"Huaaa, Mama ... aku mau pulang!" Zico menangis sambil mengucek matanya. Bocah kecil itu bersembunyi di balik pohon. Bak main petak umpet, dia menyandarkan wajahnya di sana dengan waspada. "Lama–lama ngeri juga, ke mana semua orang pagi begini, sih? Kenapa tak ada yang lewat? Terus, kalau ada penculik bagaimana?" keluh Zico mulai takut, di sana sepi sekali. Pikirannya mengelana, apa dia bukan tersesat di alam manusia tapi di alam lain? "Huaaa!"Bocah itu kembali menangis, Aldrich yang sudah di belakangnya ragu menyapa. Dia takut anak kecil ini semakin ketakutan. Tapi tangisan Zico lucu, terdengar seperti tikus terjepit. Aldrich tak kuasa menahan tawa. Kasihan, lalu dia pun menepuk halus punggung Zico. "Adik kecil."Tubuh Zico tergemap. Napasnya ditahan, matanya membulat sempurna ketika bulu kuduknya berdiri. "Ih, kok hawanya mulai seram? Kata nenek Gema, jika ada yang memanggil sekali itu jangan dijawab. Siapa tahu itu hantu?" gerutu Zico bergidik. 'Hantu? Jadi, aku dikira han
"Wah! Apakah mobil model batman itu milik Paman Al?" Zico takjub memandangi mobil bugatti warna hitam mengkilat, yang berhenti tepat di depannya. "Ya, mobil ini milikku." Aldrich tersenyum sambil mencium pipi Zico. Bocah itu tak menolak atau berontak, pasrah saja dicium. "Kita akan menaikinya ke restoran.""Sungguh?" Zico seakan tak percaya, matanya mengerjap–ngerjap."Why not?" kekeh Aldrich menurunkan bocah itu karena meminta. Kakinya berlarian mendekati jenis Bugatti LA Voiture Noire itu dengan mulut terbuka dan mengelus body nya penuh kagum. Seketika dia tersentak, mendapati William keluar dari sana. "Paman Al bohong, ya. Ternyata mobilnya milik Pak William!" Zico bertolak pinggang dengan bibir manyun, agaknya kesal merasa dibohongi. "Eh, mana benar? Itu mobilku, William hanya—""Kata nenek Gema, bohong itu dosa! Dosa hidupnya sengsara!" Zico ingat betul petuah Gema yang menasehatinya seperti pendeta. Panjang ... sekali. Sampai anak bandel itu sering menutup telinga dan kabur
Aldrich mengusap pipinya yang baru ditampar Beyonce, semua orang yang terkejut meringis. Seolah merasakan sendiri, tamparan Beyonce yang begitu keras itu. Kini bahkan tak ada yang berani ikut campur. Sabar sekali pikirnya. Mungkinkah—pria kaya raya—setampan itu—ke sini dengan mobil mewah seharga belasan dollar, kurang kerjaan menculik Zico?Terkecuali bagi yang tahu sosok Aldrich itu siapa. Ingin rasanya menambahkan tamparan di rahang berbulunya itu—dialah Agatha, menahan geram dalam bentuk kepalan tangan.“Huh? Tampan sih, tampan. Kalau pemerkosa, aku juga tidak sudi punya suami model begitu!” gerutu Agatha, mencebikkan bibir.Alis Gema menyatu saat melirik Agatha, dia tak tahu apa yang disinggung. Terlihat marah pada Aldrich yang baru kali ini dia temui. Namun, fokusnya bukan itu?Dalam benak Gema, security dan Zico keheranan. Kenapa Aldrich sekalipun tak marah dan pasrah ditampar?‘Siapa pria ini? Apakah Nyonya Bey mengenalnya?’ Dalam hatinya, Gema penasaran.Atmosfer di teras yang
Beyonce menelan ludahnya dengan kasar, tidak ada siapapun di sana—kecuali dia dan Aldrich. Hening. Musk berpadu pepper nya yang khas bergelut napas memburu—merambah hidung. Aroma meresahkan ini bersumber dari tubuh Aldrich. Takut, sedekat ini. Dagu Beyonce terangkat tinggi, menatap pria itu yang sejak tadi memandangnya penuh maksud. Beyonce menunjukkan sisinya yang bukan wanita lemah. Meski terselip rasa takut di hatinya, seandainya—Aldrich mengulang—memperkosanya lagi. Namun, Beyonce tak akan lengah kali ini dan lebih waspada. Ya, terang saja. Posisinya begitu intim. Jemari lentik serta kuku indah Beyonce, yang bercat warna soft—bertengger di atas dada bidang pria itu yang keras. Ditahan Aldrich begitu kuat, meskipun Beyonce nekat membebaskan diri. Nyatanya, dia kalah. “Akh! Kenapa kau menahanku brengsek?!" Dia tampak sangat marah, dadanya membuncah menyita pandangan Aldrich. Sialnya, bentuk payudara yang sangat pas di genggaman tangannya itu masih dihafalnya. Masih terasa,
