Suara dentingan sendok yang beradu cepat membuat Lexa mengerutkan dahinya bingung. Wanita itu mengalihkan pandangannya dari salad yang dia makan dan mulai menatap Chris.
Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi dan tidak biasanya Chris sudah rapi dengan pakaian kantornya. Sebenarnya Lexa juga jarang untuk berkunjung ke penthouse, tapi entah kenapa pagi ini dia begitu merindukan pria itu.
Sudah 2 hari dia ke Paris untuk pemotretan dan Chris sama sekali tidak menghubunginya. Lexa tidak heran untuk yang satu itu karena memang pria itu tidak pernah menghubunginya.
"Ada apa denganmu?" tanya Lexa bingung.
"Lapar." Hanya jawaban singkat yang Chris keluarkan.
"Apa yang membuatmu pagi-pagi sudah rapi? Biasanya kau masih berada di bawah selimut."
Chris meminum air putihnya dan berdiri, "Aku sibuk. Jika kau ingin pulang, biar Anton yang mengantarmu. Aku bisa menyetir sendiri."
Dengan kesal Lexa berdiri tegak membuat kursi yang didudukinya terdorong ke belakang diiringi dengan suara yang nyaring. Hal itu menghentikan langkah Chris yang akan keluar dari penthouse.
"Ada apa denganmu?" tanya Chris bingung.
"Seharusnya aku yang bertanya?! Ada apa denganmu?"
Chris berdecak dan kembali berbalik, "Jangan membicarakan hal yang tidak penting Lexa. Sebaiknya kau pulang atau pergi bersama temanmu sana."
"Demi Tuhan, Chris. Aku baru saja kembali! Apa kau tidak merindukanku?"
"Jangan konyol, kau tahu jawabannya." Chris terkekeh sinis sambil merapikan dasinya pada cermin yang merupakan hiasan di ruang tamu.
"Aku tunanganmu!"
"Aku hanya menuruti permintaan Nenek jika kau lupa," ucap Chris acuh dan bergegas keluar penthouse-nya.
Lexa melempar garpu yang dia pegang dengan kesal, "Lihat saja Chris! Aku akan memberitahu Nenek tentang ini!"
"Lakukan sesukamu." Pesan terakhir Chris sebelum pintu lift benar-benar tertutup.
Lexa menghela nafas kasar dan kembali duduk di kursi makan. Pikirannya berkecamuk, hatinya merasa kesal yang teramat dalam untuk Chris. Selama hampir 1 tahun bertunangan, tidak ada perubahan yang berarti pada hubungan mereka. Chris memang membutuhkan Lexa untuk menyalurkan kebutuhannya tapi hanya sekedar itu saja. Chris tidak pernah menganggapnya lebih. Pria itu selalu menganggap Lexa sama dengan wanita lainnya yang pernah singgah di hidupnya.
Pada awalnya memang Lexa terlihat senang dengan perjodohan ini. Pewaris tunggal perusahaan Auredo merupakan masa depan yang cerah untuknya. Selain harta, keberadaan Chris juga akan mengangkat namanya dalam dunia permodelan. Hal itu dapat dibuktikan dengan terpilihnya dia sebagai Angel dalam salah satu acara fashion yang cukup ternama.
Oh ayo lah! Semua wanita menginginkan itu bukan?
***
Cindy menatap ke sekitar dengan waspada. Langkahnya melaju dengan cepat takut jika akan bertemu dengan orang yang dia hindari pagi ini. Cindy memasang tudung hoodie-nya dan berbelok masuk ke dalam supermarket. Dia ingin membeli roti untuk sarapan.
Sejak semalam dia belum makan sama sekali karena harus bermalam di rumah Rose. Wanita itu kembali membutuhkannya ketika harus menginap untuk bekerja.
Di dalam supermarket pun Cindy masih memakai tudung hoodie-nya rapat. Bukan tanpa alasan dia melakukan ini. Cindy hanya ingin menghindari Chris. Dia tidak mau jika pria itu kembali datang dan mengantarnya ke kampus.
