Rain menatap lembut wajah gadis di hadapannya. Begitu sempurna, bercahaya meski terkesan pucat. Tangannya menggenggam erat tangan gadis yang duduk di pangkuannya. Sementara gadis itu terus berceloteh menceritakan masa kecil padanya.
Rain betah berlama-lama mendengarkan suara Selena. Begitu merdu dan indah padahal tak sedang bernyanyi. Hanya saja seperti lonceng kebahagiaan, suara Selena mampu meredam semua kesedihan yang dialami Rain selama ini.
“Kau tahu … dari semua lelaki yang pernah kutemui, hanya kamu yang mampu membuatku betah untuk ditatap,” ujar Selena tersenyum.
Satu tangannya yang masih bebas tak digenggam Rain tampak sibuk memainkan rambut lelaki itu. Sedangkan Rain terus tersenyum menatap wajah bidadari itu dari jarak dekat.
“Benarkah?” tanya Rain pura-pura tidak percaya.
Selena mengangguk yakin. Ia terlihat seperti anak kecil yang sibuk memainkan surai hitam di kepala pacarnya. “Aku bahkan tak yakin
John kembali ke rumah saat pagi menyapa. Dua anak lelakinya tampak berdiri di depan pintu menyambut kedatangan ayahnya. Hanya ada dua sekarang, padahal sebelumnya ada empat anak yang selalu berisik.Rumah terasa begitu membosankan karena tidak terdengar suara cerewet Bianca dan kalimat marah-marah yang dilontarkan oleh Selena. Meski begitu, mereka akur sewaktu-waktu. Selena yang bersikap dingin, tak selamanya bersikap acuh ketika Bianca pernah mengalami kesakitan pada bagian perutnya karena terlalu banyak minum darah hewan. Selena dengan sigap membantu ketika tak ada siapa pun di dalam rumah.Begitu pula sebaliknya, meski Selena selalu bersikap dingin dan benci dengan semua perhatian keluarganya, ia tetap saja mendengarkan kalimat celetukan Bianca agar memakai tas berwarna cerah ketika mereka harus menghadiri sebuah pesta beberapa tahun lalu.John tersenyum pahit melihat Matt dan Henry yang segera memeluk dirinya. Mereka bertiga tengah mengalami situasi yang ber
Henry tahu di mana Bianca berada. Selama ini yang paling dekat dengan gadis itu adalah dirinya. Jadi, tak susah untuk menemukannya.Terlebih sebelumnya Bianca pernah mengatakan perihal rindu kampung halamannya. Di sana terdapat makam kakek tercintanya. Pastilah sekarang gadis itu kabur ke sana, pikir Henry.Jarak antara Breavork dan kampung halaman Bianca lumayan jauh. Ia harus mengemudi mobil pribadi miliknya yang telah tersimpan selama ini. Hanya sendirian dan tak ditemani siapa-siapa.Sementara ia tengah menyetir dengan kecepatan tinggi demi mengejar waktu, sebuah telepon masuk ke HP miliknya. Henry melirik sepintas siapa yang menelepon dirinya. Nama Syilea tertera di layar HP."Oh, gosh!" gerutu Henry yang melupakan kekasihnya.Sudah berhari-hari ia tak mengunjungi Syilea karena masalah keluarganya. Pasti sekarang gadis itu begitu cemas dengan menghilangnya Henry. Terlebih saat tak ada Selena dan Matt di sekolah. Itu memanc
