“Apakah semua pertanyaan pasti memiliki jawaban?”
***
Masih di ruang kerja John. Hening terasa ketika Selena tengah sibuk memikirkan sesuatu sementara John terus memperhatian gadis muda di depannya. Dia menunggu tanggapan dari Selena tentang penjelasannya baru saja.
“Bagaimana kalau ternyata aku tidak seperti kalian?” tanya Selena tiba-tiba.
“Aku yakin kau akan seperti kami … kau gadis baik, Elle.” John memastikan dengan kata-kata penuh keyakinan.
“Aku sendiri tidak yakin,” gumamnya.
“Elle … pelan-pelan buang lah segala dendam yang menghimpit dadamu. Menyimpan perasaan seperti itu sama sekali bukan hal yang baik. Bukankah lebih menyenangkan ketika kamu merasa jatuh cinta?”
“Kupikir jatuh cinta pun bukan hal yang membahagiakan,” jawabnya samar.
“Kau hanya belum mendapatkan balasan, Elle.”
Selena terdiam dan kembali m
“Pemilik senyum dan tatapan menawan itu sudah mengalihkan duniaku.”***Lagi-lagi Selena melihat Rain sendirian di dalam kelas saat jam istirahat. Sepertinya dia memang tidak suka berbaur dengan siapa pun. Bahkan Selena sempat berpikir, sebenarnya yang menjadi vampir itu dirinya atau Rain. Mereka berdua tidak ada bedanya. Sama-sama menjauhi kerumunan dan manusia.Selena menggeser sebuah bangku agar menghadap pada Rain. Dia langsung duduk dan mengamati Rain yang masih menelungkupkan wajah di atas meja. Sadar ada seseorang di dekatnya, Rain mendongak. Dia sedikit kaget karena tiba-tiba saja Selena sudah ada di dekatnya.“Ada apa?” tanya Rain mengernyit.“Halo,” sapa Selena berusaha ramah dan bersahabat. Meski senyumnya tampak terlihat sangat canggung, setidaknya dia mencoba bersikap normal seperti yang dikatakan Bianca.Rain tidak menjawab, dia merasa aneh dan bingung. “Apa yang kau lakukan?&r
“Yang kau lihat, itulah yang seharusnya kau percayai.”***Hubungan Selena dengan Henry dan Bianca berangsur membaik, meski dia tetap saja dingin kepada Matt. Setidaknya Selena tidak menatap penuh kebencian lagi kepada kakak sulungnya itu.Hari berganti demi hari. Selena masih belum berani mengatakan apapun pada Rain sejak hari itu. Yang dia lakukan hanyalah memperhatikan Rain yang masih dengan aktifitas sama, yaitu membenci olahraga, duduk di depan kelas menatap hujan turun dengan pandangan hampa atau tertidur di kelas. Itulah kegiatan Rain yang sama sekali tidak berubah. Namun, anehnya dia selalu berhasil menjawab dengan nilai sempurna setiap ada test. Entah kenapa dia bisa begitu, tidak ada yang tahu. Meski gosip beredar kalau dia memang diistimewakan oleh kepala sekolah yang berteman baik dengan ayahnya. Setidaknya itu isu yang didengar Selena.“Malam ini kita akan ke toko serba ada di kota. Mencari sesuatu yang menarik di s
“Jangan cepat menyimpulkan sesuatu yang belum tentu kebenarannya.”***Syilea sudah sampai di depan rumahnya. Dia begitu senang karena Selena mengantarkannya hari ini, meski dia sudah menolaknya.“Terima kasih, Elle.”Suara Syilea terdengar sedikit keras karena dia begitu senang.Selena mengangguk dan tersenyum lembut. Perlahan dia bisa menjadi lebih baik daripada sebelumnya. “Sama-sama … aku minta maaf karena membatalkan acara kita malam ini.”“Kau sudah mengucapkan itu selama tujuh kali, Elle,” kekeh Syilea.Selena hanya tertawa pelan dan mengangguk lagi. “Baiklah … aku harus pulang sekarang. Saudara-saudaraku sudah menunggu di rumah.”“Hati-hati di jalan, Elle … sekali lagi, terima kasih karena sudah mengantarkanku,” ucapnya.Selena melambaikan tangannya sambil berjalan menjauh. Dia tidak sabar ingin pulang dan berjalan cepat
“Aku hanya berusaha membuat dinding tebal yang tinggi dengan alasan agar mereka tidak dapat menjangkauku.”***Sudah lima hari Selena memerintahkan hati dan dirinya sendiri agar tidak memperhatikan Rain meski jarak mereka semakin dekat. Namun, semesta sepertinya berpihak pada mereka berdua untuk semakin dekat. Contohnya seperti tanpa sengaja mereka satu kelompok dalam tugas di sekolah, berpapasan di depan kelas atau juga mereka berdua disuruh oleh guru untuk membawa buku tugas ke ruang guru.Huh! Kenapa jadi seperti ini? … batin Selena.Sekarang dia ada di ruang musik bersama Syilea. Pelajaran kesenian hari ini membuat Selena sedikit tenang karena tidak ada Rain di sana. Mungkin dia pergi membolos lagi, bukankah itu kebiasaannya.“Ada apa, Elle?” tanya Syilea yang memegang biola.Sudah beberapa kali dia mencoba memainkan alat musik itu dan hasilnya selalu sama. Nada yang keluar dari gesekan bi
