Sepuluh menit sebelum Henry mendapatkan penglihatan tersebut. Syilea tengah duduk di teras rumah sembari membaca novel roman – thriller kesukaannya. Wajahnya begitu tegang ketika tokoh utama terancam bahaya. Di mana pembunuh sudah siap menancapkan belati tajam dan mengilap di bagian jantung gadis yang terduduk ketakutan.
Sambil menggigit ujung kukunya, Syilea tak mengalihkan matanya untuk membaca deretan kata-kata yang tersusun menjadi kalimat yang menegangkan. Sesekali dia membalik lembaran buku yang selalu berhasil membuatnya merinding.
“Hah! Gosh! Ini membuatku ingin minum. Rasanya tenggorokanku langsung kering!” gerutu Syilea menutup bukunya dan berdiri ingin masuk ke dalam rumah.
Baru saja ia ingin berjalan menuju pintu, memegang kenop terbuat dari besi bercat biru muda, tiba-tiba saja terasa angin kencang menerpa sambut belakangnya.
Syilea terkesiap dan langsung membalikkan badan karena tersentak. Setelah memutar badannya,
John terlihat sangat gelisah dan tidak tenang duduk di bangku dalam ruang kerjanya. Setelah Selena dan Henry pulang ke rumah, dirinya lah yang pertama kali dicari dua anaknya. Membawa kabar yang tentu saja membuatnya kebingungan. Di mana mereka mengatakan bahwa ada vampir selain keluarga mereka di kota Breavork.“Kalau saja aku yang bertemu dengannya, mungkin akan cepat mengenali darimana vampir itu berasal,” gumam John dengan tangan memangku dagunya. Keningnya mengerut dalam sambil menatap perapian kecil yang ada dalam ruangan tersebut.Beberapa detik kemudian, Matt sudah muncul di ambang pintu. Lelaki itu berdiri bersisian dengan Bianca. Sejak kejadian hari itu, mereka berdua seolah tak akan bisa dipisahkan lagi. John mengerti karena Matt tidak bisa terus berharap pada Selena yang jelas-jelas sudah menjatuhkan hatinya pada Rain.“Ayah memanggilku?” tanya Matt yang tak akan masuk sebelum dipersilakan oleh ayahnya.“Ya. Kemar
"Kalau kau mencintai seseorang, apakah kau harus tahu terlebih dahulu bagaimana masa lalunya? Bukankah itu tidak adil untuk orang yang memiliki masa lalu kelam dan buruk? Apa mereka tak pantas untuk dicintai?" *** Seperti lukisan mahakarya, semakin lama Bianca menatap wajah Matt, semakin banyak hal baru yang dia temukan. Saat penampilan Matt berantakan sekalipun, cowok itu selalu mampu menaikkan gairah dan gejolak aneh dalam dirinya. Dari jarak mereka yang begitu dekat seperti ini, Bianca selalu pasrah bersikap pasif ketika Matt mencoba menjamah semua sudut di tubuhnya. Membiarkan tangan kekar itu mengangkat badannya yang tampak mungil lalu membaringkan ke atas tempat tidur. Masih dengan pakaian lengkap, masing-masing dari mereka mulai melepaskan baju pasangan. Seperti yang dilakukan Mattt sekarang. Dengan lihai dia menarik satu kali sentakan gaun yang menutupi bagian indah Bianca. Sedangkan tangan gadis itu dengan cepat memb
