“Aku pulang,” ucap Selena dengan suara pelan setelah mendorong masuk pintu depan rumahnya. Ia lalu menutup kembali dengan langkah yang diseret-seret.
“Hai, Elle.” Henry langsung menghampiri Selena dengan wajah semangat. “Baru pulang? Bagaimana dengan Syilea? Dia sudah sampai rumah?”
Selena hanya mengangguk tanpa ingin bersuara. Ia terus melangkah menaiki anak tangga, meniti satu persatu dengan rasa malas.
“Elle, bagaimana kalau kita berburu?” tawar Henry yang melihat kakaknya tidak bersemangat.
“Ajak Bianca atau Matt saja,” jawab Selena lagi dengan enggan.
“Aku ingin denganmu.”
“Aku ingin menjaga Rain.”
“Ayah akan menjaga Rain, Elle. Kamu harus mengisi tenagamu,” rengek Henry.
Selena menggeleng lemah. Sekarang kakinya sudah sampai di puncak dan mulai berjalan menyusuri koridor yang kiri kanannya terdapat beberapa pintu kamar milik He
Sepuluh menit sebelum Henry mendapatkan penglihatan tersebut. Syilea tengah duduk di teras rumah sembari membaca novel roman – thriller kesukaannya. Wajahnya begitu tegang ketika tokoh utama terancam bahaya. Di mana pembunuh sudah siap menancapkan belati tajam dan mengilap di bagian jantung gadis yang terduduk ketakutan.Sambil menggigit ujung kukunya, Syilea tak mengalihkan matanya untuk membaca deretan kata-kata yang tersusun menjadi kalimat yang menegangkan. Sesekali dia membalik lembaran buku yang selalu berhasil membuatnya merinding.“Hah! Gosh! Ini membuatku ingin minum. Rasanya tenggorokanku langsung kering!” gerutu Syilea menutup bukunya dan berdiri ingin masuk ke dalam rumah.Baru saja ia ingin berjalan menuju pintu, memegang kenop terbuat dari besi bercat biru muda, tiba-tiba saja terasa angin kencang menerpa sambut belakangnya.Syilea terkesiap dan langsung membalikkan badan karena tersentak. Setelah memutar badannya,
John terlihat sangat gelisah dan tidak tenang duduk di bangku dalam ruang kerjanya. Setelah Selena dan Henry pulang ke rumah, dirinya lah yang pertama kali dicari dua anaknya. Membawa kabar yang tentu saja membuatnya kebingungan. Di mana mereka mengatakan bahwa ada vampir selain keluarga mereka di kota Breavork.“Kalau saja aku yang bertemu dengannya, mungkin akan cepat mengenali darimana vampir itu berasal,” gumam John dengan tangan memangku dagunya. Keningnya mengerut dalam sambil menatap perapian kecil yang ada dalam ruangan tersebut.Beberapa detik kemudian, Matt sudah muncul di ambang pintu. Lelaki itu berdiri bersisian dengan Bianca. Sejak kejadian hari itu, mereka berdua seolah tak akan bisa dipisahkan lagi. John mengerti karena Matt tidak bisa terus berharap pada Selena yang jelas-jelas sudah menjatuhkan hatinya pada Rain.“Ayah memanggilku?” tanya Matt yang tak akan masuk sebelum dipersilakan oleh ayahnya.“Ya. Kemar
"Kalau kau mencintai seseorang, apakah kau harus tahu terlebih dahulu bagaimana masa lalunya? Bukankah itu tidak adil untuk orang yang memiliki masa lalu kelam dan buruk? Apa mereka tak pantas untuk dicintai?" *** Seperti lukisan mahakarya, semakin lama Bianca menatap wajah Matt, semakin banyak hal baru yang dia temukan. Saat penampilan Matt berantakan sekalipun, cowok itu selalu mampu menaikkan gairah dan gejolak aneh dalam dirinya. Dari jarak mereka yang begitu dekat seperti ini, Bianca selalu pasrah bersikap pasif ketika Matt mencoba menjamah semua sudut di tubuhnya. Membiarkan tangan kekar itu mengangkat badannya yang tampak mungil lalu membaringkan ke atas tempat tidur. Masih dengan pakaian lengkap, masing-masing dari mereka mulai melepaskan baju pasangan. Seperti yang dilakukan Mattt sekarang. Dengan lihai dia menarik satu kali sentakan gaun yang menutupi bagian indah Bianca. Sedangkan tangan gadis itu dengan cepat memb
Henry dan Selena sekarang duduk di dalam kamar Syilea. Sudah lima menit berlalu dan tak ada yang bersuara. Baik dari kedua vampir atau manusia. Mereka saling diam seolah menunggu satu sama lain untuk angkat suara.Sesekali Henry melirik Syilea yang duduk di atas tempat tidur memangku bantalnya. Sementara Selena bersilang kaki dan dada, dia tampak menatap jarum jam yang berputar detiknya. Sedangkan Henry duduk merapatkan kedua kaki dengan kedua tangan diletakkan pasrah di atas paha.“Sudah hampir jam dua belas,” ucap Selena. Entah dia bicara untuk dirinya sendiri atau memberikan kode pada Syilea dan Henry untuk bicara lebih dulu.Masih saja tidak ada yang berbicara sampai akhirnya Selena berdiri dan berjalan menuju jendela yang masih terbuka lebar. Henry dan Syilea melihat dengan kompak ke arah Selena yang sudah memegang pinggiran jendela.“Mau ke mana, Elle?” tanya Henry.“Aku akan menunggu kalian selesai bicara. Mungk
