama sekali tak punya rasa menghargai terhadap Zahra, putrinya yang telah SAH menjadi istrinya."Siapa gadis itu sebenarnya," tanya Kyai Abdullah pada dirinya sendiri sambil menatap ke arah Pinka yang duduk termenung sendirian sambil memangku piringnyaa."Haii ...," sapa Fathonah pada Pinka."Haii juga," jawab Pinka lembut."Namaku Fathonah," ucap Fathonah memperkenalkan diri."Pinka," jawab Pinka ikut memperkenalkan diri
"Apa?! Menikah lagi?!" ucap Ibu Aisyah tak percaya."Lelaki baik macam apa dia yang tak bisa menjaga hatinya malah emnikahi perempuan lain? Atau kalian ada amsalah sebelumnya?" tanya Ibu Aisyah mulai penasaran denagn kisah asmara Pinka.Pinka hanya bisa tersenyum kecut, wajahnya tetap menampilkan keramahan tapi batinnya sungguh tersudut tersakiti. Rasanya ia ingin berteriak kencang hingga memekakkan telinga banyak orang, agar semua orang paham dengan batinnya yang begitu kecewa."Tetap saja, beliau lelakio baik yang pernah Pinka kenal. Nyatanya lelaki itu mau mnikahi Pinka dan menerima Pinka apa adanya, Ibu. Kalau masalah suami pInka menikah lagi, tentu ada penyebabbnya, bukan secara tiba -tiba," ucap Pinka tetap menjaga kehormatan suaminya. Pinka yang benar -benar sudah jatuh cinta pada Sean, tak bisa mengatakan hal buruk tentang suaminya. "Mulia sekali hatimu Pinka," ucap Ibu Aisyah merasa terenyuh dengan cerita Pinka. Pinka terlihat jujur dan apa adanya. Tak sedikit pun Pinka mena
"Kak Sean?!" ucap Pinka lirih. Sean tersenyum manis sekali dan memeluk tubuh Pinka dengan penuh kerinduan serta mencari kenyamanan."Malam ini aku ingin bersamamu Pinka, aku rindu kamu," ucap Sean menciumi sleuruh wajah Pinka seperti sudah berbulan -bula tak bertemu. Padhal baru beberapa jam saja mereka terpisah.Kedua mata indah Pinka berbinar bahagia. Sean suaminya mendatanginya dan memeluk tubuhnya dengan erat, bahkan Sean tak ragu lagi untuk mencium wajahnya."Kamu menangis?" tanya Sean yang secara tak sengaja mencium Pinka tepat mengenai air matanya yang menetes di pipi mulusnya.Pinka tak menjawab dan hanya menggelengkan kepalanya pelan."Apa kamu tidak bahagia bersamaku, Pinka? Kamu merasa tersakiti?" tanya Sean pada Pinka penasaran."Gak Kak. Pinka malah bahagia, Kakak datang. Pinka rindu Kakak. Harum tubuh Kakak, membuat Pinka candu," ucap Pinka jujur.Pinka membalas pelukan Sean dan memeluknya dengan sangat erat. Tubuh mereka saling berhimpitan di bawah selimut. Tubuh Sean t
Pertarungan malam yang indah sudah terlewati denagn sempurna. Sean masih memeluk tubuh polos Pinka dengan erat. Baru saja terlelap sebentar, dari luar kamar sudah terdengar suara ketukan Ibu Aisyah yang membangunkan Pinka."Pinka ... Pinka ... Bangun, Nak sudah shubuh," panggil Ibu Aisyah lembut sambil berulang kali mengetuk kamar Sean.Pinka membuka kedua matanya dan menjawab, "Iya Bu." Pinka masih belum sadar dari tidurnya, karena tubuhnya masih terasa lelah dan cape. Tubuhnya juga masih terikat tangan Sean yang terus memeluknya tak mau melepas.Kedua mata Pinka langsung terbuka lebar dan mmebalikan tubuhnya untuk membangunkan Sean, suaminya."Kak ... Kak Sean, bangun Kak. Ibu sudah bangun. Baru saja membangunkan Pinka. Kalau Ibu tahu, Kakak ada disini, bisa runyam semuanya," bisik Pinka terus menggoyangkan tubuh Sean dan menepuk -nepuk pipi Sean agar lelaki itu cepat terbangun dari tidurnya.Biasanya Sean langsung terbangun bila ada yang membangunkan, kenapa kali ini nampak susah s
