Hanya suara gemuruh yang terdengar saat Lock selesai. Ia tidak bisa melihat Jihun karena pandangannya ditutup oleh tubuh besar antek Jihun yang berdiri mengelilinginya. Lock menunggu perasaan lega itu datang; dia yakin saat anak-anak di sekelilingnya mengetahui kenyataan bahwa Jihun membohongi mereka, mereka akan pergi meninggalkan pemuda menyedihkan itu.
Tapi, tidak ada kelegaan saat Lock membuka kartunya. Ia tersentak mundur saat mengetahui ada sesuatu yang salah.
Tepat saat itu, suara tawa Jihun terdengar di tengah-tengah rintikan hujan yang mulai turun. “Puahahahhahahahahaha!”
Jihun menyeruak diantara badan kedua temannya. Ia terlihat santai sekali dengan senyum menghiasi wajahnya yang tampan. Air hujan membasahi rambut Jihun dan matanya menatap Lock dengan tatapan mencemooh. “Pegangi dia.”
Diluar dugaan Lock, teman-teman Jihun bergerak mengikuti perintah pemuda itu tanpa keraguan sedikitpun. Tangan kanan dan kirinya dipegangi kuat-kuat hingga terasa sakit, dan mereka memaksa Lock jatuh berlutut. Sekilas, Lock dapat melihat ekspresi teman-teman Jihun yang tampak tidak acuh, seolah berita itu tidak membuat mereka terkejut sama sekali.
Jihun merebut sebatang pipa yang dipegang temannya untuk mengangkat kepala Lock. “Apakah kau sudah puas, Badut?” tanyanya mengejek. “Apakah kau sudah selesai?”
Dan ia menghantam kepala Lock dengan pipa tersebut.
“Apakah hanya segitu yang ingin kau katakan? Hanya dengan secuil informasi seperti itu, kau ingin menghancurkanku?”
Ia menghantam kepala Lock lagi dengan keras hingga darah langsung mengalir keluar dari kepala Lock yang basah karena hujan. Rasa sakit itu menampar Lock sedemikian kuat hingga Lock tidak bisa berpikir jernih.
“Menyedihkan.” Jihun tertawa. “Hei, kalian! Apa yang kalian tunggu? Lucuti dan gantung dia.”
Dalam sekejap, baju Lock sudah dilucuti, menyisakan celana pendek yang ia kenakan. Lock masih pusing karena pukulan Jihun hingga ia tidak bisa melakukan apapun sementara Jihun dan teman-temannya terus memukulinya saat ia meringkuk tidak berdaya.
“Persiapan sudah selesai?”
Dua anak lainnya sedang menancapkan pipa besi pada sebuah pasak dan mempersiapkan tali panjang yang Lock tahu akan digunakan untuk apa. Beberapa saat kemudian, tubuhnya yang sudah lemas, ditarik mendekat. Tangan dan badan Lock diikat dan ditarik ke atas pada pipa besi seperti layaknya bendera.
“Wohoo, pemandangan yang menakjubkan!”
“Hei, foto dia!”
Badan Lock sakit – ia tahu beberapa iga nya pasti memar atau bahkan patah karena ia sedang kesulitan bernafas. Air hujan bercampur dengan darah, membasahi tubuhnya yang telanjang. Pandangan Lock mengabur akibat rasa sakit di kepala dan rusuknya.
“Ouch! Teman-teman, lihat ini. Ternyata tubuhnya penuh luka. Bukankah ini sangat menjijikan?”
Seseorang bersiul. “Jadi, ini sebabnya kau selalu menggunakan baju lengan panjang, Badut? Apa Cheryl tahu tubuhmu seperti ini?”
Suara tawa mereka terdengar seperti lolongan serigala di telinga Lock. Lock tahu dia tidak bisa melakukan apapun; tidak sekarang. Tetapi, nanti..
Seseorang menjambak rambut Lock, memaksanya menatap sepasang mata hitam yang terlihat seperti kerasukan. Tatapan itu mengingatkan Lock pada ingatan yang sudah dipendamnya dulu sekali.
