“Lalu, apa yang akan kau lakukan? Biar pun kamu mengetahui tujuannya adalah untuk hal yang mulia. Tapi tetap saja, membunuh manusia itu merupakan tindak kriminal.”
“Aku tahu itu,” balas Peter yang mulai kembali terlihat putus asa, “Selain karena dia adalah Bangsawan Kriminal, juga seorang wanita yang berjuang untuk hak kaumnya. Dia juga adalah tunanganku! Orang yang kucintai! Aku mana tega menyeretnya ke pengadilan. Yang ada, aku akan gila karena cintaku kandas dan belahan jiwaku mati.”
“Ternyata, seorang Peter Compbell Spade tidak bisa berkutik di hadapan cinta, ya,” ledek Caius yang membuat Peter menatapngnya jengkel.
“Daripada meledekku, tolong pergilah ke Rowless Street dan ambil kemeja, jas, dan dasi milikku,” pinta Peter seraya memandang malas pada Caius.
“Dasi? Apa yang akan kau lakukan dengan dasi itu?”
“Untuk mengikat mulutmu itu agar tidak berbi
Sebastian berusaha menyusul Peter yang terlihat terburu-buru meninggalkan Istana. Pria bersurai gelap itu tampaknya masih sangat terkejut dengan keputusan akhir atas permintaan sang ratu.Ratu Joan meminta putra bungsu Keluarga Spade itu untuk memburu Bangsawan Kriminal, kemudian membunuhnya pada saat itu juga. Tentunya Peter sempat kebingungan sampai-sampai membuatnya melirik pada sang kakak, meminta penjelasan sesuatu. Namun sayang, sang kakak justru memalingkan wajahnya. Yang membuat Peter seketika dilanda emosi dan berakhir mengatakan pada sang ratu, bahwa ia akan melakukan caranya sendiri untuk memecahkan masalah ini.“Peter, kenapa kamu menolaknya dengan keras seperti itu?” tanya Sebastian ketika mereka berhasil keluar dari istana, “Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan selain identitas Bangsawan Kriminal?”Peter hanya terdiam. Membiarkan gigi-giginya bergemeletuk karena masih merasa kesal terhadap sang kakak, &ldquo
Kota London kembali menyambut malam dalam perasaan gelisah. Para kelas atas kembali merasa resah, takut jika malam ini adalah gilirannya untuk mati di tangan seorang gadis gila, yang menyebut dirinya sebagai Bangsawan Kriminal. Raja dari segala jenis bentuk kriminal di Kota London.Berbeda dengan Peter. Pria bersurai kelabu tersebut justru menantikan malam dengan penuh suka cita, walaupun wajahnya berkata tidak. Pria itu bergeming di tempatnya, membiarkan kamar sewanya hanya diterangi oleh cahaya temaram dari lilin dan sinar rembulan yang mengintip dari balik hordeng.Suara ketukan pintu kemudian memecahkan keheningan, juga lamunan Peter yang semula asyik menyelami alam bawah sadarnya. Peter menoleh, menatap pintu tersebut yang kembali diketuk ketika tidak ada sahutan darinya.Peter menyandarkan bokongnya pada meja kerja, “Masuklah.”Suara ketukan pintu itu kemudian berakhir. Digantikan dengan suara knop pintu yang diputar, ke
Kota London pada malam itu, bukan lagi diteror oleh kehadiran Bangsawan Kriminal. Melainkan teror kebakaran yang terjadi di beberapa tempat.Awal mula terjadi kebakaran berasal dari Kediaman Wysteria. Secara mengejutkan, asap hitam membumbung tinggi di udara. Kemudian disusul dengan warna merah kejinggaan yang membuat langit malam yang seharusnya gelap, terlihat terang.Disusul dengan kebakaran yang terjadi di Menara London. Hal tersebut benar-benar menarik perhatian para bangsawan dan juga rakyat. Mereka bahkan langsung mengklaim, jika kebakaran ini adalah ulah Bangsawan Kriminal.Para rakyat kelas rendah berkumpul di sebuah perempatan. Mereka tampaknya sedang mendiskusikan sesuatu sembari memperhatikan asap hitam yang membumbung tinggi ke atas langit.“Terjadi banyak kebakaran di beberapa tempat dalam satu waktu. Ini hal buruk, Woods. Para anak muda sedang berusaaha memadamkan api di Kediaman Wysteria.”Pria yang dipa