Dengan cepat Sean melepaskan pelukan Zahra dari perutnya dan bergegas mengambil piyama handuk dan memakainya."Aku belum sholat shubuh," ucap Sean yang langsung berwudhu dan keluar dari kamar itu meninggalkan Zahra sendirian di kamar mandi.Zahra hanay terdiam dan duduk di atas kloset tertutup sambil emnikmati percikan air shower yang mengenai tubuhnya. Kenapa Sean, suaminya begitu ketus, dingin dan sanagt cuek sekali. Padahal, dulu sikap Sean begitu hangat, ramah dan lembut."Aku telah melakukan apa yang aku bisa. Aku berusaha untuk menjadi istri yang baik, tapi kamu seolah malah ingin menjauhiku," batin Zahra dalam hatinya ingin sekali berteriak dan menangis.Sean hanya mendengus kesal. Ia mengeringkan rambutnya dan memakai pakaiannya lalu sholat shubuh di kamar.Zahra sudah mandi dan masih memakai handuk yang dililitkan di tubuhnya lalu mendekati Sean yang baru saja mengucapkan salam pertanda sholatnya telah selesai."Kenapa kamu seolah ingin menjauhiku, Mas? Kenapa kamu seperti me
Tatapan Sean begitu kesal ke arah depan. Jawaban Zahra sama sekali tidak mencerminkan wanita sholehah putri dari seorang kyai besar dan terpandang.Zahra juga terdiam, hatinya juga kesal. Pernikahan impiannya seolah akan kandas dalam waktu cepat."Besok aku harus pergi. Aku ada tugas," ucap Sean lantang.Zahra menoleh ke arah Sean dan menjawab ketus, "Aku ikut. Aku harus ikut.""Aku tidak mungkin membawamu Zahra. Ini tugas ke tempat yang jauh dan sangat beresiko," ucap Sean pada Zahra."Terus? Kamu mau bawa teman hiburanmu itu?" tanya Zahra ketus."Teman hiburanku? Siapa yang kamu maksud? Pinka?" tanya Sean tetap terlihat tenang."Siapa lagi. Jangan -jangan, kamu tidak mau menyentuhku karen ausdah kena pelet, wanita itu? Iya? AKu juga bisa melakukan yang lebih panas dari dia," ucap Zahra penuh emosi.Mobil yang sedang di lajukan Sean langsung di hentikan begitu saja dengan rem kaki yang di injak mendadak. Sean pun menoleh ke arah Zahra dengan tatapan tajam."Jaga ucapanmu Zahra! Kamu
Itulah Adzan. Lelaki pemberani dan kuat yang tak akan menyerah dalam situasi apapun. Adzan adalah lelkai yang menjaga harga diri keluarganya. Baginya keluarga adalah prioritasnya. Barang siapa yang mengganggu keluarganya, maka akan berhadapan dan berurusan dengan dirinya.Adzan sudah mematika mesin motornya dan turun masuk ke dalam gedung tua. Disana terlihat Marko sedang bersantai dan minum -minuman keras bersama komplotannya."Marko!! Kamu apkan Ainul!!" ucap Adzan dengan suara yang begitu keras dan lantang. Adzan masuk ke dalam gedung sendirian. Reza dan teman -temannya bersembunyi di tempat lain sesuai arahan Adzan tadi.Marko meletakkan botol minumannya di atas meja dan bangkit berdiri untuk melihat siapa yang memanggil namanya dengan berani. Kedua matanay menyipit dan emnatap tajam ke arah Adzan."Kamu? Adzan bukan?" tanya Marko dengan suara tak kalah lantang.Sebagai pemimpin genk motor, Marko tak boleh terlihat lemah didepan anak buahnya. Apalagi yang datang adalah orang asing
"Umi kenapa sih, Kak?" tanya Ainul pada Adzan yang sambil mencuci piring. Adzan sedang mengelap meja makan dan menutup smeua sisa makanan denagn tudung saji."Umi cuma lelah aja. Cepat Ainul, kamu juga harus istirahat terus belajar. Besok hari terakhir ujian. Kmau harus semangat," titah Adzan lalu menyapu ruang makan dan menyeruknya dan membuang sampah."Iya Kak. Oh ya, Memang Kakak mau ke Mesir juga?" tanya Ainul lembut sambil mencuci tangannya setelah selesai mengerjakan tugasnya."Iya. Biar mimpimu kamu tidak terhenti," ucap Adzan kemudian lalu membuatkan susu untuk Ainul.Adzan memberikan susu itu pada AInul dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam kamar. Adzan juga masuk ke dalam kamarnya dan belajar untuk hari terakhir ujian.***Pagi ini, suasana rumah sudah kembali seperti biasa. Pinka dan Sean hanay membeli makanan dari ujung gang rumahnya. Hari ini, Sean ingin memanjakan istrinya agar tidak memasak dan membiarkan membeli semuanya."Tumben makanannya begini," ucap Fatima menatap
