"G-Gia?" Maxime terbelalak saat menatap wanita yang setahunya sudah mati tiga tahun yang lalu, namun apa ini? Mengapa Gia tampak terlihat sangat sehat dan bugar di hadapannya saat ini.Gia menganggukkan kepalanya sesaat setelah menjalankan kakinya mendekati Maxime yang masih terpaku akibat kedatangannya yang tiba-tiba."Mengapa Max? Kau terkejut dengan kedatanganku? Atau kau pikir kau di datangi oleh arwah ku? No, Max. Aku belum mati, aku benar-benar Gia. Wanita yang kau hancurkan hidupnya tiga tahun lalu," ucap Gia seakan mengerti pemikiran dari Maxime.Pria itu tampak pucat di tempatnya, ia segera berjalan mendekati Gia dan menelisik wanita di hadapannya dengan tajam tanpa celah."Gia, aku_""Bagaimana kehidupanmu setelah mendapatkan club milikmu kembali, Max?""Gia maafkan aku, saat itu aku benar-benar buntu. Aku merasa bersalah atas kelakuan bodohku dengan mengorbankanmu, aku ingin membuatmu tutup mulut dengan cara baik-baik agar Leonardo tak marah padaku, namun di sisi lain aku b
Gia memakan makan siang yang dibuatkan Lilia untuknya dengan pelan, pikiran wanita itu berkelana pada sosok Alfonzo yang sedikit membuatnya kasihan. Dirinya yang kehilangan Leonardo untuk yang kedua kali saja sudah sangat amat menyakitkan, lalu bagaimana dengan Alfonzo yang ditinggalkan oleh istri dan calon anaknya, sungguh! Gia tak bisa membayangkan apabila ia berada di posisi Alfonzo."Gia?" panggil Lilia dengan menggenggam tangan Gia erat saat menyadari sahabatnya itu melamun."Ya? Em jangan khawatirkan aku Lilia. Aku baik.""Aku bahkan belum bertanya padamu Gia, hm." Lilia menyatukan tangannya kemudian menatap Gia dengan tatapan tajamnya. "Aku tau kau mungkin memikirkan Leonardo, bukan? Ia telah menikah dengan seorang wanita biasa, ya sepertiku yang hanya tinggal di apartemen namun ia lebih sedikit kekurangan. Mereka menikah karena kecelakaan.""Maksud mu dengan kecelakaan?" tanya Gia dengan mengangkat satu alisnya.Lilia tersenyum lembut lalu meraih sebotol wine dan menuangkannya
Gia dengan cepat menghapus air matanya dan menegakkan tubuhnya lalu menjalankan kakinya menuruni tangga dan mendekati Florence yang tengah memeluk Karin saat ini."Istri tak berguna!!" rutuk Gia tajam pada Florence.Florence langsung menatap Gia dengan mata sembabnya, ia terus menatap teman kecil suaminya yang tengah memperlihatkan wajah marahnya. "Kau tau! Karena mu Leonardo sampai seperti ini! Harusnya kau tak memberi udang di dalam dimsum itu! Sekarang lihatlah apa yang sudah kau lakukan! Karena mu Leonardo sesak napas saat ini!" sentak Gia beruntun pada Florence.Florence menegang ditempatnya, ia terus saja mengeluarkan air matanya. "A-Aku benar-benar tak tau Leo alergi udang," cicit Florence ditengah-tengah tangisannya."Tak tau?! Berarti kau memang istri yang tak berguna!" sentak Gia lagi semakin memojokkan Florence."Kau tak tau apa yang tak seharusnya dimakan oleh suami mu sendiri!! Artinya kau tak cukup baik mengenalinya!!" ucap Gia dengan menunjuk wajah Florence dengan telun
Leonardo memanggil pelayan restoran dan meraih beberapa uang di dalam dompetnya dan memberikannya pada si pelayan. "Tuan ini terlalu banyak," ucap si pelayan kembali menyerahkan sisa uang Leonardo."Itu tip untukmu," jawab Leonardo menolak uang itu.Si pelayan langsung tersenyum sumringah, ia lalu menatap Florence dan Leonardo bergantian. "Istriku sedang hamil," adu Leonardo dengan cengirannya."Ah iya?" tanya si pelayan dan dibalas anggukkan pelan dari Florence."Ku doakan anak kalian akan jadi anak yang cantik atau tampan terlihat dari orang tuanya yang tampan dan cantik. Semoga bayi kalian selalu sehat, dan nyonya juga," doa si pelayan."Terimakasih banyak," ucap Florence dengan senyum manisnya.Setelah itu mereka kembali memasuki mobil dan mobil itu pun kembali bergerak menuju mall.Setelah sampai di parkiran mall, Leonardo dengan sigap membukakan pintu mobil untuk istrinya. Lalu ia mengapit lengan Florence sementara Gia tetap mengikuti mereka dari belakang.Leonardo menghentikan
