Alfonzo membuka matanya perlahan kala suara dentingan ponsel mengganggu tidurnya yang kurang, pria itu dengan malas meraih ponselnya yang berada di atas nakas lalu menggeser ikon hijau tanpa melihat terlebih dahulu pelakunya. "Ya?! Kau mengganggu tidurku!" semburnya kesal.Terdengar gelak tawa yang cukup ringan dari seberang telepon, Alfonzo segera mendengus sebal. Sialan! Siapa yang berani menertawai seorang Alfonzo?!"Siapa kau dan apa mau mu?! Aku tak banyak waktu," sentak Alfonzo dengan kemarahan yang tertahan.Suara di ujung telepon semakin senyap, digantikan dengan deheman pelan. "Delta 0-02," ucapnya yang langsung membuat Alfonzo terduduk dan bersandar di kepala ranjangnya."Agen Horb?" ucap Alfonzo menebak pelaku yang menertawainya.Gelak tawa kembali terdengar dan di susul dengan deheman pelan. "Ya, Al. Maaf mengganggu tidurmu yang sepertinya sangat nyenyak itu, sampai-sampai suaramu begitu parau," ujar Davis dengan kekehan gelinya."Diam kau Horb! Jangan banyak bicara. Katak
Alfonzo menghembuskan napasnya berat, ia mengigit bibirnya gugup sungguh otaknya belum siap diajak berpikir namun untungnya feelingnya masih bekerja, ia menatap France yang berdiri bak pria bodoh di ujung meja. "France," panggil Alfonzo yang langsung membuat pria itu mendudukkan tubuhnya tegak."Yes, Sig," balasnya.Alfonzo berdehem pelan, ia mendekati France lalu membalikkan tubuhnya menatap Ben. "Kau akan antarkan Ben menuju kapal selam itu, kau juga harus pastikan ia mendapat izin dari pihak Rusia untuk memasuki kapalnya aku tak mau tau, kau urus dengan Agen Horb dan kau juga temani Ben di dalam kapal itu kau harus membantunya, kau mengerti tugasmu France?" tanya Alfonzo diangguki oleh France."Bagus sekali, baiklah kita lanjutkan." Alfonzo mendekati proyektor dan menggerakkan telunjuknya yang otomatis menggeser slide selanjutnya. "Troy Bosch, kita sebut saja target. Dia adalah tersangka yang merupakan anggota dari Maxcyz, benarkan Agen Horb?" tanya Alfonzo diiyakan oleh pria itu.
"Mom?" panggil bocah itu dengan mulut yang penuh snack sedangkan air mata sudah terkumpul di ujung mata Gia. Wanita itu hanya mampu mengalirkan air matanya deras.Gia mengulurkan tangannya menyambut pelukan putra kecilnya dan dengan pandangan penuh kepolosan, Theodore mendekati tubuh sang Mommy ia teliti wajah Gia yang sama persis dengan foto yang selama ini ia peluk sebelum tidur tak terasa air mata juga keluar dari mata kecilnya. Ia menubrukkan tubuhnya dan menangis kencang di dalam pelukan hangat Gia. "MOMMY! MISS YOU," ucapnya keras di dalam tubuh Gia.Bukannya merasa terganggu akan teriakan Theodore barusan, Gia justru tertawa di sela-sela tangisnya, ia mencium puncak kepala Theodore dan menggumamkan berkali-kali permintaan maaf. "Maafkan Mommy, Theo," lirih Gia tak dibalas oleh bocah di dalam pelukannya. Theodore semakin menderaskan tangisannya bahkan mungkin orang yang berada di luar dapat mendengar tangisan kencang Theodore.Gia tersenyum amat manis dengan tangannya yang mengu
Gia menatap putranya yang tertidur sangat damai di pelukannya saat ini, ia usap selembut bulu kepala Theodore lalu mencium keningnya lama. "Mommy tau mungkin kau menunggu lama untuk hal ini Theo, tapi kau juga harus mengerti. Ada saatnya, dear. Saat dimana kau dan Mommy akan tinggal bersama," lirih Gia seraya mengusap pipi kemerahan putranya.Tiba-tiba ponsel Gia bergetar, wanita itu lekas melihat si penelpon dan mengangkat teleponnya. "Ya, ada apa Sergio?""Maaf Nyonya, anda harus segera pulang. Saya dengar dari France, katanya Tuan akan pulang besok atau besok malam.""Bagaimana bisa? Bukankah Alfonzo akan pulang dua sampai tiga hari lagi?""Saya kurang tau, Nyonya. Yang jelas Tuan akan segera pulang.""Baiklah, terimakasih Sergio." Gia memutuskan sambungan teleponnya, wanita itu kembali menatap wajah putranya lalu mencium gurat wajah Theodore tak bersisa, air mata kembali mengalir di matanya saat menyadari kebersamaanya dengan Theodore hanya bersifat sementara."Gia?" panggil suara
