"Hahahaha dan kamu berhasil kukelabuhi? Maafkan aku, Ryan. Itu nggak sengaja suer! Kamu nggak tahu, Bro. Aku juga bingung menerima berkah ini." Arga mengusap wajahnya.
"Ya ini berkah buatmu. Tapi tahu nggak, bisa jadi musibah buatku, Bree. Trus gimana nih, kamu bisa akting dan jadi foto model? Kamu biasa lakukan itu nggak?" Wajah Ryan menunjukkan kekuatiran lebih sebagai sahabat daripada manajer. "Ya jelas tidak terbiasa, Bro. Arga ini kan aslinya dulu cuma cowok miskin berusia 30 tahun. Jelek, nggak modis, nggak bisa bela diri, kudet sama teknologi dan fisik payah kurus tinggi langsing. Hahaha." Arga tidak merasa malu menjelekkan dirinya sendiri. "Seneng dong kamu lahir kembali jadi kaya, berotot bin cakep gini?" Ryan mHati-hati dan bijaklah menggunakan sosmed ya readers.
"Keluarga baru adalah keluarga asing yang kita harus terbiasa dengannya. Dengan kekurangan dan kelebihannya." "Iya, beres. Itu kerjaan sudah ada scedul matang kan. Lagian aku sudah berencana mulai mengurangi kerjaan artis. Sudah kauurus kan, Bro? Oiya, ke depan aku berencana ingin membekali orang di sekelilingku ilmu beladiri secukupnya. Hitung-hitung biar sehat sekaligus bisa membela diri sendiri. Ke depan bisa ikutan membela keluarga mereka sendiri dan juga Bumintara. Keren nggak ideku? Aku sendiri ntar yang jadi gurunya." Arga merasa geli sendiri, mengerahkan orang sampai di sekelilingnya juga. "Weh, keren. Aku boleh ikut, Ga?" Ryan malah ikutan ingin belajar ilmu beladiri bosnya. "Boleh. Kamu memangnya belum bisa ilmu bela diri, Yan? Kirain mah sudah bisa, secara asisten pribadinya seorang artis sinetron laga kan dulu?"
"Semua hal bisa dipelajari. Termasuk hal mustahil yang tak terpikirkan. Semua karena usaha keras, niat dan waktu." "Ogah, geli!" Arga bergidik tidak bisa membayangkan ada kursi bisa memijit. Dia sangat tidak menyukai sentuhan. "Enggaklah, enak tahu! Atau aku sediain cewek saja khusus memijitmu?" Ryan terus mendesak. "Jangan! Dobel No! Bisa kaku badanku ntar, bukannya sembuh malah cari penyakit itu namanya. Astaga tega ya nawarin hal terlarang begitu?" Arga menggeleng keras. "Lah kok bisa? Enak lagi dipegangin cewek apalagi yang seksi kan. Kayak di panti pijat plus-plus gitu hihi. Apa alasannya kau menolak? Apakah kau lelaki tidak normal, Ga?" Ryan hanya mengetes kepribadian Arga baru ini. "Eh sembarangan, aku normal tahu! Justru karena normal, aku menjauhi penyakit karena mereka, para wanita it
"Kekayaan luar biasa bisa memudahkan hidup. Tetapi sayangnya juga mampu membutakan banyak hati."Sore itu lagi-lagi di sela-sela belajar komputer dan gadget lainnya, Arga berguman dengan mata bersinar."Keren yah, teknologi itu mah. Kagum aku!" teriak Arga heboh. "Lha iya dong, Ga. Walau yang ini nggak ada apa-apanya sih. Sorry to say ya, kamu yang dulu itu ngomong-ngomong jiwanya katrok banget sih? Hahaha. Maaf ya." Ryan sudah bersiap kabur melirik Arga yang menyebikkan bibirnya."Eh, namanya juga jiwanya berbeda, Yan. Kamu kok berani meledekku, bisa tak pecat sekarang lho!" Arga pura-pura marah."Ampun, Ga. Jangan dong, tadi cuma becanda. Ntar aku nggak kerja lalu siapa yang biayain anak bini aku, Ga?" Wajah memelas Ryan mendekat ke wajah bosnya itu.Arga mendelik dan m