Jihun menyeringai. “Apakah kau berpikir kehidupan keluargaku menyedihkan?” tanyanya dengan nada tajam. “Bagaimana denganmu, bocah yang bahkan dijual oleh sanak saudara sendiri? Kau pikir diluar sana ada orang lain yang menginginkanmu!?”
Jihun melayangkan tinjunya pada wajah Lock kuat-kuat hingga darah keluar dan beberapa gigi Lock tanggal. Tinju itu sangat menyakitkan.
“Anak seorang pembunuh. Detektif Cora Easton pasti menyesal telah memungutmu dari rombongan sirkus itu.” bisik Jihun di telinga Lock, menekankan setiap suku patah kata.
Lock merasa dunianya membeku saat mendengar kata demi kata yang Jihun lontarkan. Ia tidak peduli lagi dengan tubuhnya yang dipukuli. Waktu seolah bergerak lebih lambat. Matanya melihat dunia yang seakan berubah warna menjadi hitam dan putih, sementara telinganya berdering nyaring.
‘Bagaimana Jihun bisa tahu?’
Kengerian muncul dari dalam dada Lock. Bulu kuduknya meremang, dan itu bukan karena dinginnya udara atau akibat rasa sakit yang menghujam tubuhnya. Bukan itu. Lock sadar tatapan mata Jihun terlihat seperti siapa.
Dulu sekali, seorang kepala sirkus membelinya dari sanak saudara ‘Haru’. Kepala sirkus bernama Joe itu mengucapkan kata-kata yang mirip dengan yang dikatakan Jihun. Tatapannya pun…
Seketika amarah menggelegak dari dalam diri Lock. Amarah dan kebencian yang dirasakannya kala itu dan saat ini, berputar dan menyatu di udara. Tanpa sadar, Lock menggigit bibirnya kuat-kuat hingga ia bisa mengecap darah. Pukulan itu berhenti sejenak sementara Jihun dan kawan-kawannya sedang tertawa-tawa dan berfoto bersama Lock yang babak belur.
‘Mereka bahkan bukan siapa-siapa. Mereka hanya manusia biasa. Beraninya..’
Kebencian, kesepian, semua hal negatif yang dirasakan Lock akhir-akhir ini akhirnya meledak. Sebuah kotak pandora yang tertutup akhirnya memutuskan untuk terbuka lebar.
Salah seorang dari kawanan itu menoleh dan menyadari bahwa Lock terbebas dari belitan tali dan sedang berdiri diam di bawah tonggak pipa besi.
“Hei, dia…!”
Sebelum pemuda itu menyelesaikan perkataannya, sebuah pipa besi menghantam kepalanya dengan kecepatan tinggi. Pemuda itu terdiam sesaat seakan tidak menyadari apa yang tengah terjadi padanya dalam beberapa detik terakhir. Beberapa saat kemudian, pemuda itu tersungkur di lantai dengan kepala hancur.
Pemandangan itu membuat Jihun dan yang lainnya membisu. Mereka masih memegang kamera sementara otak mereka masih memproses kejadian yang berada di depan mata mereka; seorang pemuda yang tadinya tergantung, pipa besi yang terlepas dari pasaknya, dan darah yang mengalir keluar dari kepala teman mereka yang tengah menatap dunia dengan ekspresi kosong. Mati.
“Uuh… Waaaaa!!!”
Kepanikan terjadi. Seorang pemuda jatuh terduduk dengan ngeri, seorang lagi berusaha kabur, sementara Jihun dan kedua orang temannya yang lain bersiaga untuk menghadapi Lock yang masih memegang pipa besi penuh darah.
“Da, da, dasar monster! Uwaaah!”
Kedua orang yang memilih untuk menghadapi Lock, menyerang secara bersamaan dengan batangan kayu dan gagang sapu. Tubuh mereka melayang di udara.
Namun, sebelum mereka dapat menghajar Lock, sebuah pipa besi menghantam kepala mereka satu per satu dengan gerakan yang lebih cepat.
Duagh! Duagh!
