Lock memandangi langit biru cerah tidak berawan dengan mata menerawang. Burung-burung terbang bebas di angkasa, berkicau lembut seperti nyanyian indah di siang hari. Suasana terasa indah, tetapi tidak tampak nyata bagi Lock, sama seperti saat ia memikirkan tetangganya yang lenyap tanpa jejak. Semua yang ia alami terasa tidak nyata.
Hari itu bergulir dengan sangat cepat. Lock hampir tidak bisa mengingat apapun selama perjalanan ke sekolah, atau saat ia menjemput Avery, dan tidak ingat apa-apa sejak ia masuk kelas hingga saat ini. Ia bahkan tidak menyadari hari sudah siang dan ia sudah berada di atap untuk menghabiskan waktu istirahat sendirian seperti biasanya. Lock tidak heran karena pikirannya penuh dengan semua keanehan yang terjadi di sekelilingnya.
Luka lama di tubuhnya hampir lenyap tidak bersisa, ‘pesona’ aneh yang dimilikinya, bisikan mengerikan yang hanya dapat didengar olehnya, mata kanannya yang terkadang mengeluarkan sinar redup bewarna kemerahan; semua terjadi sejak setahun yang lalu. Lalu hari ini, tetangganya tiba-tiba lenyap seolah yang Lock alami selama ini mimpi..
Jika saja tidak ada keanehan lain yang berputar di sekelilingnya selama setahun belakangan, mungkin Lock akan mempertimbangkan pergi ke Pusat Data untuk mencari tahu identitas Orim. Namun, insting Lock juga berkata bahwa meskipun ia ke Pusat Data, dia tidak akan menemukan apa-apa. Selain itu, Lock juga tidak tahu banyak mengenai tetangganya, bahkan tidak tahu nama lengkap Orim.
Semua keanehan yang dirasakan Lock anehnya membuat ia semakin tenang hari demi hari. Mengapa?
Karena keanehan tersebut malah membuat Lock mulai dapat bernafas lega; seakan ia menemukan ‘jawaban’ bahwa apa yang terjadi pada dirinya di masa lalu merupakan akibat dari apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Namun, tak urung itu semua juga membuat hatinya terasa sakit dan mulutnya mengecap rasa pahit.
Ia mulai membayangkan sosok seorang pria jangkung berperawakan tegap yang memiliki perangai lembut dan hangat, juga senyum yang terlihat bodoh menurut beberapa orang. Perasaan bersalah kepada sosok tersebut, dan juga perasaan bersalah karena Lock tidak bisa menahan diri untuk merasa lega, membuat isi perutnya teraduk-aduk dan mual.
‘Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang? Cora, ini sangat sulit.’
Menjalani hari-harinya selalu tidak mudah, namun Lock berusaha bertahan. Tetapi beberapa hari belakangan, tidak, setahun belakangan, tingkat kesulitan itu bertambah. Lock mulai merasa asing dan kesepian. Padahal, ia sudah terbiasa sendiri sejak masih kecil, jadi seharusnya itu tidak terasa aneh dan asing lagi baginya, namun perasaan asing yang ia rasakan saat ia menatap orang-orang di sekitarnya, terasa semakin nyata tiap hari.
Lock merasa berbeda. Ia merindukan ‘sesuatu’ yang bahkan ia tidak tahu. Perasaan itu menderanya tiap hari sejak ia membuka mata, membuat semangat hidupnya semakin hari semakin redup.
Apa yang ia cari? Apa yang ia rindukan?
Awan muncul dan burung-burung yang tadi sibuk berterbangan di udara, sekarang menarik diri. Bahkan melihat fenomena alam yang biasa baginya membuat Lock merasa kesepian. Dia tahu ia butuh psikiater jika ingin bertahan hidup, tetapi..
Pintu atap terbuka lebar-lebar dengan suara keras. Beberapa orang pemuda berperawakan tinggi dan memiliki tampang layaknya perundung, muncul sambil bersiul-siul.
“Sudah kuduga kau ada disini,” ucap seorang pemuda yang memiliki wajah tampan dengan rambut pirang kemerahan. “Hei, Badut.”
Masa lalu Lock sebagai anggota rombongan sirkus dapat dengan mudah diketahui oleh beberapa orang siswa yang memiliki orang tua berpengaruh. Salah satunya adalah keluarga Jihun, kakak Avery.
