Share

Bab 2

Penulis: ShellNR
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-23 21:00:22

Seorang pria berbahu bidang, dengan postur tubuh tinggi berotot berjalan ke arah Mariene dengan tungkai-tungkai kuatnya yang terlatih. Dia terlihat sedang berbicara lewat ponsel genggamnya. Namun menyelesaikan pembicaraan ketika tiba di depan Mariene.  

“Saya Inspektur Philips Adler,” kata pria itu. Suaranya serak dan dalam. Namun nada suaranya pas, bergumam parau seperti badai yang hendak tiba. 

“Ikuti saya, Mademoiselle!” sambungnya.  

Inspektur Philips membimbing Mariene ke kamar kerja ayahnya. Pria tinggi besar dengan mata hitam yang menyembunyikan keketatan dalam tuntutan akan kesempurnaan, juga menyiratkan percaya diri dan kewaspadaan yang tinggi, tampak sangat gelisah malam itu. Di belakang, Mariena merasa kabut yang mengambang di sekitarnya menjadi lebih tebal. 

Begitu mereka sampai di depan sebuah pintu, tampak dua orang polisi berdiri di kedua sisi pintu dengan senapan laras panjangnya. Sementara seisi rumah yang lain terdengar sedang diintrograsi di ruang sebelah. Selama beberapa detik Mariene merasakan benaknya kosong. Seperti sebuah televisi yang tidak mendapatkan sinyal. Hanya menampilkan derau. 

Inspektur Philips mengangkat tangannya secara menampik,          Mariene pun        mempercepat langkahnya. Ketika memasuki ruangan kecil itu Mariene sudah dapat mencium bau mayat.  

“Saya     tidak      tahu, apa         yang      harus dikatakan, Mademoiselle. Ayah Anda ....” Inspektur Philips menunjuk ke tengah-tengah ruangan. 

“Ayah saya?” Mariene mengangkat pandangannya dan mengikuti arah jari Inspektur Philips. Sebuah lampu dengan tiang yang dapat dipindah-pindahkan menyorot ke bawah. Di tengah cahaya itu, di atas kursi berlengan layaknya sekor serangga di bawah mikroskop, mayat Mr. Pierre Lodwight Sagrat  duduk dengan kepalanya menunduk miring. Tepat di bawah leher sebelah kanan, di atas kerah mantel tidurnya, terlihat jelas darah yang mulai menghitam. Bayangan mengerikan itu berkelebatan lagi di benak Mariene. Sumur yang penuh buah zakar manusia, bayi-bayi disembelih, gadis-gadis diperkosa secara bergilir sampai mati, dan penduduk desa tak berdosa yang dikurung dalam gereja selanjutnya dibakar. Kepingan tubuh manusia yang hancur terkena bom dan senapan otomatis, lalu bau amis serta busuk memenuhi udara yang kini juga tercium olehnya. 

       Inspektur Philips berbalik pada Mariene, “Pembunuhan berencana.” 

"Ya, Tuhan...."

 Inspektur Philips dan Mariene berdiri membungkuk di atas tubuh yang terduduk tanpa nyawa. “Ditikam dari belakang,” gumam Inspektur Philips sambil memicingkan mata memandangi korban seperti pakaian kotor yang salah letak.  Mulut Mariene mendadak kering kerontang.

“Apa ada kemungkinan ayah bunuh diri?” meski mustahil Mariene mengharapkan hal itulah yang terjadi. 

 “Tak seorang pun dapat menikam dirinya sendiri dengan cara demikian. Ini pembunuhan,” jawab Inspektur Philips mantap. 

 “Tapi apa motifnya?” sela Mariene. “Ayahku tidak punya seorang musuh pun di dunia ini. Mungkinkah ini perampokan atau pencurian?” 

 Inspektur Philips menggeleng. “Tak ada satu pun barang yang hilang,” jawabnya. "Jadi kasus ini bukan perampokan atau pencurian.” 

Mariene menahan napas dengan tajam, “Ya Tuhan,” desahnya. “Bagaimana        dengan kecelakaan?” sambung Mariene sambil mengelap keringat di dahinya dengan sapu tangan berwarna biru. 

 Inspektur Philips menggeleng dengan enggan. “Saya menyesal sekali atas kejadian ini, Mademoiselle. Sir Pierre adalah orang paling baik dan dermawan yang pernah saya temui di dunia ini. Saya juga berharap jika kejadian ini merupakan suatu kecelakaan atau bunuh diri seperti perkiraan Anda. Tapi rasanya tidak mungkin. Demikian juga dengan kemungkinan perampokan dan pencurian.” 