Tidak berhenti sampai disitu, Lock mendorong mereka berdua, yang limbung, dengan mudah ke tepi atap.
“Heh.” Lock menyeringai, menyepak kaki kedua pemuda itu, yang masih berpijak di lantai.
Sepersekian detik kemudian, keduanya terjatuh dari atap. Teriakan kematian mereka membahana di tengah hujan yang semakin lama semakin deras.
‘Bunuh. Aku akan membunuhnya.’
Di depan Lock, seorang pemuda pirang jatuh terduduk dengan tubuh gemetar hebat. Matanya kehilangan sinar jahatnya dan tetesan air mata mengalir deras sebagai gantinya, bercampur dengan air hujan. Pemuda itu terlihat menyedihkan sehingga Lock tertawa keras-keras seperti orang gila.
“Tu, tunggu dulu,” kata Jihun memohon. “Tunggu. Ma, maaf. Maafkan aku. Aku bersalah. To, to, tolong jangan bunuh aku..”
Semudah itukah? Apakah rasa sakit yang mereka perbuat, bisa terbayar dengan perkataan maaf sederhana?
“Ingusmu keluar,”
“Apa?”
“Kau tidak dengar? Kubilang, ingusmu keluar.”
“Ooh, Maafk..”
Jihun segera menyeka ingusnya dan bergumam memohon permintaan maaf saat suara Lock memotongnya.
“Buka bajumu.”
Jihun mengerjapkan mata dengan kebingungan, tidak bereaksi terhadap ucapan tersebut.
“Kubilang, buka bajumu.”
Lock mengangkat pipa besinya dengan gerakan mengancam. Jihun mengangkat tangan, kemudian buru-buru berlutut dan mulai melepaskan bajunya satu persatu, hingga menyisakan celana dalamnya. Jihun gemetar di bawah tatapan Lock. Lock mengamati kulit bersih dan tubuh Jihun yang ternyata tidak terlalu berotot seperti bayangannya.
“Kau bahkan memiliki tubuh yang sama denganku,” kata Lock. “Apa yang membuatmu merasa berbeda dan lebih unggul?”
Perlakuan Jihun dan kepala sirkus berputar di benak Lock. Mereka berdua ternyata manusia biasa, tidak berbeda darinya.
‘Jadi, mengapa mereka bersikap seolah-olah mereka lebih superior dariku? Tidak, tunggu..’
“Berdiri di tembok itu dan teriak keras-keras bahwa kau lemah dan tidak berguna.” perintah Lock, mengedikkan kepala ke tembok yang ia maksud. Sudut mulutnya terangkat, membentuk seringai. “Jika kau melakukan itu, mungkin aku akan mengampunimu.”
Jihun ragu-ragu, tetapi dia tidak punya pilihan. Pemuda itu menyedot ingusnya berkali-kali. Lalu, setelah melirik mayat temannya sekali lagi, ia akhirnya menaiki tembok atap dengan perlahan-lahan. Ia gemetar, tubuhnya yang bergoyang menahan hembusan angin tampak seperti orang-orangan sawah.
Tidak berapa lama kemudian, teriakan Jihun terdengar membahana di tengah-tengah hujan deras. Persis seperti yang di dikte oleh Lock.
Berdiri di belakangnya, mata kanan Lock bersinar kemerahan. ‘Kau bukan apa-apa, manusia sombong!’
“… Tidak berguna! Aku…!!!”
Jihun berhenti berteriak saat ia melihat cipratan darah. Ia menunduk dan melihat sebuah pipa besi telah menembus dadanya.
“Aah..”
Hanya sebuah gumaman lemah yang keluar dari bibir Jihun yang juga menyemburkan darah. Tiap tetes kehidupan dari dalam dirinya terenggut.
Tubuh Jihun kemudian terhuyung ke depan saat pipa itu ditarik keluar dengan suara menyakitkan, dan ia jatuh bebas di udara kosong. Sebelum tubuhnya terhempas di kerasnya tanah dan bebatuan di bawah, Jihun sempat menatap pembunuhnya – Lock, yang berdiri di bibir tembok atap dengan wajah tanpa ekspresi – dengan penuh kebencian.