Bianca duduk di samping Henry, menatap pepohonan di sepanjang jalan lewat jendela mobil yang kacanya sengaja dibuka. Tak banyak bicara setelah dia setuju untuk kembali ke Breavork untuk menjemput Selena. Walau sebenci apapun gadis itu pada Selena, tetap saja mereka bersaudara. Kebersamaan mereka selama beratus-ratus tahun tak dapat dikikis hanya karena ego cemburu yang besar.Henry pun juga tak ingin mengajak Bianca bicara. Ia tak ingin salah kata dan membuat saudarinya merajuk lagi. Sekarang saja Bianca masih diam dengan wajah merengut. Sesekali dia melirik gadis berambut panjang dan lurus di sampingnya.“Apa kita harus bersama dengan manusia itu untuk menjemput Elle?” tanya Bianca akhirnya buka suara.Henry mengangguk dengan tangan masih memegang setir mobil. “Ya. Dia yang begitu keras kepala ingin menjemput Selena,” terangnya.“Kalau dia tahu siapa Selena, takkan mungkin akan melakukan ini,” cibir Bianca dengan kesal
Henry dan Bianca tak memiliki banyak waktu. Mereka harus pulang sekarang agar bisa memberitahukan berita buruk itu pada John dan Matt. Yang mereka takutkan adalah keselamatan Rain yang melewati bebatuan besar dan bukit terjal. Belum lagi badai yang bisa saja tiba-tiba datang dan menghantam tubuh lemah manusia itu.Seperti tahu firasat buruk yang akan dibawa oleh Henry dan Bianca, John sudah berdiri di depan rumah dengan perasaan waswas. Di sampingnya ada Matt yang berdiri tegap tak bergerak, hanya matanya saja yang mengikuti arah mobil Henry yang masuk ke dalam.Henry langsung menginjak rem kaki dan Bianca keluar terlebih dahulu seraya menggenggam selembar kertas.“Bianca,” sapa John mendekati Bianca yang berjalan ke arahnya.“Ayah. Lihat ini!” kata Bianca memberikan surat itu. John membaca sepintas kemudian memejamkan mata. Ia ingin marah karena sikap keras kepala Rain yang ingin bergerak sendiri.Matt mengambil alih kertas
Pagi kembali menyapa, hari-hari Selena tak banyak berubah. Semua tetap seperti itu-itu saja, membosankan dan rindu. Rindu pada Rain dan seluruh keluarganya. Ia berjalan menuju balkon dan menatap langit gelap, sama seperti yang sudah-sudah. Tak mungkin ia mengharap cahaya matahari sekarang, itu mustahil.Tangan Selena memegang sisi pagar pembatas balkon yang sangat usang. Wajahnya sendu karena begitu merindukan suara berisiknya Bianca dan Henry. Setiap pagi seperti ini, dia pasti akan mendengarkan ocehan adik-adiknya itu. Entah Bianca yang berebut tempat duduk dengan Matt, namun selalu kalah. Atau Henry yang sibuk menyiapkan bekal sarapan untuk dirinya. Semua terasa hampa sekarang. Terasa asing dan sunyi.“Aku rindu mereka,” ucap Selena dengan suara lirih. Dia hanya bisa berbicara pada dirinya sendiri.*
Bianca, Henry, Matt dan John turun dari mobil mereka setelah memakai jas hujan masing-masing. Sekarang di depan mata mereka adalah jalan masuk menuju hutan Froprain. Tampak begitu menyeramkan ketika tak ada cahaya mentari sama sekali di atas kepala mereka. Sejak dua kilometer menuju tepi hutan kematian, mereka sudah disuguhkan dengan rintik hujan. “Kita harus masuk ke dalam?” tanya Bianca yang sedikit ciut nyalinya ketika melihat pemandangan yang menyeramkan. Batang-batang pohon besar yang berlumut dan jelas sekali tempat itu tak terjamah oleh manusia. Mungkin semua orang ketika melewati jalur jalan raya itu selalu berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa. Bahkan di tepi jalan ada papan peringatan bahwa di sana adalah kawasan rawan kecelakaan. Benar kata orang-orang, semua yang masuk ke dalam sana hanyalah untuk orang yang sudah putus asa dan tak ada harapan, “Kau takut?” tanya Henry menatap wajah Bianca yang terus menggigit bibi