Cindy memang tidak lagi diejek oleh temannya sejak kemarin, tapi pandangan mata mereka tidaklah berubah sama sekali. Mereka memang berhenti mengejeknya, tapi Cindy masih mendapatkan tatapan sinis dan bisikan setan di sekitarnya. Tentu saja itu berhubungan dengan munculnya gossip tentang dia dan Chris. Siapa yang tidak mengenal pemilik kampus incaran mahasiswa itu?
Cindy meletakkan roti yang dia ambil secara asal ke meja kasir. Dia tidak ingin membuang waktu lama untuk berkeliaran di jalan. Dia takut jika Chris akan menghalangi langkahnya lagi.
"Terima kasih," ucap Cindy begitu selesai membayar rotinya.
Dia berbalik dengan menunduk. Tanpa memperhatikan sekitar, Cindy menubruk tubuh seseorang yang berdiri di belakangnya sedari tadi. Gadis itu terdiam, dengan masih menunduk pun dia tahu jika pria yang ada di hadapannya adalah pria yang ia hindari. Cindy dapat mengetahui itu dari parfum yang Chris kenakan setiap hari, begitu harum dan memabukkan.
"Kau menemukanku," bisik Cindy melepas tudung hoodie-nya.
"Kau tidak akan bisa lari dariku."
Cindy mengangkat wajahnya dan menatap Chris aneh, "Aku tidak lari, jangan bodoh." Cindy berlalu begitu saja keluar dari supermarket.
"Aku tahu jadwalmu. Jam 10 pagi dan kau memilih berangkat jam 8, kenapa?" tanya Chris mengikuti langkah Cindy.
"Menghindarimu." Jawabnya begitu singkat, padat, dan tidak berperasaan.
Cindy dapat mendengar Chris tertawa di belakangnya. Pria itu benar-benar aneh pagi ini. Cindy pikir Chris akan memarahinya seperti biasa, tapi ternyata tidak. Pria itu terlihat santai namun tetap menyebalkan.
"Kau sedang tidak berpikir untuk kabur lagi bukan? Aku sudah berada di sini jika kau lupa."
Cindy menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Chris, "Apa kau pikir aku bisa kabur setelah kau sudah menangkapku basah seperti ini?"
Chris menyeringai, "Tentu saja tidak!"
"Jadi di mana mobilmu?"
Chris mengeluarkan kuncinya dan suara kunci mobil yang terbuka terdengar. Cindy mengedarkan pandangannya ke seluruh parkiran dan tidak menemukan mobil hitam milik Chris. Namun begitu melihat Chris berjalan ke arah mobil sport putihnya, Cindy langsung mengangguk paham.
"Aku sarankan jangan memakai mobil bagus jika bersamaku," ucap Cindy ketika sudah berada di dalam mobil.
"Kenapa?"
"Aku terlau sensitif jika berdekatan dengan mobil bagus. Ingin rasanya aku menggunakan kukuku untuk merusak mobil ini."
Chris kembali menyeringai, "Coba saja, tapi aku lebih suka jika kau menggunakan kukumu di tubuhku."
Cindy menatap Chris terkejut. Senyuman vulgar yang Chris keluarkan membuat Cindy mengumpat dan memukul pria itu dengan tasnya.
"Sialan! Jangan lakukan itu lagi! Menjijikkan." Chris tertawa dan berusaha menghindar dari pukulan Cindy.
Mobil mulai berjalan menembus ramainya jalanan kota yang telah ramai. Mata Chris melirik Cindy yang masih merengut di sampingnya. Senyum tipisnya kembali muncul, dia mengusap dagunya dan kembali melirik Cindy.
Lihatlah wajah kesal itu, ingin rasanya Chris dapat melihat itu setiap hari.
***
Sore itu, Chris keluar dari kantornya karena merasa jenuh. Jika ada penghargaan untuk kategori pemimpin termalas maka dia yang akan mendapatkannya, tapi anehnya uangnya selalu mengalir setiap saat tanpa peduli jika dia bekerja dengan baik atau tidak.