Braak!!
Darah keluar dari tubuh mati Jihun, bercampur dengan air hujan dan darah kedua mayat lain yang berada di sisinya. Halaman tampak seperti lautan darah. Itu pemandangan yang mengerikan, tetapi Lock bergeming.
Pada saat itu, Lock mendengar suara seseorang di belakangnya. Ia menoleh dan mendapati pemuda terakhir yang masih hidup. Pemuda itu setengah merangkak menuju pintu keluar; hendak menyusul temannya yang berhasil kabur.
Mata mereka berdua bertemu. Selama beberapa saat, tidak ada satupun dari mereka yang bergerak ataupun bersuara.
“….”
Lock membungkuk untuk mengambil pipa besi, kemudian berjalan mendekat ke arah pemuda tersebut.
Sherly merenggangkan tubuh mungilnya yang kaku dan keluar dari ‘kapsul’ – yang merupakan tempat kerjanya, dengan perasaan lega. Ia sudah berada di dalam ‘kapsul’ selama 48 jam tanpa beristirahat dan perasaannya tidak baik karena harus menonton banyak hal buruk selama itu. “Sudah selesai, Sherly? Selamat!” Itu adalah salah satu rekannya yang lain, Brahm. Sama seperti Sherly, dia baru saja terbebas dari ‘kapsul’ miliknya setelah hampir 72 jam terkurung. Mata Brahm berkantung, dan tangannya memegang secangkir kopi elixir. Sherly hanya bisa mengangguk, tidak punya tenaga untuk berkata apapun. Ia menyeduh kopi elixir yang tersedia di meja pantri di belakang Brahm dan baru bisa rileks saat kehangatan kopi masuk ke perutnya yang kosong. Bibirnya mengeluarkan desahan lega saat ia menikmati kopi dan memandang kosong ‘kapsul-kapsul’ lain yang berterbangan diatasnya. Empat ‘kapsul’ masih tertutup dan bersinar, menandakan beberapa rekannya bahkan masih belum sele
“Tunggu sebentar,” kata Collin, mengangkat tangan dan mengernyit pada hal tak kasat mata di depannya. “Butuh waktu untuk menghapus elemen-elemen di [Panggung]. Aku tidak suka hujan, ngomong-ngomong. Jadi, mari kita hilangkan efek hujan juga.”Dan selagi ia berkata demikian, satu per satu objek di sekeliling Lock mulai menghilang, mulai dari titik hujan, awan gelap, pipa besi penuh darah, sapu, kayu, bahkan mayat pun lenyap. Sebagai gantinya, langit menjadi biru cerah, burung-burung berkicau di bawahnya dengan riang, mayat berubah menjadi petak bunga, dan lantai atap menjadi rumput hijau.Lock menampar pipinya. “Tidak sakit.”Collin mengalihkan pandangan ke arahnya. “Tentu saja tidak karena [Panggung] telah usai sekarang. Saat ini tubuhmu pasti sedang terkapar pingsan di suatu tempat. Tunggu, biar kuperiksa. Oh, benar. Kau ada di dalam klinik,” Collin tersenyum seolah-olah semua persoalan beres. “Nah, bukankah
“Sepertinya kau membutuhkan waktu untuk berpikir? Apakah ini semua masih terasa tidak nyata untukmu?” “Hanya…” Lock kemudian terdiam, tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Lock punya kecenderungan untuk terus bergerak maju tanpa menoleh ke belakang untuk melindungi dirinya sendiri. Tapi saat ini, setelah dia mendapatkan sedikit jawaban akan takdirnya, tiba-tiba dia menoleh lagi ke belakang untuk menyadari bahwa perjalanan yang ia tempuh sudah sangat jauh. “Wajar jika kau kebingungan dan tidak percaya pada perkataanku,” kata Collin, menanggapi dengan santai. Tangannya berusaha menyentuh seorang bayi yang terbang di dekatnya, namun bayi itu menatapnya dengan ekspresi jengkel saat ia menyentuh tangan yang montok dan menggemaskan itu. Bayi itu menjulurkan lidah dan menghadiahi Collin dengan pantat berbalut popok besar. “… Bagaimanapun, aku harus memberimu apresiasi yang pantas. Kau tampak tenang menghadapi ini semua. Gadis yang kudatangi sebelumnya mengajukan hamp
