“Jadi, Mama membohongiku?” tanya Makaila tidak percaya pada ibunya.
Luna menggigit bibirnya dan menggenggam kedua tangan Makaila dengan eratnya. Seakan-akan dirinya takut jika dirinya melonggarkan genggaman tangannya, Makaila akan pergi meninggalkannya sendirian. “Maafkan Mama. Mama hanya melakukan apa yang bisa Mama lakukan untuk menjauhkan dirimu dari semua bahaya yang pasti akan datang jika Mama tetap bertahan dengan status Mama di masa lalu,” ucap Luna berusaha untuk kembali meyakinkan putrinya. Semua yang Luna lakukan sejauh ini, sama sekali tidak memiliki niatan selain menjaga putrinya dari semua luka yang akan ia dapat
Makaila menatap langit yang tampak cerah. Meskipun langit tersebut tampak sama dengan langit yang ia lihat di tanah kelahirannya, tetapi Makaila merasa jika langit yang ia lihat ini sangat asing. Makaila berpikir, jika mungkin saja ini karena Makaila sudah tahu jika dirinya memang tengah berada di tempat asing. Makaila menghela napas panjang dan menghirup udara di negeri asal Dominik ini. Rusia. Makaila sama sekali tidak pernah berpikir jika dirinya bisa menginjakkan kakinya di sini, semakin tidak habis pikir jika ternyata ia memiliki ikatan dengan tanah ini. Tempat di mana ibu dan ayahnya memadu kasih serta menghadirkan dirinya ke dunia ini.Makail
Dominik terlihat menatap tiga lembar foto berukuran sekitar 3R yang dicetak hitam putih. Itu adalah cetak hasil USG. Ya, itu adalah barang yang diberikan oleh Bara padanya tempo hari. Tentu saja, Dominik sama sekali tidak akan percaya begitu saja pada Bara. Karena itulah, hari ini Dominik memerintahkan dokter yang memang dipercaya untuk menangani Makaila, agar memeriksa hal ini dengan saksama. Hal ini diperlukan oleh Dominik untuk menentukan langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Dominik harus berhati-hati, mengingat situasi saat ini yang jelas belum bisa disebut kondusif. Dominik bahkan tidak mengatakan hal ini pada Luna, demi menjaga situasi agar tidak memburuk.
Makaila mencuci wajahnya yang terlihat begitu lesu dan pucat. Hari ini, dirinya tepat sudah tinggal satu bulan di kediaman mewah milik ayahnya. Semuanya terasa nyaman, Makaila bisa merasakan banyak pengalaman baru yang belum pernah ia alami sebelumnya. Hal yang paling penting adalah, dirinya bisa berkumpul dengan keluarga lengkapnya. Sungguh, jangan ditanyakan seberapa bahagia Makaila saat ini. Namun, entah kenapa, rasa bahagia yang dirasakan oleh Makaila terasa meredup. Hal yang dirasakan oleh Makaila akhir-akhir ini adalah lelah yang bergelayut tiap harinya.Beberapa hari ini, Makaila bahkan terbangun dengan rasa mual dan pening yang bukan main. Makaila rasa ini, bukan efek samping dari luka tembang yang ia alami. Makaila agak
“Wah, putri Mama cantik sekali,” puji Luna setelah menyelesaikan tugasnya merias putrinya menjadi terlihat begitu elegan dengan gaun berwarna hitam yang tampak begitu pas pada tubuhnya. Hal itu jelas terjadi karena gaun tersebut memang dirancang secara khusus mengikuti ukuran tubuh Makaila.Makaila yang mendapatkan pujian dari ibunya tentu saja mengulum senyum malu. “Mama juga cantik,” puji Makaila tidak mengatakan kebohongan.Usia Luna memang sudah tidak muda lagi. Ia sudah berusia empat pul
“Kau ingin menjadikannya simpananmu? Maka lakukanlah! Tapi masih bisakah kau melakukannya saat sudah berada di neraka?” tanya Bara dengan wajah penuh kemurkaan dan aura mengerikan yang menguar di sekujur tubuhnya yang kekar.Pria yang menjambak rambut Makaila menoleh pada sumber suara, dan tidak bisa menahan dir
Makaila tersentak. Ia tebangun dari tidurnya dan duduk di tengah ranjang dengan tubuh bergetar hebat dan keringat yang membasahi kening serta pelipisnya. Belum juga Makaila menormalkan penglihatannya, Makaila sudah lebih dulu merasakan serangan mual yang sangat. Hal itu terjadi saat dirinya mengingat kejadian di mana darah segar yang terciprat pada wajahnya disusul dengan aroma karat amis yang pekat terasa di ujung hidungnya. Makaila membekap mulutnya sendiri dan berusaha untuk menggerakkan kakinya yang terasa lemas. Namun, Makaila jelas-jelas merasa sangat kesulitan.Untungnya, seseorang datang dan membantu Makaila dengan menggendong tubuh Makaila
Makaila terlihat begitu terburu-buru dan melangkah cepat setengah berlari. Namun, Bara yang menggandeng tangannya dengan lembut menahan tangan Makaila dan berkata, “Pelan-pelan saja. Toh, kita sudah berada di rumah sakit. Sebentar lagi kau bisa bertemu dengan ibumu. Sekarang, lebih baik perhatikan langkahmu dengan baik.”Makaila yang mendengarnya dengan patuh memelankan langkah kakinya. Hal tersebut membuat Bara mengulum senyum dan menanamkan sebuah kecupan pada pelipis Makaila dengan lembut. “Gadis pintar,” puji Bara lalu menghela Makaila untuk melangkah kembali.
Bara membenarkan letak selimut yang menutupi tubuh Makaila. Setelah itu, Bara mencium kening Makaila dengan lembut sebelum bangkit dan meninggalkan Makaila yang tentu saja semakin tenggelam di alam bawah sadarnya. Bara tentunya tidak meninggalkan Makaila begitu saja tanpa penjagaan. Meskipun Makaila berada di kediaman Yakov, yang tak lain adalah kediaman ayahnya sendiri, tetapi Bara tetap harus memberikan keamanan berlapis mengingat kejadian demi kejadian buruk yang datang silih berganti dalam kehidupan Makaila. Bara menutup pintu kamar Makaila dan menatap Fabian dan beberapa pengawal yang berasal dari kediaman Yakov sendiri, serta para pengawal bawahan Bara.