Selena duduk di teras rumah Rain, sendirian sambil menatap tanah tanpa ekspresi. Dia menunggu Rain pulang ke rumah, tak ingin membiarkan kecurigaannya berlarut lalu membakar dirinya sendiri.
Sudah tiga puluh menit Selena menunggu, akhirnya Rain muncul bersama seorang lelaki yang pernah Selena lihat. Kalau tidak salah, Selena pernah melihat lelaki itu di pusat kota, dia berjualan bermacam-macam lampu.
Selena berdiri ketika melihat Rain yang turun langsung mendekatinya dengan wajah heran.
“Selena, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Rain yang sudah berdiri di depan Selena.
Selena tidak langsung menjawab, ia melihat lelaki tua itu menurunkan satu persatu kotak yang bisa ditebak isinya adalah lampu. Rupanya Rain ke pusat kota untuk membeli alat penerangan tersebut. Niat lelaki itu yang ingin memperbaiki rumahnya menjadi layak huni ternyata tidak main-main.
“Selena,” panggil Rain lagi karena merasa diabaikan oleh kekasihnya.
Henry lebih pertama yang turun dari mobil ketika sudah sampai di depan rumah. Ia ingin bertemu dengan Selena sekarang juga, bertanya tentang manfaat kafein pada tubuh vampir mereka.“Kenapa dia harus terburu-buru seperti itu, sih?” sungut Bianca yang baru saja turun dari mobil lalu menutup pintunya.Matt dan John ikut turun dari mobil, mereka terkekeh mendengar Bianca menggerutu sambil berlari mengejar Henry.“Matt, setelah ini langsung ke ruang kerja Ayah. Ada yang ingin Ayah sampaikan pada kalian semua,” kata John serius.“Baik, Ayah. Aku ganti baju dulu,” ujar Matt lalu berjalan masuk menuju ke dalam.Sementara Henry sudah bertemu dengan Selena yang duduk di atas sofa dengan lutut ditekuk dan memeluk kedua kakinya. Tatapan Selena terfokus pada langit biru dengan air muka tenang.“Elle,” panggil Henry di depan pintu kamar Selena.Pemilik kamar itu langsung menoleh dan melihat Henry yan
“Rain … maafkan aku,” ucap Erika merasa sangat bersalah.Dia sempat mendengar suara ribut di luar. Suara adu mulut antara Rain dan Selena. Ia ingin keluar saat itu juga tetapi langkahnya begitu berat. Menurutnya dengan cara dirinya keluar dan menjelaskan apa yang sebenarnya pada Selena, belum tentu adalah pilihan yang baik. Terlebih saat dia mendengar Rain yang enggan memberikan penjelasan pada kekasihnya.“Itu bukan salahmu,” jawab Rain tanpa menatap Erika.Ia sibuk mengeluarkan lampu-lampu yang ada di dalam kotak. Bersikap biasa saja seolah tidak ada yang terjadi pada dirinya sekarang. Sementara Erika tahu bahwa Rain tengah gundah meski sudah dia tutupi.“Aku akan ke rumah keluarga Walter dan menjelaskan semuanya. Lagipula, mereka sedang mencariku sekarang,” kata Erika dengan yakin.Rain menoleh sebentar pada Erika. “Kamu ingin menjelaskan pada Selena tentang semuanya? Aku yakin itu bukan pilihan y
Erika menatap lekat dengan tajam dan menyalang ke arah Arion yang berdiri dengan sikap santai di hadapannya. Mereka sekarang berada di halaman rumah Rain, hanya berdua karena Rain ada di dalam.“Apa yang ingin kau katakan?” tanya Erika dingin.“Kamu tidak merindukanku?” Arion menanyakan hal itu lagi pada Erika. Sama seperti sebelumnya.Dan Erika jelas membalas itu dengan dengkusan kasar dan tangan berlipat di dada. “Merindukan lelaki yang sudah meninggalkanku tanpa mengucapkan selamat tinggal lalu aku mendapat kabar bahwa dia akan menikahi gadis remaja. Apa aku patut merindukannya?”Arion mengekeh pelan dia lalu menyentuh rambut Erika sambil tersenyum tanpa beban. “Ternyata kamu sedang cemburu?”“Shut up!” seru Erika seraya menepis tangan Arion dengan kasar. “Kau bahkan sudah menyalahgunakan mantraku!”“Hahahaha!” Arion tertawa terbahak sendirian. Me
“Kamu siapa?” tanya Henry yang tidak kenal dengan Erika. Dia bahkan belum tahu sama sekali apa rencana John dan Selena yang akan mencari penyihir guna mematahkan kutukan yang dilontarkan oleh Arion.“Kamu ….” John menggantungkan kalimatnya. Ia langsung mengerti siapa tamunya sekarang.“Ayah, siapa dia?” tanya Henry pada ayahnya.Namun, John meminta Henry untuk diam dengan memberikan aba-aba lewat tangannya. Henry dengan patuh langsung menutup mulutnya.John melangkahkan kaki dengan pelan untuk mendekati Erika yang bergeming di tempatnya berdiri. Di waktu bersamaan, Selena tiba-tiba saja muncul dan berdiri tepat di hadapan Erika hingga memunggungi ayahnya dan Henry.“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Selena dengan tatapan tidak bersahabat. Begitu tajam, menghujam Erika yang tampak tenang.“Elle, kamu mengenalnya?” tanya John pada Selena.“Dia ….” S