Setelah beberapa saat membaca beberapa kali penjelasan yang tertulis pada Memo, Lock akhirnya memandang kosong langit-langit ruangan dengan lengan diatas kepalanya. Penjelasan itu tidak terlalu panjang, namun Lock mulai dapat menyusun apa yang terjadi padanya saat di atap tadi. Singkat cerita, itu adalah sebuah proses transformasi [Yang Terpilih]. Proses tersebut didasarkan pada dua hal: Ledakan ‘Caera’ dan munculnya [Panggung]. Setelah kedua hal itu terpicu, [Yang Terpilih] dari Divisi Pengamat, seperti Jo Collin, akan muncul. ‘Caera’ sendiri adalah alias – sebutan untuk energi [Yang Terpilih]. Energi tersebut sedikit demi sedikit terkumpul dalam ‘wadah’ masing-masing individu yang terpilih sebagai ‘Bibit’ – seperti Lock, hingga pada satu titik dimana ‘wadah’ tidak dapat lagi menampung, dan terjadilah Ledakan ‘Caera’. Ledakan ini, pada akhirnya, menciptakan sebuah gelombang energi lain yang disebut sebagai [Panggung]. Tidak banyak penjelasan mengenai [Panggu
Wajah Avery merah padam hingga ke leher. Untungnya, langit menyelamatkannya sebelum ia tergoda menggali tanah untuk mengubur diri beserta harga dirinya; lampu rambu lalu lintas berubah merah sehingga mereka sekarang boleh menyebrang. Avery langsung bergegas menyebrang, menabrak Lock dan berjalan dengan langkah panjang-panjang, bahkan hampir setengah berlari. Seperti biasa, Lock tidak repot-repot mengejarnya ataupun bertanya. Avery tahu itu, dan ia tidak bisa menahan diri untuk setengah bersyukur dan setengah kecewa. Dalam waktu singkat, ia melewati toko yang menjual es krim, dan juga taman di dekat rumahnya. Avery teringat kejadian kemarin dan perlahan langkahnya memelan. Ia terus berdebat dalam hati, dan pada akhirnya membulatkan tekad untuk berhenti dan menoleh ke belakang. Lock, yang selama ini berjalan diam di belakangnya, ikut berhenti dengan raut wajah bertanya. Ekspresinya yang selalu tenang seperti orang bodoh itu membuat Avery geram. “Aku dengar kau
Sherly menyadari sesuatu yang gawat telah terjadi saat ia masuk ke dalam ruang Pengamat nomor 2 dan melihat semua personil belingsatan kesana kemari. Setelah mengamati barang sejenak, ia berbalik pergi diam-diam sebelum yang lainnya menyadari keberadaannya.“Sherly!”‘Sialan.’Sherly mendesah keras dan berbalik untuk mendekati Brahm yang menunggunya dari depan layar raksasa. Mata Brahm yang gelap dan cekung menunjukan bahwa pria itu tidak tidur sama sekali sejak [Panggung Awal] usai.“Apa yang terjadi?” tanya Sherly saat melihat salah satu kapsul yang bertuliskan angka 3 sudah menyala, sementara beberapa orang tampak terburu-buru memasang layar-layar tambahan di ruangan pengamat itu.“Seorang peserta memulai [Panggung Akhir] lebih cepat daripada seharusnya.”Sherly mengangkat satu alisnya, kemudian melirik kapsul 3. “Hah,” dengus Sherly tidak percaya. “Itukah sebabnya Collin s