"Suamimu, lalu siapa lagi?" Zack jemawa di sana, menyeringai puas membayangkan ekspresi Beyonce sekarang. Pasti wanita itu panik sekaligus ketakutan. Tiba–tiba Zack menghubunginya setelah lama menghilang tanpa kabar. Zack benar. Bahkan, wanita itu hampir saja menutup telepon. Dia menyesal telah mengangkatnya jika tahu itu—Zack. Kehadiran si bajingan itu hanya akan membawa petaka. Ya, lebih baik memutus telepon itu. "Kenapa hanya diam?" Zack tertawa lepas, membuat Beyonce kesal. "Oh! Pasti, karena ... kau begitu merindukanku, bukan?" "Tidak sama sekali! Memangnya kau siapa harus dirindukan?" ucap Beyonce dengan tegas, meski nadanya sedikit gemetar ketika air matanya turut tumpah. Dadanya sesak, di kala kemarahan melanda. Siapa tak sakit hati ketika eringat kepingan—memori buruk di masa lalu yang sekaligus bermunculan? "Ingat, Zack. Kau bukan suamiku lagi. Kita, sudah bercerai! Dan kumohon, jangan pernah menganggu hidupku!" "Sayang—" "Buang kata sayangmu itu ke tong sampah
Sudah terlalu dipusingkan dengan teror Zack, Beyonce merasa lelah. Ia juga tak berminat lagi mengetahui obrolan yang dibahas Zico bersama Aldrich. Paling–paling, hanya sekitar usaha pria itu yang ingin mendekati anaknya. "Zico, kepala mama sakit. Mama akan beristirahat di kamar, kau di rumah saja dan jangan ke mana–mana," ucap Beyonce tampak lemas. Seolah pernyataan itu juga mengarah padanya. Gema langsung berdiri di sisi Zico untuk menjaga. "Nyonya Bey jangan khawatir, saya akan menemani Zico."Beyonce tersenyum singkat kepada wanita tua itu yang setia menemaninya dari nol. "Terima kasih, Bibi."Gema mengangguk perlahan bukti jawabannya. Sementara itu, Zico yang mencemaskan Beyonce—menarik jari wanita itu. Diseretnya ke arah sofa, tapi Beyonce mencegahnya. "Sayang ....""Mama sakit. Aku pijat, ya?" Kilau sedih di mata Zico menunjukkan rasa kekhawatiran berlebih jika sang mama sakit. Telapak tangan Beyonce membelai pipi gembul Zico. Ah, menciumnya rasanya tak cukup sekali."Sayan
"Dasar gila. Brengsek kau Vene, cepat menyingkir dari pintu itu!" hardik Aldrich yang justu muak dengan kelakuan wanita itu. "Kau pikir memanasi dengan masturbasi di depanku. Aku akan tertarik, huh? Malahan, kau seperti wanita murahan!" Mata Veneta menyala marah. Tangannya yang sedang memilin puncak dilepas. Tanpa sedikit pun rasa malu, dia berjalan menghampiri Aldrich dengan kondisinya yang telanjang. Veneta berusaha menangkap tubuh Aldrich, namun dia gagal karena sebelum tangannya menggapai anggota tubuh pria itu. Dia diorong ke lantai dan terjerembab sangat keras, terlebih dengan posisi ini. "Auw, ssh!" desisnya kesakitan, tatapannya berpaling cepat kepada Aldrich yang berjalan cepat ke arah pintu. "Tunggu, Al. Kau mau ke mana? Jangan pergi!" Suara memohon yang dibuat–buat itu, diabaikan Aldrich. Dia pura–pura tak mendengar, dengan terus memutar kunci. Gerakannya akan menekan knop pintu terhenti, bersamaan Veneta yang bangun kepayahan. "Aku menerima kehadiranmu di rumahku, buk
Situasinya rumit, Beyonce tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi. Meskipun ada Zico di tengah–tengah mereka, tapi berada sekamar dan duduk seranjang dengan pria yang telah menodainya membuat Beyonce tak nyaman.‘Hmm … semoga saja pria itu tidak besar kepala, karena semua yang aku lakukan semata–mata karena permintaan Zico yang sulit aku tolak.’Bukan tak tahu juga, kalau Aldrich sejak awal membacakan buku dongeng, Aldrich kerap mencuri pandang ke arah Beyonce dengan leluasa.“... dan pangeran berkuda mengantar putri ke istananya—”“Zico sudah tidur, Bey,” sahut Aldrich yang duduk di sisi Zico. Melirik Beyonce yang menutup buku dengan ekspresi galak. Aldrich membuka obrolan, saling diam itu tidak enak. Lagi pula di balik kedatangannya ke sini, memiliki niat terselubung ingin memperbaiki hubungan. Tetapi Beyonce kembali bersikap dingin.Bicaralah sampai mulutnya berbusa, wanita itu tak akan peduli. Tak usah diberitahu, Beyonce juga sudah melihatnya sendiri kalau tidur. Ya, mema