Alfonzo keluar dari kamarnya melewati Gia yang tengah duduk di ruang tengah dengan ponsel di tangan kanan wanita itu, Alfonzo mendekati wanitanya dan mengecup pelan pipi kanan Gia. "Hai," sapa Alfonzo dibalas senyum manis dari Gia."Hai, mau kemana? Kau terlihat sangat rapih?" tanya Gia diangguki oleh Alfonzo."Venezuela, ada temanku yang ingin bertemu," ujar Alfonzo diangguki oleh Gia."Kau akan kembali cepat kan? Tak mungkin bodyguard mu menggantikan posisimu tiga hari lagi," ucap Gia dengan senyum tipisnya."Tentu aku tak akan melewatkan saat dimana dirimu memakai gaun putih itu untukku," jawab Alfonzo seraya mencium sekilas kening Gia. "Aku pergi," pamit Alfonzo diangguki oleh Gia.Alfonzo menjalankan kakinya keluar dari mansion besarnya lalu memasuki mobil silver yang akan ia kendarai sendiri menuju bandara, pria itu menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang hingga lima belas menit kemudian ia telah sampai di landasan pribadi miliknya, pria itu segera memasuki jet pribadinya d
Alfonzo menuruni mobilnya dengan cepat, pria itu berjalan dengan dua anak buahnya di belakang dengan langkah kaki yang lebar dan mata yang menatap seisi hotel akhirnya Alfonzo menemukan dua orang pria di tengah hotel, segera Alfonzo menepuk bahu Leonardo hingga membuat pria itu membalikkan tubuhnya menatap Alfonzo. "Leo," sapa Alfonzo dengan mengulurkan tangannya dibalas oleh Leonardo."Mr. De Lavega," sapa Alfonzo pada Arthur dengan senyum manisnya."Al, kami bersyukur kau mau membantu kami.""Suatu kehormatan bisa membantu kepala mafia besar seperti Regnarok," ucap Alfonzo dengan senyum tipis di bibirnya. "Baiklah mari ikuti aku," lanjut Alfonzo mempersilahkan Arthur dan Leonardo semakin memasuki hotel.Alfonzo menuntun Arthur dan Leonardo menuju lift namun saat di dalam lift Alfonzo tidak menekan tombol lift tapi ia justru menekan sebuah tombol yang secara otomatis membawa lift itu ke bawah tanah.Setelah sampai di ruangan rahasia, Alfonzo pun mempersilahkan Leonardo maupun Arthur
Wedding Day'sGia menatap pantulan dirinya di cermin besar, gaun putih dengan beberapa hiasan mutiara di dada dan pinggang membuat Gia terlena menatap dirinya sendiri. Begitu sangat indah gaun yang dipilihkan oleh calon suaminya itu, seakan tau dan memahami bagaimana keinginan dan kesukaan dirinya, Gia menatap dirinya sendiri dengan senyum yang mengembang kisah dan ceritanya dengan Alfonzo seakan tak pernah tertebak akan sampai pada titik ini, titik dimana ia sudah percaya sepenuhnya pada pria yang dahulu menawannya di mansion besar penuh kemewahan, like a heaven?"Gia?" wanita itu membalikkan tubuhnya menatap sosok yang memanggil namanya tadi, dan senyum tak dapat lagi ia cegah saat melihat Florence di belakangnya saat ini."Flo?" panggil Gia dengan mendekatkan dirinya sendiri pada wanita yang tengah menggendong bayi mungil di dalam dekapannya."Astaga, ia tertidur sangat menggemaskan," ucap Gia seraya mencolek ujung hidung Alaizya."Baru saja tidur saat dibawa Daddy-nya ke taman," u
Gia terbangun dari tidurnya, wanita itu meraih penties miliknya lalu memakainya, ia juga meraih kemeja putih yang semalam di gunakan oleh Alfonzo untuk menutupi tubuhnya yang terbuka, selesai dengan tampilannya ia menjalankan kakinya menggeser pintu kaca yang menjadi pembatas antara kamar dan balkon lalu menopangkan lengannya di pembatas kaca balkon, wanita itu menyatukan rambutnya dan ia kesampingkan ke kiri seraya menikmati angin malam. Pikirannya berkecamuk, kini ia dan Alfonzo sudah menempuh proses lain dalam kehidupan seperti yang selalu ia impikan tapi ia teringat akan Theodore, bagaimana caranya mengatakan pada Alfonzo mengenai Theodore?Gia menghembuskan napasnya untuk menetralisir rasa sesak di dadanya dan menghentikan pikirannya yang tak berujung. Gia menggigit bibirnya berusaha terus berpikir meski ia berusaha menundanya tapi hal itu akan terjadi, kini yang harus ia siapkan adalah penjelasan apabila Alfonzo mengamuk bahkan berteriak di depannya karena membesarkan Theodore.