“Setelah sekian lama kau tak bertemu dengan kekasih hati. Kini ia ada di hadapanmu. Saatnya kau melepas semua kerinduan dengan pelukan erat.”***Selena tercenung memerhatikan Rain yang tidak bergerak sama sekali. Badan lelaki yang begitu atletis itu terbaring di dekat perapian yang menyala. Di atas karpet tebal dengan penutup kain berbahan sutera, tentu saja akan membuat Rain jauh lebih nyaman daripada di atas rumput dan di bawah guyuran hujan tadi.Mata Selena tak teralihkan dari wajah Rain yang tak sepucat tadi. Tak menyangka ia bisa melihat wajah itu lagi. Lengkung bibir Selena ditarik ke atas menatap paras yang dia rindukan. Ingin rasanya ia menyentuh Rain tapi ditahannya.Sejak melihat Rain yang tergeletak tak berdaya, Selena langsung kembali ke rumah untuk mengambil selimut agar kulit mereka tak bersentuhan. Selena tak ingin menyakiti Rain dan membuat lelaki itu tambah sekarat.Sekarang sudah tiga jam sejak Rain ditemuka
"Karena kamu vampir." Rain mengatakan kalimat mengejutkan itu tanpa mengalihkan pandangan dari wajah selena.Pupil mata Selena membulat sempurna saat mendengar itu. Betapa dirinya sangat terkejut karena tak ada satu orang pun yang dia beritahu tentang identitas asli dirinya."A–apa maksudmu?" tanya Selena pura-pura tak mengerti. Ia mengalihkan pandangan dan enggan menatap langsung Rain."Aku sudah tahu semuanya," bisik Rain lagi.Selena memberanikan diri menatap Rain. Tatapan teduh dan sendu itu membuat dirinya tak dapat mengelak lagi.Apa aku harus mengatakan semuanya?Selena mendorong pelan tubuh Rain agar tak mengurungnya dengan tangan lagi. Kepalanya
Setelah musim panas berakhir, maka masuklah musim paling syahdu yaitu musim gugur. Sisa hawa panas memang masih ada, namun angin pun sudah mulai berembus. Selena memakai kaos tipis yang dilapisi dengan mantel panjang berwarna merah favoritnya, Ia tampak begitu sangat cantik malam ini. Terlebih jeans panjang dengan sepatu ankle boot hitam membuatnya menjadi tampak sempurna.Sama seperti Selena, Bianca dan Erika pun juga memakai outfit yang sama meski beda warna dan hiasan baju lainnya. Mereka semua sudah siap untuk pergi ke festival musim gugur bersama dengan pasangan masing-masing.“Aku tidak memiliki pasangan. Lalu, nanti sama siapa setelah di sana?” tanya Erika kebingungan.“Jangan cemas. Kamu bisa bersamaku, Bianca atau Syilea.” Selena mencoba menenangkan Erika.“Aku tidak ingin mengganggu kesenangan kalian,” tolak Erika dengan segan.“Ah, begini saja … bagaimana kalau kita tidak usah berpencar? K
Syilea sangat terkejut dengan serangan ciuman dari Henry. Pupil matanya membulat sempurna tatkala sebuah memori ingatan melemparkannya ke suatu tempat yang aneh. Di mana ia melihat dirinya dan Henry yang sedang berciuman di ruang tamu rumahnya, pernyataan cinta dari Henry, hadiah bunga dan jalan-jalan malam di festival hingga akhirnya ia melihat seorang vampir yang berdiri di hadapannya dengan seringai menyeramkan beserta taring tajam.Jantung Syilea berdentam dengan sangat cepat ketika dia potongan memori ingatannya kembali seperti puzzle yang mulai tersusun hingga membentuk gambar sempurna.Satu detik … Dua detik … Tiga detik … Empat detik … Lima detik.Seketika pandangan Syilea menjadi samar bersamaan dengan Henry yang menarik mundur wajahnya. Dengan tatapan sayu, Syilea menatap Henry yang dikenalnya sebagai kekasihnya, bukan orang asing lagi.“Henry,” bisik Syilea dengan lirih.“Apa kamu sudah ingat