Alis Lock terangkat naik saat melihat tulisan tersebut. Bayangan wajah Jo Collin terbersit di benaknya. ‘Apa dia akan muncul?’ Lock celingukan mencari di area sekitarnya. Tidak lama kemudian, suara gemerisik terdengar di belakangnya. Lock menoleh, tetapi dia tidak mendapati siapapun kecuali pohon rimbun yang gelap. Ia mengerutkan kening, yakin bahwa pendengarannya tidak salah. Saat itulah dia merasakan ‘sesuatu’ menepuk pelan kakinya. Lock menunduk. “Ha! Lo ~!” Syuu~ “Waaaaa!!” Lock menjerit terkejut hingga terjatuh dalam posisi duduk. Tubuhnya otomatis bergerak mundur, menjauhi ‘sesuatu’ yang tidak disangkanya sama sekali. ‘Sesuatu’ itu terkikik dengan kedua tangan berbulu menutupi mulutnya yang selalu menyeringai. “Prosedur pertama!” suaranya terdengar aneh dan melengking tidak normal. Hal itu, ditambah dengan hutan yang suram membuat suasana terasa seperti adegan film horor. “Siapa namamu?” Lock meng
Seiring dengan munculnya pengumuman tersebut, boneka Jo Collin lenyap dari pandangan Lock begitu saja.<Pengamat telah meninggalkan area>Dengan tubuh kaku, Lock berdiri dan mengamati sekelilingnya yang masih tidak berubah. Raut wajahnya datar, tetapi sebenarnya Lock sedang berusaha menahan diri untuk tidak meledak. Kata demi kata yang dilontarkan Jo Collin tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. Lock melirik layar yang masih melayang diatas kepalanya.<Zona 3 - ’Boneka Beruang?’Waktu: 18:33>Lock berusaha untuk tenang. Sekarang yang terpenting adalah mencari petunjuk. Dia membungkuk untuk mengambil jaring penangkap serangga setinggi 2 meter, hadiah perpisahan yang sangat indah dari Jo Collin. Melihat jaring tersebut, Lock berspekulasi bahwa petunjuk yang dimaksud berupa ‘sesuatu’ yang bisa terbang.Lock menaruh ranselnya, kemudian memanjat sebuah pohon yang berada di dekatnya dengan lincah da
Ian menghentak-hentakan kaki dengan tidak sabar.“Kenapa kau tidak melakukan apapun!?” serunya marah.Lock berusaha mengabaikan bocah itu selama beberapa hari terakhir, tapi tampaknya tak begitu berhasil. Bukannya berhenti berbuat ulah, Ian malah menjadi-jadi. Benar-benar tipikal bocah menyebalkan. Akhirnya, Lock membuka mata dan menoleh.“Aku sedang melakukan sesuatu.”“Apa? Mengupil? Tidur? Kau tidak melakukan apapun selama beberapa hari ini!”Lock mendesah. Ia tidak menyangka akan tiba hari dimana ia lebih memilih mendengar celotehan Iophel dan Rael dibandingkan orang lain. Bagi Lock sekarang, rengekan Iophel bagaikan nasihat bijak Ibu-ibu, dan kesarkastisan Rael terdengar seperti senandung puji-pujian. Suara Ian? Seperti hewan yang disembelih.“Kau melihat sendiri aku babak belur, ‘kan? Aku sedang menyembuhkan diri.”Ian mengerutkan kening. “Kau terlihat amat san
“Tuan Putri dan kakakku akan melangsungkan upacara pernikahan sebentar lagi – setelah mereka pulang dari Easteria. Hari ini mereka berdua tiba di Istana Easteria dan aku.. aku mulai tidak tenang..” Rigan meragu sejenak. Ia mencondongkan tubuh dan meminta Lock untuk mendekat. “Akhir-akhir ini, Ares melakukan hal yang sangat mencurigakan. Dia sering pergi malam-malam, melewati jalur belakang dan membawa beberapa orang berpakaian serba hitam. Pada saat kembali ke Istana, biasanya ia akan membawa peti-peti besar yang dibawa ke ruang bawah tanah. A, aku mulai berpikir bahwa apapun yang ia lakukan dengan peti itu, berhubungan dengan.. sesuatu yang tidak baik.”Lock mendengarkan Rigan dengan tenang. Ia sama sekali tidak terkejut mendengarkan berita tersebut. Namun, keraguan Rigan saat mengatakan ‘sesuatu yang tidak baik’ itu membangkitkan keingintahuan Lock.‘Apa yang bakal ia katakan? Sepertinya dia hendak menyebutkan sesuatu t