 Mariene menarik napas dalam-dalam sebagai upaya untuk tidak menangis. “Saya mengerti, Inspektur,” sahut Mariene. Tapi dia sebenarnya tidak mengerti sama sekali sama seperti dia tidak mengerti yang terjadi dalam sebuah perang. Tiba-tiba dia bagai mendengar bunyi mendesing yang semakin nyaring. Dia menoleh dan melihat kepala seorang wanita meledak bagaikan buah semangka yang jatuh ke lantai, bukan, bukan kepala seorang wanita, melainkan laki-laki berusia akhir lima puluhan yang sangat dia kenali. Dan kemudian, dengan terbelalak, dia menyaksikan tubuh ayahnya terjatuh ke kursi dan lehernya menyemburkan darah. 

Mariene mengerjap-ngerjapkan mata berusaha mengusir bayang-bayang mengerikan itu dari benaknya. Sejak dia pulang dari Yogoslavia dua hari lalu dia benar-benar kacau. Seolah-olah jiwanya masih tetap tinggal di sana, sedangkan tubuhnya berada di Perancis. Ayahnya benar, tak ada manusia yang hidup sendiri. Apa yang terjadi pada diri seseorang pasti menimpa orang lain. Karena sumua manusia sama-sama terbuat dari tanah. Semua manusia mengalami waktu yang sama, sebab jarum jam berdetik secara universal. Dan dalam setiap detiknya manusia harus hidup untuk melaksnakan tugas kewajiban hidupnya. Karena kehidupan berarti melaksanakan tugas kewajiban hidup di dalam sebuah perhubungan lahir batin, antara manusia dengan sesama mahluk-Nya, dengan dirinya sendiri, dengan alam tempat tinggalnya, dengan sang penciptanya kemudian ... dengan malaikat mautnya. 

“Apakah sudah ada petunjuk tentang siapa pelakunya, Inspektur?”         tanya     Mariene beberapa lama kemudian. 

Inspektur Philips memejamkan matanya beberapa detik, lalu dia berkata dengan marah. “Sialnya, tak ada satu pun petunjuk! Kecuali kalau si pelaku masuk dan keluar dari jendela yang tinggi itu.” Inspektur Philips menunjuk ke arah kerai jendela yang setengah terbuka. 

Bab terkait

  • The Iron City   Bab 3

    Ingatan itu selalu muncul dengan cara yang sama. Dia bersama sang adik meringkuk di ruang bawah tanah sebuah rumah kayu kecil, di satu desa dekat Neuilly, usai membunuh si penjaga gerbang utama desa.“Kita harus pergi jauh dari desa ini kalau tidak ingin mampus!” ujar sang kakak.“Seharusnya kita tidak membunuhnya,” sesal sang adik.“Bangsat itu memang seharusnya dikirim ke neraka,” sela sang kakak. “Tapi apa yang harus kita lakukan sekarang? Mereka akan menemukan kita, cepat atau lambat.”“Jangan tolol! Kita akan berakhir di tiang gantungan kalau tidak segera meninggalkan tempat terkutuk ini. Aku punya ide. Dengarkan baik-baik.” Sang kakak membisikan rencananya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • The Iron City   Bab 4

    Sang Capo Italia tersadar dari lamunannya. Sejenak dia terkesiap, namun segera mampu menguasai emosinya. Dia menegakan duduknya, lalu menatap wajah-wajah yang duduk mengelilingi meja besar itu. Mereka semua adalah orang-orang berpengaruh di Perancis dan beberapa negara di Eropa lainnya. Pertemuan rahasia yang tengah berlangsung itu, diadakan dalam sebuah rumah kuno terpencil yang terletak di tepi sungai Saine.“Dua hal penting telah terjadi,” kata Sang Capo Italia. “Yang pertama adalah kabar baik. Sang Capo Perancis sudah dibereskan vice-ku.” “Itu kabar yang sangat baik!” seorang pria bermata kelabu berseru. Dia Sang Capo Rumania.“Apa kabar buruknya?” sambungnya. “Seorang agen DCPJ sepertinya sudah mencium keberadaan kelompok kita. Dia mengendus-endus seperti anjing buldog sampai Paris.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • The Iron City   Bab 5

