Bara membenarkan letak selimut yang menutupi tubuh Makaila. Setelah itu, Bara mencium kening Makaila dengan lembut sebelum bangkit dan meninggalkan Makaila yang tentu saja semakin tenggelam di alam bawah sadarnya. Bara tentunya tidak meninggalkan Makaila begitu saja tanpa penjagaan. Meskipun Makaila berada di kediaman Yakov, yang tak lain adalah kediaman ayahnya sendiri, tetapi Bara tetap harus memberikan keamanan berlapis mengingat kejadian demi kejadian buruk yang datang silih berganti dalam kehidupan Makaila. Bara menutup pintu kamar Makaila dan menatap Fabian dan beberapa pengawal yang berasal dari kediaman Yakov sendiri, serta para pengawal bawahan Bara.
Luna merapikan gaun sederhana yang ia kenakan. Perempuan satu itu tampak begitu senang mengenakan pakaian seperti ini, setelah sekian lama dirinya hanya menggunakan pakaian pasien. Benar, hari ini Luna sudah diperbolehkan untuk pulang. Karena itulah, Luna sama sekali tidak ingin membuang waktu lebih lama untuk segera bersiap untuk pulang. Ia ingin segera pulang dan bertemu dengan putrinya.Tentu saja, Luna ingin melepaskan kerinduannya pada sang putri yang sudah lama tak ia temui. Selama dirinya dirawat di rumah sakit, Makaila memang tidak diperbolehkan untuk menjenguk terlalu sering. Bahkan, Makaila hanya bisa menjenguk satu kali. Tentu saja, hal t
Makaila terlihat begitu bahagia saat mendengar kabar dari Harry jika ibunya hari ini sudah diperbolehkan untuk pulang dan sebentar lagi akan tiba di kediaman Yakov. Saat ini saja, Makaila berusaha untuk melangkah dengan cepat. Ia tidak ingin sampai ibunya lebih dulu tiba, sebelum dirinya tiba di depan pintu untuk menyambut kepulangannya. Sedikit banyak, Makaila merasa bersalah karena dirinya tidak bisa menemani sang ibu yang selama beberapa minggu ini memang dirawat secara intensif di rumah sakit.Hal ini terjadi, karena Bara dan Harry sama-sama melarang Makaila untuk ke luar dari kediaman Yakov, apalagi untuk mengunjungi Luna yang memang dirawat di
Makaila tampak merona dengan cantiknya saat Bara mencium dan mengulum bibirnya penuh kelembutan serta romantis. Bara yang melihat rona cantik menghiasi pipi Makaila tidak bisa menahan diri untuk menangkup pipi sang istri dan mengusapnya lembut. Bara melepaskan ciuman pada bibir Makaila dan menggantinya dengan sebuah kecupan pada kening Makaila. Jujur saja, melihat Makaila yang merona seperti ini saja, sudah membuat Bara merasa bergairah. Namun, Bara mati-matian menekan gairah yang menyerang dirinya dan berusaha untuk mengalihkan pikirannya pada hal lain yang jelas akan memadamkan gairahnya.Hal tersebut terjadi, karena tentu saja Bara tidak bisa melakukan hal lebih pada
Makaila menatap sekeliling kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa hingga kesan romantis terasa begitu kental di sana. Makaila tahu, jika Bara sangat bekerja keras untuk mempersiapkan ini semua, dan sedikit banyak Makaila merasa begitu tersanjung karenanya. Makaila tidak bisa menahan diri untuk tersenyum manis, apalagi saat dirinya merasakan kedua tangan Bara yang melingkar pada perutnya yang sudah sedikit menonjol karena kehamilannya yang terus membesar.“Apa kamu menyukainya?” tanya Bara dengan menenggerkan dagunya pada bahu Makaila yang hanya ditutupi oleh gaun tidur sutra yang terasa sangat nyaman untuk digunakan saat tidur.
Bara tersentak terbangun saat merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bukti gairahnya yang menegang. Bara menatap Makaila yang juga tengah menatapnya dengan terkejut. “Ba-Bara, kenapa itu bangun tiba-tiba, saat Kaila sentuh kenapa semakin tegang saja? Bara tidak apa-apa?” tanya Makaila dengan polosnya membuat Bara merasa geram dengan kepolosan Makaila ini. Padahal, Makaila sudah hamil seperti ini, tetapi kenapa Makaila masih saja tidak mengerti?Bara merasa frustasi dengan kelakuan Makaila ini. Bara juga merasa begitu kesal, kenapa adiknya bisa terbangun gagahnya seperti ini. Agak kesal pula pada Makaila yang malah membuka celananya dan membuat adiknya mengh
Makaila tampak menikmati makanan ringan lezat yang telah dibuat khusus oleh sang mama. Tentu saja, Makaila terlihat begitu senang. Ia bisa memuaskan keinginannya untuk mencicipi berbagai macam makanan yang ia inginkan, tanpa harus takut atau merasa tersiksa oleh rasa mual yang menyerangnya. Makaila benar-benar senang, hingga dirinya tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Makaila bahkan tidak peduli walaupun Bara tidak berada di sisinya. Padahal, sebelum-sebelumnya, Makaila sama sekali tidak mau lepas atau berjauhan dari sang suami. Makaila akan menangis bahkan saat Bara meninggalkannya untuk buang air. Namun, sekarang Makaila sama sekali tidak peduli.Makaila kembali mengunyah redvelvet yang terasa meleleh dan memenu
Luna enggan melepaskan pelukannya dari Makaila. Hal tersebut membuat Makaila yang mendapat pelukan erat tersebut hampir saja kehilangan napasnya. Untung saja, Bara dan Dominik yang berada di sana segera mengambil tindakan. Dominik kini merangkul pinggang sang istri dengan penuh kasih, sementara Bara dengan hati-hati mengusap lembut perut Makaila yang sudah membuncit di usia kehamilannya yang menginjak lima bulan. “Mama, Kaila kan hanya pulang ke Indonesia, Kaila tidak pergi ke mana-mana. Jika Mama dan Papa merindukan Kaila, kalian bisa berkunjung ke sana,” ucap Makaila dengan senyum gemilangnya.Ya, rencana pulang ke Indonesia yang sudah Makaila dan Bara sus
“Bara!” teriak Makaila melengking membuat Bara yang sebelumnya tengah berkutat dengan pekerjaannya di ruang kerja, tersentak dan segera berlari menuju kamar utama yang terhubung dengan ruang kerja.Sebenarnya, ini adalah pengaturan baru setelah mengetahui Makaila hamil dan akan tinggal di kediaman Treffen. Sebelum benar-benar pulang dari Rusia, Bara sudah lebih dulu merenovasi kediamannya, agar aman dan tentu saja efisien karena dirinya harus tetap mengawai Makaila yang hari demi hari semakin membesar kandungannya dan bertambah manja saja. Seperti saat ini, Bara masuk ke dalam walk in closet karena mendengar teriakan sang istri yang melengking bukan main. Na