Chris masuk ke dalam mobil sambil mematikan ponselnya. Dia malas jika harus menerima telepon dari Lexa yang mengatakan jika wanita itu masih berada di penthouse-nya dan telah siap dengan pakaian seksinya.
Jika dulu, mungkin Chris akan tergoda. Meskipun hubungan mereka terjalin tanpa perasaan tapi tetap saja, pria mana yang betah jika terus digoda seperti itu? Tentu Chris tidak akan menyia-nyiakannya begitu saja. Karena itulah Chris selalu berpikir jika semua wanita adalah sama. Mereka hanya ingin hidup bergelimang harta tanpa peduli dengan status tanpa cinta yang mereka jalani. Namun akhir-akhir ini Chris mematahkan pikiran itu. Semua itu hanya karena seorang gadis kaku yang bernama Cindy.
Cindy terlihat berbeda dari kebanyakan wanita yang dia temui. Gadis itu tidak bersikap genit ketika bertemu dengan pria tampan sepertinya, dia selalu protes jika Chris memberinya barang-barang yang mewah, dan yang terpenting, Cindy tidak peduli dengan kasta seseorang, karena dalam prinsipnya, jika seseorang melakukan kesalahan maka dia akan menghujani orang itu dengan kalimat tajamnya. Chris telah merasakan itu, semuanya.
"Nona Lexa menghubungi saya, Tuan," ucap Anton mulai menjalankan mobilnya.
"Biarkan."
"Dia tunangan Anda, bukankah lebih baik jika Tuan memperbaiki hubungan yang ada." Saran Anton membuat Chris tersenyum sinis.
"Kau tahu aku tidak menyukainya, Anton. Semua ini hanya permintaan Nenek. Seharusnya kau juga tahu jika menikah tidak masuk ke dalam daftar keinginanku."
Anton mengangguk paham, "Saya tahu."
Chris kembali terdiam dan menatap jalanan dengan malas. Dia ingin membuka ponselnya sekarang, tapi malas jika Lexa akan kembali menghubunginya dan mengirimkan foto seksi.
"Bisa kau telepon adikmu, Anton? Aku ingin melihat Cindy."
Anton sedikit menoleh dan memberikan ponselnya, "Sepertinya jangan dulu. Mereka sedang berada di kantin sekarang."
Chris mengerutkan keningnya dan mulai membuka ponsel Anton. Dilihatnya pesan dari Alice dan menemukan banyak foto Cindy yang diambil secara diam-diam dari jarak jauh.
"Adikmu melakukan pekerjaannya dengan baik," gumam Chris masih menatap foto Cindy di ponsel Anton.
Anton tersenyum, "Dia berterima kasih padamu, Tuan. Tidak ada pekerjaan mudah seperti ini dengan gaji yang besar."
Chris menggelengkan kepalanya jengah dan mengembalikan ponsel Anton.
Lihat, semua wanita sama bukan? Kecuali Cindy tentu saja.
***
Chris berjalan ke arah kasir dengan langkah yang pasti. Matanya menatap pegawai kasir itu dengan tajam seolah sedang meneliti sesuatu. Sebelah alis Chris terangkat begitu orang di hadapannya itu tidak mengenalinya sama sekali. "Apa kau akan terus diam dan tidak menyapaku?" Chris membuka suara membuat pemuda yang ada di hadapannya tersentak dan menatap Chris dalam. Sedetik kemudian pria itu tergagap dan mundur selangkah, "Kau malaikat pembawa beasiswa itu bukan?" Chris terkekeh, "Konyol sekali julukanku." "Maaf, Tuan. Aku tidak bermaksud melupakan wajahmu tap—" Ucapan Caleb terhenti begitu Chris mengangkat sebelah tangannya, "Panggil aku Chris." "Ba—baik, Chris." "Jadi?" Chris menatap keadaan supermarket itu dengan pandangan menilai, "Sudah berapa lama kau bekerja di sini?" "Baru 3 hari. Aku bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan di sini, karena sulit sekali rasanya mencari pekerjaan saat masih bersekolah." Chris m
Tatapan tajam itu masih menatap dua orang yang tengah berbincang di taman gelap dengan amarah yang memuncak. Lexa berdesis dan memukul setir mobilnya kencang.Sialan!