Satu jam sudah Ainul bercerita tentang semuanya. Tak ada satu cerita pun yang di lewatkan oleh Ainul. Awal mula cerita tentang Marko dan ancaman Marko hingga Ainul bisa terjebak dalam kehidupan malam MArko.Adzan terdiam sesaat. Ia mencari solusi yang tepat dan cara untuk bicara denagn baik tanpa menimbulkan masalah baru bagi Ainul."Jadi benar itu anak Marko?" tanya Adzan pada AInul yang mengangguk pasrah sambil menunduk.Kedua mata Ainul sudah basah dan tak bisa lagi membendung air mata itu. Adzan memebrikan sapu tangannya kepaad Ainul."Ini ... Hapuslah air mata kamu. Jangan bersedih Ainul. Semua yang sudah terjadi itu adalah takdir. Sekarang bagaiaman kita menyikapi maslaah itu sebagai ujian dan pendewasaan. Ada Kakak, kita bisa cari solusi bersama. Kamu sekarang maunya gimana?" tanya Adzan pada Ainul.Ainul sedang menghapus air matanay dan cairan dari hidung yang keluar begitu saja. Lalu mengangkat wajahnya dan menatap Adzan dengan malu. Wajaah Ainul sudah memerah karena menahan
Adzan tetap setia menunggu Ainul didepan ruang BK. Setelah mencari tahu, ternyata Ainul sedang mengerjakan ujian kemarin yang memang tidak dikerjakan karena tidak masuk.Adzan sudah menyuruh beberapa teman- temannya di Panti untuk mencari tahu keberadaan Marko. Ada kabar berita yang cukup membuat Adzan terkejut.Satu jam kemudian Ainul keluar dari ruang BK dengan wajah lesu dan tubuh yang etrlihat lemas. Adzan menyodorkan susu kotak untuk IAnul setelah melihat Ainul keluar dari ruang BK."Minumlah biar tubuhmu gak lesu begitu. Kasiha janinmu," bisik Adzan pada Ainul.Ainul menatap Adzan yang tidak menatap Ainul dan hanya menyodorkan susu kotak tanpa harus menatap adiknya. Adzan tak tega melihat wajah Ainul yang begitu terlihat kelelahan."Makasih," jawab Ainul pasrah. Ia menerima susu kota itu dan menancapkan sedotan dilubang kotak itu dan menyeruput nikmat. Susu strawberry yang begitu dingin dan manis sungguh membuat kerongkongan Ainul kembali basah dan mEnghilangkan rasa dahaga yang
Ainul masuk ke dalam sekolah dengan perasaan marah terhadap Adzan. Kedua kakak adik itu biasanya selalu akur dan harmonis. Tapi, kini keduanya bagai kucing dan anjing yang siap menerkam satu sama lain.Adzan yang begitu sayang pada AInul terlalu posesif. Ainul yang sedang tertimpa masalah juga egois menyembunyikan masalahnya itu sendirian saja tanpa ingin diketahui oleh siapapun."Ainul? Kamu kenapa kemarin gak masuk? Dipanggil guru BK katanya ingin susulan kapan?" ucap teman Ainul yang memberikan informasi langsung dari gurunya."Oh oke. Makasih ya, Vin. Aku kesana sekarang," ucap Ainul yang merasa ada sesuatu yang tak beres. Dadanya bergemuruh dan perasaannya tiba -tiba menjadi tidak enak.Ainul mengetuk pintu ruangan BK dan dari dalam terdengar sahutan Bu Eri yang menyuruhnya segera masuk."Masuk!""Maaf Bu. Ibu panggil Ainul?" tanya Ainul kemudian."Ohh Ainul? Iya. Ibu cari kamu. Sini masuk. Kemarin kamu tidak masuk kenapa? Tidak ada permohonan ijin atau surat keterangan sakit dar
Keesokan paginya, Adzan tetap merencanakan semua apa yang telah ia rencanakan bersama anak panti untuk mengikuti Ainul kemana pun perginya seharian ini. Adzan sudah duduk manis disalah satu kursi makan sambil menikmati sarapan paginya. Pikiran Adzan jelas sedang bercabang sejak kemarin. Kenapa dihari penentuan nasibnya untuk lulus malah dihadapkan pada masalah besar seperti ini.Sean sudah masuk ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama ketiga buah hatinya. Fatima menyusul dengan wajah serius dan Ainul belum nampak sama sekali batang hidungnya. Ada perasaan penasaran dihati Adzan dan ingin menghampiri Ainul ke kamar gadis itu. Tapi Adzan tetap berusaha tenang dan tidak tereburu -buru dengan segala egonya. Ia tidak ingin membuat Pinka, Uminya menjadi khawatir. Perempuan setengah baya itu terlalu peka untuk urusan kecil seperti ini."Mi ..," panggil Abi setelah menyeruput kopi hitam.Pinka pun masuk ke ruang makan sambil tergopoh -gopoh dan membawa telor dadar di piring besar."Iya Bi?