Henry dan Selena sekarang duduk di dalam kamar Syilea. Sudah lima menit berlalu dan tak ada yang bersuara. Baik dari kedua vampir atau manusia. Mereka saling diam seolah menunggu satu sama lain untuk angkat suara.Sesekali Henry melirik Syilea yang duduk di atas tempat tidur memangku bantalnya. Sementara Selena bersilang kaki dan dada, dia tampak menatap jarum jam yang berputar detiknya. Sedangkan Henry duduk merapatkan kedua kaki dengan kedua tangan diletakkan pasrah di atas paha.“Sudah hampir jam dua belas,” ucap Selena. Entah dia bicara untuk dirinya sendiri atau memberikan kode pada Syilea dan Henry untuk bicara lebih dulu.Masih saja tidak ada yang berbicara sampai akhirnya Selena berdiri dan berjalan menuju jendela yang masih terbuka lebar. Henry dan Syilea melihat dengan kompak ke arah Selena yang sudah memegang pinggiran jendela.“Mau ke mana, Elle?” tanya Henry.“Aku akan menunggu kalian selesai bicara. Mungk
Valley High School, pukul setengah delapan pagi.Selena melangkah menuju kelas bersama Matt. Mereka berpisah dengan Henry dan Bianca yang menuju kelasnya sendiri. Sambil berjalan bersisian dengan kakaknya, Selena lebih memilih untuk diam dan tak membicarakan apapun karena memang tak ada bahan pembicaraan.“Elle,” panggil Matt pelan. Dia penasaran tentang kejadian di rumah Syilea tadi malam. Sebenarnya ingin Matt bertanya langsung pada Selena, tetapi Bianca mengajaknya untuk bertukar energi sehingga menghabiskan waktu hampir semalaman dalam kamar Matt.“Ya?” Selena menoleh pada Matt tanpa menghentikan langkah kakinya.Matt menatap sepintas wajah cantik Selena. Tetap saja hatinya mengagumi paras nyaris sempurna bak dewi di surga itu. Walaupun sekarang dia menjalin hubungan dengan Bianca, dia tak mungkin secepat itu melupakan cinta pertamanya.“Aku ingin bicara denganmu sebentar, boleh?”“Sekarang?&rdqu
Sebuah rumah mewah di perbatasan kota berwarna perak bercampur keemasan sehingga tampak begitu kontras dan menyita atensi pengguna jalan raya setiap melewati rumah tersebut. Lelaki dengan rambut hitam bergelombang masuk ke dalam rumah itu dengan seringai dan raut wajah yang begitu puas.“Sudah menghabisi berapa manusia, hm?” tanya seseorang yang tiba-tiba saja muncul di belakang lelaki berambut hitam itu.“Pertanyaan itu sedikit menyinggungku, Stefan.” Lelaki itu menjawab seraya memutar badannya dan melihat lelaki yang lebih dewasa dari dirinya. Tangannya bersilang di dada dan senyum sinisnya belum juga pudar.“Arion … jangan katakan bahwa aku sudah memperingatimu sebelumnya. Kamu ke Breavork sama seperti sedang mengantar jiwamu ke sini. Bukan salahku jika mereka mengejarmu kemudian kau berakhir mati sia-sia di kota kecil ini,” jelas Stefan berjalan dengan kedua tangan di belakang. Rambutnya sebagian berwarna putih kare
“Elle, kamu tidak pergi ke pusat kota?” tanya John ketika masuk ke dalam kamar Selena. Niat awalnya ingin memeriksa keadaan Rain karena dipikirnya semua anak-anak di rumah itu sudah pergi sejak satu jam yang lalu.“Tidak,” jawab Selena seraya menggelengkan kepalanya. Ia melihat John yang berdiri di balik jendela, menyingkap tirai sedikit untuk melihat langit malam.“Padahal malam ini sangat cerah. Tak akan ada hujan,” ujar lelaki itu tanpa menoleh pada Selena dan masih menatap keluar jendela. “Biar ayah yang akan menjaga Rain,” lanjutnya seraya menutup kembali tirai jendela dan memutar tubuh menghadap Selena.Selena yang masih duduk di kursi, tepat samping tempat tidur Rain hanya menggelengkan kepala sekali lagi. “Aku ingin di sini saja. Mungkin ayah yang ingin pergi ke sana.”John tertawa pelan. “Ayah sudah bosan dengan perayaan seperti itu. Lagipula, ayah sedang tidak ingin keluar rumah s
