Gia berlari menuju Alfonzo berada, ia menatap pria itu dengan bibir yang bergetar mengingat kemungkinan yang terjadi pada Bibi Marry-nya. "Al," panggil Gia dengan suara bergetar yang langsung membuat Alfonzo menolehkan kepalanya ke arah Gia."Ada apa Gia? Kau membutuhkam sesuatu? Atau ada yang terjadi padamu?" tanya Alfonzo dengan kerutan di dahinya."Bisa kita bicara, berdua saja," ucap Gia pelan dengan matanya yang menatap Theodore sekilas. Anak itu tidak memperdulikan Gia ia masih sibuk bergelayut manja di lengan Alfonzo."Sure," Alfonzo menjeda kalimatnya dan melirik ke kanan dan kiri lalu menemukan France di sekitar pagar. "FRANCE!" panggil Alfonzo dengan teriakannya.France yang mendengar namanya di panggil oleh Tuannya pun segera berjalan melangkahkan kakinya menuju Alfonzo berada, ia menundukkan kepalanya penuh hormat. "Ada apa, Sig?" tanya France pelan."Tolong jaga Theodore, aku akan bicara dengan Gia," ucap Alfonzo diangguki oleh asistennya."Yes, Sig," balasnya singkat.Al
Gia langsung lemas di dudukannya saat membaca pesan dari ponsel Alfonzo, Alfonzo yang melihat reaksi Gia pun segera meraih Gia ke dalam pelukannya ia memanggil France untuk membawa Theodore keluar agar anak itu tak melihat Gia yang tengah menangis saat ini. "Sst tenangkan dirimu, Gia," lirih Alfonzo dengan mengusap sangat lembut lengan atas Gia."B-Bagaimana bisa aku tenang? Bibi Marry, astaga ia tengah membutuhkanku, Al. Aku ingin ke sana sekarang juga," ucap Gia dengan menatap Alfonzo penuh permohonan."Ya, kita akan ke sana. Tapi kau tak boleh menangis seperti ini, Gia. Bagaimana jika Theodore bertanya mengapa kau menangis? Apa yang akan menjadi jawabanmu? Ia tak boleh tau dulu masalah Bibi Marry aku takut ia akan sangat sedih," ucap Alfonzo berusaha menenangkan."Aku sangat takut, bagaimana jika Bibi Marry_""Hentikan dulu, sekarang ganti bajumu aku akan mengubungi Sergio untuk menyiapkan jet pribadinya," ucap Alfonzo diangguki oleh Gia.Wanita itu berdiri dengan kakinya yang geme
Gia tetap menangis sedari dua menit yang lalu setelah mereka telah tiba di hotel yang di sewa oleh Alfonzo. Pria itu mendudukkan tubuh lemah sang istri ke sofa lalu memeluk Gia menenangkan. "Sst, ku yakin Bibi Marry sudah sangat bahagia karena telah bertemu dengan cintanya," bisik Alfonzo diangguki oleh Gia."Bagaimana caranya aku menjelaskan ini semua pada Theodore? Selama ini ia selalu bergantung pada Bibi Marry, sekarang apa yang akan aku jelaskan padanya, Al? Aku tak mampu," ujar Gia putus asa.Alfonzo mengangguk paham, ia mengusap sangat lembut kepala Gia. "Ia akan kuat, percayalah ia akan baik-baik saja," balas Alfonzo kembali menguatkan istrinya.Tiba-tiba obrolan mereka terhenti saat melihat sosok anak kecil dengan robot di tangannya yang tengah digendong oleh France, tapi yang membuat Gia langsung berdiri adalah wajah basah putranya. Ia langsung meraih tubuh Theodore dan menepuk punggungnya perlahan. "Hei ada apa dengan putra Mommy?" tanya Gia diakhiri ciuman lembut di kepala
Alfonzo kembali menurunkan tubuh Theodore dan segera keluar dari mansionnya memasuki mobil dan bergegas menuju kantor. Sesampainya di kantor, ia segera memasuki ruang pribadinya dan mulai memeriksa berkas-berkas di atas meja kerjanya. Alfonzo menggeser tubuhnya dan meraih ponsel guna menghubungi France, ia menekan salah satu tombolnya dan mulai berbicara. "France, masuk ke ruangan ku sekarang," perintah Alfonzo dan melepaskan tekanan tombolnya.Pria itu menunggu kehadiran sang asisten dengan menyatukan tangannya dan mengetukkan kakinya di lantai tak lama pintu berdercit dan menujukkan France dengan balutan jas biru navy-nya. "Anda memanggilku, Sig?"Alfonzo mengangguk mengiyakan. "Masuklah France," titah Alfonzo diangguki oleh France.Pria itu menjalankan kakinya dan berakhir di kursi yang berhadapan dengan Alfonzo ia menatap tuannya penuh tanda tanya pasalnya kemarin ia sudah menyelesaikan tugas dengan baik lalu mengapa tuannya memanggil di pagi hari seperti ini. "Ada apa, Sig?" tany
