Valley High School, pukul setengah delapan pagi.
Selena melangkah menuju kelas bersama Matt. Mereka berpisah dengan Henry dan Bianca yang menuju kelasnya sendiri. Sambil berjalan bersisian dengan kakaknya, Selena lebih memilih untuk diam dan tak membicarakan apapun karena memang tak ada bahan pembicaraan.
“Elle,” panggil Matt pelan. Dia penasaran tentang kejadian di rumah Syilea tadi malam. Sebenarnya ingin Matt bertanya langsung pada Selena, tetapi Bianca mengajaknya untuk bertukar energi sehingga menghabiskan waktu hampir semalaman dalam kamar Matt.
“Ya?” Selena menoleh pada Matt tanpa menghentikan langkah kakinya.
Matt menatap sepintas wajah cantik Selena. Tetap saja hatinya mengagumi paras nyaris sempurna bak dewi di surga itu. Walaupun sekarang dia menjalin hubungan dengan Bianca, dia tak mungkin secepat itu melupakan cinta pertamanya.
“Aku ingin bicara denganmu sebentar, boleh?”
“Sekarang?&rdqu
Sebuah rumah mewah di perbatasan kota berwarna perak bercampur keemasan sehingga tampak begitu kontras dan menyita atensi pengguna jalan raya setiap melewati rumah tersebut. Lelaki dengan rambut hitam bergelombang masuk ke dalam rumah itu dengan seringai dan raut wajah yang begitu puas.“Sudah menghabisi berapa manusia, hm?” tanya seseorang yang tiba-tiba saja muncul di belakang lelaki berambut hitam itu.“Pertanyaan itu sedikit menyinggungku, Stefan.” Lelaki itu menjawab seraya memutar badannya dan melihat lelaki yang lebih dewasa dari dirinya. Tangannya bersilang di dada dan senyum sinisnya belum juga pudar.“Arion … jangan katakan bahwa aku sudah memperingatimu sebelumnya. Kamu ke Breavork sama seperti sedang mengantar jiwamu ke sini. Bukan salahku jika mereka mengejarmu kemudian kau berakhir mati sia-sia di kota kecil ini,” jelas Stefan berjalan dengan kedua tangan di belakang. Rambutnya sebagian berwarna putih kare
“Elle, kamu tidak pergi ke pusat kota?” tanya John ketika masuk ke dalam kamar Selena. Niat awalnya ingin memeriksa keadaan Rain karena dipikirnya semua anak-anak di rumah itu sudah pergi sejak satu jam yang lalu.“Tidak,” jawab Selena seraya menggelengkan kepalanya. Ia melihat John yang berdiri di balik jendela, menyingkap tirai sedikit untuk melihat langit malam.“Padahal malam ini sangat cerah. Tak akan ada hujan,” ujar lelaki itu tanpa menoleh pada Selena dan masih menatap keluar jendela. “Biar ayah yang akan menjaga Rain,” lanjutnya seraya menutup kembali tirai jendela dan memutar tubuh menghadap Selena.Selena yang masih duduk di kursi, tepat samping tempat tidur Rain hanya menggelengkan kepala sekali lagi. “Aku ingin di sini saja. Mungkin ayah yang ingin pergi ke sana.”John tertawa pelan. “Ayah sudah bosan dengan perayaan seperti itu. Lagipula, ayah sedang tidak ingin keluar rumah s
Tiga puluh menit sebelumnya ….John tampak terkejut ketika dirinya yang sedang menatap langit lewat jendela kamar Selena, mendengar suara erangan lirih laki-laki. Dia berpaling betapa terkejutnya saat melihat Rain yang sudah membuka matanya.“Rain!” seru John terkejut bukan main dan segera menghampiri lelaki yang perlahan berubah wujud.Bukan menjadi monster yang menakutkan, berbulu dan kuku runcing yang panjang. Melainkan tubuh atletis Rain semakin berisi dan tampak sempurna di setiap ototnya. Matanya yang terbuka bisa terlihat jelas netra merah darah itu.John masih membeku di tempatnya berdiri tanpa berniat ingin menyentuh Rain. Dia hanya menyaksikan perubahan diri Rain yang secara pesat. Bibir anak lelaki itu mulai berubah warna menjadi merah. Kulitnya seputih salju dan begitu pucat persis seperti dirinya. Kuku-kukunya mengilap sempurna dan rambutnya terlihat sangat sehat dan bercahaya.Bibir Rain yang semula mengatup sekaran
Atmosfir kegelapan begitu terasa di dalam hutan dan hanya para vampir saja yang dapat merasakannya. Bianca dan Matt saling pandang ketika dada mereka mendadak terasa sangat sesak. Begitu juga dengan Henry yang tiba-tiba saja menggenggam kuat tanpa sengaja tangan Syilea.“Aw!” rintih Syilea sedikit terkejut ketika Henry meremas tangannya.Henry langsung berpaling dan tersadar. Dengan cepat ia melepaskan tangan Syilea. “Maafkan aku,” ujarnya dengan sangat gelisah.“Ada apa? Apa ada satu masalah?” cemas Syilea ketika melihat ekspresi Henry yang sudah tidak menikmati acara malam itu.“Lea, aku harus pergi sekarang. Kamu jangan ke mana-mana dan tetap di keramaian. Mengerti?” pesan Henry dengan sangat cepat dan berdiri merapikan bajunya.“Kamu mau ke mana?” heran Syilea ikut berdiri dan kembali memegang lengan Henry seolah tak ingin ditinggalkan begitu saja tanpa penjelasan apapun.&ldquo
