Wedding Day'sGia menatap pantulan dirinya di cermin besar, gaun putih dengan beberapa hiasan mutiara di dada dan pinggang membuat Gia terlena menatap dirinya sendiri. Begitu sangat indah gaun yang dipilihkan oleh calon suaminya itu, seakan tau dan memahami bagaimana keinginan dan kesukaan dirinya, Gia menatap dirinya sendiri dengan senyum yang mengembang kisah dan ceritanya dengan Alfonzo seakan tak pernah tertebak akan sampai pada titik ini, titik dimana ia sudah percaya sepenuhnya pada pria yang dahulu menawannya di mansion besar penuh kemewahan, like a heaven?"Gia?" wanita itu membalikkan tubuhnya menatap sosok yang memanggil namanya tadi, dan senyum tak dapat lagi ia cegah saat melihat Florence di belakangnya saat ini."Flo?" panggil Gia dengan mendekatkan dirinya sendiri pada wanita yang tengah menggendong bayi mungil di dalam dekapannya."Astaga, ia tertidur sangat menggemaskan," ucap Gia seraya mencolek ujung hidung Alaizya."Baru saja tidur saat dibawa Daddy-nya ke taman," u
Gia terbangun dari tidurnya, wanita itu meraih penties miliknya lalu memakainya, ia juga meraih kemeja putih yang semalam di gunakan oleh Alfonzo untuk menutupi tubuhnya yang terbuka, selesai dengan tampilannya ia menjalankan kakinya menggeser pintu kaca yang menjadi pembatas antara kamar dan balkon lalu menopangkan lengannya di pembatas kaca balkon, wanita itu menyatukan rambutnya dan ia kesampingkan ke kiri seraya menikmati angin malam. Pikirannya berkecamuk, kini ia dan Alfonzo sudah menempuh proses lain dalam kehidupan seperti yang selalu ia impikan tapi ia teringat akan Theodore, bagaimana caranya mengatakan pada Alfonzo mengenai Theodore?Gia menghembuskan napasnya untuk menetralisir rasa sesak di dadanya dan menghentikan pikirannya yang tak berujung. Gia menggigit bibirnya berusaha terus berpikir meski ia berusaha menundanya tapi hal itu akan terjadi, kini yang harus ia siapkan adalah penjelasan apabila Alfonzo mengamuk bahkan berteriak di depannya karena membesarkan Theodore.
Siang ini Gia dan Alfonzo berjalan menuju restoran milik pria itu yang sudah di sulap sedemikian rupa menyerupai sebuah pesta kecil yang entah Gia pun tak tau untuk apa Alfonzo melakukannya. Mereka duduk saling berhadapan tapi tatapan mata Alfonzo tak pernah lepas dari Gia.Gia yang di tatap sebegitu intens oleh Alfonzo pun hanya mampu menundukkam wajahnya menahan rona merah yang sudah menjalar di kedua pipinya. "Jangan menatapku seperti itu," lirih Gia pelan."Kenapa?" tanya Alfonzo seraya menyampirkan anak rambut Gia ke belakang telinga wanitanya."Aku malu," cicit Gia yang langsung membuat Alfonzo tersenyum bahkan pria itu telah mencuri ciuman singkat di pipi Gia.Sesaat setelah itu pelayan datang dengan troli yang berisi makanan, ia menghidangkan makanan untuk Alfonzo dan Gia tak lupa ia memberikan senyum tipis sebagai penghormatan untuk Tuan dan Nyonya-nya. "Silahkan, Sig," ucap pelayan itu dibalas dengan senyum Gia yang manis ia pun berlalu kembali ke pantry.Gia dan Alfonzo sal
"You're my Papà?" tanya Theodore polos dengan tatapan matanya yang berbinar.Alfonzo menganggukkan kepalanya pelan. "Like a Daddy?" tanya Theodore lagi yang kembali di balas antuasias oleh Alfonzo."You're not lying, are you?""No, I'm very serious. I even know your Mommy, I'm her husband. Like there is Mommy and there is Daddy," ucap Alfonzo membuat Theodore manggut-manggut di tempatnya duduk.Tapi tiba-tiba Theodore menubrukkan tubuhnya dan berakhir di pelukan Alfonzo. "Papà I'm scared, I need a warm hug.""Yes I am here with you, and I will give you my hug for you forever," ucap Alfonzo seraya mengusap sangat lembut sekali punggung Theodore. Tapi setelah itu.Dor! Dor! Dor!Suara rentetan senjata bersahutan terdengar, bahkan kini pelukan Theodore semakin mengerat di tubuh Alfonzo, Alfonzo langsung mencari sesuatu untuk membantunya tapi ia menemukan headphone dan penutup mata untuk tidur, ia segera meraihnya dan mengeluarkan ponselnya lalu menghubungkan headphone itu ke ponselnya ke