Alfonzo masih memeluk tubuh Gia dari belakang, mereka menikmati suasana yang indah di tengah laut. Sesekali mata mereka terpejam dengan Alfonzo yang mencerukkan wajahnya di leher Gia seraya mengecup wanita itu sangat lembut. "Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Gia dengan mengusap sangat lembut lengan Alfonzo."Entah, kau bisa katakan apa yang akan kita lakukan?" tanya Alfonzo balik dibalas gelengan pelan dari Gia."Kita bisa berenang, maybe?""Kau ingin kita semua tenggelam di tengah laut seperti ini?" tanya Alfonzo membuat Gia berpikir."Memangnya kau tak bisa berenang?" tanya Gia dibalas gelengan pelan dari Alfonzo, pria itu melepaskan rengkuhannya dan menarik tangan Gia untuk duduk di kursi yang terletak di samping yacht.Gia menatap Alfonzo sesaat setelah ia menduduki kursinya. "Apa?" tanya Gia yang merasa sedikit risih, pasalnya Alfonzo menatapnya tanpa celah."Aku hanya tak ingin kau tenggelam Gia, kalau aku memang bisa berenang tapi untuk uji coba renang, laut tidak di
Roma Alfonzo menatap Gia yang tengah tersenyum manis di sebelahnya saat ini, dengan Theodore yang berada di dalam gendongannya Alfonzo melangkahkan kaki memasuki mansion tempatnya dan Gia dulu. Alfonzo menghentikan langkah kakinya saat mendengar dering ponselnya, pria itu menatap Gia dengan tatapan penuh penyesalan kemudian menghembuskan napas sesaat setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya. "France menelpon, mungkin hendak mengatakan sesuatu yang penting," ujar Alfonzo sedikit menyesal tapi ia tau pasti, France akan mengatakan suatu hal yang penting jika tidak asistennya itu tak akan berani menghubunginya pada saat bersama dengan Gia.Gia mengangguk paham akan situasi Alfonzo, wanita itu meraih tubuh Theodore dan mulai melangkah memasuki mansion meninggalkan Alfonzo yang langsung berbalik arah membelakangi pintu mansion dan segera menggeser ikon hijau. "France,""Sig, maaf menganggumu seperti ini tapi ini sangat penting, mengenai permintaanmu padaku waktu itu aku sudah d
Maxime terpaku di tempatnya berdiri sesaat setelah mendengar teriakan menggema dari Gia, ia menatap wajah cantik Gia dengan pandangan penuh kepercayaan. Batinnya kalut, dimana Gia yang lembut dulu?"Haruskah aku katakan padamu Max, aku tak akan membiarkan kau mengambil anakku!" sentak Gia dengan lelehan air mata yang menderas."Baiklah jika memang kau tak ingin aku mengambil anakku, maka kau pun harus ikut bersamaku, Gia," ucap Maxime tanpa tau malu.Gia menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Maxime. Ia menatap Maxime dan menghembuskan napasnya. "Haruskah aku mengikuti ucapan bodohmu itu Max? Atau haruskah aku tertipu lagi dengan kata-kata sialanmu itu? Sudah cukup kau membuatku terluka dan aku tak akan biarkan siapapun melukaiku lagi, jangan lagi katakan apapun Max, sudah cukup," ucap Gia dengan penuh kesedihan di matanya.Rasa sakit datang bertubi-tubi seakan menghantamnya tanpa jeda dan Gia lelah menghadapi semua ini, dimana letak kebahagiaan yang Tuhan ciptakan untuknya? Sebegit
Alfonzo seakan tersadar dari sisi gelapnya, ia menatap wajah lelah Gia lalu mengalihkan tatapannya menatap punggung Theodore yang bergetar karena menangis saat ini. "Hentikan, kalian membuatnya takut. Tolong biarkan kami pergi dan silahkan saling membunuh aku tak perduli" lirih Gia dengan meremas jas yang Alfonzo pakai."Gia aku tak mendengar mu, maaf," ucap Alfonzo dibalas gelengan pelan dari Gia.Wanita itu membalikkan tubuhnya menatap Maxime kemudian.Plak!"Jika kau datang hanya untuk membuat kerusuhan dan membuat hidupku bertambah sakit, lebih baik kau pergi karena kau berhasil. Dan tolong Max, berhenti mengganggu hidupku dan putraku. Hanya ia yang tersisa diantara harapanku, jangan membuatku bertindak di luar logis saat kau mengambilnya karena aku tak akan izinkan. Pergilah jika kau sudah puas menyiksaku," lirih Gia dengan kesedihan di matanya.Maxime menggelengkan kepalanya tak membenarkan ucapan Gia. "Jangan berkata seperti itu, Gia. Aku tak bermaksud untuk mengacaukan hidupmu