Arion merasa bahwa dia tidak akan sanggup melawan Rain untuk sekarang. Pilihannya untuk langsung pergi sudah sangat tepat. Dia mengambil kesempatan saat Rain masih memunggunginya.Melewati hutan dan menuju jalan raya, dia berniat mencari darah segar manusia terlebih dahulu agar bisa memulihkan tenaganya lagi. Bertepatan dengan dirinya yang baru saja tiba di trotoar jalan raya, matanya menangkap satu objek menarik yang membuat bibirnya tersungging miring.“Makanan lezat ternyata datang dengan sendirinya,” gumam Arion.Syilea berjalan dengan wajah lesu di sepanjang trotoar. Dia sudah menunggu Henry sendirian hampir dua puluh menit. Baginya itu sangat lama. Merasa kesal, akhirnya Syilea memutuskan ingin pulang sendiri.Sambil merapatkan jaketnya yang panjang, dia sesekali melihat sekitar. Begitu sepi karena semua warga berkumpul di pusat kota. Tanpa dia sadari bahwa pilihannya sangat buruk ketika tidak mematuhi pesan Henry.Wusshh …
Arion pulang ke rumah dengan wajah puas dan tampak senang. Dia bahkan memasuki ruang tengah seraya bersenandung pelan, membuat Stefan bertanya-tanya apa yang telah terjadi pada lelaki yang tak pernah berhasil mengontrol emosinya itu.“Siapa yang menjadi korbanmu tadi?” tanya Stefan tanpa basa basi.Arion menghentikan langkah dan memutar tubuhnya dengan ekspresi santai dan seolah tak berdosa sama sekali karena sudah menyakiti manusia. Dilihatnya Stefan berdiri menatapnya dengan tenang dan seperti biasa tangannya di belakang. Bahkan Arion yang sudah tinggal bersama Stefan selama beratus-ratus tahun, masih saja belum bisa membaca pikiran lelaki tua tersebut.“Aku sudah menghisap darah dari salah satu orang yang disayangi oleh keluarga Walter,” jawab Arion dengan penuh bangga seperti baru saja melakukan hal terpuji.“Kamu masih belum sadar juga, bahwa apa yang kamu lakukan akan menjadi bumerang untukmu nanti,” kata Stefan,
Masih di rumah sakit. John menunggu bersama Bianca dan Matt. Memutar otaknya untuk menebak siapa pelaku yang sudah mengganggu ketenangan dan kedamaian hidup keluarganya.Ini tidak dapat dibiarkan … vampir itu pasti memiliki tujuan yang jelas mengganggu keluargaku. Tapi, siapa target utamanya? Selama ini Matt, Selena, Bianca dan Henry tidak pernah membuat masalah besar. Kalaupun Bianca selalu menjadi penyebab masalah, dia selalu berhubungan dengan manusia bukan vampir.“Ayah,” panggil Matt yang duduk di samping John. Sudah hampir setengah jam dia hanya diam memerhatikan ayahnya yang duduk tak bergerak, menatap lurus ke depan dan tak berkedip.“Ya?”“Sebaiknya ayah melihat sendiri saja siapa dia,” usul Matt.John menurunkan tangannya yang sedari tadi bersilang di dada lalu berpaling pada Matt minta penjelasan lebih lanjut.“Tadi saat di hutan pusat kota, dia bertarung melawan Rain. Jadi
Beberapa abad yang lalu. Sebuah kebakaran besar terjadi di mana sang pemilik rumah lah yang melakukan itu. Setelah dia bertengkar hebat dengan adiknya, dia memutuskan mengurungnya di dalam kamar. Mengikat kedua tangan dan kaki dengan rantai yang kuat sehingga tak akan bisa meloloskan diri.Semula hanya api kecil yang menyala, hingga akhirnya api membesar dan memenuhi sebagian rumah itu. Telinga kakaknya mendengar teriakan rintihan minta tolong dan kalimat penyesalan. Tapi, semua sudah terlanjur. Seolah tak ada kata maaf lagi, kakaknya tuli untuk mendengarkan permohonan yang mengiris hati.DI saat api mulai melahap rumah yang terbuat dari kayu itu, kakaknya pergi keluar membawa tas dan tak ingin menoleh ke belakang. Menguatkan hati dan merelakan kematian adik tersayangnya. Dia pergi dan tak pernah kembali lagi.***Stefan dan John duduk bersisian. Sudah hampir lima belas menit tidak ada suara sejak Stefan mengaku bahwa dirinya lah yang menyelamatkan Arion