Lock bukannya tidak tahu alasan mengapa Avery mengumumkan bahwa dia adalah ‘anak buahnya’. Gadis itu melindunginya dengan caranya sendiri; membuat Jihun tidak punya pilihan selain berhenti menyakiti Lock. Namun, itu tidak berarti Jihun melupakannya. Dalam segala upaya, Jihun melancarkan serangan jitu – yaitu dengan cara membocorkan masa lalunya kepada murid SMA Culfox. Hal itu membuat anak-anak memandang Lock rendah karena ia adalah bagian dari rombongan sirkus yang terkenal sangat bajingan di negeri Selatan beberapa tahun yang lalu. Avery berhasil menekan Jihun dengan cara yang tidak Lock ketahui sehingga Jihun terpaksa berhenti dan mencari target baru, namun nasi telah menjadi bubur. Hampir tiga tahun lamanya Lock berada di SMA Culfox, dia tidak mempunyai seorangpun teman di sisinya.
“Uah, pemandangan yang sangat menyedihkan.” kata seorang pemuda yang berdiri di belakang Jihun. Ia menudungkan tangannya yang gemuk di atas matanya saat mengamati situasi Lock sekarang. “Seorang diri di atap, baju kusam dan kebesaran, makan roti murah dari toko serba ada. Uhu, mau ditemani?”
Mereka total berenam, dengan Jihun tepat di tengah-tengah sebagai kepala geng. Baik yang gendut maupun kurus, mereka semua mempunyai satu kesamaan, yaitu senyum jahat yang terpatri di wajah mereka. Beberapa diantara mereka membawa barang, seperti sapu, batang kayu, dan pipa panjang. Jihun sendiri mengeluarkan rokok dan mulai menyulutnya.
“Hei, kenapa kau berkata seperti itu? Dia ini ‘anak emas’ yang berhasil menarik perhatian Cheryl.”
Beberapa diantara mereka tertawa mengejek.
“Benarkah itu, Badut? Cheryl menyukaimu?” Jihun yang bertanya dengan seringaian jahat. “Atau.. kau sendiri yang membuat gosip itu?”
“Yeah, karena kau ingin terkenal?”
“Yang benar saja, dengan wajah dan tubuh seperti itu?”
“Dengan masa lalunya yang menarik?”
“Oh, atau dengan selera busananya?”
Lock sudah sangat terbiasa diperlakukan seperti itu. Bukan berarti ia tahan mendengarnya, bukan berarti ia tidak marah dan sedih mendengarnya, bukan berarti ia tidak merasakan sakit.. Tetapi, Lock tahu, bahwa dia tidak punya pilihan selain diam. Saat ia diam, mereka semua akan merasa bosan dan berlalu. Pengalamannya selama bertahun-tahun mengajarinya hal tersebut.
Namun, hari itu perasaan Lock tidak enak.
“Enyah,” katanya pelan, tapi sukses membuat seluruh rombongan Jihun terdiam. “Aku sedang tidak ingin meladeni kalian.”
Seperti yang sudah diketahui Lock, keenam perundung itu malah semakin bersemangat.
“Aw, kalian lihat itu? Kalian lihat itu?”
“Lucunya ~. Dia baru saja menyuruh kita diam?”
“Hei, apa kau menjadi besar kepala karena seorang wanita bodoh dan rabun menyukaimu?”
Lock memandangi langit yang mulai gelap; tanda hujan akan segera turun. Ia menghembuskan nafas dan berpikir.
‘Aku lelah.’
Lock sudah berada dalam tahap dimana ia mampu bersikap lebih tenang saat situasi menyuruhnya berbuat sebaliknya. Itu sama sekali tidak mudah, tetapi setelah sekian lama, akhirnya dia terbiasa dan lebih nyaman saat melakukannya.
Tetapi, saat itu Lock tidak ingin berpikir apapun. Ia menurunkan pandangan dan mengamati satu per satu antek Jihun yang masih mengoloknya. Sudut bibirnya melengkung ke atas saat jemarinya menunjuk Jihun.
“Apa yang membuat kalian berpikir bahwa dengan menjadi ‘pelayan’-nya, akan membuat hidup kalian lebih baik?”
Olok-olokan itu berhenti, dan salah seorang yang memegang batangan kayu panjang, maju mendekati Lock. “Hahhh? Apa maksudmu dengan ‘pelayan’?”