    Kebringasan klan Crucchfix Curiezio sudah terkenal sejak lebih dari seratus tahun yang lalu di Sisilia. Di kepulauan itu, mereka telah mengobarkan perang selama tiga puluh lima tahun terhadap rival mereka, klan Pietero Santandio, untuk memperebutkan kepemilikan atas sebuah wilayah hutan, dan beberapa ekar ladang gandum.Ketika Mussolini dan partai fasisnya merebut kekuasaan penuh di Italia, mereka memberantas seluruh jaringan mafia di negeri itu.Dengan menerapkan proses hukum serta mengerahkan kekuatan bersenjata yang tangguh, beberapa jaringan mafia berhasil dilumpuhkan. Tapi akhirnya ribuan orang tak bersalah pun ikut masuk penjara atau ikut diasingkan tanpa tahu sebab-musababnya. Hanya klan Crucchfix Curiezio yang berani menentang peraturan-peraturan kaum fasis dengan kekerasan. Mereka membunuh pemimpin lokal fasis di daerah mereka, dan menyerang garn

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • The Iron City   Bab 6

    “Bagaimanapun, mana yang lebih baik: menjalani hidup bahagia, atau hidup yang teguh akan nilai-nilai moral tapi miskin dan ditindas?” tanya Profesor Michael pada orang yang baru duduk di hadapannya. “Kalau kau diberi satu juta dolar untuk membunuh satu juta orang, maukah kau melakukannya?” laki-laki itu balik bertanya. Lalu keduanya tertawa.“Kau benar, Fredd. Kita adalah manusia bebas. Konsep tentang kebebasan bertindak sangat jelas. Orang bisa memilih menjadi budak untuk mencari nafkahnya sehari-hari, tanpa harga diri atau harapan, atau orang bisa memilih untuk mencari nafkah sebagai manusia yang menuntut untuk dihargai. Keluargamu adalah lingkungan masyarakatmu, Tuhanmu adalah hakimmu, dan para pengikutmu melindungimu,” ujar Profesor Michael.“Tuhan telah menc

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • The Iron City   Bab 7

    Mariene menegakan duduknya. Telunjuk kirinya mengetuk-ngetuk bahu kursi mahoni dan menciptakan irama yang tak beraturan. Lalu dia mengangkat sedikit wajahnya, memandang berkeliling ruangan itu. Inspektur Philips berdiri di samping kirinya. Sementara Detektif Simon duduk di kursi meja tulis di samping kanan Mariene dengan mengangkang. “Tampaknya keadaannya buruk sekali,Sir.” Inspektur Philips mendesah. “Bagaimana laporan tim forensik?” sahutDetektif Simon. “apa sudah tiba?”“Oui. Lima belas menit lalu. Tapi sialnya tidak ada reaksi ninhidrin pada pisau belati itu. Andai saja ada loops dan whorls, yang tertinggal di sana,” erang Inspektur Philips. “lingkaran-lingkaran pada aitik jari itu, pasti akan membantu kita sedikit.”“Pelaku pasti memakai sarung tangan atau membungkus tangannya dengan sesuatu,” sela

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • The Iron City   Prolog

    PrologNeuilly. Pukul 20:10 malam.Selama satu atau dua menit Sang Capo Perancis berjalan mondar-mandir di dalam ruang kerja pribadinya yang remang-remang. Ketika Horsham masuk membawa kopi dia merosot duduk dalam sebuah kursi berlengan kayu di muka perapian.“Belakangan ini rasa sakitku sering kambuh lagi,” kata Sang Capo Perancis, dengan tenang sambil menuang kopi. “Sebaiknya kau berikan lagi aku tablet-tabletmu itu, Sons.”“Sudah kuduga.”“Bagus. Berikan padaku sekarang.”“Astaga! Obat itu ada di dalam tas dan aku lupa meninggalkannya di ruang muka. Aku akan mengambilnya.”“Jangan repot-repot. Horsham akan mengambilnya. Syam, tolong ambilkan tas milikMonsieur.”“Baik, Tuan.”“Sir ....”“Tunggu, Sons. Biarkan aku memberes