Keesokan harinya, Selena sudah bersiap menuju sekolah dijemput Rain seperti biasa. Seperti yang dikatakan Arion tadi malam, mulai hari ini dia tidak akan muncul lagi di hadapannya. Perpisahan tadi malam sudah cukup menguras emosinya hingga membuat Selena merasakan seperti ada duri tertancap di hatinya.“Kenapa aku merasa tidak rela untuk kehilangannya?” gumam Selena sambil berjalan menuju anak tangga.“Elle … berangkat dengan Rain?” tanya Bianca yang tiba-tiba saja berjalan di sisinya.“Ya.” Selena menjawab singkat.“Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat linglung,” heran adiknya.“Bia … apa kamu tahu kalau Arion pergi?” tanya Selena akhirnya pada Bianca.“Iya, tau. Ayah sudah menceritakan pada kami semua tadi malam saat kamu dan dia pergi jalan-jalan,” jawab Bianca.“Kenapa kamu tidak sedih?”“Buat apa? Dia kan hanya pergi untuk
Masih di bar khusus para vampir. Selena tidak meminum apapun, ia hanya melihat Arion yang sudah menghabiskan empat gelas kecil berisi darah manusia.“Sepertinya kamu sudah terlalu lama menahan ini semua,” sindir Selena pada Arion yang meletakkan gelas terakhir di atas meja.“Maafkan aku. Tidak mudah untuk membuang kebiasaan,” jawab Arion yang memberi kode pada bartender untuk mengisi gelasnya lagi.“Setidaknya sekarang kamu sudah bersahabat dengan kata maaf,” jawab Selena tersenyum. “Setelah ini, kamu ingin membawaku kemana lagi?”“Pantai,” jawab Arion.Selena mengernyit dan bingung. “Pantai?” ulangnya.“Bukankan kamu sangat suka melihat laut?” tanya Arion.Selena mengangguk. Ia tak membantah tebakan Arion. “Ya. Aku suka.”“Laut akan terlihat indah bila dilihat saat malam hari,” lanjut Arion lalu kembali minum.&ld
Para gadis sudah tiba di rumah saat pukul delapan malam. Saat itulah mereka melihat para lelaki berkumpul di ruang keluarga. Ada John, Arion, Stefan, Henry dan Matt. Mereka tengah berbincang santai dan sesekali terdengar tawa karena joke yang dilontarkan oleh Arion.Selena tersenyum ketika melihat bagaimana Arion yang berdiri di depan mereka semua sambil membawakan sebuah lelucon seolah sedang melakukan stand up, lalu terdengar suara tawa Henry yang paling keras.“Hai, girls … sudah selesai bersenang-senangnya?” tanya Matt ketika sadar dengan kehadiran Bianca, Selena dan Erika.Bianca menghampiri Matt dan langsung duduk di pangkuan lelaki itu tanpa malu dilihat oleh John dan Stefan. Lagipula mereka adalah keluarga, bersikap romantis di depan keluarga bukan hal yang aneh, kan?“Ya … itu tadi adalah shopping paling menyenangkan,” ungkap Bianca dengan penuh semangat yang menggebu-gebu. Ia lalu melemparkan pandangan pada
