“Menjadi lemah di matamu, agar aku bisa kau lindungi.”
***
Rain tidak pernah begitu semangat. Meski di luar langit masih kelabu karena hujan, setidaknya dia begitu tak sabar untuk ke sekolah. Alasan satu-satunya kenapa dia sangat bersemangat hanyalah ingin bertemu dengan Selena. Ya, ini memang gila. Tapi, entah sejak kapan semua jadi berbalik. Rain menjadi candu untuk menatap wajah bak peri itu.
Selena memang seperti dewi atau malaikat yang diutus oleh Tuhan untuk selalu muncul di sisinya. Terus terang saja dia selalu merasa tenang setiap kali menatap dua bola mata indah gadis tersebut. Namun, karena sifatnya yang tertutup dan begitu dingin itulah yang menyebabkan dia susah untuk menunjukkan secara terus terang pada Selena.
“Hari ini aku akan membawanya ke tempat itu. Aku harus menjelaskan padanya apa yang terjadi padaku. Aku tidak membencinya. Hanya itu yang ingin kukatakan.” Rain sudah berlatih tersenyum sejak pagi sekal
“Berlari bersamamu, sejauh apapun aku siap.”***Selena hanya bisa tersenyum di belakang Rain sambil mengimbangi langkah lelaki itu. Di sudut hatinya merasa sangat senang dan bahagia karena bisa berlari bersama, meski sebenarnya Selena bisa saja lebih cepat darinya. Hanya saja untuk menjadi ukuran normal, ini sudah sangat pas.Sementara Rain terus mengatur napasnya yang tersengal karena berlari. Sesekali dia melihat ke belakang, bukan untuk menatap Selena yang menundukkan kepala, melainkan melihat orang-orang dewasa yang mengejarnya.Tidak ada jejak dari empat lelaki tersebut, seharusnya sudah aman. Namun, tidak ada salahnya untuk terus berlari hingga sampai ke tujuannya.Sampai akhirnya mereka berdua tiba di sebuah tempat yang dikenal Selena. Gadis vampir itu mengerutkan kening dan menatap rumah yang dipenuhi dengan lumut itu dari luar.“Ini rumah hantu itu ‘kan?” tanya Selena pada Rain.Rain ti
“Satu hal kecil yang aku tahu tentang dirimu, yaitu kita berdua sama. Lebih menyukai kesunyian daripada kebisingan.”***Rain menawarkan diri untuk mengantarkan Selena hingga rumah dengan selamat. Dia merasa harus bertanggung jawab karena sudah membawa Selena ke rumah persembunyiannya dan membuat gadis itu harus bisa keluar saat sore hari.Selena melirik jam tangannya dan tampak ragu. Waktu menunjukkan pukul lima sore yang mana artinya semua saudara dan ayahnya sekarang ada di rumah. Itu pasti akan sangat canggung saat Rain satu-satunya manusia ada di antara lima vampir.“Tidak usah, aku bisa pulang sendiri,” tolak Selena mulai memasang tas ranselnya ke bahu.“Aku harus mengantarmu, Selena.”“Aku baik-baik saja. Mungkin para penjahat itu sudah tidak ada di Breavork. Lagipula, mereka takkan mengenaliku,” sanggah Selena mengeluarkan berbagai alasan untuk menolak.“Apa kamu m
Selena perlahan menundukkan wajahnya, membiarkan rambut coklatnya tergerai menutupi sebagian pipi. Dia sama sekali tidak bergerak.Tangan Rain menyentuhnya, membuat konsentrasinya menjadi buyar. Butuh beberapa menit untuk Selena mencerna kenapa Rain melakukan itu padanya."Untuk apa kau mandi malam, Selena?" Bisik Rain yang tidak berpindah posisinya dari hadapan Selena.Ruangan yang dipenuhi dengan cahaya lilin yang bergoyang-goyang. Tempat tidur besar dengan selimut beludru berwarna ungu masih rapi di atas ranjang. Hanya ada jendela kembar di dalamnya. Pemandangan langit malam yang dipenuhi bintang bisa dilihat Selena dibalik gorden yang tertiup angin sepoy-sepoy."Aku hanya ingin terlihat segar, itu saja." Selena menjawab dengan mata yang masih tertunduk.