“Kau tidak mungkin berpikir bahwa Jihun menganggap kalian sebagai ‘sahabat’, kan? Dia menyuruh kalian melakukan ini-itu, memukul disaat kalian melawannya, menggunakan teror dan ancaman disaat dia membutuhkan bantuan..” Lock mendengus. “Kalian tidak ada bedanya denganku, tapi bersikap seolah-olah kalian lebih baik.”
Gemuruh mulai terdengar dari kejauhan, sangat cocok dengan suasana yang mendadak terasa berat di atap sekolah SMA Culfox.
“Berani-beraninya..”
Lock tidak memberikan mereka kesempatan untuk menyelanya. “Apa kalian berharap dengan menjadi benalu pada kehidupan Jihun dapat membuat hidup kalian lebih aman dan mudah? Kalian semua lebih menyedihkan daripadaku. Apakah kalian tidak pernah mencoba mencari tahu siapa ‘Jihun’ sebenarnya?”
Lock menyeringai, dan dia dapat melihat Jihun menatapnya dengan tatapan marah dan takut.
Lock sebenarnya dari dulu tahu bagaimana cara untuk menghancurkan Jihun. Tapi, dia menahannya karena jika ia menghancurkan Jihun, maka Avery juga akan terkena imbasnya.
Lock tidak berpikir ia sedang sukarela mengorbankan dirinya demi Avery, tetapi Lock yakin bahwa Jihun hanyalah salah satu dari banyaknya perundung di dunia ini. Jika dia menyingkirkan Jihun, maka perundung lainnya akan muncul. Itu hukum alam. Dan pada saat itu, Lock tidak akan punya Avery di sisinya yang melindunginya. Oleh karena itu, Lock memilih untuk bungkam dan memegang rahasia Jihun sebagai kartu as-nya.
“Dia terlalu banyak bicara!” teriak Jihun marah. “Gantung dia!”
Teman-teman Jihun menerobos maju, tidak menghiraukan perkataan Lock.
Ada alasan mengapa Jihun memilih untuk bersikap pura-pura akur dengan adik sepupunya, dan mengapa Jihun menuruti Avery. Lock tahu itu.
“Dia bukan penerus keluarga Clemonte,” kata Lock kalem. “Jihun adalah anak haram dari ayah Avery yang tidak akan bisa dan tidak akan pernah menjadi pewaris Clemonte.”
Berita itu membuat teman-teman Jihun berhenti tepat di saat mereka berada di depan Lock. Ekspresi terkejut melintasi wajah mereka.
“Dia membohongi kalian.”
Hanya suara gemuruh yang terdengar saat Lock selesai. Ia tidak bisa melihat Jihun karena pandangannya ditutup oleh tubuh besar antek Jihun yang berdiri mengelilinginya. Lock menunggu perasaan lega itu datang; dia yakin saat anak-anak di sekelilingnya mengetahui kenyataan bahwa Jihun membohongi mereka, mereka akan pergi meninggalkan pemuda menyedihkan itu. Tapi, tidak ada kelegaan saat Lock membuka kartunya. Ia tersentak mundur saat mengetahui ada sesuatu yang salah. Tepat saat itu, suara tawa Jihun terdengar di tengah-tengah rintikan hujan yang mulai turun. “Puahahahhahahahahaha!” Jihun menyeruak diantara badan kedua temannya. Ia terlihat santai sekali dengan senyum menghiasi wajahnya yang tampan. Air hujan membasahi rambut Jihun dan matanya menatap Lock dengan tatapan mencemooh. “Pegangi dia.” Diluar dugaan Lock, teman-teman Jihun bergerak mengikuti perintah pemuda itu tanpa keraguan sedikitpun. Tangan kanan dan kirinya dipegangi kuat-kuat h
