“Kemarin saat istirahat siang di sekolah, anak dari Ibu kepala sekolah melihatku bermain bola, ups!” Keceplosan, Zico membulatkan matanya.Dia lekas membekap mulutnya sendiri, takut mamanya marah karena dia sudah melanggar janjinya untuk tidak bergiat dalam jenis olahraga apapun.“Mama, tolong maafkan aku, ya? Aku salah sudah bohong pada mama, kalau diam–diam di sekolah … aku … aku suka main bola.” Zico mengakuinya dengan ekspresi menyesal.Tangannya disatukan ke depan dada, dengan mata berkaca–kaca itu membuat hati Beyonce teriris. ‘Aku harus bagaimana dan berkata apa pada Zico untuk menjelaskan semuanya?’ Dalam hati Beyonce bermonolog sendiri, memejamkan matanya lalu memijat kening untuk meredam kepalanya yang mulai didera pusing. Beyonce selama ini bekerja mencari nafkah dengan bekerja keras dan bertahan hidup hanya semata–mata demi Zico. Meski dulu ia pernah menentang kehadirannya, bahkan ingin memberikan buah hatinya itu untuk diadopsi orang lain. Nyatanya, dia sampai tak seteg
"Pertanyaan macam apa itu, Pak Vincent?" Dengan mimik tersinggung, Beyonce bertanya balik kepada Vincent. Bingung juga apa yang sebenarnya dia maksud. Vincent melirik Zico ketika dia merasa serba salah untuk tahu siapa lawan bicaranya. "Siapa?" tanyanya dengan gerakan bibir saja. Zico mendekati Vincent, menutup wajah dengan sebelah telapak tangan. "Mama, Coach. Dia mamaku.Kedua netra hitam Vincent sontak terbeliak, napasnya sesaat terhenti karena terkejut.Sementara itu, Beyonce heran kenapa sang putra bisa seakrab itu dengan Vincent walau hanya kemarin bertemu di sekolah."Mama?" ulang Vincent lagi dengan nada kurang percaya. "Iya, Mamaku yang aku ceritakan kemarin kalau dia pasti sulit memberi izin aku berlatih sepak bola," jawab Zico. Oh, Tuhan. Vincent tak menyangka tebakannya meleset, kali ini dia menjadi rikuh pada wanita cantik itu. Apalagi Beyonce yang terus menatapanya dengan tajam. "Maafkan saya jika salah bicara, Bu. Tapi saya tak ada niat apapun, hanya saja. Mulanya
"Aldrich, kembali ke meja makan sekarang!" pekik Halves menyuruh pria itu, namun tak dipedulikan Aldrich sama sekali yang tetap melenggang ke tangga atas menuju kamarnya. Halves benar–benar kesal, bibirnya mengerucut dengan helaan napas kasar. Di sebelahnya, Veneta menenangkan Halves. "Bibi tenanglah, ingat tekanan darahmu," ucap Veneta disertai usapan lembut di bahu Halves.Halves kemudian menarik napas dalam–dalam, pikirannya belarian ke masa lampau saat Aldrich remaja. "Dulu, padahal Adrich tidak begitu. Dia selalu menurutiku, entah kenapa sekarang dia berubah?" tukas Halves merasa sedih. "Maaf kalau aku lancang, Bibi Halves. Tapi aku rasa, Bibi memperlakukan Aldrich seperti anak kecil. Jadi, dia tak suka."Kilat tajam langsung terpancar dari mata Halves yang melotot. "Jadi kau pikir aku yang kekanak–kanakan?!"Wanita berpakaian seksi itu langsung menggelengkan kepala. Cepat menepis sebelum Halves salah paham, 'dasar wanita gendut penuh lemak! Sedikit–sedikit marah!' ejeknya da
‘Kenapa anak ini sedikit mirip wajahku saat kecil? Warna matanya hitam tegas sepertiku? Dia juga suka bermain sepak bola sama sepertiku dulu waktu kecil atau ini hanya perasaanku saja?’ Aldrich terus menatap wajah tampan Zico yang amenggemaskan. ‘Siapa sebenarnya anak ini?’Tanpa dikomando tangan Aldrich, bergerak sendiri menyentuh pipi gembul Zico. Pipinya seperti squishy, lembut, empuk dan menjadikan siapapun betah untuk menyentuh. Aldrich tak tahu kalau bocah itu menahan kesal, karena Zico paling tak suka kalau ada yang menyentuh wajahnya. “Dia yang paling kecil di sini, Pak. Tapi juga paling semangat, bahkan kemampuannya setara dengan kakak tingkatnya,” ucap Vincent mempromosikan.Sementara Zico yang sejak tadi memendam kekesalan sebab Aldrich tak melepas jarinya dari pipinya itu, kini tak tahan mulai memprotes.“Hai, Pak Ketua Federasi yang saya hormati. Bisakah Anda melepas pipi saya?” pinta Zico dengan gaya bicara seperti orang dewasa. “Aku paling tidak suka pipiku disentuh s
