“Sepertinya, lebih baik aku bakar saja semua novel ini,” ucap Bara sama sekali tidak merasa keberatan untuk membakar semua novel yang ia beli dengan uangnya sendiri, demi membuat suasana hatinya sedikit membaik.
Makaila yang mendengarnya jelas tidak mau jika sampai hal itu terjadi. Makaila tergagap dan berkata, “Ja, Jangan.”
“Apa?” tanya Bara dengan nada dingin yang tajam. Suara Bara tersebut membuat Makaila yang mendengar hal itu terkejut dan melepaskan pena yang sebelumnya ia gunakan untuk menghitung soal-soal yang diberikan oleh Bara. Makaila diam-diam mengamati apa yang tengah dilakukan oleh Bara saat ini. Guru hot satu itu, ternyata tengah mengangkat telepon dan berbicara dengan seseorang yang tentu saja tidak dikenal oleh Makaila. Namun, Makaila sendiri yakin jika siapa yang tengah berbincang dengan Bara tersebut tak lain adalah sosok yang juga bekerja dan hidup di dunia kriminal seperti Bara.Apa yang diperkirakan oleh Makaila memang ada benarnya. Bar
Edelia menatap layar komputer yang berada di hadapannya. Saat ini, dirinya tengah berada di kantor dan harusnya fokus dengan pekerjaan yang harus segera ia selesaikan. Namun, Edelia sama sekali tidak bisa fokus seperti yang seharusnya. Edelia menghela napas panjang, karena pemikirannya selalu saja tertuju pada sosok putrinya, Makaila. Ya, Edelia tidak fokus karena tersu saja memikirkan Makaila. Ahir-akhir ini, Edelia merasa jika Makaila tengah menyembunyikan sesuatu. Namun, di sisi lain Edelia merasa jika putrinya terlihat selalu kelelahan setiap harinya. Saat dirinya pulang kerja, Makaila selalu saja tengah tidur lelap.Edelia menghela napas panjan
Bara meletakkan pistol miliknya di atas meja, dan bersandar dengan nyaman di sofa dengan gaya yang jelas sama sekali tidak sopan. Bara bahkan tidak berpakaian rapi seperti biasanya. Ia memang mengenakan kemeja dan celana bahannya, tetapi Bara tidak berusaha untuk merapikannya. Bara menatap Edelia yang jelas-jelas tengah menatapnya dengan penuh kebencian. Bukan sekali dua kali Bara mendapatkan tatapan penuh kebencian seperti ini. Dengan profesinya dan lingkungan di mana dirinya hidup, Bara jelas selalu harus berhadapan dengan musuh yang tak segan-segan untuk menunjukkan kebenciannya. Bara sudah sangat terbiasa.“Tidak perlu menatap penuh kebenc
Makaila membuka kedua matanya dan mengerang saat merasakan tubuhnya yang pegal di sana sini. Saat tersadar jika dirinya sudah tertidur, Makaila membuka matanya lebar-lebar dan memeriksa sekelilingnya. Makaila menghela napas lega saat melihat kamarnya sudah kembali rapi. Sebuah gaun tidur lembut juga sudah menutupi tubuh polosnya. Seprai dan selimut yang ia gunakan juga sudah diganti. Dengan ragu-ragu, Makaila mengendus tubuhnya dan menghela napas lega saat mencium aroma tubuhnya yang harum sabun mandinya, bukan lagi aroma khas seseorang yang sudah bercinta. Makaila berdeham dan merasakan pipinya yang memerah saat mengingat apa yang sudah ia serta B
Bara mengecup bahu mulus Makaila yang terpampang jelas di hadapannya. Lagi-lagi, Bara bisa dengan leluasa menyentuh Makaila dan membuat wanitanya itu tenggelam dalam gairah yang menyenangkan. Bahkan Bara membuat Makaila kelelahan dan jatuh tertidur karena Bara memang tidak membiarkan Makaila untuk turun dari ranjang, begitu keduanya memulai kegiatan intim yang seharusnya dilakukan oleh pasangan suami istri tersebut. Bara mengusap kening Makaila dan membuatnya tersenyum dalam tidurnya. Bara sendiri tidak bisa menahan diri untuk tersenyum tipis.Karena kini Edelia kembali mendapatkan tugas untuk mengunjungi sebuah proyek di luar kota, maka Bara sangat
Yafas menatap layar komputernya dengan seksama. Ia tengah membaca sebuah rekam medis pasien yang barusan selesai berkosultasi dengannya. Yafas menutup rekam medis tersebut dan membuka jadwalnya. Ia melihat, jika saat ini adalah waktunya Makaila untuk berkonsultasi. Rasanya, Yafas sudah lama tidak mendengar kabar Makaila. Hal tersebut membuat Yafas penasaran dan ingin bertemu dengan Makaila lagi. Pertemuan terakhirnya dengan Makaila berakhir kurang baik, karena Makaila seperti tengah menyembunyikan sesuatu darinya. Namun, kesempatan konsultasi kali ini bisa ia gunakan untuk mengorek informasi dari Makaila.Namun, setelah menunggu hampir lima menit, tidak ada satu pun ora
Makaila tampak mengunyah buah apel yang sudah dipotong oleh ibunya dengan lahap. Apel memang salah satu buah yang disukai oleh Makaila. Karena itulah, Makaila sama sekali tidak akan mengabaikan potongan buah apel yang sudah dipotong dengan baik oleh ibunya. Apalagi, kini Edelia memotong buah apel merah dan hijau dengan bentuk yang lucu. Sebab itulah, nafsu makan Makaila meningkat dengan baik. Edelia yang melihat hal itu tidak bisa menahan diri untuk tersenyum dan mengusap puncak kepala putrinya dengan lembut.“Sayang, ayo minum obatnya dulu,” ucap Edelia sembari memberikan obat pada Makaila.
Edelia tidak memiliki pilihan lain, selain menerima tawaran yang diberikan oleh Bara. Pada akhirnya, kini Edelia dan Makaila sudah berada di vila milik Bara yang ternyata memang luas, bahkan lebih megah daripada vila milik sahabat Edelia tadi. Keduanya semakin dikejutkan dengan para pelayan yang bertugas di sana. Tentu saja, Edelia dan Makaila dengan kompak menilai jika Bara adalah orang kaya yang jelas memiliki uang dan kuasa. Karena itulah, kini keduanya semakin berhati-hati dalam bertindak.“Tolong antarkan tamu kita ke kamar mereka masing-masing,” ucap Bara pada salah satu pelayan di antara puluhan pelayan yang berbaris dan menyambut