Mia baru saja tiba di apartemennya saat Joe mendapat panggilan dari Jaxon yang menyuruhnya untuk segera menemui pria itu di klub pribadi mereka.
“Kau mau ke mana?” tanya Mia yang sejak tadi mencuri dengar.
“Mr. Bradwood memanggilku, Miss,” jawab Joe yang sibuk memberi instruksi pada dua pria di lobby.
“Tapi aku mau keluar, ke supermarket.”
“Alex yang akan menemanimu.” Joe hendak menginstruksikan pada pria di lobby saat Mia membantah dengan tegas.
“Tidak, aku bisa sendiri. Lebih baik mereka berjaga di sini, supermarket h
Memasuki apartemen Mia meletakkan pelastik belanjaan dan menyusunnya ke dalam kulkas. Dia menatap pintu pendingin itu lamat-lamat sebelum akhirnya menghela napas dan meninggalkan dapur. Baru saja dia berbalik badan hendak menuju kamar saat dilihatnya Jaxon memasuki ruangan. Keduanya saling pandang dan terdiam. Mia memperhatikan pria di hadapannya dengan pandangan baru. Kali ini dia meyakini ada banyak hal yang pria itu sembunyikan, betapa naifnya dia selama ini menganggap Jaxon tidak seburuk reputasinya di luar sana.“Kau baru pulang?” tanya
Mia tahu datang ke Red Cage bukanlah ide bagus. Beberapa kali dia menjadikan dada Gavin sebagai tempat bersembunyi saat melihat dua pria saling memukul di depan matanya. Bahkan telinganya sakit mendengar pekikan dari para penonton yang terlalu bersemangat meneriakkan kata ‘bunuh’ layaknya para pemuja malaikat kematian.Gavin bilang menonton pertunjukan seperti ini lebih seru dilihat dari bangku yang berada langsung di depan arena pertarungan, walau Mia terganggu dengan keramaian penonton yang tepat berada di belakang mereka. Tetapi banyaknya pengawal di sekitar bangku Mia, membuat dia lega.
Jaxon menyeret Mia memasuki apartemen dan mengabaikan tatapan penasaran bawahannya saat melewati lobby. Gadis itu berusaha melepas genggamannya namun gagal karena dia tidak akan melepasnya kali ini. Sudah cukup dia bersabar sejak di arena tadi.Sesampainya di ruang tengah, Jaxon melepas genggamannya dan melihat Mia dengan pandangan menahan marah.Rasanya dia ingin memukul Gavin berkali-kali, tetapi beruntungnya pria itu lari keluar sebelum Jaxon sempat memberinya pelajaran.“Apa yang kau pikirkan mendatangi Red Cage tanpa memberi tahuku lebih dulu!” bentaknya pada Mia yang duduk diam di sofa.“Kau bilang aku bebas melakukan apa pun di Denver. Lagi pula aku tidak pergi sendiri, ada Gavin bersamaku,” jawab Mia sembari meringis mendengar nada Jaxon.“Gavin tidak bisa melindungimu bila terjadi sesuatu. Dia bahkan tid
Tepat pukul tujuh malam itu Mia sudah siap berdandan dan menunggu Jaxon yang akan menjemputnya di apartemen. Baru saja pria itu mengirim pesan bahwa dia akan segera tiba. Saat hendak keluar dari kamar, tiba-tiba saja ponsel bututnya berbunyi. Hanya ada satu nomor yang pasti menghubungi ke ponsel tersebut yaitu Matt, bosnya yang lama.Dengan senyum terukir di wajah, Mia memberi sapaan; “Matt, hey.”“Hey girl
Dari kursi VVIP yang Mia duduki, dia bisa melihat pemandangan kota Denver dari sini. Pandangannya menyapu restauran mewah itu, tetapi tetap saja perasaan diawasi dan tatapan penasaran dari semua pengunjung begitu kentara hingga terasa pahit di mulutnya saat tatapan-tatapan itu memberi penilaian.Mia melirik Jaxon yang seolah tidak menyadari pandangan sekitar. Pria itu sesekali mengajaknya bercerita apa saja yang tidak berhubungan dengan kehidupan pribadinya atau organisasi Red Cage, bahkan lebih banyak menanyakan kehidupan pribadi Mia.“Apa kau sengaja atau hanya berpura-pura tidak tahu sejak tadi orang-orang memperhatikan ke meja kita?” tanya Mia akhirnya karena dia semakin muak dengan sikap Jaxon yang acuh terhadapan suasana sekitar.