Tiga puluh menit sebelumnya ….John tampak terkejut ketika dirinya yang sedang menatap langit lewat jendela kamar Selena, mendengar suara erangan lirih laki-laki. Dia berpaling betapa terkejutnya saat melihat Rain yang sudah membuka matanya.“Rain!” seru John terkejut bukan main dan segera menghampiri lelaki yang perlahan berubah wujud.Bukan menjadi monster yang menakutkan, berbulu dan kuku runcing yang panjang. Melainkan tubuh atletis Rain semakin berisi dan tampak sempurna di setiap ototnya. Matanya yang terbuka bisa terlihat jelas netra merah darah itu.John masih membeku di tempatnya berdiri tanpa berniat ingin menyentuh Rain. Dia hanya menyaksikan perubahan diri Rain yang secara pesat. Bibir anak lelaki itu mulai berubah warna menjadi merah. Kulitnya seputih salju dan begitu pucat persis seperti dirinya. Kuku-kukunya mengilap sempurna dan rambutnya terlihat sangat sehat dan bercahaya.Bibir Rain yang semula mengatup sekaran
Atmosfir kegelapan begitu terasa di dalam hutan dan hanya para vampir saja yang dapat merasakannya. Bianca dan Matt saling pandang ketika dada mereka mendadak terasa sangat sesak. Begitu juga dengan Henry yang tiba-tiba saja menggenggam kuat tanpa sengaja tangan Syilea.“Aw!” rintih Syilea sedikit terkejut ketika Henry meremas tangannya.Henry langsung berpaling dan tersadar. Dengan cepat ia melepaskan tangan Syilea. “Maafkan aku,” ujarnya dengan sangat gelisah.“Ada apa? Apa ada satu masalah?” cemas Syilea ketika melihat ekspresi Henry yang sudah tidak menikmati acara malam itu.“Lea, aku harus pergi sekarang. Kamu jangan ke mana-mana dan tetap di keramaian. Mengerti?” pesan Henry dengan sangat cepat dan berdiri merapikan bajunya.“Kamu mau ke mana?” heran Syilea ikut berdiri dan kembali memegang lengan Henry seolah tak ingin ditinggalkan begitu saja tanpa penjelasan apapun.&ldquo
Setelah musim panas berakhir, maka masuklah musim paling syahdu yaitu musim gugur. Sisa hawa panas memang masih ada, namun angin pun sudah mulai berembus. Selena memakai kaos tipis yang dilapisi dengan mantel panjang berwarna merah favoritnya, Ia tampak begitu sangat cantik malam ini. Terlebih jeans panjang dengan sepatu ankle boot hitam membuatnya menjadi tampak sempurna.Sama seperti Selena, Bianca dan Erika pun juga memakai outfit yang sama meski beda warna dan hiasan baju lainnya. Mereka semua sudah siap untuk pergi ke festival musim gugur bersama dengan pasangan masing-masing.“Aku tidak memiliki pasangan. Lalu, nanti sama siapa setelah di sana?” tanya Erika kebingungan.“Jangan cemas. Kamu bisa bersamaku, Bianca atau Syilea.” Selena mencoba menenangkan Erika.“Aku tidak ingin mengganggu kesenangan kalian,” tolak Erika dengan segan.“Ah, begini saja … bagaimana kalau kita tidak usah berpencar? K
Syilea sangat terkejut dengan serangan ciuman dari Henry. Pupil matanya membulat sempurna tatkala sebuah memori ingatan melemparkannya ke suatu tempat yang aneh. Di mana ia melihat dirinya dan Henry yang sedang berciuman di ruang tamu rumahnya, pernyataan cinta dari Henry, hadiah bunga dan jalan-jalan malam di festival hingga akhirnya ia melihat seorang vampir yang berdiri di hadapannya dengan seringai menyeramkan beserta taring tajam.Jantung Syilea berdentam dengan sangat cepat ketika dia potongan memori ingatannya kembali seperti puzzle yang mulai tersusun hingga membentuk gambar sempurna.Satu detik … Dua detik … Tiga detik … Empat detik … Lima detik.Seketika pandangan Syilea menjadi samar bersamaan dengan Henry yang menarik mundur wajahnya. Dengan tatapan sayu, Syilea menatap Henry yang dikenalnya sebagai kekasihnya, bukan orang asing lagi.“Henry,” bisik Syilea dengan lirih.“Apa kamu sudah ingat
