“Terima kasih karena Anda sudah menuruti permintaan egois saya malam ini,” ujar Lucian ketika permainan tambahan mereka akhirnya berakhir.
Adam tersenyum, merasa tidak mempermasalahkan permintaan tersebut karena ia juga menikmatinya, “Sama-sama. Aku juga ingin berterima kasih karena sudah memberikanku waktu untuk bermain hebat seperti tadi. Aku harap bisa bertemu dengan Anda di lain waktu.”
Lucian hanya tersenyum lembut untuk menanggapi keinginan Adam tersebut. “Jika saya senggang, akan saya kabari Anda untuk bermain kartu lagi.”
“Baiklah,” Adam mengangguk, “Aku pergi dulu.”
Melihat kepergian Adam, tentunya membuat Ashen terkejut sekaligus panik. Pria bertubuh pendek tersebut bahkan tanpa melihat situasi, mengaktifkan mikrofon pada alat yang terpasang di telinga tersebut.
“Roenhart sedang berjalan menuju ke kamarnya. Aku tidak bisa menahannya di sini tanpa alasan yan
“Jadi, Tuan Frederick merupakan Menteri Luar Negeri Irlandia di Inggris?” tanya Lucian setelah membaca dokumen yang berisikan latar belakang dari Tuan Frederick tersebut. “Seseorang yang bekerja dibalik ‘transaksi dengan Roenhart’ ya?”“Ya. Itulah yang kupikirkan tentangnya,” jawab Oscar seraya melipat kedua kakinya, menandakan jika pria berwajah dingin itu sedang memikirkan sesuatu, “Operasi untuk mengambil dokoumen rahasia itu direncanakan karena departemen intelijen menangkap pergerakan Roenhart yang mencurigakan. Kemudian, dalam hasil investigasi rahasia, Frederick masuk dalam daftar sebagai salah satu orang yang bertemu dengan Roenhart. Jika dilihat dari sepak terjang pekerjaan mereka, tidak memungkinkan keduanya bertemu untuk urusan bisnis.“Namun, ketika daftar itu ditinjau, dari sekian banyak nama ekspatriat yang bersangkutan oleh kementerian luar negeri, hanya nama balmoral yang dihap
Jika kamu bertanya pada Lucian, apa yang membuatmu merasa bahagia ketika mendengar kabar dari seseorang. Jawabannya, tentu saja tentang kakaknya yang masih hidup. Lucian tidak bisa menampik jika dirinya merasa senang sekaligus lega begitu mendengar Peter mengatakan bahwa kakaknya tersebut masih hidup. Bahkan, Lucian rasanya ingin menangis.Namun, ada kejanggalan yang membuat Lucian merasa marah. Dan justru menatap tajam pada Peter yang terlihat canggung tersebut. “Hari itu ... kamu melihatmu jatuh ke Sungai Thames bersama dengan kakakku, Lumiere. Dan sekarang ... hanya kamu yang berdiri di sini, di hadapan kami dan mengatakan jika kakakku masih hidup. Lantas, kemana dia sekarang?”Peter menyungginkan senyuman tipisnya, kemudian berjalan menuju ke sofa dan duduk berhadapan dengan Lucian, “Dia pergi menemui seseorang terlebih dahulu.”“Kalau begitu, jelaskan kenapa kalian bisa selamat!”Peter kembali ters
“Tuan Muda Spade, bisakah kita bicara sebentar?”Peter menaikkan kedua alisnya, merasa bingung dengan apa yang ingin dibicarakan oleh Lucian tersebut. Peter lantas mengangguk, kemudian mengikuti kepergian Lucian yang mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat. Meninggalkan ruang pertemuan tersebut.“Apa yang ingin kamu bicarakan denganku?” tanya Peter ketika Lucian menutup pintu tersebut. Sepertinya mereka cukup membicarakan hal ini di sini. “Kalau tentang Lumiere—““Bukan itu,” sela Lucian seraya menghadapkan tubuhnya pada Peter, “There’s something i personally want to tell you.”Kedua alis Peter kembali terangkat. Terlihat kebingungan sekaligus penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh Lucian tersebut. Kalau bukan tentang Lumiere, lalu tentang apalagi? Pertunangannya dengan Lumiere, ‘kah?“Thank you.”Peter membul