Sherly merenggangkan tubuh mungilnya yang kaku dan keluar dari ‘kapsul’ – yang merupakan tempat kerjanya, dengan perasaan lega. Ia sudah berada di dalam ‘kapsul’ selama 48 jam tanpa beristirahat dan perasaannya tidak baik karena harus menonton banyak hal buruk selama itu. “Sudah selesai, Sherly? Selamat!” Itu adalah salah satu rekannya yang lain, Brahm. Sama seperti Sherly, dia baru saja terbebas dari ‘kapsul’ miliknya setelah hampir 72 jam terkurung. Mata Brahm berkantung, dan tangannya memegang secangkir kopi elixir. Sherly hanya bisa mengangguk, tidak punya tenaga untuk berkata apapun. Ia menyeduh kopi elixir yang tersedia di meja pantri di belakang Brahm dan baru bisa rileks saat kehangatan kopi masuk ke perutnya yang kosong. Bibirnya mengeluarkan desahan lega saat ia menikmati kopi dan memandang kosong ‘kapsul-kapsul’ lain yang berterbangan diatasnya. Empat ‘kapsul’ masih tertutup dan bersinar, menandakan beberapa rekannya bahkan masih belum sele
“Tunggu sebentar,” kata Collin, mengangkat tangan dan mengernyit pada hal tak kasat mata di depannya. “Butuh waktu untuk menghapus elemen-elemen di [Panggung]. Aku tidak suka hujan, ngomong-ngomong. Jadi, mari kita hilangkan efek hujan juga.”Dan selagi ia berkata demikian, satu per satu objek di sekeliling Lock mulai menghilang, mulai dari titik hujan, awan gelap, pipa besi penuh darah, sapu, kayu, bahkan mayat pun lenyap. Sebagai gantinya, langit menjadi biru cerah, burung-burung berkicau di bawahnya dengan riang, mayat berubah menjadi petak bunga, dan lantai atap menjadi rumput hijau.Lock menampar pipinya. “Tidak sakit.”Collin mengalihkan pandangan ke arahnya. “Tentu saja tidak karena [Panggung] telah usai sekarang. Saat ini tubuhmu pasti sedang terkapar pingsan di suatu tempat. Tunggu, biar kuperiksa. Oh, benar. Kau ada di dalam klinik,” Collin tersenyum seolah-olah semua persoalan beres. “Nah, bukankah
“Sepertinya kau membutuhkan waktu untuk berpikir? Apakah ini semua masih terasa tidak nyata untukmu?” “Hanya…” Lock kemudian terdiam, tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Lock punya kecenderungan untuk terus bergerak maju tanpa menoleh ke belakang untuk melindungi dirinya sendiri. Tapi saat ini, setelah dia mendapatkan sedikit jawaban akan takdirnya, tiba-tiba dia menoleh lagi ke belakang untuk menyadari bahwa perjalanan yang ia tempuh sudah sangat jauh. “Wajar jika kau kebingungan dan tidak percaya pada perkataanku,” kata Collin, menanggapi dengan santai. Tangannya berusaha menyentuh seorang bayi yang terbang di dekatnya, namun bayi itu menatapnya dengan ekspresi jengkel saat ia menyentuh tangan yang montok dan menggemaskan itu. Bayi itu menjulurkan lidah dan menghadiahi Collin dengan pantat berbalut popok besar. “… Bagaimanapun, aku harus memberimu apresiasi yang pantas. Kau tampak tenang menghadapi ini semua. Gadis yang kudatangi sebelumnya mengajukan hamp
Setelah beberapa saat membaca beberapa kali penjelasan yang tertulis pada Memo, Lock akhirnya memandang kosong langit-langit ruangan dengan lengan diatas kepalanya. Penjelasan itu tidak terlalu panjang, namun Lock mulai dapat menyusun apa yang terjadi padanya saat di atap tadi. Singkat cerita, itu adalah sebuah proses transformasi [Yang Terpilih]. Proses tersebut didasarkan pada dua hal: Ledakan ‘Caera’ dan munculnya [Panggung]. Setelah kedua hal itu terpicu, [Yang Terpilih] dari Divisi Pengamat, seperti Jo Collin, akan muncul. ‘Caera’ sendiri adalah alias – sebutan untuk energi [Yang Terpilih]. Energi tersebut sedikit demi sedikit terkumpul dalam ‘wadah’ masing-masing individu yang terpilih sebagai ‘Bibit’ – seperti Lock, hingga pada satu titik dimana ‘wadah’ tidak dapat lagi menampung, dan terjadilah Ledakan ‘Caera’. Ledakan ini, pada akhirnya, menciptakan sebuah gelombang energi lain yang disebut sebagai [Panggung]. Tidak banyak penjelasan mengenai [Panggu