Terlihat seorang pria tengah berbaring di atas ranjangnya dengan malas. Matanya menatap ke arah ponsel yang menampilkan video Cindy yang tengah berjalan ke arah halte untuk menaiki bus. Senyum Chris merekah begitu Cindy menuruti ucapannya untuk menaiki bus. Dia tidak tega jika harus melihat gadis itu pergi ke sana-ke mari dengan berjalan kaki. Pasti itu sangat melelahkan.Chris mengeratkan selimutnya dan menutup ponselnya begitu rekaman Cindy telah habis. Pria itu kembali menutup matanya untuk kembali tidur, tapi ketukan keras pada pintu kamarnya membuatnya membuka matanya kembali.Dahi Chris berkerut bingung. Siapa yang berani masuk ke dalam kediamannya tanpa memberi tahu? Tidak mungkin jika Lexa karena wanita itu sudah berangkat ke Jerman tadi pagi."Chris!" teriak seorang wanita dari luar sana yang membuat Chris langsung terduduk di kasur.Kesal karena istirahatnya terganggu akhirnya Chris turun dari ranjang dan menemui Neneknya yang entah kenapa tiba-
Suara helaan nafas itu kembali terdengar di dalam bilik toilet. Cindy memainkan jari-jarinya dan terduduk di atas toilet dengan gelisah. Telinganya dengan waspada mendengarkan keadaan di luar sana. Takut jika ada orang yang masuk ke dalam toilet, orang- orang yang sangat dia hindari saat ini.Demi Tuhan! Lima belas menit lagi kelas Cindy akan dimulai dan dia masih tidak berani untuk keluar sekarang. Telur busuk sudah cukup untuk mengotori rambutnya tadi dan dia tidak ingin tanah yang akan mendarat di tubuhnya.Iya, Cindy mendapatkan kesialan itu lagi. Dia pikir teman-temannya akan jera, namun ternyata tidak. Setelah dia mulai berangkat sendiri tanpa Chris, teman-temannya mulai berbuat nekat lagi dan kali ini adalah puncaknya. Dia harus rela meninggalkan kelas pertama untuk mengunci diri di toilet guna mencuci rambutnya yang berbau busuk.Chris di mana kau? Aku membutuhkanmu.Cindy kembali menghela nafas kasar dan berus
Pagi yang terik itu tidak menghentikan langkah Cindy untuk segera berangkat ke tempat Violet. Hari ini dia memutuskan untuk tidak pergi ke kampus. Rasa takutnya akanbullyjauh lebih besar dari rasa takutnya pada ancaman Chris. Oh ayo lah! Siapa yang mau jika harus mandi lumpur di pagi hari? Cindy mengeratkanhoodiemerahnya dengan menunduk, menunggu mobil yang melaju di depannya berhenti. Tepat di seberang jalan sana adalah gedung apartemen Rose, dia harus sampai di sana sebelum Violet bangun.
Keadaan ruangan yang sunyi membuat pria yang duduk di kursi kerjanya terlihat lebih tampan berkali-kali lipat. Suara detik jam yang berdenting membuat Chris berkedip, tapi dia masih diam dengan dahi yang berkerut, menatap lantai dengan pandangan seriusnya. Otaknya sedang berpikir keras sekarang. Berpikir tentang bagaimana caranya agar Cindy kembali ke dalam genggamannya, kembali ke pada lingkaran hidup yang sudah dibuat olehnya secara istimewa.Semalam mata elang itu tidak bisa terpejam sedikitpun. Lagi-lagi otaknya yang biasanya cerdas mulai bingung tidak tahu harus melakukan apa untuk kembali menarik Cindy ke dalam hidupnya. Bisa saja Chris memilih
Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Chris menatap rumah itu dengan seksama, menunggu seseorang yang dia cari keluar dari sana untuk memulai aktivitas.Setelah rapat tadi, entah kenapa Chris ingin melihat wajah Cindy. Meskipun gadis itu berusaha menghindarinya, namun tidak ada yang bisa menentang kuasa seorang Chris bukan? Biar saja masalahtolong-menolongitu berhenti sejenak. Chris hanya ingin mengganggu Cindy hari ini dan membuatnya kesal, itu saja.Chris beranjak keluar dan bersandar pada pintu mobilnya. Sebentar lagi gadis itu akan keluar dan itu benar. Gadis itu keluar dari rumahnya dengan mendorong sebuah kursi roda yang diduduki oleh seorang wanita paru baya. Chris yakin jika itu adalah Ibu Cindy.Kesempatan bagus.Chris berjalan mendekat dengan tersenyum. Seolah mendapatkan sinyal bahaya, Cindy mengalihkan pandangannya dan terkejut mendapati Chris.