Aula pesta mulai diramaikan oleh para pejabat yang mayoritas berjenis kelamin pria. Mereka membentuk kelompok masing-masing, membicarakan berbagai hal selain urusan bisnis. Mereka terlihat asyik berbicara, hingga tidak menyadari kehadiran Lucian yang baru saja masuk ke dalam aula pesta ini.Mata biru langit yang redup itu mengedar ke segala penjuru aula pesta. Mencari-cari keberadaan dari target utama misi mereka hari ini. Kemudian, semua pencariannya terhenti, ketika sosok Frederick akhirnya tertangkap oleh mata biru itu.‘Frederick. Dan Archenar, berada di suatu tempat, sudah siap untuk membunuhnya hari ini.’Lucian kemudian mendekat pada Oscar, mulai bergabung dalam obrolan yang membosankan tersebut demi menghilangkan kecurigaan orang-orang terhadapnya.Sementara itu di sisi lain. Ashen dan Raven berhasil melumpuhkan para penembak jitu lain yang secara tiba-tiba menyerang mereka. Entah ini sudah direncanakan oleh P
Oscar berdiri dengan kokoh. Wajah tampannya terlihat semakin dingin, dengan aura membunuh yang mampu mencekik siapa pun di sekitarnya. Termasuk Frederick. Tangannya tersimpan dibalik punggung, menambahkan kesan bahwa saat ini ia sedang diliputi kemarahan yang tidak dapat dibendung lagi.Melihat keberadaan Oscar tersebut, Frederick terkejut bukan main. Pria itu berniat bertemu dengan seorang pejabat negara Perancis, untuk melakukan transaksi sekaligus menghentikan perjanjian genjatan senjata ini.“S-Sekretaris Spade? K-kenapa A-Anda ada di sini?” tanya Frederick dengan suara yang tergagap. Namun sedetik kemudian, wajahnya mendadak cerah. “Lihatlah ini, Tuan! Fakta bahwa departemen intelijen datang untuk membungkam saya adalah bukti terbaik. Jadi saya mohon, percayalah pada saya!”“Wah? Apa yang Anda katakan sangat berbeda dengan pengakuan mereka, Frederick.”Suara kegaduhan yang disebabkan oleh kemuncula
Keheningan yang terjadi di antara mereka, membuat Peter benar-benar merasakan sebuah perasaan canggung yang menyerang tubuh dan hati nuraninya. Dengan perlahan, ia muncul dari balik pintu kamar tahanan Lucius. Melambaikan tangannya dengan begitu canggung kepada Lucius yang terlihat kembali terkejut.“Halo ... kakak ipar,” sapa Peter dengan hangat, namun kecanggungan masih terasa pada ucapannya tersebut.Lumiere tertawa kecil melihat tingkah malu-malu dari Peter tersebut, “Sayang, kemarilah. Ada yang harus kita jelaskan pada kakak.”Lucius kembali membulatkan matanya ketika mendengar Lumiere memanggil ‘sayang’ pada Peter.“Sayang? Mommy?” tanya Lucius, memberikan tatapan yang meminta untuk menjelaskan situasi yang saat ini sedang berlangsung.Peter langsung membungkuk penuh, “Maaf, kakak ipar! Aku menikahi adikmu tanpa melakukan upacara dan memberi kabar. Saat itu kami b
Lucius dan Lumiere terlihat berdiri canggung di hadapan adik bungsu mereka, Lucian. Ketiga berada di ruang kerja Lucian. Atmosfer di antara mereka benar-benar terasa tidak nyaman. Ketiganya sama-sama terdiam.“Lucian,” panggil Lucius memecahkan keheningan, “Untuk empat tahun belakangan ini ... i am truly sorry.”Lucian tampak terkesiap terkejut. Wajahnya kemudian melunak, tersenyum tipis yang membuat Lucius merasa tenang, “Tidak ada yang perlu untuk meminta maaf di sini, Kak Lucius. Ini adalah keinginanku sendiri untuk menebus semua dosa-dosaku.”“Kamu tumbuh semakin lebih kuat, Lucian,” ujar Lucius yang membuat Lucian tersenyum kembali.Pandangan mata si bungsu Keluarga Wysteria tersebut kemudian tertuju pada Lumiere yang sedari tadi terdiam, dan menunjukkan ekspresi wajah yang ingin menangis. Melihat hal tersebut tentunya membuat Lucian tidak bisa menyembunyikan senyuman gemasnya.