Valley High School, pukul setengah delapan pagi.Selena melangkah menuju kelas bersama Matt. Mereka berpisah dengan Henry dan Bianca yang menuju kelasnya sendiri. Sambil berjalan bersisian dengan kakaknya, Selena lebih memilih untuk diam dan tak membicarakan apapun karena memang tak ada bahan pembicaraan.“Elle,” panggil Matt pelan. Dia penasaran tentang kejadian di rumah Syilea tadi malam. Sebenarnya ingin Matt bertanya langsung pada Selena, tetapi Bianca mengajaknya untuk bertukar energi sehingga menghabiskan waktu hampir semalaman dalam kamar Matt.“Ya?” Selena menoleh pada Matt tanpa menghentikan langkah kakinya.Matt menatap sepintas wajah cantik Selena. Tetap saja hatinya mengagumi paras nyaris sempurna bak dewi di surga itu. Walaupun sekarang dia menjalin hubungan dengan Bianca, dia tak mungkin secepat itu melupakan cinta pertamanya.“Aku ingin bicara denganmu sebentar, boleh?”“Sekarang?&rdqu
Sebuah rumah mewah di perbatasan kota berwarna perak bercampur keemasan sehingga tampak begitu kontras dan menyita atensi pengguna jalan raya setiap melewati rumah tersebut. Lelaki dengan rambut hitam bergelombang masuk ke dalam rumah itu dengan seringai dan raut wajah yang begitu puas.“Sudah menghabisi berapa manusia, hm?” tanya seseorang yang tiba-tiba saja muncul di belakang lelaki berambut hitam itu.“Pertanyaan itu sedikit menyinggungku, Stefan.” Lelaki itu menjawab seraya memutar badannya dan melihat lelaki yang lebih dewasa dari dirinya. Tangannya bersilang di dada dan senyum sinisnya belum juga pudar.“Arion … jangan katakan bahwa aku sudah memperingatimu sebelumnya. Kamu ke Breavork sama seperti sedang mengantar jiwamu ke sini. Bukan salahku jika mereka mengejarmu kemudian kau berakhir mati sia-sia di kota kecil ini,” jelas Stefan berjalan dengan kedua tangan di belakang. Rambutnya sebagian berwarna putih kare
“Elle, kamu tidak pergi ke pusat kota?” tanya John ketika masuk ke dalam kamar Selena. Niat awalnya ingin memeriksa keadaan Rain karena dipikirnya semua anak-anak di rumah itu sudah pergi sejak satu jam yang lalu.“Tidak,” jawab Selena seraya menggelengkan kepalanya. Ia melihat John yang berdiri di balik jendela, menyingkap tirai sedikit untuk melihat langit malam.“Padahal malam ini sangat cerah. Tak akan ada hujan,” ujar lelaki itu tanpa menoleh pada Selena dan masih menatap keluar jendela. “Biar ayah yang akan menjaga Rain,” lanjutnya seraya menutup kembali tirai jendela dan memutar tubuh menghadap Selena.Selena yang masih duduk di kursi, tepat samping tempat tidur Rain hanya menggelengkan kepala sekali lagi. “Aku ingin di sini saja. Mungkin ayah yang ingin pergi ke sana.”John tertawa pelan. “Ayah sudah bosan dengan perayaan seperti itu. Lagipula, ayah sedang tidak ingin keluar rumah s
Tiga puluh menit sebelumnya ….John tampak terkejut ketika dirinya yang sedang menatap langit lewat jendela kamar Selena, mendengar suara erangan lirih laki-laki. Dia berpaling betapa terkejutnya saat melihat Rain yang sudah membuka matanya.“Rain!” seru John terkejut bukan main dan segera menghampiri lelaki yang perlahan berubah wujud.Bukan menjadi monster yang menakutkan, berbulu dan kuku runcing yang panjang. Melainkan tubuh atletis Rain semakin berisi dan tampak sempurna di setiap ototnya. Matanya yang terbuka bisa terlihat jelas netra merah darah itu.John masih membeku di tempatnya berdiri tanpa berniat ingin menyentuh Rain. Dia hanya menyaksikan perubahan diri Rain yang secara pesat. Bibir anak lelaki itu mulai berubah warna menjadi merah. Kulitnya seputih salju dan begitu pucat persis seperti dirinya. Kuku-kukunya mengilap sempurna dan rambutnya terlihat sangat sehat dan bercahaya.Bibir Rain yang semula mengatup sekaran