Alfonzo terus memeluk tubuh Gia yang tertidur di dalam dekapannya saat ini, pria itu menyampirkan anak rambut Gia tepat di belakang wanita itu, ia pandangi wajah damai Gia hingga ia baru sadar bahwa wanita itu tampak sangat berbeda saat ia bangun."Sig?""Hm?" balas Alfonzo dengan deheman atas panggilan dari supirnya. "Kemana kita akan pergi?" tanya si supir membuat Alfonzo mengangguk paham."Kembali ke panthouse ku," ujar Alfonzo dibalas anggukan patuh dari sang supir.Sesampainya di panthouse, Alfonzo segera membawa tubuh Gia dan ia membuka pintu panthouse-nya dengan satu kaki kemudian melanjutkan langkah kakinya semakin memasuki panthouse tersebut. Pria dengan tubuh tinggi tegap itu merebahkan tubuh Gia di atas ranjangnya yang berselimut putih kemudian menaikan selimut tersebut hingga menutupi tubuh Gia. Ia pandangi lagi wajah wanita itu, kemudian mencium pipinya lembut penuh perasaan.***Keesokan paginya, Alfonzo bangun dari tidurnya yang kurang nyaman, wajar karena ia tidur di s
Keheningan benar-benar menyiksa Florence, Gia sama sekali tak berniat membuka suara. Florence gemas dengan keadaan ia pun meneguk air lalu berdehem. "Gia," panggil Florence mendongakkan kepala Gia."Ya?""Aku ingin minta maaf atas perlakuan dan kata-kataku padamu waktu itu," sesal Florence dengan tulus."Ya tak apa," balas Gia tak berselera."Aku juga tak paham, bagaimana bisa aku bisa mengatakan hal yang bisa menyakitimu waktu itu.""Tak usah pikirkan, aku bisa paham keadaanmu.""Terimakasih.""Aku juga salah, tak seharusnya aku terus mengejar suamimu.""Gia.""Aku melupakan fakta bahwa kau tengah mengandung anak dari pria yang kucintai, aku tak perduli dengan keadaanmu. Yang selalu aku pikirkan adalah cara mendapatkan Leonardo, aku menyesal, Flo. Aku malu menatapmu, aku tak bisa berpikir jernih. Maafkan aku."Florence terenyuh saat mendengar setiap kata yang diucapkan Gia. Wanita itu segera memutar meja dan berdiri tepat di samping Gia. Florence menarik tangan Gia agar berdiri dan m
Alfonzo menatap Gia yang sudah berjalan menuju kamarnya yang terpisah. Ya, Alfonzo memutusakan untuk memisahkan kamar mereka agar Gia bisa merasa nyaman atas kedekatan mereka yang bisa dibilang memulai kembali dari awal. Alfonzo menolehkan kepalanya ke belakang dan menatap Gia yang tampak tengah membuka knop pintunya. "Gia?" panggil Alfonzo membuat Gia menolehkan kepalanya ke belakang dan menatap pria itu dengan penuh tanda tanya."Hm?""Tidak, aku hanya ingin mengatakan sesuatu," ucap Alfonzo dibalas balikan badan dari Gia."Apa?" tanyanya balik."Selamat malam," ujar Alfonzo dengan senyum tipis di bibirnya.Gia balas tersenyum pada pria itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya, selamat malam juga untukmu," ucap Gia dengan pelan.Gia kembali membalikkan tubuhnya lalu memutar knop pintu dan mendorong pintu tersebut bahkan hendak melangkahkan kakinya memasuki kamar namun hal itu terhenti saat suara Alfonzo kembali menyapa pendengarannya. "Gia?"Gia kembali membalikkan tubuhnya dan men
Gia menolehkan kepalanya ke arah Alfonzo yang tengah serius menyetir tepat di sampingnya saat ini, wanita itu meremas tangannya yang terasa dingin ia menggigit bibirnya risau. Namun tiba-tiba bisa Gia rasakan genggaman erat dari Alfonzo. "Kenapa Gia?" tanya Alfonzo dengan satu alisnya yang terangkat. Gia menggelengkan kepalanya dan ia hanya mampu menghembuskan napasnya pelan. "Aku hanya sedikit takut," jawabnya.Alfonzo mengusap rambut wanita itu kemudian menggenggam tangannya lagi. "Apa yang kau takutkan, Gia? Aku akan berada di sampingmu," ucap Alfonzo dengan nada rendahnya.Gia mengangguk setuju ia menatap kembali ke depan lalu berucap. "Belok kiri," ucapnya langsung di wujudkan oleh Alfonzo. Mobil hitam Alfonzo menepi tepat di depan club yang Gia beri tahu lalu mereka pun keluar bergantian.Alfonzo menatap Gia dan meraih lengan wanita itu. "Kenapa kita ke club?" tanya Alfonzo pelan. Gia tersenyum mendengar pertanyaan dari Alfonzo ia hanya menarik tangan Alfonzo memasuki club ters