Cindy merangkai buket bunga di hadapannya dengan cekatan. Di pagi hari seperti ini, otaknya akan berjalan dengan kreatif jika harus diminta untuk merangkai bunga. Entah kenapa hari ini dia tidak mengajak Violet ke taman seperti biasa dan langsung ke toko bunga, meninggalkan Violet yang tengah bermain bersama Ron. Kadang pria itu juga bisa diandalkan."Kenapa kau berhenti kuliah, Cindy? Sangat disayangkan," tanya Bibi Jane yang sedang duduk di sampingnya.Cindy menghentikan gerakan tangannya dan menghela nafas, "Aku lelah, Bi. Mereka semua memperlakukanku dengan tidak baik. Aku lebih nyaman di sini bersamamu dan Ron.""Chris setuju dengan keputusanmu?" Pertanyaan Bibi Jane membuat Cindy terdiam. Dia lupa dengan satu hal. Sejak kapan Bibi Jane mengenal Chris?"Dari mana kau mengenal pria menyebalkan itu, Bi?"Bibi Jane tertawa pelan, "Dia memang menyebalkan, tapi dia anak yang manis, Cindy."Cindy mengerutkan keningnya tidak suka, "Manis bagai
Maria mendorong kursi roda yang diduduki oleh gadis berwajah muram ke arah taman. Sejak masuk ke dalam yayasannya, Maria tidak pernah melihat senyum di bibir gadis itu. Mungkin dia masih mengalami trauma atas kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya. Kini gadis yang bernama Nessa itu hanya hidup sendiri dan kerabatnya dengan tega memasukkannya ke yayasan orang berkebutuhan khusus.Nessa memang tidak bisa berjalan, tapi bukan berarti dia tidak akan pernah bisa berjalan lagi. Jika dia mau, perawatan medis dapat membantu kakinya kembali berjalan. Namun entah kenapa Maria tidak merasakan adanya semangat dari diri Nessa. Tatapan gadis itu selalu kosong dan menampakkan kesedihan.Maria tersenyum menatap Caleb yang tengah bermain basket dengan anak-anak yayasannya. Pria itu tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan dan mempesona."Jika kau mau, kau bisa bermain basket bersama mereka." Tawar Maria menyentuh pundak Nessa. Lagi-lagi tidak ada jawaban yang dia terima.