Beberapa jam kemudian, di sebuah ruangan bawah tanah yang berbau pengap dan lembab, Lock Easton membuka matanya. Dia melihat langit-langit rendah dan kotor yang sekarang mulai terlihat familiar baginya yang telah menginap disana selama 2 hari belakangan. Ia melirik sekilas ke sudut ruangan, tempat Ian sedang tertidur. Yakin bahwa bocah tersebut benar-benar tertidur, Lock bangkit berdiri dan menghampiri pintu.“Kau berhasil bertemu dengan kakek itu?” Lock bertanya sambil berjalan naik ke arah pintu.“Kakek itu terlalu mencurigakan.” Suara Rue terdengar dari balik pintu. Lock tertawa kecil. “Memang.”“Aku mendengar pembicaraan anak buah Ares bernama Gin. Mereka berencana untuk menjual bocah itu setelah upacara pernikahan.”Lock melirik Ian yang bergumam sendiri seperti sedang bermimpi buruk. Bocah itu terlihat menyedihkan.“Mereka tidak akan mendapatkan banyak uang dengan menjualnya.
Di bawah lampu remang-remang, sesosok bocah kurus dan kotor yang memiliki ekspresi keras kepala, licik, dan juga menjengkelkan, muncul dari balik bayang-bayang.“Ta-raaa!” Hiro berseru sembari menunjuk Ian. “Kejutan! Ini bocah yang begitu kau sayangi! Pelipur lara saat kau mendengar wanita yang mirip dengan mantan kekasihmu, menikah!”Tetapi, Lock tidak mendengarkan apapun yang dikatakan Hiro. Ia hanya menatap Ian tanpa berkedip.“Bagus sekali,” kata Lock datar. “Apa mereka menyembelih babimu atau apa disini?”Ian memberengut. “Maxi berhasil pergi!” serunya dengan suara melengking menjengkelkan. Bocah itu terlihat marah, yang mana membuat Lock begitu heran. “Kenapa kau lemah sekali? Katamu kau kuat! Kenapa kau membiarkan mereka menculikmu!?”“Maaf?” Hiro memandangi Ian dan Lock bolak balik sambil bersedekap. “Apa aku salah dengar? Siapa yang kuat?”
“Aku sebenarnya tidak yakin apakah air ini dapat membuatmu tersadar, tetapi aku selalu ingin melakukannya.”Dan suara itu. Lock melirik untuk melihat seraut wajah yang ‘sangat’ ia rindukan. Saat melihat wajah berminyak itu, Lock mendadak sadar dia tadi bermimpi.“Ini benar-benar menyegarkan,” ujar Lock. “Terima kasih.”Travis menyipitkan matanya. “Sepertinya kau suka disiram.”Lock berusaha menarik tubuh bagian atasnya. “Tidak, tapi aku suka disadarkan,” katanya. “Aku senang mengetahui bahwa aku tidak melihatmu di dalam mimpi.”“Aku pun tidak suka melihatmu, bahkan di dalam kehidupan nyata.”“Cukup adil.” sahut Lock, nyengir. Ia kemudian mengedarkan pandang ke sekelilingnya.Dia berada di sebuah ruangan lapang berpenerangan remang-remang. Ditilik dari tak adanya jendela dan kelembaban ruangan tersebut, Lock yakin ia ten
Itu sakit sekali hingga nyaris membuat Lock berpikir untuk pura-pura pingsan. Tetapi, ia tak melakukan itu. Belum, karena ia sedang mempersiapkan rasa sakit lain yang mungkin akan muncul sebentar lagi.‘Oh, dan ngomong-ngomong..’Lock tak punya waktu banyak untuk berpikir lebih lama. Jadi, dia mengerahkan kesempatannya yang terakhir untuk menoleh ke arah Maxi yang masih mengamuk.Manipulatif Aura.Bukan hanya Maxi yang terpengaruh, tetapi juga Gin. Mereka terbelalak dengan wajah penuh ketakutan, satu dengan wujud binatang, satunya lagi dalam bentuk manusia. Tentu saja Lock mengabaikan Gin.“Pergi.” katanya, memberi perintah pada Maxi. Suaranya mengandung aura yang begitu intens.Mata Maxi seketika tampak begitu kebingungan dan takut. Ia menguik dan terhuyung mundur selama beberapa detik sebelum ia kemudian berbalik dan pergi melarikan diri.“Jadi, kau melakukan ini semua untuk menyelamatkan babi? Betapa m