Wajah Avery merah padam hingga ke leher. Untungnya, langit menyelamatkannya sebelum ia tergoda menggali tanah untuk mengubur diri beserta harga dirinya; lampu rambu lalu lintas berubah merah sehingga mereka sekarang boleh menyebrang. Avery langsung bergegas menyebrang, menabrak Lock dan berjalan dengan langkah panjang-panjang, bahkan hampir setengah berlari. Seperti biasa, Lock tidak repot-repot mengejarnya ataupun bertanya. Avery tahu itu, dan ia tidak bisa menahan diri untuk setengah bersyukur dan setengah kecewa. Dalam waktu singkat, ia melewati toko yang menjual es krim, dan juga taman di dekat rumahnya. Avery teringat kejadian kemarin dan perlahan langkahnya memelan. Ia terus berdebat dalam hati, dan pada akhirnya membulatkan tekad untuk berhenti dan menoleh ke belakang. Lock, yang selama ini berjalan diam di belakangnya, ikut berhenti dengan raut wajah bertanya. Ekspresinya yang selalu tenang seperti orang bodoh itu membuat Avery geram. “Aku dengar kau
Sherly menyadari sesuatu yang gawat telah terjadi saat ia masuk ke dalam ruang Pengamat nomor 2 dan melihat semua personil belingsatan kesana kemari. Setelah mengamati barang sejenak, ia berbalik pergi diam-diam sebelum yang lainnya menyadari keberadaannya.“Sherly!”‘Sialan.’Sherly mendesah keras dan berbalik untuk mendekati Brahm yang menunggunya dari depan layar raksasa. Mata Brahm yang gelap dan cekung menunjukan bahwa pria itu tidak tidur sama sekali sejak [Panggung Awal] usai.“Apa yang terjadi?” tanya Sherly saat melihat salah satu kapsul yang bertuliskan angka 3 sudah menyala, sementara beberapa orang tampak terburu-buru memasang layar-layar tambahan di ruangan pengamat itu.“Seorang peserta memulai [Panggung Akhir] lebih cepat daripada seharusnya.”Sherly mengangkat satu alisnya, kemudian melirik kapsul 3. “Hah,” dengus Sherly tidak percaya. “Itukah sebabnya Collin s
Alis Lock terangkat naik saat melihat tulisan tersebut. Bayangan wajah Jo Collin terbersit di benaknya. ‘Apa dia akan muncul?’ Lock celingukan mencari di area sekitarnya. Tidak lama kemudian, suara gemerisik terdengar di belakangnya. Lock menoleh, tetapi dia tidak mendapati siapapun kecuali pohon rimbun yang gelap. Ia mengerutkan kening, yakin bahwa pendengarannya tidak salah. Saat itulah dia merasakan ‘sesuatu’ menepuk pelan kakinya. Lock menunduk. “Ha! Lo ~!” Syuu~ “Waaaaa!!” Lock menjerit terkejut hingga terjatuh dalam posisi duduk. Tubuhnya otomatis bergerak mundur, menjauhi ‘sesuatu’ yang tidak disangkanya sama sekali. ‘Sesuatu’ itu terkikik dengan kedua tangan berbulu menutupi mulutnya yang selalu menyeringai. “Prosedur pertama!” suaranya terdengar aneh dan melengking tidak normal. Hal itu, ditambah dengan hutan yang suram membuat suasana terasa seperti adegan film horor. “Siapa namamu?” Lock meng