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • The Iron City   Bab 1

    Mariene Lodwight Sagrat tengah bergegas menuju vila pribadinya. Ketika mendengar sirene tanda bahaya serangan udara, meraung-raung memekakan telinga. Diikuti suara pesawat pembom di atasnya, yang siap menjatuhkan muatan. Dia berhenti, terpaku dicengkram kengerian.Tiba-tiba dia bagaikan kembali ke Yugoslavia dan bisa mendengar desing suara bom. Dia memjamkan matanya dengan erat. Tetapi mustahil mengusir bayang-bayang mengerikan itu, dari pikirannya. Langit di timur, seolah terbakar. Suara dentum mortir, ledakan bom dan senapan otomatis seolah menulikan telinga. Bau amis darah bercampur bau bubuk mesiu menggumpal di udara.Dari jarak yang sedikit jauh, terdengar suara laki-laki berkata, “Anda baik-baik saja,Mademoiselle?”Perlahan-lahan, dengan takut-takut, Mariene membuka matanya dan kembali berada di jalan depan vilanya dalam udara dini hari Perancis, mendengarkan suara pesawat jet yang pelanpelan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23

Bab terbaru

  • The Iron City   Bab 7

    Mariene menegakan duduknya. Telunjuk kirinya mengetuk-ngetuk bahu kursi mahoni dan menciptakan irama yang tak beraturan. Lalu dia mengangkat sedikit wajahnya, memandang berkeliling ruangan itu. Inspektur Philips berdiri di samping kirinya. Sementara Detektif Simon duduk di kursi meja tulis di samping kanan Mariene dengan mengangkang. “Tampaknya keadaannya buruk sekali,Sir.” Inspektur Philips mendesah. “Bagaimana laporan tim forensik?” sahutDetektif Simon. “apa sudah tiba?”“Oui. Lima belas menit lalu. Tapi sialnya tidak ada reaksi ninhidrin pada pisau belati itu. Andai saja ada loops dan whorls, yang tertinggal di sana,” erang Inspektur Philips. “lingkaran-lingkaran pada aitik jari itu, pasti akan membantu kita sedikit.”“Pelaku pasti memakai sarung tangan atau membungkus tangannya dengan sesuatu,” sela

  • The Iron City   Bab 6

    “Bagaimanapun, mana yang lebih baik: menjalani hidup bahagia, atau hidup yang teguh akan nilai-nilai moral tapi miskin dan ditindas?” tanya Profesor Michael pada orang yang baru duduk di hadapannya. “Kalau kau diberi satu juta dolar untuk membunuh satu juta orang, maukah kau melakukannya?” laki-laki itu balik bertanya. Lalu keduanya tertawa.“Kau benar, Fredd. Kita adalah manusia bebas. Konsep tentang kebebasan bertindak sangat jelas. Orang bisa memilih menjadi budak untuk mencari nafkahnya sehari-hari, tanpa harga diri atau harapan, atau orang bisa memilih untuk mencari nafkah sebagai manusia yang menuntut untuk dihargai. Keluargamu adalah lingkungan masyarakatmu, Tuhanmu adalah hakimmu, dan para pengikutmu melindungimu,” ujar Profesor Michael.“Tuhan telah menc

  • The Iron City   Bab 5

    Kebringasan klan Crucchfix Curiezio sudah terkenal sejak lebih dari seratus tahun yang lalu di Sisilia. Di kepulauan itu, mereka telah mengobarkan perang selama tiga puluh lima tahun terhadap rival mereka, klan Pietero Santandio, untuk memperebutkan kepemilikan atas sebuah wilayah hutan, dan beberapa ekar ladang gandum.Ketika Mussolini dan partai fasisnya merebut kekuasaan penuh di Italia, mereka memberantas seluruh jaringan mafia di negeri itu.Dengan menerapkan proses hukum serta mengerahkan kekuatan bersenjata yang tangguh, beberapa jaringan mafia berhasil dilumpuhkan. Tapi akhirnya ribuan orang tak bersalah pun ikut masuk penjara atau ikut diasingkan tanpa tahu sebab-musababnya. Hanya klan Crucchfix Curiezio yang berani menentang peraturan-peraturan kaum fasis dengan kekerasan. Mereka membunuh pemimpin lokal fasis di daerah mereka, dan menyerang garn

  • The Iron City   Bab 4

    Sang Capo Italia tersadar dari lamunannya. Sejenak dia terkesiap, namun segera mampu menguasai emosinya. Dia menegakan duduknya, lalu menatap wajah-wajah yang duduk mengelilingi meja besar itu. Mereka semua adalah orang-orang berpengaruh di Perancis dan beberapa negara di Eropa lainnya. Pertemuan rahasia yang tengah berlangsung itu, diadakan dalam sebuah rumah kuno terpencil yang terletak di tepi sungai Saine.“Dua hal penting telah terjadi,” kata Sang Capo Italia. “Yang pertama adalah kabar baik. Sang Capo Perancis sudah dibereskan vice-ku.” “Itu kabar yang sangat baik!” seorang pria bermata kelabu berseru. Dia Sang Capo Rumania.“Apa kabar buruknya?” sambungnya. “Seorang agen DCPJ sepertinya sudah mencium keberadaan kelompok kita. Dia mengendus-endus seperti anjing buldog sampai Paris.