"Kau bicara apa Aldrich?" Halves sadar kalau yang dimaksud sang keponakan adalah dirinya. "Dasar kurang ajar!" "Mmm, Bibi. Tenang dulu. Jangan marah." Aldrich menggosok keningnya, dia baru menyadari kalau masih menelepon dengan Halves dan menyesali tindakannya yang gegabah. "Halo? Halo ... aduh! Kenapa suara bibi Halves tak terdengar? Halo, Bi." Halves mengerutkan keningnya di sana, Veneta memandanginya dan masih berharap kalau wanita gemuk itu berhasil membujuk Aldrich untuk mengajaknya dinner. "Sialan! Kau pikir aku tak tahu kalau kau hanya berpura–pura mengalami sinyal buruk?! Lagu lama!" tuding Halves dengan suara keras. Setelah rencana basinya ketahuan, Aldrich mati gaya. Begitupun suaranya yang mendadak hilang. Mampus, kau Aldrich. Bersiaplah diseruduk oleh Halves. "Maaf, Bi. Ini sungguhan—" "Aku benar–benar tersinggung dengan ucapanmu, Al." Nada suara Halves terdengar serak, membuat Aldrich merasa bersalah. "Kedua orang tuamu tak pernah memperlakukanku seperti ini. Tapi
"Pak, tolong dijaga bicaranya. Aku sudah minta maaf, tapi kenapa malah menghinaku?" Zico sama sekali tak takut, dia membalas tatapan sengit pria itu yang menatapnya tajam. Dia tak seperti anak lain yang cengeng dan menangis jika menghadapi suatu masalah. Tapi menghadapinya lebih dulu. "Dasar anak kecil tidak tahu sopan santun! Bicara dengan orang tua seenak jidat!" "Mamaku selalu bilang. Kita harus menghormati orang yang lebih tua dari kita, tapi kalau mereka keterlaluan menghina yang muda. Aku boleh membela diri," tukas Zico menatapnya dengan berkacak pinggang. "Brengsek! Awas kau, ya!" umpat pria itu malas berurusan dengan Zico, apalagi dia tampak dipanggil seseorang dari dalam restoran. Zico mendengkus kesal dengan ucapannya yang kasar. Dia merekam wajah pria itu dalam otaknya. Suatu hari kalau bertemu, dia akan membuat perhitungan. Setelah pria angkuh itu meninggalkannya sendiri, Zico memungut dompet milik Aldrich yang telah terbuka menjadi dua bagian. Mata Zico menat
Beyonce gregetan sekali melihat sikap Agatha yang menanyakan soal nama Jonas. Seolah tak tahu saja atau memang benar–benar lupa? Kalau pria yang memiliki nama Jonas itu pernah merenggut kesuciannya. Sampai tatapan Beyonce yang seolah mencekik tanpa menyentuh, membuat Agatha langsung menunduk takut. "Pikir saja sendiri!" ucap Beyonce dengan sarkas. Agatha pun mengunci mulutnya saat Beyonce meninggalkannya sendiri menuju kamar. Daripada dia terkena amukan dari bosnya itu, karena memang salahnya baru ingat siapa Jonas. "Ya Tuhan, kenapa aku bodoh sekali menanyakan hal itu?" Agatha menepuk jidatnya. "Semoga gara–gara ini, gajiku tak dipotong Nyonya Bey."****Setelah Beyonce pergi mengantar Zico ke sekolah. Agatha malah terkena semprot Gema, bukannya dibela usai menceritakan kebodohannya semalam. "Makanya, Agatha. Harusnya sebelum menanyakan itu dipikir dulu, kau tidak pernah tahu apa yang Nyonya Bey rasakan selama dia mengatasi dan melewati traumanya sendiri. Aku saksinya! Aku tahu