Saat sedang mencuci tangan di westafel, seorang wanita masuk ke dalam toilet dan berdiri di sebelah Mia. Wanita itu menghindari tatapannya yang terpantul dari cermin sembari menyibukkan diri dengan pouch di tangan.Mia mengacuhkan sikap wanita itu yang jelas sekali menghindarinya. Saat hendak beranjak, suara wanita tersebut menghentikan Mia.“Berapa banyak Jaxon membayarmu?”“Maaf?” tanya Mia berharap pendengarannya salah.Wanita di hadapannya masih tidak menatap ke arah Mia. Dari penampilannya yang elegan dengan rambut blonde disanggul rapi dan gaun malam panjang membalut tubuhnya, jelas sekali wanita ini berasal dari
Rey mengawasi dua pria di hadapannya yang saling tatap seolah hendak menerjang dan membuat keributan. Berkali-kali dia menghela napas dan mengurut pelipisnya yang berdenyut. Jika Jaxon benar-benar menerima tantangan yang Gavin berikan lewat tatapan mata, maka dia yakin Gavin akan dengan cepat bersembunyi di belakang tubuhnya dan menjadikannya tumbal untuk Jaxon.“Hentikan memberinya f*ck me eyes, kau sendiri yang akan kewalahan,” ucap Gideon pada Gavin yang matanya tidak lepas memandang Jaxon.“Dia yang memulai,” ujar Gavin sembari beringsut mendekati Rey di sebelah.“Kau yang lebih dulu memancing keributan, jangan memutar balik fakta.&rdq
Henrieta menunggu Mia yang baru saja keluar dari De La Crush. Dia mengaibakan tatapan bingung yang Joe berikan saat mendekati gadis berambut madu yang hendak membuka pintu mobil.“Selamat sore,” sapa Henrieta begitu di depan Mia.Gadis itu balik badan menghadap Henrieta, sedangkan Joe berdiri waspada di sebelahnya dengan tangan bersedekap.“Sore,” jawab Mia bingung karena dia tidak mengenal siapa wanita itu.“Namaku Henrieta pengawal pribadi Gia Leonore, neneknya Jaxon,” ucap Henrieta memperkenalkan diri dengan tangan terulur ke depan yang Mia sambut penuh kecang
Halo, Blezzia mengucapkan terima kasih kepada pembaca setia The King Of Denver :) Dan ya, seperti yang kalian baca, kisah ini baru saja berakhir SEASON PERTAMA-nya dan itu artinya akan ada SEASON KE-DUA yang akan Blezzia lanjutkan. Sesuai permintaan beberapa pembaca, yang tidak ingin novel ini berakhir dengan cepat, maka Blezzia mempertimbangkan akan membuat Season KE-DUA kisah Jaxon dan Mia (Bukan Nicko dan Disya) setelah menyelesaikan kisah Danny dan Hilda di Novel Wanita Rahasia CEO, oleh karena itu, Blezzia minta maaf untuk Delay yang terjadi. Karena ini novel kesayangan Blezzia, jadi kisah mereka akan sangat panjang. (Kalau perlu sampai anak cucu) Do'ain saja semoga diberikan izin oleh pihak GN ya ~ Biar nanti Blezzia lebih fokus ke Denver dan bisa update tiap hari nantinya <3Jika tidak ada halangan, maka diperkirakan Juni/Juli 2022 seluruh novel on-going yang sedang Blezzia tulis akan tamat. Lalu, bagaimana dengan kisah Nicko dan Disya? M
Mia terlihat sibuk berbincang dan tertawa bersama Disya di gazebo, saat tiba-tiba keduanya mendengar suara langkah kaki dari arah kanan taman. Serentak, wanita-wanita itupun menoleh bersamaan ke arah sumber suara, yang tak lain adalah Allana. Dengan senyum terkembang di wajah, Mia menyambut kedatangan pelayan terdekatnya itu, lalu meminta wanita tersebut untuk ikut bergabung di meja. Akan tetapi, Allana menolak sembari menoleh sedikit ke arah jalan yang tadi dilaluinya. Hal itu pun membuat Mia dan Disya mengikuti arah pandang pelayan wanita itu. Namun, mereka tidak menemukan apa-apa di sana, membuat Mia bertanya-tanya. “Ada apa?” Allana kembali menoleh pada dua wanita di hadapan, dan dia hanya menjawab dengan gerakan ragu-ragu. “Ada... seseorang yang ingin menemui... anda dan Miss Flontin,” ucapnya, sembari melirik ke arah Disya yang tetap duduk tenang dengan secangkir teh dalam genggaman. Mendengar penjelasan tersebut, sek