Rosemary lantas memekik terkejut, menyembunyikan wajahnya di leher sang ibu ketika Heinry, Sydney, dan Miya secara tiba-tiba mendekatinya. Hal tersebut tentu saja membuat bocah perempuan berusia tiga tahun tersebut ketakutan.“Ini ... benar-benar putrimu? Benar-benar putri kandungmu?” tanya Heinry kemudian menatap Lumiere dan Rosemary secara bergantian. “Wajah kalian cukup mirip. Itu sudah menandakan jika bocah ini benar-benar putri kandungmu.”“Ah ... pantas saja Tuan Oscar memperingatkanku untuk tidak terlalu dekat denganmu, Peter,” celetuk Miya seraya melemparkan pandangannya pada Peter yang tersenyum canggung, “Sayang sekali. Ternyata sejak awal aku tidak memiliki kesempatan untuk bersama dengan Peter ya? Maaf, Lumie.”“Tidak masalah,” ujar Lumiere seraya memamerkan senyumannya, yang membuat Peter bergidik ngeri, “Kalau saja pada saat itu pertunanganku gagal karena Peter yang
Kedua alis Lumiere saling bertaut. Gadis bersurai cokelat madu tersebut tampaknya sangat tidak menyukai apa yang baru saja ia dengar.Inggrid Rovein, pria yang menjadi target misi mereka kali ini tersebut, sedari tadi melontarkan bualan tentang kesehatan dan sumber ketakutan manusia. Pria beralis tebal tersebut pria tersebut mengatakan, kematian merupakan sumber ketakutan palin dasar yang diderita oleh manusia. Meskipun seorang manusia telah menjaga kesehatannya, dan bahkan memiliki kekayaan yang banyak, mereka tidak dapat menghindari kematian yang kedatangannya tidak bisa diprediksi tersebut.Dan hal yang semakin membuat Lumiere merasa muak adalah, pria itu dengan santainya mengatakan bahwa, ia telah menemukan cara untuk hidup kembali setelah mengalami kematian. Perhatian Lumiere pun kini tertuju pada sebuah peti mati yang telah terbuka, menampilkan sesosok mayat seorang perempuan, usianya diperkirakan baru menginjak delapan belas tahun. Kulitnya terl
Miya, bahkan sampai Lucian pun memandang takjub kapal pesiar mewah dan berukuran besar di hadapan mereka.“Jadi ... ini adalah kapal RMS Titanic yang pernah karam ribuan tahun yang lalu?” tanya Miya seraya memalingkan pandangannya ke arah Reynox. “Kau beruntung sekali bisa ikut naik ke kapal besar itu.”Reynox berdecak, memilih untuk mengabaikan Miya. Kedua netra emasnya yang tajam itu mengamati seluruh bagian dari tubuh kapal berukuran super besar tersebut. Reynox tahu soal tenggelamnya sebuah kapal, yang kisahnya menjadi legendaris hingga ribuan tahun tersebut. Dan Reynox sendiri menjadi ragu, apakah kapal kedua dari RMS Titanic ini akan memiliki nasib yang sama seperti kakaknya, atau tidak.“Tolong antarkan barang bawaan kami di kamar nomor A12 kelas satu,” ujar Peter pada seorang petugas kapal yang menghampirinya. Setelah memastikan petugas kapal tersebut mengangkut barang bawaannya dan Lumiere, Peter meng