Keesokan harinya, Selena sudah bersiap menuju sekolah dijemput Rain seperti biasa. Seperti yang dikatakan Arion tadi malam, mulai hari ini dia tidak akan muncul lagi di hadapannya. Perpisahan tadi malam sudah cukup menguras emosinya hingga membuat Selena merasakan seperti ada duri tertancap di hatinya.“Kenapa aku merasa tidak rela untuk kehilangannya?” gumam Selena sambil berjalan menuju anak tangga.“Elle … berangkat dengan Rain?” tanya Bianca yang tiba-tiba saja berjalan di sisinya.“Ya.” Selena menjawab singkat.“Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat linglung,” heran adiknya.“Bia … apa kamu tahu kalau Arion pergi?” tanya Selena akhirnya pada Bianca.“Iya, tau. Ayah sudah menceritakan pada kami semua tadi malam saat kamu dan dia pergi jalan-jalan,” jawab Bianca.“Kenapa kamu tidak sedih?”“Buat apa? Dia kan hanya pergi untuk
Masih di bar khusus para vampir. Selena tidak meminum apapun, ia hanya melihat Arion yang sudah menghabiskan empat gelas kecil berisi darah manusia.“Sepertinya kamu sudah terlalu lama menahan ini semua,” sindir Selena pada Arion yang meletakkan gelas terakhir di atas meja.“Maafkan aku. Tidak mudah untuk membuang kebiasaan,” jawab Arion yang memberi kode pada bartender untuk mengisi gelasnya lagi.“Setidaknya sekarang kamu sudah bersahabat dengan kata maaf,” jawab Selena tersenyum. “Setelah ini, kamu ingin membawaku kemana lagi?”“Pantai,” jawab Arion.Selena mengernyit dan bingung. “Pantai?” ulangnya.“Bukankan kamu sangat suka melihat laut?” tanya Arion.Selena mengangguk. Ia tak membantah tebakan Arion. “Ya. Aku suka.”“Laut akan terlihat indah bila dilihat saat malam hari,” lanjut Arion lalu kembali minum.&ld
Para gadis sudah tiba di rumah saat pukul delapan malam. Saat itulah mereka melihat para lelaki berkumpul di ruang keluarga. Ada John, Arion, Stefan, Henry dan Matt. Mereka tengah berbincang santai dan sesekali terdengar tawa karena joke yang dilontarkan oleh Arion.Selena tersenyum ketika melihat bagaimana Arion yang berdiri di depan mereka semua sambil membawakan sebuah lelucon seolah sedang melakukan stand up, lalu terdengar suara tawa Henry yang paling keras.“Hai, girls … sudah selesai bersenang-senangnya?” tanya Matt ketika sadar dengan kehadiran Bianca, Selena dan Erika.Bianca menghampiri Matt dan langsung duduk di pangkuan lelaki itu tanpa malu dilihat oleh John dan Stefan. Lagipula mereka adalah keluarga, bersikap romantis di depan keluarga bukan hal yang aneh, kan?“Ya … itu tadi adalah shopping paling menyenangkan,” ungkap Bianca dengan penuh semangat yang menggebu-gebu. Ia lalu melemparkan pandangan pada