  • The Iron City   Bab 3

    Ingatan itu selalu muncul dengan cara yang sama. Dia bersama sang adik meringkuk di ruang bawah tanah sebuah rumah kayu kecil, di satu desa dekat Neuilly, usai membunuh si penjaga gerbang utama desa.“Kita harus pergi jauh dari desa ini kalau tidak ingin mampus!” ujar sang kakak.“Seharusnya kita tidak membunuhnya,” sesal sang adik.“Bangsat itu memang seharusnya dikirim ke neraka,” sela sang kakak. “Tapi apa yang harus kita lakukan sekarang? Mereka akan menemukan kita, cepat atau lambat.”“Jangan tolol! Kita akan berakhir di tiang gantungan kalau tidak segera meninggalkan tempat terkutuk ini. Aku punya ide. Dengarkan baik-baik.” Sang kakak membisikan rencananya.

  • The Iron City   Bab 2

    Seorang pria berbahu bidang, dengan postur tubuh tinggi berotot berjalan ke arah Mariene dengan tungkai-tungkai kuatnya yang terlatih. Dia terlihat sedang berbicara lewat ponsel genggamnya. Namun menyelesaikan pembicaraan ketika tiba di depan Mariene.“Saya Inspektur Philips Adler,” kata pria itu. Suaranya serak dan dalam. Namun nada suaranya pas, bergumam parau seperti badai yang hendak tiba.“Ikuti saya, Mademoiselle!” sambungnya.Inspektur Philips membimbing Mariene ke kamar kerja ayahnya. Pria tinggi besar dengan mata hitam yang menyembunyikan keketatan dalam tuntutan akan kesempurnaan, juga menyiratkan percaya diri dan kewaspadaan yang tinggi, tampak sangat gelisah malam itu. Di belakang, Mariena merasa kabut yang mengambang di sekitarnya menjadi lebih tebal.Begitu mereka sampai di depan sebuah pintu, tampak dua orang polisi berdiri di kedua sisi pintu dengan senapan laras panjangnya. Semen

  • The Iron City   Bab 1

    Mariene Lodwight Sagrat tengah bergegas menuju vila pribadinya. Ketika mendengar sirene tanda bahaya serangan udara, meraung-raung memekakan telinga. Diikuti suara pesawat pembom di atasnya, yang siap menjatuhkan muatan. Dia berhenti, terpaku dicengkram kengerian.Tiba-tiba dia bagaikan kembali ke Yugoslavia dan bisa mendengar desing suara bom. Dia memjamkan matanya dengan erat. Tetapi mustahil mengusir bayang-bayang mengerikan itu, dari pikirannya. Langit di timur, seolah terbakar. Suara dentum mortir, ledakan bom dan senapan otomatis seolah menulikan telinga. Bau amis darah bercampur bau bubuk mesiu menggumpal di udara.Dari jarak yang sedikit jauh, terdengar suara laki-laki berkata, “Anda baik-baik saja,Mademoiselle?”Perlahan-lahan, dengan takut-takut, Mariene membuka matanya dan kembali berada di jalan depan vilanya dalam udara dini hari Perancis, mendengarkan suara pesawat jet yang pelanpelan

  • The Iron City   Prolog

    PrologNeuilly. Pukul 20:10 malam.Selama satu atau dua menit Sang Capo Perancis berjalan mondar-mandir di dalam ruang kerja pribadinya yang remang-remang. Ketika Horsham masuk membawa kopi dia merosot duduk dalam sebuah kursi berlengan kayu di muka perapian.“Belakangan ini rasa sakitku sering kambuh lagi,” kata Sang Capo Perancis, dengan tenang sambil menuang kopi. “Sebaiknya kau berikan lagi aku tablet-tabletmu itu, Sons.”“Sudah kuduga.”“Bagus. Berikan padaku sekarang.”“Astaga! Obat itu ada di dalam tas dan aku lupa meninggalkannya di ruang muka. Aku akan mengambilnya.”“Jangan repot-repot. Horsham akan mengambilnya. Syam, tolong ambilkan tas milikMonsieur.”“Baik, Tuan.”“Sir ....”“Tunggu, Sons. Biarkan aku memberes

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status