Ian menghentak-hentakan kaki dengan tidak sabar.“Kenapa kau tidak melakukan apapun!?” serunya marah.Lock berusaha mengabaikan bocah itu selama beberapa hari terakhir, tapi tampaknya tak begitu berhasil. Bukannya berhenti berbuat ulah, Ian malah menjadi-jadi. Benar-benar tipikal bocah menyebalkan. Akhirnya, Lock membuka mata dan menoleh.“Aku sedang melakukan sesuatu.”“Apa? Mengupil? Tidur? Kau tidak melakukan apapun selama beberapa hari ini!”Lock mendesah. Ia tidak menyangka akan tiba hari dimana ia lebih memilih mendengar celotehan Iophel dan Rael dibandingkan orang lain. Bagi Lock sekarang, rengekan Iophel bagaikan nasihat bijak Ibu-ibu, dan kesarkastisan Rael terdengar seperti senandung puji-pujian. Suara Ian? Seperti hewan yang disembelih.“Kau melihat sendiri aku babak belur, ‘kan? Aku sedang menyembuhkan diri.”Ian mengerutkan kening. “Kau terlihat amat san
“Tuan Putri dan kakakku akan melangsungkan upacara pernikahan sebentar lagi – setelah mereka pulang dari Easteria. Hari ini mereka berdua tiba di Istana Easteria dan aku.. aku mulai tidak tenang..” Rigan meragu sejenak. Ia mencondongkan tubuh dan meminta Lock untuk mendekat. “Akhir-akhir ini, Ares melakukan hal yang sangat mencurigakan. Dia sering pergi malam-malam, melewati jalur belakang dan membawa beberapa orang berpakaian serba hitam. Pada saat kembali ke Istana, biasanya ia akan membawa peti-peti besar yang dibawa ke ruang bawah tanah. A, aku mulai berpikir bahwa apapun yang ia lakukan dengan peti itu, berhubungan dengan.. sesuatu yang tidak baik.”Lock mendengarkan Rigan dengan tenang. Ia sama sekali tidak terkejut mendengarkan berita tersebut. Namun, keraguan Rigan saat mengatakan ‘sesuatu yang tidak baik’ itu membangkitkan keingintahuan Lock.‘Apa yang bakal ia katakan? Sepertinya dia hendak menyebutkan sesuatu t
Beberapa jam kemudian, di sebuah ruangan bawah tanah yang berbau pengap dan lembab, Lock Easton membuka matanya. Dia melihat langit-langit rendah dan kotor yang sekarang mulai terlihat familiar baginya yang telah menginap disana selama 2 hari belakangan. Ia melirik sekilas ke sudut ruangan, tempat Ian sedang tertidur. Yakin bahwa bocah tersebut benar-benar tertidur, Lock bangkit berdiri dan menghampiri pintu.“Kau berhasil bertemu dengan kakek itu?” Lock bertanya sambil berjalan naik ke arah pintu.“Kakek itu terlalu mencurigakan.” Suara Rue terdengar dari balik pintu. Lock tertawa kecil. “Memang.”“Aku mendengar pembicaraan anak buah Ares bernama Gin. Mereka berencana untuk menjual bocah itu setelah upacara pernikahan.”Lock melirik Ian yang bergumam sendiri seperti sedang bermimpi buruk. Bocah itu terlihat menyedihkan.“Mereka tidak akan mendapatkan banyak uang dengan menjualnya.
Di bawah lampu remang-remang, sesosok bocah kurus dan kotor yang memiliki ekspresi keras kepala, licik, dan juga menjengkelkan, muncul dari balik bayang-bayang.“Ta-raaa!” Hiro berseru sembari menunjuk Ian. “Kejutan! Ini bocah yang begitu kau sayangi! Pelipur lara saat kau mendengar wanita yang mirip dengan mantan kekasihmu, menikah!”Tetapi, Lock tidak mendengarkan apapun yang dikatakan Hiro. Ia hanya menatap Ian tanpa berkedip.“Bagus sekali,” kata Lock datar. “Apa mereka menyembelih babimu atau apa disini?”Ian memberengut. “Maxi berhasil pergi!” serunya dengan suara melengking menjengkelkan. Bocah itu terlihat marah, yang mana membuat Lock begitu heran. “Kenapa kau lemah sekali? Katamu kau kuat! Kenapa kau membiarkan mereka menculikmu!?”“Maaf?” Hiro memandangi Ian dan Lock bolak balik sambil bersedekap. “Apa aku salah dengar? Siapa yang kuat?”