Lumiere membenarkan kembali letak topeng pesta yang sedang dipakai olehnya. Gadis bersurai cokelat madu tersebut kemudian memantapkan kembali hatinya, memantapkan niatnya untuk mengunjungi pasar gelap yang dikelola oleh pemerintah Inggris.“Tidak perlu takut,” bisik Peter yang memaksa untuk ikut. Pria itu membantu istrinya tersebut untuk merapikan penampilannya tersebut. “Kita hanya perlu melakukan penyelidikan, tanpa membuat keributan apa pun selain mau membeli manusia yang akan dijajakan oleh mereka.”Lumiere mengangguk, mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah tampan Peter yang bersembunyi dibalik tudung jubah yang pria itu kenakan tersebut. “Sepertinya, setelah ini kamu harus memotong rambutmu.”“Benarkah? Sayang sekali kalau dipotong,” ujar Peter seraya menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda Lumiere. “Padahal kamu sangat menyukai rambut panjangku ini.”“Atau uba
“Ini informasi terkait Inggrid Rovein yang kamu minta.”Lumiere menerima satu bundel dokumen yang diserahkan oleh Ashen tersebut. Gadis bersurai cokelat madu itu langsung membacanya. Tenggelam dalam ribuan kosa kata yang tertulis di sana, menyampaikan informasi tentang sesosok Inggrid Rovein yang terasa misterius sekaligus terasa tidak asing tersebut.“Dia ... satu jenis dengan Charles Evanescene,” ujar Ashen yang membuat Lumiere dan Peter menatapnya terkejut. “Ada sedikit perbedaan di antara mereka. Charles melakukan pemerasan untuk melihat kesengsaraan orang lain. Sedangkan Inggrid ... dia murni melakukannya untuk mendapatkan seseorang.”“Hah?” Kedua alis Peter terangkat, merasa bingung dengan maksud dari perkataan Ashen tersebut. “Apa maksudnya?”“Perdagangan manusia,” jawab Ashen dengan wajah yang menggelap karena menahan amarahnya. “Inggrid melakukan hal te
Darius menggigiti kuku-kuku jari tangannya. Pria paruh baya tersebut terlihat cemas lantarana putra dan calon menantunya tersebut menghilang sejak kemarin.“Sayang, sudahlah,” ujar Viona terlihat santai memandangi jari-jari tangannya yang terlihat indah tersebut. “Mereka pasti sedang pergi ke suatu tempat untuk menikmati waktu bersama. Sebentar lagi juga mereka akan pulang.”“Ini sudah hampir siang hari, Viona!” bentak Darius yang membuat Viona tersentak terkejut. “Mana mungkin mereka pergi selama ini.”“Ya terus kita harus bagaimana? Mencari mereka? Kita saja tidak tahu mereka pergi ke mana!” Viona balik membentak, karena merasa kesal setelah dibentak oleh Darius tersebut. “Kita tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Lebih baik kamu duduk tenang dan menunggu kedatangan mereka. Mereka pasti pulang.”Perdebatan mereka kemudian terhenti saat mendengar suara ketukan p
Kediaman Keluarga Wysteria, sekaligus markas MI6, digegerkan oleh kedatangan Arnold Rudeus yang membuat keributan di pagi hari. Bahkan pria bertempramen buruk itu sampai merangsek maju dan menerobos masuk. Sampai-sampai membuat Reynox harus turun tangan karena sama-sama bertubuh besar.Tujuan Arnold melakukan hal tersebut adalah, untuk merebut kembali Alyn yang diculik oleh Lucius kemarin pagi. Namun pada kenyataannya, Lucius hanya menyelamatkan Alyn dan kekejaman Arnold. Yang tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan terhadap wanita.“Tenangkan dirimu, Bung!” bentak Reynox seraya menahan tubuh besar Arnold yang hendak menerobos masuk semakin dalam. Bahkan, Reynox harus mengeluarkan seluruh kekuatan tubuhnya agar bisa menghentikan pergerakan Arnold.“Minggir! Aku harus membawa pulang Alyn!” rutuk Arnold berusaha terus melangkah maju.“Jangan membuat kekacauan di kantorku, Tuan Muda Rudeus!”Ba