Wajah penuh keringat itu mendongak dengan suara yang tertahan. Matanya terpejam seolah menikmati apa yang baru saja dia alami. Setelah itu, tubuh besar Chris jatuh di atas tubuhnya. Tidak terlalu lama, karena Chris sadar akan perut Cindy yang sudah besar. Pelepasan yang sempurna."Apa kita harus menyelesaikan perdebatan dengan bercinta?" tanya Cindy geli.Dia sangat ingat ketika Chris marah hanya karena melihatnya menggunakan sepatu ber-hak tinggi ketika kuliah. Pria itu tanpa ragu melempar semua koleksi sepatunya ke kolam renang dari balkon kamar mereka. Sebenarnya Cindy tidak berniat menggunakan heels, namun entah kenapa bayinya menginginkan itu."Kau yang memulai." Chris meraih pinggang Cindy dan memeluknya erat."Apa? Kau saja yang selalu marah-marah." Cindy cemberut.Chris menghela nafas kasar, "Apa kita akan berdebat lagi? Jika iya, aku masih kuat untuk ronde kedua.""Jangan konyol!" Cindy mendorong wajah Chris
Suasana tegang di dalam sebuah kamar itu semakin menakutkan saat Cindy tidak lagi membuka mulutnya. Wanita itu memilih diam dan membiarkan Chris melakukan apa yang dia mau dan dia suka. Toh, ucapannya juga tidak akan mempengaruhi isi kepala Chris yang seperti batu.Tangan Cindy dengan lincah membalik lembar halaman buku yang dia baca. Dia masih mengabaikan Chris yang bersandar pada lemari dengan tubuh basahnya. Suara helaan nafas dari Chris pun tidak membuat Cindy beralih. Dia sudah membulatkan tekat untuk diam dan menurut. Itu yang Chris mau."Baiklah, kau ingin nuansa warnapeach?Kau mendapatkannya, Cindy." Chris mengambil sebuah baju dan memakainya cepat.Cindy yang mendengar ucapan suaminya pun menutup bukunya cepat dan berteriak senang. "Akhirnya!" Cindy mulai berdiri dan menghampiri suaminya."Kau selalu melakukan itu." Chris bergumam tanpa menatap Cindy yang berada di belakangnya.Tangan kecil itu perlahan melingkar denga
Chris keluar dari bilik telepon umum setelah berhasil menghubungi Ron. Dia hanya memberi informasi jika dia baik-baik saja dan akan segera menjemput Cindy. Perkataan Anton terngiang-ngiang di otaknya. Apa yang Cindy lakukan di gudang Auredo? Bahkan Chris harus menempuh waktu 3 jam untuk sampai di tempat itu.Perjalanan terasa begitu lama dan Chris kesal dengan itu. Rasa nyeri di kepalanya tidak sebanding dengan rasa nyeri di hatinya. Demi apapun, jika istrinya tidak dalam keadaan baik. Chris akan menghukum dirinya sendiri. Semua ini salahnya. Jika tidak datang ke rumah terkutuk itu semua ini tidak akan terjadi.***Anton menatap pintu berwarna putih di hadapannya dengan ragu. Setelah melihat mobil merah di teras rumah Cindy, dia yakin jika Lexa berada di dalam sana. Perlahan tangan itu terangkat untuk mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka dan muncul Ron yang menatapnya aneh, tapi itu tidak bertahan lama karena Ron langsung melayangka
Lexa berdiri dengan kaku. Rasa semangatnya yang berkobar mendadak hilang entah ke mana. Jujur saja, rumah besar di hadapannya sedikit memberikan rasa trauma. Namun demi Cindy, dia akan memberanikan diri. Dengan tangan yang mengelus perutnya, Lexa berjalan menghampiri Ron yang tengah berbicara dengan penjaga gerbang. Tak lama pagar besar itu terbuka membuat Lexa reflek menarik lengan Ron."Kita harus hati-hati. Ada iblis di dalam sana," bisik Lexa pelan."Kau yang harusnya hati-hati." Ron mendengus dan melirik perut buncit Lexa.Mereka bergegas masuk ke area rumah tanpa rasa ragu. Ron sudah sering datang, begitupun juga Lexa. Namun mereka tidak tahu apa semuanya masih sama setelah apa yang terjadi akhir-akhir ini?"Kenapa kau begitu yakin jika Anton berada di sini?""Perasaanku kuat." Lexa mengedikkan bahunya acuh.Tangan Ron yang akan mengetuk pintu seketika terhenti ketika mendengar suara di belakangnya. Lexa dan Ron kompak menoleh dan mend