"Kebaikan hati tidak bersumber dari tampilan luar yang baik. Tetapi tampilan walau seadanya yang merawat hati dengan baik, maka baiklah jadinya.""Begini saja, cukup nggak, Ga?" Ryan bertanya pada konsep kata-kata iklan atau promo melalui medsos yang akan dipesankannya pembuatan profesionalnya ke ahlinya nanti."Hmm sebentar ... bagus sih. Lumayan. Sudah cukup ini, Yan. Kirim aja konsepnya ke pembuat iklan sekarang, lebih cepat lebih baik. Jadi tidak banyak buang-buang waktu." Arga hanya takut rencananya belum lagi terealisasikan tapi dia keburu minggat dari tubuh ini, bisa berantakan semua nanti. Dia harus bergerak cepat."Baiklah, Bos." Ryan memaklumi kemauan kuat bosnya. Bagi Ryan apa yang diinginkan Arga sangat benar, membalas kejahatan dengan yang setimpal adalah kebenaran hakiki.***Arga saat ini, sambil menunggu datangny
"Teman lama, visi sama, tujuan tak berbeda, bagai sebongkah emas terpendam yang berharga seumur hidup." "Ow yeah! Aku ingat dia! Dia kan temenku diperguruan bela diri waktu SMA! Pantesan kaya akrab gitu sih! Arga namanya ya! Ya ... ya ... ya." Alan mengangguk lega setelah sekian lama baru mengingat dimana dia pernah bertemu Arga. "Arga sekarang jadi artis muda dan foto model yang top. Wah keren juga punya teman artis sesekali hehehe." Alan terus mencari tahu semua tentang Arga di sosial media sampai dia tertarik di salah satu grup tertutupnya. Alan tersenyum dan mencoba masuk ke grup Arga tersebut. Taglinenya menarik : Mata dibalas mata 5 tahun yang lalu! Kelompoknya disebut pembela kebenaran hakiki. Dan Alan berhasil masuk grup, setelah melewati beberapa pertanyaan dan tes verifikasi yang cukup rumit. Alan
"Satu lidi mudah patah, seratus lidi tak mudah patah oleh tangan. Apabila lawannya gergaji listrik? Mungkin satu lidi malah bisa selamat.""Tidak ada sih, Alan, hanya ada teman akrabku yang mengalami kehilangan orang-orang tercintanya. Aku jadi sedih dan ikut merasakan penderitaannya." Arga tak hendak membomgkar soal reinkarnasinya sekarang pada Alan. "Baik banget kamu, Ga. Aku salut. Semoga nanti partisipasiku akan bermanfaat ya? Aku juga ingin sekeren kamu!" Alan memeluk Arga dengan erat. Saat mereka sudah menghabiskan kopinya, mereka lalu berpisah dan sama-sama sepakat untuk bertemu lagi secepatnya**Makin hari, kelompok yang Arga kumpulkan makin membesar. Selain banyak tambahan dari orang-orang, secara alami dari seluruh penjuru Bumintara juga ada beberapa dari orang-orang dekat Arga yang datang dengan send
"Sebuah jiwa yang bersih tetaplah akan terjaga kesuciannya, cita-cita dan tujuan hidupnya." Arga kini makin sibuk saja mempersiapkan semuanya. Dia tipikal perfectionis sehingga meneliti semua hal sampai hal yang terkecil. Pertemuan pertama dengan semua pengikut pergerakan "BB" alias Bumintara Bangkit secara offline atau bertemu darat akan segera dilakukan bulan depan. "Iyup kau detil person, Bro. Keren! Sedikit berbeda dengan si Arga dulu yang cenderung agak ceroboh," puji Ryan tulus. Itu juga pengingat juga buat dirinya agar lebih teliti saat mengerjakan apapun yang diperintahkan Arga. "Oya? Kuanggap itu pujian, Yan. Hmm detil person? Emang ada ya istilah seperti itu?" Arga menoleh pada sahabatnya itu dengan kening berkerut. "Ya nggak ada haha. Istilah aku aja baru tercipta tadi hihihi."