“Aku sebenarnya tidak yakin apakah air ini dapat membuatmu tersadar, tetapi aku selalu ingin melakukannya.”Dan suara itu. Lock melirik untuk melihat seraut wajah yang ‘sangat’ ia rindukan. Saat melihat wajah berminyak itu, Lock mendadak sadar dia tadi bermimpi.“Ini benar-benar menyegarkan,” ujar Lock. “Terima kasih.”Travis menyipitkan matanya. “Sepertinya kau suka disiram.”Lock berusaha menarik tubuh bagian atasnya. “Tidak, tapi aku suka disadarkan,” katanya. “Aku senang mengetahui bahwa aku tidak melihatmu di dalam mimpi.”“Aku pun tidak suka melihatmu, bahkan di dalam kehidupan nyata.”“Cukup adil.” sahut Lock, nyengir. Ia kemudian mengedarkan pandang ke sekelilingnya.Dia berada di sebuah ruangan lapang berpenerangan remang-remang. Ditilik dari tak adanya jendela dan kelembaban ruangan tersebut, Lock yakin ia ten
Itu sakit sekali hingga nyaris membuat Lock berpikir untuk pura-pura pingsan. Tetapi, ia tak melakukan itu. Belum, karena ia sedang mempersiapkan rasa sakit lain yang mungkin akan muncul sebentar lagi.‘Oh, dan ngomong-ngomong..’Lock tak punya waktu banyak untuk berpikir lebih lama. Jadi, dia mengerahkan kesempatannya yang terakhir untuk menoleh ke arah Maxi yang masih mengamuk.Manipulatif Aura.Bukan hanya Maxi yang terpengaruh, tetapi juga Gin. Mereka terbelalak dengan wajah penuh ketakutan, satu dengan wujud binatang, satunya lagi dalam bentuk manusia. Tentu saja Lock mengabaikan Gin.“Pergi.” katanya, memberi perintah pada Maxi. Suaranya mengandung aura yang begitu intens.Mata Maxi seketika tampak begitu kebingungan dan takut. Ia menguik dan terhuyung mundur selama beberapa detik sebelum ia kemudian berbalik dan pergi melarikan diri.“Jadi, kau melakukan ini semua untuk menyelamatkan babi? Betapa m
Gin berdecak saat melirik para prajurit yang sedang bersusah payah menghadapi hewan raksasa itu. Beberapa prajurit berhasil melukai si babi, tetapi hewan tersebut bertambah marah dan berusaha melukai siapapun yang berada di dekatnya, termasuk kedua orang yang tengah berkelahi di sampingnya.Sampai saat ini, Lock dan Ares sama-sama mampu menghindar dari serangan si babi dan serangan satu sama lain, tetapi Gin kenal Ares. Pria itu mulai tidak sabar, apalagi dikarenakan Lock melompat kesana kemari seperti monyet lepas.“Aku jadi paham mengapa kau mampu menghadapi si Suku Macan itu.” Samar-samar, Gin mendengar suara Lock Easton. “Kau lumayan.”Lock mengayunkan pedangnya. Gerakannya begitu ringan, seolah ia sedang bermain-main. Orang biasa bakal mengira lengan kurus itu hanya mampu merobek kertas dan tak akan mampu membuat luka kecil atau hanya sekedar luka memar. Akan tetapi, Ares menghindarinya; dan tindakannya tepat. Pedang Lock membelah ta
Gin melirik Ares, yang masih tersenyum kecil, tetapi dengan wajah yang semakin kaku – jelas bukan merupakan pertanda baik. “Aku tidak melihat apa manfaatnya kau mengambil hewan liar itu?” kata Ares dingin. “Kami memerlukannya.” Sebuah teriakan memecahkan suasana mencengkram tersebut, membuat para prajurit rendahan cemas. “…Kann!! Lepas..!” Gin kesal. Seperti dugaannya, membawa bocah kotor itu hanya akan menambah masalah. Ia mengedikkan kepala ke arah salah seorang prajurit yang tengah memandanginya dengan ragu-ragu. Prajurit itu mengangguk paham dan memukul karung tersebut dengan keras, menyuruh bocah itu diam. “Tidak perlu repot-repot melakukan itu. Aku akan mengurusnya.” Lock berkata dengan nada yang masih sama ramahnya. Ia mengerling ke arah Ares sembari tersenyum lebar. “Tidak perlu menjelaskan juga, aku bisa memahami. Berikan bocah itu, dan kau bisa melanjutkan apapun yang ingin kau lakukan.” Gin memandang Lock tersebut tanpa berk
Ledakan terjadi dimana bola-bola itu berhenti menggelinding. Ledakan itu tidak besar, tetapi cukup destruktif dan mengeluarkan api hingga desa mulai terbakar. Seakan mengejek, pasukan Ares memodifikasi bom tersebut hingga lebih menyerupai kembang api; seolah mereka ingin menyaksikan desa tersebut terbakar dengan indah. Suara ratapan dan tangis terdengar dari arah para penduduk, sementara beberapa prajurit tertawa dan bertepuk tangan saat menyaksikan kembang api yang mulai membakar desa. Walaupun melihat apa yang terjadi di bawah, baik Soren maupun Lock tidak beranjak sedikitpun. “Ini berkembang ke arah yang kuinginkan.” kata Soren puas. “Oh, ya? Termasuk kembang api itu?” Soren mengacuhkan komentar sarkas Lock, dan berkata, “Kita temui kakek itu setelah ini.” “Untuk apa?” “Kau bodoh? Tentu saja bernegosiasi. Kakek itu pasti akan memberitahu informasi jika kita berjanji akan membebaskan cucunya.” Lock nyaris tak mampu menahan di