Gin berdecak saat melirik para prajurit yang sedang bersusah payah menghadapi hewan raksasa itu. Beberapa prajurit berhasil melukai si babi, tetapi hewan tersebut bertambah marah dan berusaha melukai siapapun yang berada di dekatnya, termasuk kedua orang yang tengah berkelahi di sampingnya.Sampai saat ini, Lock dan Ares sama-sama mampu menghindar dari serangan si babi dan serangan satu sama lain, tetapi Gin kenal Ares. Pria itu mulai tidak sabar, apalagi dikarenakan Lock melompat kesana kemari seperti monyet lepas.“Aku jadi paham mengapa kau mampu menghadapi si Suku Macan itu.” Samar-samar, Gin mendengar suara Lock Easton. “Kau lumayan.”Lock mengayunkan pedangnya. Gerakannya begitu ringan, seolah ia sedang bermain-main. Orang biasa bakal mengira lengan kurus itu hanya mampu merobek kertas dan tak akan mampu membuat luka kecil atau hanya sekedar luka memar. Akan tetapi, Ares menghindarinya; dan tindakannya tepat. Pedang Lock membelah ta
Gin melirik Ares, yang masih tersenyum kecil, tetapi dengan wajah yang semakin kaku – jelas bukan merupakan pertanda baik. “Aku tidak melihat apa manfaatnya kau mengambil hewan liar itu?” kata Ares dingin. “Kami memerlukannya.” Sebuah teriakan memecahkan suasana mencengkram tersebut, membuat para prajurit rendahan cemas. “…Kann!! Lepas..!” Gin kesal. Seperti dugaannya, membawa bocah kotor itu hanya akan menambah masalah. Ia mengedikkan kepala ke arah salah seorang prajurit yang tengah memandanginya dengan ragu-ragu. Prajurit itu mengangguk paham dan memukul karung tersebut dengan keras, menyuruh bocah itu diam. “Tidak perlu repot-repot melakukan itu. Aku akan mengurusnya.” Lock berkata dengan nada yang masih sama ramahnya. Ia mengerling ke arah Ares sembari tersenyum lebar. “Tidak perlu menjelaskan juga, aku bisa memahami. Berikan bocah itu, dan kau bisa melanjutkan apapun yang ingin kau lakukan.” Gin memandang Lock tersebut tanpa berk
Ledakan terjadi dimana bola-bola itu berhenti menggelinding. Ledakan itu tidak besar, tetapi cukup destruktif dan mengeluarkan api hingga desa mulai terbakar. Seakan mengejek, pasukan Ares memodifikasi bom tersebut hingga lebih menyerupai kembang api; seolah mereka ingin menyaksikan desa tersebut terbakar dengan indah. Suara ratapan dan tangis terdengar dari arah para penduduk, sementara beberapa prajurit tertawa dan bertepuk tangan saat menyaksikan kembang api yang mulai membakar desa. Walaupun melihat apa yang terjadi di bawah, baik Soren maupun Lock tidak beranjak sedikitpun. “Ini berkembang ke arah yang kuinginkan.” kata Soren puas. “Oh, ya? Termasuk kembang api itu?” Soren mengacuhkan komentar sarkas Lock, dan berkata, “Kita temui kakek itu setelah ini.” “Untuk apa?” “Kau bodoh? Tentu saja bernegosiasi. Kakek itu pasti akan memberitahu informasi jika kita berjanji akan membebaskan cucunya.” Lock nyaris tak mampu menahan di