Jaxon memasuki ruang tengah kediaman keluarganya, dan tepat di hadapannya telah duduk Jeff Bradwood dengan ditemani ibu tirinya, Ruby. Melihat kehadiran anggota Red Cage dalam ruangan, seketika bahu Jeff tampak tegang, padahal dia sudah mendengar kedatangan mereka sebelum mencapai gerbang. Namun, melihat pria-pria yang parade saat masuk ke dalam ruangan, Jeff pun tak mampu bergerak dari tempatnya duduk di sofa.“Jeff,” sapa Jaxon, dengan kedua tangan berada di saku celana.Bukannya menyahut, Jeff Bradwood hanya berdeham sembari menatap ke segala arah. Sengaja menghindari tatapan bosan puteranya.Pandangan Jaxon pun beralih pada Ruby yang tersenyum dengan sensual. Tetapi dia abaikan. Kini, perhatiannya kembali pada sang ayah yang mencoba memasang wajah poker face.“Aku melihat keadaanmu baik-baik saja,” ucap Jaxon, berbasa-basi sembari duduk di sofa.Dia menatap kedua orang di hadapan dengan pandangan yang sulit dibaca.
Jaxon yang saat itu sedang menyesap batangan rokok di balkon sendirian, tiba-tiba saja dikejutkan dengan kehadiran Nicko dari arah belakang. Kedua pria itu tampak diam ketika berdiri sejajar pada railing. Namun, gestur Jaxon yang hendak berbagi batangan rokok di tangan menunjukkan bahwa apapun di antara mereka sebelumya telah terlupakan.Kini, kedua pria itu terlihat mengepulkan asap bersamaan. Sedangkan pandangan keduanya saling menerawang ke arah langit yang menyuguhkan pemandangan indah dengan taburan milk way di atas mereka.Di pulau ini, keduanya dapat melihat pemandangan langit malam yang jarang didapatkan jika di perkotaan. Bahkan, langit di sana jauh lebih cerah dari apa yang biasanya mereka lihat sebelumnya. Tidak hanya itu, rembulan yang cahayanya kemerahan, tampak tergantung indah di antara pemandangan malam lainnya, seolah tidak mau kalah untuk memanjakan mata para pen
“Apa kau sudah memberitahunya?” kejar Jaxon saat Nicko baru saja keluar dari ruang perawatan.Kepala pria itu menggeleng lemah. Dan, dengan berat dia mengatakan; “Belum. Aku tidak bisa melakukannya.”Melihat ekspresi Nicko yang tercekat, Jaxon pun menarik temannya itu ke dalam pelukan. Satu tangannya menepuk-nepuk punggungnya pelan, sementara dia membisikkan kata-kata penuh dukungan.“Aku bisa melakukannya jika kau mau.”Setelah keduanya memisahkan diri, Nicko yang berwajah sendu pun menatap ragu-ragu. Dia tidak ingin terbawa suasana, seperti saat di salam sana.“Terima kasih, Brother.”Kedua pria itu saling memandang paham.“Baiklah, aku akan kembali ke mansion lebih dahulu,” ucap Nicko, meninggalkan kumpulan teman-temannya yang duduk di kursi tunggu dengan masing-masing memegang chips dan roti yang tadi Gavin bawa.“Bye brother,” kata pria-pria itu serent