Sambungan via telepon handphone antara Henry dan Syilea ….“Kenapa kamu baru tiba di rumah?” tanya Henry setelah teleponnya baru diangkat oleh gadis tersebut dan Syilea mengatakan bahwa dia baru saja sampai rumah.“Aku harus pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan ibu sebentar,” jawab Syilea jujur.Henry mengangguk paham. “Seharusnya kamu tidak perlu menolak tawaranku ketika ingin mengantarkanmu pulang,” sesalnya lagi.“Tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkanmu. Kita hanya teman dan seharusnya aku harus tahu batasan,” jelas Syilea dengan bijaksana.“Kalau begitu … bagaimana jika seandainya kita bukan hanya sekedar teman?” pancing Henry.“Ma-maksudmu?” gagap Syilea mendengar hal yang bisa langsung dia asumsikan tentang hal lebih dari teman.“Ya, maksudku … seperti hubungan yang lebih dekat,” jawab Henry pelan. Dia sendiri merasa
Selena membawa Erika ke kamar yang akan ditinggali oleh gadis penyihir itu. Sengaja ia memilihkan kamar dengan kasur baru dengan alasan khusus untuk manusia.“Karena kamu membutuhkan tidur yang nyenyak daripada kami,” kata Selena saat mendapati Erika yang begitu sungkan.“Terima kasih,” ucap Erika dengan tulus.“Tapi … apa kamu tidak takut tinggal serumah dengan banyak vampir?” tanya Selena ragu.Erika hanya tersenyum penuh arti. “Bahkan sebelumnya aku pernah serumah dengan vampir yang sangat bengis dan haus darah manusia.”Selena mengerti siapa yang dimaksud oleh Erika. Tentu saja dia adalah Arion. Mereka memang pernah serumah dan bahkan bercinta karena memiliki hubungan khusus.Erika mulai mengeluarkan beberapa pakaiannya yang usang dan lusuh lalu membuka lemari. Selena mengernyit melihat pakaian penyihir itu. Baru dia sadari ada sesuatu yang memprihatinkan sekarang.“Erik
Rain dan Selena hari ini pulang sekolah sambil berjalan kaki. Ini sesuai permintaan Selena yang katanya rindu berjalan-jalan di tengah hutan sambil menuju rumahnya sendiri. John sudah menyampaikan pesan lewat Arion yang datang ke sekolah untuk menyuruh semua anaknya pulang ke rumah tepat waktu. Tidak ada yang boleh mampir ke suatu tempat apalagi pacaran kata Arion tadi. Dan tentu saja mendapat dengusan sebal dari Selena dan Bianca.“Memangnya ayah kenapa menyuruh kita langsung pulang?” tanya Selena pada Rain. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan satu sama lain.Rain mengedikkan bahu. “Aku tidak tahu. Mungkin ayah kalian ingin mengumumkan sesuatu mungkin.”“Apa ayah akan menikah lagi?” tanya Selena dengan tatapan tak percaya.“Masa? Bukankah ayah kalian tidak dekat dengan siapapun juga,” heran Rain yang kurang percaya dengan kesimpulan tak masuk akal dari Selena.“Selama ini ayah paling pint
Keesokan harinya John dan Arion akhirnya memutuskan untuk menemui Stefan di kediamannya. Sebuah rumah kecil dengan dinding kayu di tengah hutan. Pagar kayu setinggi pinggang orang dewasa dan ada pohon di depannya. Bisa ditebak bahwa pohon tersebut adalah pohon cokelat yang tumbuh dengan suburnya. Stefan sengaja membangun rumah di samping pepohonan cokelat agar bisa bertahan hidup.Melihat kehadiran Arion dan John yang datang bersama-sama awalnya membuat Stefan sedikit kaget, namun pada akhirnya ia tersenyum dan mempersilakan dua anak adopsinya masuk ke dalam.Arion memerhatikan sekitar rumah yang begitu hangat meski tak terlalu besar. Beda dengan rumahnya yang mewah dan besar namun terasa dingin.Stefan memberikan dua gelas cokelat hitam panas pada dua lelaki yang dia sayangi. Lelaki tua itu tersenyum bijaksana dan terlihat jelas bagaimana ia senang melihat kehadiran kakak beradik itu. Melihat keakuran yang akhirnya terjalin di antara keduanya. Stefan benar-bena