“Sepertinya, pertarungan di antara mereka berdua telah dimulai.”Suara Lucian terdengar, menginterupsi lamunan Reynox yang sedang menyaksikan pertarungan antara Lumiere dan Peter dari jauh. Merasa tidak mendapatkan balasan dari pria bertubuh jangkung tersebut, membuat Lucian semakin mendekat pada Reynox.“Banyak warga bersama dengan bangsawan menonton pertarungan ini dengan menahan napas. Saat ini mungkin mereka berdoa agar Spade keluar sebagai pemenang,” tutur Lucian semakin menumpulkan ekspresi wajahnya, saat melihat Reynox sedang menyesali sesuatu. “Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk ini.”“Lucian,” panggil Reynox seraya mendongak untuk menatap Lucian, “Benar tidak apa-apa?”Lucian mengangguk ringan, “Takdir apa yang sedang menunggu mereka saat ini?” Pria berkacamata itu kemudian mengarahkan pandangannya ke atas menara jembatan, “Aku berniat melihatn
Tiga Bulan Kemudian.Lucian memandang kosong langit kota London yang sangat cerah hari ini, dari balik jendela kereta kuda yang sedang dinaiki olehnya. Hamparan horizon berwarna biru cerah, dihiasi dengan gumpalan-gumpalan awan berwarna putih, yang terlihat seperti kapas. Hiruk pikuk yang terjadi pada London terlihat seperti biasanya. Seakan-akan kejadian di mana London dilahap oleh api, juga pertarungan antara seorang detektif ternama dengan rajanya kriminal Inggris, tidak pernah terjadi.Pembicaraan tentang kedua pasangan fenomenal tersebut pun ditelan oleh bumi. Tidak ada lagi bisik-bisik dari kerumunan yang membicarakan mereka. Tidak ada lagi surat kabar yang menyantumkan berita kematian Bangsawan, ataupun terkuaknya kasus bangsawan kotor.“Kita sudah sampai, Tuan.”Lucian berdeham kecil, kemudian memakai kembali topi yang sempat ia lepas. Menunggu kereta kuda ini berhenti total, kemudian ia turun dengan penuh wib
Empat Tahun Kemudian.Empat Tahun Kemudian.Seorang pria bertubuh tinggi menjulang, dengan surai cokelat madu yang berkibar terbawa angin ketika topi yang ia kenakan itu dilepas. Menampilkan wajah tampan, namun sayangnya dihiasi oleh sebuah bekas luka bakar, iris mata berwarna biru, terlihat seperti keindahan langit di siang hari yang cerah. Namun sedikit lebih gelap dari warna horizon tersebut.Kaki jenjangnya kemudian melangkah, memasuki sebuah hotel dan pergi menuju ke ballroom. Berniat menghadiri sebuah pesta dansa karena ia mendapatkan undangan. Kemunculannya tersebut sepertinya tidak begitu menarik perhatian para tamu undangan lain. Entah karena mereka terlalu sibuk bergosip, atau memang keberadaan pria tersebut ditenggelamkan oleh puluhan orang tersebut.Namun, hal tersebut tentunya menguntungkan sang pria.“Permisi, saya ingin check in untuk menghadiri pesta dansa E
Ashen, yang saat ini menyamar sebagai seorang butler, tersebut berjalan mendekat ke arah Adam Roenhart yang sedang asyik mengobrol dengan beberapa temannya. Tangan Ashen kemudian merogoh ke saku pakaian pelayan ia kenakan, mengeluarkan sebuah kunci untuk memulai rencana yang sudah mereka susun.Ashen melirik pada Raven yang sudah berada di jangkauan, kemudian, menjatuhkan kunci tersebut di dekat Adam dan melenggang pergi begitu saja. Seolah-olah ia tidak pernah menjatuhkan apa pun di sekitar sana.Merasa sudah waktunya ia bermain peran, Raven mendekat dan memungut kunci tersebut. Kemudian memanggil Adam yang beruntungnya langsung menoleh.“Permisi, Tuan. Apakah ini milik Anda? Ini adalah kunci kamar penginapan Anda, Tuan,” ujar Raven seraya menunjukkan kunci tersebut pada Adam.“Kunci?” Adam langsung saja meraba saku di dada kirinya. “Ah, itu bukan punyaku.” Dia kemudian menepuk-nepuk lembut da
“Terima kasih karena Anda sudah menuruti permintaan egois saya malam ini,” ujar Lucian ketika permainan tambahan mereka akhirnya berakhir.Adam tersenyum, merasa tidak mempermasalahkan permintaan tersebut karena ia juga menikmatinya, “Sama-sama. Aku juga ingin berterima kasih karena sudah memberikanku waktu untuk bermain hebat seperti tadi. Aku harap bisa bertemu dengan Anda di lain waktu.”Lucian hanya tersenyum lembut untuk menanggapi keinginan Adam tersebut. “Jika saya senggang, akan saya kabari Anda untuk bermain kartu lagi.”“Baiklah,” Adam mengangguk, “Aku pergi dulu.”Melihat kepergian Adam, tentunya membuat Ashen terkejut sekaligus panik. Pria bertubuh pendek tersebut bahkan tanpa melihat situasi, mengaktifkan mikrofon pada alat yang terpasang di telinga tersebut.“Roenhart sedang berjalan menuju ke kamarnya. Aku tidak bisa menahannya di sini tanpa alasan yan