Nicko menutup ponselnya ketika dia mendengar laporan dari Henrieta. Beberapa kali dia menarik napas, sebelum membuangnya perlahan. Sekembalinya nanti, dia akan memberikan penjelasan pada kekasihnya yang bisa saja sedang menahan marah di seberang lautan sana.Meskipun dia tidak tahu apa yang akan menantinya, Nicko berharap Disya mau mendengarkan penjelasan.Dia hendak berbalik badan, saat tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang memanggil namanya pelan. Seketika bulu romanya berdiri, dan jantungnya berpacu saat suara tua itu menyebutkan namanya dengan nada sedikit bergetar.“Nicko … Anderson?”Perlahan, Nicko pun menoleh ke arah tubuh tua yang tadinya terbaring di ranjang dengan mata terpejam. Kini, mata itu memandang lurus ke arahnya, membuat Nicko tanpa sadar menundukkan kepala. Sebuah gesture penghormatan yang sulit dia tinggalkan.Sejak masih balita, anak-anak yang terlahir di Famiglia telah diajarkan untuk tidak mena
Kehebohan terjadi di Kastil Aurelia. Kedatangan seorang wanita berparas sama seperti Mia membuat semua pelayan berbondong-bondong hendak ke lantai dua, di mana wanita itu saat ini berada. Bahkan, Snow kesulitan untuk menghalau mereka agar kembali bekerja.“Astaga, aku tidak mengira parasnya serupa,” bisik Allana yang pura-pura membersihkan patung singa di bawah tangga.Piper yang juga tidak diperbolehkan naik ke lantai dua mengangguk membenarkan.“Ya, tidak hanya bentuk wajah, tetapi rambut dan ekspresinya tidak jauh berbeda,” timpal Piper yang juga berpura-pura mengelap keramik di dekat Allana.Sementara itu, Emily memilih untuk diam sembari mencuri-curi lihat ke lantai dua. Dia tampak sibuk membersihkan buffet dan pegangan tangga.Melihat ketiga wanita itu, tentu saja Snow hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia sangat yakin bahwa mereka akan langsung terbirit-birit ke dapur saat ditegur, sehingga pria itu pun mengawasi saja
Jaxon yang tidak tahan duduk terlalu lama akhirnya berdiri. Dia berjalan mondar-mandir di hadapan mereka semua. Dengan napas sedikit memburu dan amarah tertahan, pria itu seakan ingin meledak dan mengatakan sesuatu. Namun, Salvador yang menyadari hal itu pun hanya bisa menatap rekannya dengan ekspresi yang sulit dibaca.Seketika saja Salvador mengalihkan perhatian terhadap Fabiana yang saat ini mengkerut di kursi dengan pandangan terluka.“Bibi,” panggilnya pelan, yang membuat Fabiana mengangkat kepala. “Aku bisa pastikan untuk membawa Romero, tetapi aku tidak janji bila dia bebas dari luka.”Tatapan yang Fabiana berikan, membuat Salvador sedikit merasa bersalah. Selama menikah dengan Gioluca, wanita itu selalu berusaha terlihat lebih dominan dan sedikit arogan. Namun, Fabiana yang ada di depannya saat ini sangatlah jauh dari dua kata tersebut.Wanita yang dianggap paling kuat dan berkuasa, ternyata hanyalah seorang ibu yang terluk
Jaxon dan Salvador yang menunggu kedatangan Nicko tampak termangu di atas sofa. Keduanya lebih banyak diam sembari menanti kedatangan rombongan Famiglia yang akan membawa Gioluca ke kediaman Vitielo. Sementara itu, Rey serta yang lainnya duduk di seberang dengan posisi serupa. Mereka tampak menanti penuh antisipasi.Tidak ada satu pun suara, kecuali detak jam dinding serta kicauan burung di pepohonan dekat taman. Atmosfer di sekitar benar-benar sangat tegang dan intens.Di tengah-tengah keheningan, tiba-tiba saja terdengar ketukan pelan dari depan pintu, yang membuat semua kepala menatap ke sumber suara.“Biar aku yang lihat,” ucap Gavin, yang mulai berdiri dari tempat duduk.Dia mengintip dari celah kunci, dan mendapati Fabiana lah yang ada di depan sana. Melihat itu, Gavin menoleh ke balik tubuh, dan menangkap tatapan Rey yang bertanya.“Fabiana yang mengetuk,” ucapnya, menarik perhatian beberapa kepala. “Apa yang ha