Gia terbangun dari tidurnya yang lelap, wanita itu mengerjabkan matanya beberapa kali sebelum menurunkan kakinya dari atas ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Tapi di tengah langkah kakinya, wanita itu langsung menampakkan wajah piasnya saat menyadari keberadaan sang putra yang tak lagi disisinya, ia dengan gerakan brutal berbalik arah dan menyibak dengan kasar selimutnya. "THEO! THEODORE!!" teriak Gia lantang, wanita itu keluar dari kamar dengan jantung yang gila-gilaan di dalam sana. Dengan gerakan cepat ia menuruni tangga tapi tatapan mata Gia terhenti pada kolam buatan dengan sedikit tambahan tempat berteduh di atasnya, kini Gia menjalankan kakinya ke depan halaman dan mendekati kolam itu.Gia menatap ke kanan dan ke kiri tapi ia tak menemukan Theodore maupun Alfonzo di sekitar halaman depan mansion. "Dimana kalian?!" rutuk Gia dengan desisan tajamnya."Morning," sapa seseorang membuat Gia menolehkan kepalanya dan mendapati Alfonzo dengan balutan bokser selutut dan Theodore d
Gia berlari menuju Alfonzo berada, ia menatap pria itu dengan bibir yang bergetar mengingat kemungkinan yang terjadi pada Bibi Marry-nya. "Al," panggil Gia dengan suara bergetar yang langsung membuat Alfonzo menolehkan kepalanya ke arah Gia."Ada apa Gia? Kau membutuhkam sesuatu? Atau ada yang terjadi padamu?" tanya Alfonzo dengan kerutan di dahinya."Bisa kita bicara, berdua saja," ucap Gia pelan dengan matanya yang menatap Theodore sekilas. Anak itu tidak memperdulikan Gia ia masih sibuk bergelayut manja di lengan Alfonzo."Sure," Alfonzo menjeda kalimatnya dan melirik ke kanan dan kiri lalu menemukan France di sekitar pagar. "FRANCE!" panggil Alfonzo dengan teriakannya.France yang mendengar namanya di panggil oleh Tuannya pun segera berjalan melangkahkan kakinya menuju Alfonzo berada, ia menundukkan kepalanya penuh hormat. "Ada apa, Sig?" tanya France pelan."Tolong jaga Theodore, aku akan bicara dengan Gia," ucap Alfonzo diangguki oleh asistennya."Yes, Sig," balasnya singkat.Al
Gia langsung lemas di dudukannya saat membaca pesan dari ponsel Alfonzo, Alfonzo yang melihat reaksi Gia pun segera meraih Gia ke dalam pelukannya ia memanggil France untuk membawa Theodore keluar agar anak itu tak melihat Gia yang tengah menangis saat ini. "Sst tenangkan dirimu, Gia," lirih Alfonzo dengan mengusap sangat lembut lengan atas Gia."B-Bagaimana bisa aku tenang? Bibi Marry, astaga ia tengah membutuhkanku, Al. Aku ingin ke sana sekarang juga," ucap Gia dengan menatap Alfonzo penuh permohonan."Ya, kita akan ke sana. Tapi kau tak boleh menangis seperti ini, Gia. Bagaimana jika Theodore bertanya mengapa kau menangis? Apa yang akan menjadi jawabanmu? Ia tak boleh tau dulu masalah Bibi Marry aku takut ia akan sangat sedih," ucap Alfonzo berusaha menenangkan."Aku sangat takut, bagaimana jika Bibi Marry_""Hentikan dulu, sekarang ganti bajumu aku akan mengubungi Sergio untuk menyiapkan jet pribadinya," ucap Alfonzo diangguki oleh Gia.Wanita itu berdiri dengan kakinya yang geme
Gia tetap menangis sedari dua menit yang lalu setelah mereka telah tiba di hotel yang di sewa oleh Alfonzo. Pria itu mendudukkan tubuh lemah sang istri ke sofa lalu memeluk Gia menenangkan. "Sst, ku yakin Bibi Marry sudah sangat bahagia karena telah bertemu dengan cintanya," bisik Alfonzo diangguki oleh Gia."Bagaimana caranya aku menjelaskan ini semua pada Theodore? Selama ini ia selalu bergantung pada Bibi Marry, sekarang apa yang akan aku jelaskan padanya, Al? Aku tak mampu," ujar Gia putus asa.Alfonzo mengangguk paham, ia mengusap sangat lembut kepala Gia. "Ia akan kuat, percayalah ia akan baik-baik saja," balas Alfonzo kembali menguatkan istrinya.Tiba-tiba obrolan mereka terhenti saat melihat sosok anak kecil dengan robot di tangannya yang tengah digendong oleh France, tapi yang membuat Gia langsung berdiri adalah wajah basah putranya. Ia langsung meraih tubuh Theodore dan menepuk punggungnya perlahan. "Hei ada apa dengan putra Mommy?" tanya Gia diakhiri ciuman lembut di kepala