Seraya menunduk, kemudian Zico kembali berbicara dengan suaranya yang bernada serak. "Jordan mengejekku tak punya ayah, Ma. Katanya, aku anak haram."Dada Beyonce seketika terbakar mendengar cerita Zico, kedua tangannya semakin hangat memegangi pipi anak itu saat dia menyaksikan pelupuk sang putra memenuh. Hatinya tercabik–cabik, bahkan mata wanita itu langsung memerah saat menatap nyalang kepada Ophelia dan Jordan. "Sekarang sudah jelas siapa yang bersalah 'kan Bu Mila." Beyonce berucap dengan kekecewaan, sedih bercampur sakit hati. Hingga Mila yang sejak tadi menyimak, seolah ikut merasakan kepedihan Zico yang malang. Bahkan ia pun tampak menahan kesal terhadap Ophelia dan putranya. "Itu 'kan versi anakmu. Bisa saja Zico membohongimu dan membesar–besarkan tuduhan ini, karena tak mau dianggap bersalah!" Ophelia berkelit kendati tak sudi Jordan disalahkan. Dia adalah tipe orang tua yang egois. Mila sudah menyimpan informasi itu setelah mendapat laporan dari para guru, kalau selam
Raiden menyeringai dengan suaranya yang tegas dan bernada mengolok. "Yang dikatakan Beyonce benar! Sayangnya kematianmu tidak akan pernah membuatku puas Zico!"Aldrich dan Beyonce mengatupkan bibir lalu berpikir sama. Kenapa sekarang Raiden bersikap jahat? Apa dia mau membalas dendam atas nama Freya? "Lalu hal apa yang Tuan minta supaya aku bisa bersatu dengan Freya?" "Meski ku minta Beyonce menikah denganku. Barulah kau bisa menikahi Freya!"Tantangan dari Raiden membuat Zico tersentak mundur, berat dia melakukannya saat melihat wajah Aldrich menunjukan kesedihan. Sedangkan di sana Beyonce diam-diam mengusap lelehan matanya saat tak sengaja tertangkap mata Freya. "Co, lakukan saja permintaan Tuan Raiden," suruh Aldrich, baginya saat ini adalah kebahagiaan anak-anaknya. "Lagi pula, aku dan Bey juga sudah lama berpisah. Tinggal meresmikannya di pengadilan."Beyonce tak tahan lagi membungkus rapat sudut matanya yang terus dihujani tangisan. Ia tahu jika Aldrich kebalikannya. "Dad
Di dalam kamar yang ditempati Freya, wanita muda itu tampak berbaring ditemani seorang perawat yang mulai memasang infus. “Suara ribut-ribut apa di luar, Suster?” Freya tak dapat melihatnya lantaran terhalang pintu yang tertutup. Hal itu sengaja dilakukan Raiden yang tidak ingin Freya tahu, tadi Beyonce sempat mendatanginya ke kamar untuk menghalanginya melakukan tindakan terlarang tersebut.“Dad juga belum kembali dari toilet?” tambahnya lagi saat perasaan nya mulai gelisah. Sebenarnya Freya juga ragu dan takut melakukan ini. Ya, selain ini pertama kali juga melibatkan nyawa. “Maaf, Nona. Saya kurang tahu soal itu," jawab suster sembari tersenyum. Freya mengangguk paham. Perawat sejak tadi bersamanya dan sama sekali belum keluar, jadi ia pasti tak tahu soal keributan itu.“Eh, tapi kalau tidak salah …," jeda sang perawat mengingat-ingat. "Tidak salah apa, Sus?" Freya yang melamun karena banyak pikiran pun lalu menanyakan itu. "Mm, sepertinya keluarga pasien di kamar pavil
“Berhenti, aku tidak mengizinkan kau melakukan apapun pada bayi kita, Freya!" Rayden, Freya dan perawat kontan terkejut karena Zico berada tepat di depan mereka saat ini. Terlebih ketegasannya mengakui kehamilan Freya merupakan ulahnya. “Kau?” Setelah menyebut Zico, Freya meringsut dan berlindung di bahu Rayden dengan ekspresi ketakutan.. Melihat itu Zico kemudian mendekatinya. “Freya, dengarkan aku. Kau percaya denganku, kan? Tolong jangan gugurkan bayi kita!”“Apa hakmu huh?!” sambar Rayden lalu mendorong dada Zico hingga pria tanpa persiapan itu sedikit terhuyung. “Freya, demi apapun. Tolong pertahankan bayi kita!” Air mata yang semula membanjiri Freya seketika surut dan dihapus wanita itu dengan kasar. Penuh kesal jari Freya juga ikut mendorong Zico sebagai pelampiasan. “Kau mengatakan ini setelah mencampakkan aku. Apa motif mu, Co?” cecar Freya penuh kecewa sebelum dia mengingat sesuatu, “Oh, jadi benar kau barter dengan Nyonya Bey tentang pernikahan papamu itu dan dia.