“Ibu … aku merindukanmu.” *** Rain menatap sendu sebuah makam yang ada di depannya. Di dalam sana terbaring wanita cinta pertamanya. Wanita yang melahirkan dan membesarkannya dengan penuh cinta. Wanita yang bahkan tidak pernah marah padanya. Wanita yang begitu berharga dan harus pergi begitu cepat hingga membuatnya hampir kehilangan akal karena tidak terima dengan keputusan semesta. “Ibu …,” ucapnya lirih lagi. Entah itu panggilan yang ke berapa kali dia ucapkan sejak dia berdiri di samping makam ibunya. Di tangannya memegang bunga mawar putih segar. Dia ingat bagaimana dulu ibunya selalu menanam berbagai jenis bunga di halaman rumahnya yang luas. Namun, hanya bunga mawar yang menjadi favorit beliau. Rain pernah bertanya kenapa ibunya menyukai mawar lebih dari bunga lainnya. Ibu menjawab seraya tersenyum hangat, beliau mengatakan bahwa bunga mawar melambangkan simbol penuh cinta, kemurnian dan ketulusan. Bunga itu memang sangat cocok
“Tidak ada yang tahu bagaimana aku kecuali diriku sendiri.”***Selena membuka perlahan sebuah peti yang sudah disimpannya selama beratus-ratus tahun di dalam lemari. Kemana pun dia berpindah tempat tinggal, peti itu selalu dibawanya. Peti berwarna coklat muda berukir indah itu adalah peninggalan miliknya sejak dia masih menjadi manusia. Hanya itu satu-satunya kenangan yang dia miliki.Engsel berkarat dari peti tersebut berderit. Tutupnya terbuka dan tampak sebuah biola yang tampak bersih dan terawat di dalamnya. Selena tersenyum melihat benda kesayangannya itu.Selama menjadi vampir, dia selalu menjaga hadiah dari kedua orang tuanya di ulang tahun ke tujuh belasnya. Meski tidak pernah memainkannya lagi, dia ingin tetap menjaga benda itu dengan baik. Seolah biola itu lebih berharga dari apapun juga.Diangkatnya dengan pelan biola yang belum pernah terdengar dawainya itu. Tangannya sedikit gemetar. Ingatan bagaimana bahagianya d
“Kamu tahu lagu apa yang kusukai? Lagu yang bisa membuatku meneteskan airmata tanpa aku menyadarinya.”***Selena lupa bagaimana caranya mengedipkan mata dan bernapas layaknya manusia normal. Dia terpaku menatap wajah dingin dan angkuh Rain. Badannya tidak bergerak dan berdiri tegap berhadapan dengan lelaki itu.Sementara Rain yang memang memiliki aura sangat dingin dan misterius itu, sekarang membalas tatapan mata Selena. Bukan dengan tatapan tidak suka seperti sebelumnya melainkan sorot mata yang lebih lembut dan dalam. Bulu mata lelaki itu panjang dan lebat sehingga tampak semakin teduh bila ditatap lebih lama.“Apa kabar?” tanya Rain pada Selena.“Baik.”“Mau kubantu memilih?”“Ya,” jawab Selena tanpa ragu.Rain mengambil salah satu kemasan kecil berisi senar yang sudah dia sebutkan sebelumnya. Dia memberikan itu pada Selena. “Pakailah ini … s
“Mendekatimu pelan-pelan. Dari sentuhan, rasa kemudian menuju hati.”***Rain mengucapkan kalau dirinya hanya penasaran pada Selena sehingga melakukan hal di luar dugaan seperti mendadak muncul di depannya kemudian menawarkan diri untuk mengantarkan pulang. Itu hal baru yang tidak pernah dibayangkan Selena sebelumnya.“Penasaran?” ulang Selena meyakinkan pendengarannya tidak salah.Rain mengangguk membenarkan. “Iya … aku penasaran denganmu.”“Tentang hal apa?” Jujur saja Selena tidak dapat membaca pikiran dan ekspresi Rain yang hampir tidak pernah berubah dalam suasana hati seperti apapun sehingga itu menyulitkannya.“Banyak,” jawabnya yakin.“Sebutkan salah satunya.”“Bagaimana kamu bisa bermain biola seindah itu?”“Apa?” Selena tidak tahu kalau pertanyaan pertama yang diutarakan Rain adalah hal itu. Bukan ten