"Kehadiran seseorang yang mempesona khalayak ramai dengan banyak kelebihan sedikit kekurangan." Arga akhir-akhir kembali ke kebiasaan lamanya, berkaca di depan cermin! Dia memandang dirinya dari ujung rambut sampai ke kaki hanya saja kali ini dia tidak tersenyum. Justru bibir anak muda ini malah terkatup rapat, tak ada sedikitpun tarikan di kedua sudut bibir eloknya. Alis tebal Arga berkerut, mengumpulkan kulit mudanya ke tengah dahi. Arga mempertanyakan dirinya sendiri dalam diam. Dia kini meragukan identitas dirinya yang sesungguhnya. Siapakah jiwanya yang lebih dominan? Arga si penuntut balas dendam yang sudah mati 5 tahun yang lalu? Ataukah Arga kini yang jadi anak orang kaya? "Siapa kau, Arga? Siapa dirimu yang begitu sombong hidup di dunia ini? Kenapa kau petantang-petenteng menarik banyak manusia mengikuti langkah bod
"Menang atau kalah bukan tujuan dalam persaingan atas nama rasa sayang." Maya tergagap, "Iii ... iya, baiklah." Maya hanya memandang tajam tuan muda itu sekilas dan mengomel dalam hati dengan keras, 'dasar Argaaaa. Tuan muda ganjen! Huh nyesel aku kenapa balik kerja ke sini. Persetan dengan segala aturan dasar attitude pegawai. Aarghhh! Ini pasti aku lagi dikerjain. Ah bos muda peak! Seumur hidup aku paling benci sama olahraga apalagi senam. Kayak ibu-ibu kelebihan lemak aja. Aku kan sudah ramping seksi dan sehat dari kecil. Ah sial sial siallll!' Langkah gontai Maya menuju ke depan, artinya berdirinya tepat di belakang sang instruktur senam Arga, ternyata diiringi berbagai macam jenis pandangan mata dari sekitarnya. Kebanyakan pandangan iri, dengki juga sakit hati dari beberapa kaum hawa yang selalu ingin lebih dekat dengan tuan muda yang rajin berolahraga itu. Sedangkan beberapa pria hanya menggelengkan kepala atau mengangkat bahu tanda tidak peduli. Sisanya hanya tak tahu menah
"Rasa rindu akan seorang yang pergi merupakan pertanda dia akan membutuhkanmu juga dan kembali."Maya terus bicara sendiri, merasa heran tanpa akhir. Dia takjub. Dia sangat membenci hal ini tetapi anehnya di lain pihak merasa sama sekali tidak berdaya. Ini keadaan yang sangat lain daripada yang lain. Batinnya sangat ramai bertentangan menyebabkan mulut manisnya terus berkicau sendiri. "Iya! Pasti dia tidak normal! Soal gaya sepak terjangnya dengan wanita-wanita yang dipamerkan di sosmed adalah omong kosong besar! Itu pasti palsu, hoax, pencitraan semata sebagai seorang artis muda, biar dikira Don Juan yang uwow ... ya kan? Iya dong!" serunya keras pada cermin yang diam di depannya.Maya mengangguk yakin. Tapi dasar hati terdalamnya kembali membantah. Dia menggeleng kemudian dengan lemah. 'Kalau dia tidak normal, kenapa juga itunya bisa tegak saat aku menjulurkan kakiku? Ah, sialll! Dia pasti berjuang keras menahan libidonya! Jadi dia pria normal dong?'"Arghhhh ... ARGA SIALAN!" ben