“Tolong!” Suara Beyonce sampai serak karena terus berteriak, Mischa jatuh di pelukan nya dalam posisi tak sadarkan diri. Ini sungguh mengejutkan, Beyonce syok hingga tak sengaja makanan yang dibawanya terlepas dari tangan. PRANG! “Sayang, bangun … apa yang telah kau lakukan ini?” Beyonce mengguncang kedua bahu Mischa agar bangun. Penyesalan di hati Ibu dua orang anak itu mencuat saat netranya tertuju pada bekas tangan yang bercap merah di pipi Mischa. Baru kali ini Beyonce menamparnya, mungkin hal itu yang membuat Mischa sakit hati dan melakukan tindakan konyol dengan bunuh diri. “Ada apa?” Zico yang berlari tiba di ambang pintu Mischa yang terbuka lebar. Matanya membelalak saat melihat dengan mata kepalanya sendiri, Mischa terkapar dalam pangkuan Beyonce dengan keadaan tidak baik-baik saja. “Co, tolong bantu adikmu?” mohon Beyonce dengan mata yang di linangi cairan basah kepada putranya terlihat memohon. Darah memang kental, sebelum Beyonce mengatakannya tuk y
"Kau mau menyogokku?!" Mischa menanyakan itu dengan tatapan sinis, berteriak seperti kesetanan pada Aldrich yang dia benci. Semua yang ada di sana pun terkejut dengan sikap Mischa yang terkesan arogan. Di keluarga Dhuarte tak ada yang berani melawan orang tua seperti itu. Sungguh Mischa sangat memalukan di mata Beyonce yang kehilangan mukanya saat ini. Apalagi sekilas Beyonce tak sengaja mendapati gurat sedih Aldrich. Bola mata pria yang pernah memberinya sejuta cinta terlihat memenuh, sebelum hilang setelah Aldrich diam-diam menghapusnya. "Mischa! Jaga ucapanmu kepada papamu!" tegur Beyonce dengan geram, mengepalkan kedua tangannya mendekati gadis itu. "Hormati dia! Paham?""Bey, sudah tidak apa-apa. Mungkin, karena kita tidak pernah bertemu jadi Mischa sedikit canggung," kata Aldrich yang tidak ingin memperkeruh situasi. Wanita yang dipanggilnya itu mengangguk, Aldrich sangat lembut jika bicara pada Zico, juga Mischa yang hanya dua kali bertemu. Kasih sayang Aldrich pada pu
“Kau be-benar Beyonce?” Halves bertanya dengan bibir bergetar. Begitupun tangannya, saat meraih wajah Beyonce untuk memastikan bahwa ia tidak berhalusinasi. Beyonce mengangguk, menyambut tangan Halves dan menggenggamnya sebelum menghamburkan diri memeluk Halves.“Iya, Bibi. Ini aku, Beyonce,” jawabnya dengan berurai air mata, semakin mendekap Halves begitu erat. Ia sangat merindukan Halves, walau dulunya Halves pernah sangat membencinya. Sedangkan Halves yang telah mendengar Beyonce masih hidup dari Zico dan Aldrich, tapi tidak melihatnya secara langsung membuat Halves kurang lega. Pasalnya, dulu istri dari keponakannya itu telah meninggal karena tragedi kebakaran. Ternyata Beyonce tidak meninggal. Sekarang Beyonce berada di depannya, Halves percaya dan benar-benar bahagia. “Aku senang bisa melihatmu lagi sayangku,” kata Halves menyisipkan kerinduannya di sela pelukan. Namun ketika tak sengaja pandangan Halves naik ke depan, dia melihat Mischa yang juga menatap Halves. Wani