Hari ini pukul satu dini hari, Adzan terbangun dan bangkit dari tempat tidurnya lalu membuka kamarnya. Suasana dirumah itu begitu sunyi dan hening. Adzan berjalan menuju dapur untuk mengambil air dan cemilan di lemari es untuk mengisi perutnya yang mulai terasa lapar dan menemani ia belajar hingga pagi menjelang.Sesekali Adzan mendengar suara desahan dari kamar kedua orang tunya. Adzan hanya tersipu malu mendengarnya."Ainul? Kamu sedang apa?" tanya Adzan menatap Ainul yang sedang sibuk memasak air.Ainul menoleh ke arah belakang melihat Adzan yang berjalan pelan menghampirinya."Kak Adzan ngapain? Peduli amat?" ucap Ainul yang semakin ketus."Lho ... Kakak kan emang peduli sama kamu, Nul. Kamunya aja yang gak paham dan gak peka," ucap Adzan lembut.Adzan tahu Ainul ingin menikmati mie instant malam ini. Adzan mengambilkan beberapa bakso dan sosis yang kemudian direbus didalam air."Ainul gak mau pakai sosis sama bakso. Ainul mual, Kak," ucap Ainul langsung menutup hidungnya dengan
"Semua orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak -anaknya. Mana ada orang tua yang membiarkan buah hatinya mearsakan, kesakitan, kesedihan, kegagalan. Makanya setiap orang tua akan selalu mendoakan anak -anaknya agar berhasil dan sukses menjadi orang hebat," ucap Umi Pinka begitu tulus."Umi ... Kalau ternyata Ainul gagal menjadi anak yang baik bagaimana?" tanya Ainul dengan raut wajah begitu sedih.Ainul merasa hidupnya semakin etrtekan jika membohongi dirinya sendiri dan keluarganya seperti ini.Pinka terus menatap Ainul yang menangis tanpa henti. "Sebenarnya ada apa? Kamu seperti menyembunyikan sesuatu dari Umi? Kamu dan Adzan bertingkah aneh hari ini. Memangnya ada masalah apa? Mungkin Umi bisa bantu?"tanya Pinka begitu pelan dan membuat hati Ainul semakin berdesir.Ainul kembali memeluk Uminya. Ia belum sanggup menceritakan semuanya. Ainul berjanji setidaknya sisa ujian akhir ini bisa ia kejar untuk mendapatkan nilai yang baik.Pinka membalas pelukan itu dengan penu
"Kakak tanya sama kamu, Nul!! Jawab pertanyaan Kakak!!" tanya Adzan mulai geram.Sejak tadi Ainul seperti menyembunyikan sesuatu membuat rasa penasaran Adzan semakin membuncah.Ainul melengos dan menatap ke arah atap kamarnya. Ia tak mau peduli dengan pertanyaan Adzan yang membuat dirinya mati kutu tak bisa menjawab.Semua ini adalah salahnya!! Memberkan celah untuk Marko. Lalu saat ini? Marko ternyata hanya mempermainkannya saja karena rasa penasaran."Cepat jawab!! Atau bukti ini Kakak berikan pada Umi dan Abi?" ucap Adzan mengancam sambil menunjukkan alat tespek tadi."Bawa sini Kak!! Itu milik orang lain, bukan aku," ucap Ainul membela diri.Ainul berusaha berdiri dan mengambil bungkusan itu dari tangan Adzan."Sini Kak!!" ucap Ainul dengan suara keras."Gak akan!! Ini adalah bukti. Satu lagi, kakak tidak percaya kalau ini punya orang lain. Kakak akan cari siapa lelaki yang telah menghamili kamu? Marko kah?" tuduh Adzan dengan tepat sekali.Ainul menggelengkan kepalanya cepat. "Bu