Alyn mengernyit ketakutan ketika apa yang terjadi pada hari itu, hari di mana ia disiksa oleh Arnold, kembali terlihat di matanya. Bukan hanya melihat adegan tersebut, Alyn juga mampu merasakan perasaan takut yang ia rasakan pada saat itu.Dan ketika adegan itu beralih, di mana Arnold menindih tubuhnya tersebut, Alyn tersentak dan terbangun dari tidurnya. Bahkan terduduk dalam satu kali gerakan hingga membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dan pada saat itu pula Alyn mulai menyadari, ini bukanlah kamarnya.Alyn menolehkan kepalanya saat merasakan pergerakan pada kasur di sisi kanan. Membulatkan matanya saat melihat Lucius yang sedang menggeliat tidak nyaman, terlihat sekali bahwa tidur pria berwajah tampan tersebut terusik karena dirinya.“Sudah bangun?” tanya Lucius seraya membuka matanya, dan mendapati wajah ketakutan Alyn. “Kamu bermimpi buruk?”GREP!Lucius tersenyum lembut saat Aly
“Dari mana saja kamu? Seharian tidak pulang ke rumah dan tanpa kabar pergi ke mananya.”Tubuh Alyn membeku saat terdengar pertanyaan bernada rendah dan penuh amarah, ketika ia baru saja memasuki kediaman Baron Rudeus tersebut. Alyn mendadak kikuk, tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut.“Aku diajak pergi oleh Suster Diana untuk mengunjungi pusat kota. Karena terlalu malam ketika sampai di panti, aku menginap di sana,” jawab Alyn setelah terdiam selama beberapa saat hanya untuk mengumpulkan keberaniannya tersebut. “Maafkan aku jika telah membuatmu khawatir, Arnold.”“Kau kira aku mudah dibohongi hah!” pekik Arnold merasa geram dengan kebohongan Alyn yang mudah terendus olehnya tersebut. “Kau pikir aku bodoh? Aku mendatangi panti asuhan tempat di mana kamu berasal itu semalam! Mereka mengatakan jika kamu tidak mengunjungi mereka. Dan justru per
Tubuh Alyn kembali membeku, dengan senyuman manisnya yang melebar ketika ia kembali mendapati Lucius tengah menunggunya di depan gerbang panti asuhan. Gadis bersurai hitam legam tersebut tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, karena kembali bertemu dengan Lucius. Bahkan, Alyn terlihat menari-nari kecil sembari mendekati Lucius. Membuat pria yang berada di hadapannya kini itu, tidak bisa menyembunyikan senyumannya.“Sesenang itukah kamu bertemu denganku?” tanya Lucius begitu Alyn berdiri di hadapannya.Alyn mengangguk antusias, “Kita bertemu lagi, Lucius.”“Senang bertemu denganmu, Alyn.”Keduanya kemudian berjalan-jalan memutari taman, sembari menikmati jajanan pinggir jalanan untuk mengganjal perut mereka. Saling bertukar cerita, walaupun percakapan itu didominasi oleh Alyn. Namun, mereka terlihat begitu serasi dan dekat, terlihat seakan-akan mereka adalah sepasang suami istri yang masih merasakan p