"Raiden, aku ingin bicara padamu." Suara Beyonce menahan pria itu ketika akan masuk ke dalam kamar. Bergeming di depan pintu, Raiden kemudian menjawab tanpa berbalik.Pria itu mengembuskan napas kasar dengan tampak malas ia berkata, "Aku sedang lelah. Besok saja kita bicara, Bey."Tidak ingin melewatkan kesempatan bicara dengan Raiden. Beyonce memajukan dirinya berdiri di depan pria itu. Raiden pun berdecak kesal dengan membuang muka, Beyonce dapat melihat keengganan pria itu berbicara padanya dan menghindarinya belakangan ini. "Tapi ini mengenai Freya dan Zico?"Seketika mendengar itu Raiden menolehkan wajahnya menatap Beyonce dengan alis menyatu. Tampak datar membuat Beyonce menelan ludahnya susah payah. "Mengenai putramu itu yang tidak mau bertanggung jawab?" Raiden bertanya tanpa memberi Beyonce kesempatan membalas. Meskipun wanita yang pernah mengisi hatinya itu terus menggeleng—menepis semua tuduhan Raiden. "Hah, sudah bisa ditebak kalau pecundang itu pasti tidak akan p
Sarkas! Ucapan Zico bagaikan panah menembus ulu hati Beyonce yang merasakan sakit teramat dalam. Ibu mana tak sakit hati dikatakan putranya demikian? "Kenapa kau mengatakan itu, Co?" Beyonce bertanya dengan suara gemetar. Zico menyeringai, "Huh? Buat apa kau tersinggung! Bukankah kenyataannya memang begitu?!" Olokan Zico seketika membuat hati Beyonce meringis. Tapi Beyonce tak bisa menyalahkan Zico sepenuhnya, karena sang putra tak tahu kebenarannya yang ia rahasiakan. "Dengarkan mama dulu, Co?" bujuk Beyonce tapi malas didengar Zico yang menggeleng. "Cepat pergi dari sini! Dan perlu kau ingat. Aku tidak akan pernah mengabulkan permintaanmu sampai kapanpun!" tukas Zico dengan suara menggelegar hingga tubuh Beyonce berjengit kaget. Buliran bening di antara mata sayu itu pun runtuh tanpa dapat ditahan lagi. Dadanya sesak. Namun, Beyonce yang sudah bertekad datang ke sana untuk meminta pertanggung jawaban Zico menikahi Freya tak bisa ditunda. "Huh? Kenapa kau tidak pe
"Anak?" Kevin dan Yoel bersilang pandang dengan ekspresi tercengang seperti baru saja melihat hantu. Benarkah Raiden tidak berbohong? Sementara itu, Zico sendiri tampak mematung mencerna semua pernyataan Raiden saat kedua sepupunya itu menatapnya penuh tanya. Kepala Zico terus berputar-putar ke masa-masa Freya dalam jeratannya dan sempat mencoba bunuh diri. Zico terus menerus menggauli Freya sebagai pelampiasan. Mata Zico kemudian membelalak, saat pria itu teringat sesuatu yang membuatnya gelisah dan merasa lemas. 'Astaga! Sial, sial! Waktu itu, aku tak pernah mengenakan pengaman!' rutuk Zico pada dirinya yang dianggap bodoh. "Co." Panggilan dan usapan Kevin di bahunya membuat Zico sampai berjengit dengan raut masih tegang itu. "Benarkah kau... Menghamili putri orang itu? Freya yang dimaksud, apakah Freya yang mengejarmu?" tanya Kevin mencerca Zico meski ragu. Berita itu sangat menggemparkan sampai Kevin dan Yoel sulit menerima. Karena ini semua terlalu mend