"Kepergian seseorang yang meninggalkan tanya pedih dalam hati. Bisa jadi itu cinta yang belum disadari.""Kenapa Tuan?""Anda tidak saya ijinkan keluar dari pekerjaan ini. Saya masih butuh bimbingan Nona. Janjinya apa kemarin lusa? Mau kasih soal baru untuk dipecahkan. Apa itu cuma janji kosong?" Arga menuntut sambil mengingatkan. "Maaf, masalah soal yang baru itu akan saya kirim lewat email. Dunia ini sudah demikian global, Tuan , tidak wajib harus bertemu langsung kan? Maaf untuk sekarang saya tetap akan keluar dari pekerjaan ini, Tuan Arga. Dengan atau tanpa ijin Tuan," tegas gadis cantik itu. "Begitu? Baiklah kalau Anda bersikeras, Nona Tenny." "Baiklah, saya mohon diri, Tuan. Terimakasih atas semuanya dan maafkan apabila hari terakhir kemarin saya berulah tidak wajar. Soal gaji dan bonus pun bisa dilanjutkan dikomunikasikan lewat email atau sosmed saya." Maya menundukkan kepalanya juga menekuk tubuhnya hampir 90 derajat untuk menghormati bosnya, lalu mau segera melangkah
"Persaingan dalam ketidakjelasan memperebutkan sesuatu yang aslinya tidak perlu menjadi rebutan, karena semuanya memiliki getaran itu. Rasa kasih sejati."Pagi ini semua tampak aneh dan dengan kalimat lain, tak ada yang berjalan seperti biasanya. Paling tidak begitulah rasa yang mendiami batin Arga. Semua jadi berantakan. Apa yang membuat Arga berjibaku belajar IT selama dua minggu terakhir dan berhasil menerbitkan senyum di bibir Arga, sekarang melenyap tanpa bekas. Sirna tanpa suara. Apa penyebabnya? Wanita itu perhiasan dunia dan itu benar adanya. Semua yang ada di dirinya akan tampak sangat berkilau bagai perhiasan. Arga mengangguk membenarkannya kali ini. Paling tidak itu yang dilihat Arga pada diri guru cantik Maya pagi ini. Maya tersenyum sambil mengangkat kaki kanannya dan ditumpangkan anggun ke kaki kirinya. Sepasang kaki itu pagi ini tampak berjuta kali lebih seksi di mata Arga. Adakah kaki Maya itu asli? Bukan pualam indah pahatan seniman berbakat yang berhar
"Rasa penasaran menyebabkan semuanya jadi terbuka apa adanya. Rasa ingin peduli menjadi cinta sayang akhirnya.""Salah? Masih salah? Aduh!" Arga memegangi kepalanya yang tiba-tiba serasa seberat 5 kilo rasanya. "Ayo kerjakan lagi, Tuan," seru Bu guru cantik ini dengan tegas."Sebentar ... Apakah saya boleh beristirahat 10 menit saja?" tawar Arga penuh harap. "Boleh saja sih, Tuan, tetapi nanti waktu mengerjakan juga akan dipotong 10 menit, karena time is money. Waktu itu sangat berharga. Oke? Jadi sebaiknya tidak terbuang sia-sia." Arga melotot, dia sungguh tidak memahami kenapa Maya begitu tegas dan terkesan arogan. Kemana perginya gadis yang penuh dengan toleransi kemarin? Apakah dia begitu mendendam dengan perbuatan tidak sengaja Arga tempo hari? "Masak 10 menit saja tidak boleh sih? Saya kan harus beristirahat sebentar? Ingat Bu Guru, otak yang saya punyai ini bukan otak anak-anak lagi, yang masih fresh dan bisa menerima semuanya dengan cepat. Sesekali harus beristirahat agar t
"Seringkali dalam perdebatan tanpa tujuan, malah menemukan hati yang mulai saling bertaut.""Memangnya kamu diapain, Ga?" Ryan sangat penasaran. Pak Tony juga ikut penasaran. Kenapa Tuan mudanya itu sampai terbatuk-batuk dengan sisa tertawa yang masih tertinggal."Nona berkaki cantik itu berbuat apa kepada Tuan Muda?"Arga makin tertawa ngakak, sambil sesekali melihat ke arah pintu masuk. Dia agak takut gadis itu tiba-tiba masuk dan makin malu. "Kamu lagi kumat gilanya ya, Ga?," tanya Ryan