Sambungan via telepon handphone antara Henry dan Syilea ….“Kenapa kamu baru tiba di rumah?” tanya Henry setelah teleponnya baru diangkat oleh gadis tersebut dan Syilea mengatakan bahwa dia baru saja sampai rumah.“Aku harus pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan ibu sebentar,” jawab Syilea jujur.Henry mengangguk paham. “Seharusnya kamu tidak perlu menolak tawaranku ketika ingin mengantarkanmu pulang,” sesalnya lagi.“Tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkanmu. Kita hanya teman dan seharusnya aku harus tahu batasan,” jelas Syilea dengan bijaksana.“Kalau begitu … bagaimana jika seandainya kita bukan hanya sekedar teman?” pancing Henry.“Ma-maksudmu?” gagap Syilea mendengar hal yang bisa langsung dia asumsikan tentang hal lebih dari teman.“Ya, maksudku … seperti hubungan yang lebih dekat,” jawab Henry pelan. Dia sendiri merasa
Selena membawa Erika ke kamar yang akan ditinggali oleh gadis penyihir itu. Sengaja ia memilihkan kamar dengan kasur baru dengan alasan khusus untuk manusia.“Karena kamu membutuhkan tidur yang nyenyak daripada kami,” kata Selena saat mendapati Erika yang begitu sungkan.“Terima kasih,” ucap Erika dengan tulus.“Tapi … apa kamu tidak takut tinggal serumah dengan banyak vampir?” tanya Selena ragu.Erika hanya tersenyum penuh arti. “Bahkan sebelumnya aku pernah serumah dengan vampir yang sangat bengis dan haus darah manusia.”Selena mengerti siapa yang dimaksud oleh Erika. Tentu saja dia adalah Arion. Mereka memang pernah serumah dan bahkan bercinta karena memiliki hubungan khusus.Erika mulai mengeluarkan beberapa pakaiannya yang usang dan lusuh lalu membuka lemari. Selena mengernyit melihat pakaian penyihir itu. Baru dia sadari ada sesuatu yang memprihatinkan sekarang.“Erik
Rain dan Selena hari ini pulang sekolah sambil berjalan kaki. Ini sesuai permintaan Selena yang katanya rindu berjalan-jalan di tengah hutan sambil menuju rumahnya sendiri. John sudah menyampaikan pesan lewat Arion yang datang ke sekolah untuk menyuruh semua anaknya pulang ke rumah tepat waktu. Tidak ada yang boleh mampir ke suatu tempat apalagi pacaran kata Arion tadi. Dan tentu saja mendapat dengusan sebal dari Selena dan Bianca.“Memangnya ayah kenapa menyuruh kita langsung pulang?” tanya Selena pada Rain. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan satu sama lain.Rain mengedikkan bahu. “Aku tidak tahu. Mungkin ayah kalian ingin mengumumkan sesuatu mungkin.”“Apa ayah akan menikah lagi?” tanya Selena dengan tatapan tak percaya.“Masa? Bukankah ayah kalian tidak dekat dengan siapapun juga,” heran Rain yang kurang percaya dengan kesimpulan tak masuk akal dari Selena.“Selama ini ayah paling pint
Keesokan harinya John dan Arion akhirnya memutuskan untuk menemui Stefan di kediamannya. Sebuah rumah kecil dengan dinding kayu di tengah hutan. Pagar kayu setinggi pinggang orang dewasa dan ada pohon di depannya. Bisa ditebak bahwa pohon tersebut adalah pohon cokelat yang tumbuh dengan suburnya. Stefan sengaja membangun rumah di samping pepohonan cokelat agar bisa bertahan hidup.Melihat kehadiran Arion dan John yang datang bersama-sama awalnya membuat Stefan sedikit kaget, namun pada akhirnya ia tersenyum dan mempersilakan dua anak adopsinya masuk ke dalam.Arion memerhatikan sekitar rumah yang begitu hangat meski tak terlalu besar. Beda dengan rumahnya yang mewah dan besar namun terasa dingin.Stefan memberikan dua gelas cokelat hitam panas pada dua lelaki yang dia sayangi. Lelaki tua itu tersenyum bijaksana dan terlihat jelas bagaimana ia senang melihat kehadiran kakak beradik itu. Melihat keakuran yang akhirnya terjalin di antara keduanya. Stefan benar-bena