Chris terengah dengan tangan yang penuh akan darah. Di hadapannya sudah ada 3 penjaga yang tumbang karena menahannya untuk pergi. Melihat situasi rumah yang tampak sepi, Chris dengan cepat keluar dari kamar. Sudah dua hari dia di rumah ini dan tidak ingin lebih lama lagi untuk tinggal. Rumahnya bukan di sini, melainkan tempat sederhana di mana dia merasakan apa itu kehangatan keluarga."Tuan Chris!" teriak Anton yang melihat kepergian Chris. Dengan cepat dia menghubungi penjaga gerbang untuk lebih meningkatkan keamanan. Seharusnya dia tahu jika Tuannya sudah pasti akan memberontak.Chris bukanlah pria yang lemah. Diam bukan berarti dia menurut, tapi dia memilih untuk menunggu momen yang tepat. Anton yakin jika penjaga yang berjaga di depan kamar Tuannya sudah terbaring kehilangan nyawa.Anton berjalan keluar rumah untuk melihat keberadaan Chris. Dari kejauhan dia melihat anak buahnya tengah menggotong tubuh seseorang. Anton berdecak melihat itu. Begitu sudah ber
Cindy menatap rumah besar di hadapannya dengan jantung yang berdetak kencang. Entah apa yang membuatnya datang ke tempat ini, tapi perasaannya begitu kuat. Untuk pertama kalinya dia datang ke tempat masa kecil Chris. Sebuah rumah megah bak istana yang sangat bertolak belakang dengan kenyataannya. Mendengar dari Chris, rumah itu bahkan tidak mencerminkan kehangatan akan keluarga sama sekali.Kepala Cindy bergerak untuk mencari cara agar pagar besar di hadapannya dapat terbuka. Ketika melihat sebuah pos kecil, dia segera datang menghampiri. Namun belum sampai di pos, pagar besar itu mulai terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan Anton yang sudah berdiri tegak di dalam sana."Nona Cindy," sapa Anton menghampirinya."Kau di sini, Anton?" Cindy bertanya bingung."Saya bekerja di sini." Anton mengedikkan bahunya pelan, "Silahkan masuk, Nona."Dengan cepat Cindy menggeleng, "Tidak! Tidak perlu," ucapnya cepat. "Aku hanya ingin mencari Chris. Apa dia ada
Cindy berdiri di depan jendela dengan resah. Matanya tak berhenti untuk menatap jalan dengan harapan akan melihat mobil Chris yang datang. Namun tidak, Cindy tidak melihatnya. Chris tak kunjung pulang. Tangan Cindy meremas ponselnya kesal dan kembali menghubungi nomor suaminya. Lagi-lagi hanya bunyi operator yang menjawab.Sebenarnya Cindy tidak akan seresah ini jika Chris menghubunginya. Pria itu memang sering lembur akhir-akhir ini, tapi selalu ada kabar. Chris tidak pernah absen untuk menghubunginya jika ada pekerjaan mendadak."Kak?" Suara ketukan membuat Cindy dengan cepat membuka pintu kamarnya. Dia menghela nafas lelah karena hanya Caleb yang berdiri sana dan bukan Chris."Ada apa denganmu?" tanya Caleb aneh."Ada apa?" Cindy berusaha tenang dan menatap Caleb yang lebih tinggi darinya."Aku lapar, bisakah kau membuatkanku spageti?"Cindy mendengus dan mengikat rambutnya asal. "Kau sudah makan malam tadi dan juga menghabiskan satu dus
Chris melepaskan helm proyeknya setelah selesai meninjau pembangunan gedung milik perusahaanya. Setelah beberapa bulan berjuang, tentu usaha tidak akan mengkhianati hasil. Chris mendapatkan apa yang dia mau. Bahkan dia juga mendengar jika kerajaan bisnis Auredo mulai menurun. Chris tertawa melihat berita itu di televisi.Berita tentang dirinya yang tidak lagi menggunakan nama Auredo juga sempat meledak selama beberapa minggu. Banyak wartawan yang ingin mendapatkan informasi secara detail. Tentu Chris tidak akan menyia-nyiakan hal itu. Otak bisnisnya bekerja dengan baik."Lakukan semuanya dengan baik," ucap Chris pada salah satu anak buahnya dan berlalu masuk ke dalam mobil.Bunyi berdering membuat Chris melirik ponselnya sebentar. Setelah melihat nama wanita mungilnya, tanpa ragu dia mengangkatnya."Aku dalam perjalanan, Cindy." Chris berucap tanpa mendengar sapaan dari Cindy."Lama sekali?" Cindy cemberut di seberang sana."Baru tadi pagi a