sambil memicingkan mata, "orang ditanya bukannya menjawab malah tertawa bahagia sendiri. Hah?!" Ryan pura-pura cemberut. "Iya nih, Tuan Muda sangat bahagia rupanya hari ini. Ya sudah Tuan Ryan, kita sebaiknya mengamini saja, ya kan?" kerling mata bapak tua itu dengan lucunya ke Ryan. "Ah, apa-apaan sih kalian? Aku itu baru menyadari sesuatu dan jadi tertawa karenanya. Begitu. Paham?""Bagi-bagi dong penyebab tertawanya. Pasti si gadis berkaki indah kan?""Iya sih." Arga menutup mulutnya sambil me
"Penyamaran sempurna adalah kebohongan yang dipoles dengan penghayatan sepenuh hati." Hari terus berlalu, dan Arga makin 'menekan' Maya. Jika menghadapi perempuan lain, Arga tak punya nyali, maka anehnya Maya membuatnya makin bernyali. "Tuan Muda yakin, mau membuka tabir putri Mr Albert?" Pak Toni pada awalnya terkaget-kaget saat dia tahu dari Ryan kemarin tentang identitas asli calon pegawai baru itu. "Memang kenapa Pak Toni?" Arga tersenyum. "Tuan Muda memang pandai bersandiwara ya?" cibir lucu Pak Toni sambil mengedipkan mata. "Hahaha!" Arga tergelak. "Yah maklum sih, Tuan kan aktor. Tapi ... Apa rencananya ke depan? Dia kan putri musuh Tuan? Bisa runyam kalau ketahuan nanti." Pak Toni memperingatkan dengan suara bisikannya. "Hmm, jujur, aku belum tahu sih, Pak. Just wait and see aja deh haha!" Arga geli sendiri. "Yah, Tuan Muda bikin saya makin kepo aja nih." Pak Toni pura-pura merengut. "Gitu deh, Pak. Maaf deh ya? Aku mengikuti apa kata hatiku aja. Menurut feelingku, Ten
"Terkadang cinta itu lucu. Sudah jelas dia musuh, tapi hati malah memilihnya dengan buta." Maya hanya mampu membuka mulutnya, sebentar. Menutupnya kembali dengan cepat, matanya melirik kanan dan kiri dengan gelisah. Dia sungguh bingung menghadapi situasi tak terduga ini. 'Bagaimana cowok tajir ini bisa tahu? Astaga ... bagaimana ini? Bukankah dia gaptek ya? Sampai-sampai dia merekrutku jadi guru IT?' Maya hanya bisa menggelengkan kepala, sesaat bingung mau menjawab apa. Otaknya kosong mendadak, tak bisa diajak kompromi. Dia menggaruk kepalanya yang tiba-tiba menjadi gatal. "Kenapa diam, Nona Maya? Malah garuk-garuk kepala, haha ... tadi pagi belum keramas ya?" sindir Arga kalem. Seringai usil muncul di wajah Arga, meski hatinya sesungguhnya juga tak bisa tenang. Arga tidak pernah melakukan ini s
"Dendam bisa menimpa hati siapa saja, wanita maupun pria. Karena sakit hati tidak memandang gender." Beberapa hari setelah pertemuan akbar pergerakan BB yang pertama, Arga secara khusus mulai mendelegasikan beberapa tugas di buku besarnya dulu. Tepatnya banyak catatan penting dalam buku besar yang kini sudah dia rubah menjadi bentuk file yang praktis di komputer. Ryan tentu saja tetap menjadi tangan kanan utamanya, dan Ryan menunjuk Pak Toni, Alan dan Coky sebagai asistennya. Semua menjadi sinergis yang terpadu manis. "Aku boleh menunjuk orang kepercayaanku sendiri kan, Bos?" Ryan tersenyum ragu-ragu, kadang Arga sikapnya sangat tak bisa diduga. "Tentu saja boleh! Aku percaya pada penilaianmu, Yan." Arga menegaskan penuh keyakinan. "Begini Ga, sepertinya aku akan menunjuk pak Toni sebagai pemegang utama mengurus materi dan perlengkapan.