“No Rain, No Flowers.”***Nada alunan yang keluar dari alat musik gesek itu terdengar sangat merdu dan indah. Rain tersenyum menatap gadis yang memainkan biola tersebut. Dia duduk paling belakang sehingga takkan ada yang sadar bagaimana sudut bibirnya terangkat ke atas. Sungguh hal langka melihat pemandangan itu dan hanya Selena yang beruntung.Jarinya menekan senar dengan kuat dan satu tangannya mengayunkan busur biola. Sesekali dia memejamkan mata agar suara tampak harmoni dan dia bisa menyampaikan pada pendengar bagaimana permainannya. Dan saat dia membuka mata, langsung mengarah pandangannya kepada Rain yang tak teralihkan netranya menatap Selena.Latihan hari ini tidak akan dilewatkan Rain. Dia ingin mendengar secara langsung, bukan diam-diam seperti sebelumnya. Tentu saja Selena tersenyum mengetahui hal itu. Ada perasaan salah tingkah dan tersipu saat Rain ikut serta dengan teman-temannya bertepuk tangan setelah permainan berak
“Saat aku mengikrarkan janjiku. Maka dengan sepenuh hati akan kupenuhi janji tersebut.” *** “Apa yang akan terjadi jika manusia mengetahui keberadaan kalian?” tanya Danna pada John yang tengah menikmati segelas cokelat hitam hangat. Kembali lagi, hujan turun di kota yang selalu lembab dan diliputi awan itu. John meneguk minuman yang dibuatkan Danna sebelum menjawab. “Mereka akan kuhilangkan ingatannya,” jawab John. “Bagaimana denganku?” Mata John bertemu dengan mata Danna. Dia tersenyum lembut dan menjawab dengan suara indahnya. “Kau akan tetap mengingatku sampai kapan pun, Danna.” Danna termenung mendengar jawaban John, membuat lelaki tersebut harus meletakkan gelasnya di atas meja kecil samping sofa yang didudukinya. John bangkit dari duduknya dan beranjak mendekati Danna yang berbaring di atas tempat tidur. John mencium punggung Danna yang terbuka, tanpa sehelai benang. “Apa yang kau khawatirkan?” tanya Joh
“Bahkan cinta itu rasanya lebih manis dari gula. Kau harus mencobanya agar tidak penasaran dan menganggapku gila.”***Sekarang Breavork tidak seburuk sebelumnya bagi Selena. Sebelum keluar dari kamar, dia memperhatikan penampilannya terlebih dulu. Yang biasanya selalu memakai coat berwarna merah atau hitam, sekarang dia mencoba warna lainnya. Seperti sekarang, dia memakai mantel berwarna biru langit, meski sama sekali tidak sepadan warnanya dengan cuaca hari ini.Selena menundukkan kepala dan melihat sepatu hitamnya yang bersih mengkilap. Kaos kaki panjang hingga di bawah lutut, berpadu dengan rok sekolahnya yang pendek. Dia tampak sangat rapi ketika memilih rambut dikuncir tinggi.“Sempurna!” gumamnya lalu melangkah keluar dengan rasa tak sabar.Saat menutup pintu dia melihat Bianca yang sama seperti dirinya, baru keluar dari kamar.“Selamat pagi, Bia.” Selena menyapa adiknya t
John mengemudikan mobilnya tidak menuju rumah. Dia memilih untuk ke tempat yang sudah sangat sering dia kunjungi di sela waktu kosongnya sebagai pengangguran. Ya meski menganggur, dia tetap memiliki banyak uang dari pekerjaannya lima puluh tahun lalu sebagai dokter hewan. Terlebih karena memiliki kelebihan hidup yang lama daripada manusia lainnya, dia memiliki banyak harta berupa emas dan barang tambang berharga lainnya.Mobil Volvo berwarna hitam itu berhenti di depan sebuah truk makanan penjual crepes. Dia segera turun dan tak melepaskan kacamata hitam yang dipakainya. Penjual crepes yang masih muda itu langsung tersenyum melihat kedatangan pujaan hatinya.“Hai,” sapa John pada Danna yang memakai topi tinggi ala koki cantik. Beruntung sekarang sepi dan tak ada pelanggan, jadi dia bisa lebih nyaman berbicara dengan Danna.“Hai, tumben sekali?” tanya Danna yang keluar dari food truck miliknya dan mendekati John.John tidak
Selena bersenandung seraya tangannya memakai jepit rambut berbentuk pita di kepala sebelah kanannya. Matanya terpejam dan bibirnya tersenyum. Matt tidak pernah melihat Selena sebahagia itu. Ia masuk ke dalam kamar Selena dan siap untuk memuji penampilan gadis itu.“Kau senang, Elle?” tanya Matt.Selena membuka mata dan membalikkan badan. Senyumnya belum pudar, lalu mengangguk membenarkan pertanyaan Matt.“Aku bahagia,” jawabnya.“Penampilanmu akan sangat memukau malam ini,” lanjut Matt, berhenti di depan Selena.“Bagaimana dengan gaunku?” tanya Selena meminta pendapat.Rasanya sangat senang karena Selena menginginkan pendapat dari Matt. Itu adalah hal baru baginya. Matt harus menjawab dengan serius dan tulus. Ia memerhatikan gaun klasik lengan panjang berwarna hitam polos, membuatnya tampak effortless saat memakainya.“Apa aku harus mengatakan sejuta kali bahwa kau akan selalu terl