Semua keluarga Walter duduk di ruang kerja John bersama dengan Erika. Penyihir cantik itu berdiri di depan mereka semua dengan ekspresi serius. Ia harus menjelaskan apa saja yang akan dilakukan oleh Selena dan salah satu yang harus menguasai tekhnik sihir ini.“Aku tidak bisa,” tolak Bianca ketika dirinya ditunjuk oleh John untuk menguasai sihir yang bisa mematahkan kutukan dari Arion.“Ada apa?” tanya Selena bingung karena Erika menolak.“Kalian tahu sendiri bagaimana aku yang masih labil ini,” ujar Bianca lagi. “Bagaimana kalau suatu saat aku akan menyalahgunakan sihirnya? Lagipula … cukup menjadi vampir untukku, tak usah merangkap jadi penyihir,” singgungnya sambil melirik Erika.Erika tampak tidak tersinggung sama sekali. Ia lantas memberikan seulas senyum dan mengangguk paham.“Baiklah … tidak masalah kalau Bianca tidak menginginkan ini,” kata Erika dengan bijaksana. &ld
Sudah beberapa jam berlalu dan tidak ada tanda-tanda Selena kembali ke rumah. Matt yang sedari tadi memang memiliki sebuah firasat buruk semakin gelisah. Ia tak berhenti mondar mandir di teras rumah menunggu kehadiran Selena.Dengan tangan bersedekap dan terus menatap ke arah pintu gerbang ia bergumam sendiri, “Kenapa belum pulang juga. Sudah tiga jam.”“Mungkin dia membutuhkan waktu lama karena baru saja berbaikan dengan Rain,” celetuk Bianca yang tiba-tiba saja muncul di belakang Matt. Ia meraih tangan lelaki itu dan menggenggamnya agar bisa menenangkan hati Matt. “Tenanglah,” bisiknya.“Firasatku tidak bagus, Bia.” Matt membalas menggenggam tangan Bianca.“Mau ke rumah Rain untuk memastikan?” ajak Bianca akhirnya. Ia sendiri tak akan tenang kalau Matt terus saja gelisah seperti ini.Tanpa berpikir panjang, Matt mengangguk setuju. “Iya. Kita harus memastikan sendiri,” ujarnya
Di antara semua keluarga Selena, yang paling tidak tenang tentunya adalah Rain. Kekasihnya tidak tahu berada di mana. Bahkan Henry tak dapat melihat di mana Selena berada. Begitu juga dengan Erika yang tak tahu jelasnya dimana keberadaan Selena. Yang dia tahu hanya satu hal yaitu Selena sekarang bersama Arion.“Kemana Arion membawanya?” bisik Rain yang duduk di kursi. Dirinya dan Henry sudah ke rumah Arion untuk memeriksa apakah Selena ada di sana, akan tetapi tak ditemukannya. Bahkan mereka tak dapat mencium wangi zat milik Selena.“Dia membawa jauh Selena,” kata Henry menambahkan. “Apa kamu tidak bisa memastikan ada di mana mereka berdua?” desaknya pada Erika.Erika menarik napas dalam. Situasi seperti ini dia harus tenang, tidak boleh gegabah. Dirogohnya tas usang miliknya dan mengeluarkan satu bola kristal. “Aku akan memeriksa sekali lagi. Kumohon kalian lebih tenang sekarang,” pintanya lalu membawa bola terseb
Selena hanya bisa menatap nanar cahaya rembulan malam yang tampak begitu indah dari balik kaca jendela yang tebal. Kakinya sudah bisa digerakkan, seharusnya dia bisa saja melarikan diri sekarang juga. Akan tetapi kalimat Arion yang mengatakan bahwa siapa saja yang akan menjadi pasangannya pasti akan berakhir tragis.Tidak memiliki jalan lain lagi, Selena hanya bisa pasrah ketika harapannya tak seindah bulan sabit malam ini. Ia bersedekap, memeluk tubuhnya dengan kedua tangan yang melingkar. Dalam hatinya terus menerus memanggil nama Rain, kekasih tercintanya."Aku sekarang terjebak. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Bertemu dengan Rain saja tak akan mungkin rasanya. Percuma kalau mereka ingin menyelamatkanku. Aku tak akan bisa menjadi pasangan Rain untuk selamanya," lirih Selena, seperti dia sedang berbicara pada angin malam di luar sana.*Sementara itu di tengah hutan, kota sebelah Breavork. Setelah me