Tatapan tajam itu masih menatap dua orang yang tengah berbincang di taman gelap dengan amarah yang memuncak. Lexa berdesis dan memukul setir mobilnya kencang.
Sialan!
Dia tidak menyangka jika Chris berani melakukan hal ini di belakangnya. Lexa paham, bahkan sangat paham jika dia hanyalah tunangan yang tidak dianggap. Dia juga sadar jika Chris tidak mempunyai perasaan sedikitpun padanya, tapi apa harus pria itu bermain api di belakangnya seperti ini.
Lexa merasa iri. Sejak tadi pagi dia berusaha untuk menarik perhatian Chris dan sialnya tidak berhasil. Lihatlah sekarang! Hanya karena sebuah telepon singkat pria itu meninggalkan segala kesibukannya demi bertemu dengan gadis itu.
Mata Lexa menatap Cindy dengan pandangan menilai. Apa Chris buta? Gadis kecil dengan pakaian besarnya itu mampu menarik perhatian seorang Chris? Gila! Chris benar-benar gila! Dunia benar-benar gila!
Bukan sebuah rahasia lagi jika Chris mempunyai standar yang cukup tinggi untuk wanita. Jika bukan bertubuh seksi dan mempunyai wajah yang sensual tentu Chris tidak akan berminat sama sekali. Kejutannya adalah gadis yang tengah bersama Chris benar-benar jauh dari kriteria idamannya.
"Ini yang kau lakukan di belakangku," gumam Lexa dan memotret Chris bersama Cindy.
"Mungkin awalnya aku memang hanya menginginkan uangmu tapi setelah kita melewati hari-hari yang panas bersama apa salah jika aku berharap lebih padamu?"
Lexa dengan cepat mengirimkan foto itu pada Nenek. Hanya wanita tua itu yang mampu menyetir hidup Chris. Karena wanita itu juga dia bisa mendapatkan posisi yang tinggi di samping Chris, yaitu menjadi tunangannya, dan seluruh penjuru dunia mengetahui itu.
"Lihat saja kau, jangan pikir aku tinggal diam." Lexa menghidupkan mobilnya dan melaju kencang menjauh dari taman.
Dia akan menghancurkan hidup Cindy secara diam-diam. Lexa tidak mau jika Chris akan mengetahuinya atau posisinya akan terancam. Chris adalah pria yang nekat. Meskipun kekuasaan berada di tangan Neneknya, tapi jika pria itu sudah mengatakan tidak maka selamanya akan tetap tidak.
***
Chris berdecak dan menggaruk telinganya yang terasa panas mendengar ocehan Cindy. Gadis itu terus berbicara dan memojokkannya tanpa memberi kesempatan untuk dirinya berbicara.
"Tugasmu hanya satu, Cindy. Kau hanya perlu menurut."
"Aku menurut jika memang itu yang terbaik untukku, Chris! Tapi tidak dengan ini!"
"Aku hanya membantu adikmu," jawab Chris apa adanya.
"Bagaiman bisa kau mengetahui masalah keluargaku?!"
Chris melirik Cindy dengan sinis, "Apa kau akan menanyakan hal itu lagi? Aku pikir kau sudah tahu jawabannya."
"Karena kau mengetahui segalanya," bisik Cindy dengan menunduk, "Apa yang harus aku lakukan dengan uang ini?"
Chris mengerutkan dahinya bingung, "Berikan pada Caleb jika kau tidak mau menggunakannya."
"Apa aku bisa mengembalikannya padamu?" tanya Cindy mulai mengangkat wajahnya dan menatap Chris dalam.
"Apa kau pikir aku akan menerimanya?"
Cindy tergagap dan kembali menunduk, "Kau pasti tidak akan menerimanya."
"Kau tahu semua itu, tapi kenapa masih membantah ucapanku?"
Cindy menatap Chris berang, "Karena aku tidak suka dengan caramu, Chris! Aku berterima kasih dengan beasiswa pemberianmu tapi itu sudah cukup! Aku tidak ingin kau membantuku dengan cuma-cuma padahal aku masih bisa berusaha untuk mencari jalan keluar!" Jelas Cindy dengan wajah yang memerah, "Kau tidak perlu melakukan ini semua, biarkan aku yang berusaha untuk keluargaku." Lanjut Cindy dengan berbisik.
Chris menatap Cindy tidak percaya. Hatinya merasa jatuh begitu mendengar penjelasan dari gadis itu. Sulit dipercaya jika gadis seperti Cindy masih ada di dunia yang kejam ini. Bagaimana bisa dia bisa hidup dengan prinsip idealis seperti itu?
"Kau sudah mengerti sekarang?" tanya Cindy membuyarkan lamunan Chris.
"Aku mengerti, tapi apa kau juga mengerti jika aku hanya ingin membantumu?"
Chris tidak tahu kenapa dia menjadi selembut ini. Apa karena ucapan Cindy yang menyentuh hatinya tadi? Dia pikir wonder woman itu tidaklah nyata tapi ternyata dia melihatnya sekarang, tepat di hadapannya.
"Kau egois, Chris." Cindy menghela nafas lelah. Dia pikir Chris akan berubah pikiran setelah mendengar penjelasannya tapi ternyata sama saja, "Kau selalu membuatku harus menuruti ucapanmu, segala perintahmu tanpa aku tahu alasan kau melakukan ini semua. Apa itu adil?"
"Jujur saja, aku juga tidak tahu kenapa harus melakukan ini," gumam Chris pelan dan Cindy dapat mendengar itu.
"Kau sendiri tidak tahu?" tanya Cindy tidak percaya.
Chris menatap Cindy datar. Perasaannya campur aduk sekarang dan semua ini karena ucapan Cindy yang seolah menohoknya dan menyadarkannya. Dia tidak perlu segila ini dalam membantu Cindy. Kenapa dia tidak mengikuti langkah Ayahnya yang memilih menjaga gadis itu dari jauh?
"Sudah malam, aku antar kau pulang." Chris berdiri dan merapikan jaketnya.
Cindy masih duduk dengan pikiran yang berkecamuk, "Terima kasih."
Akhirnya dia dapat mengatakan kalimat itu pada Chris. Cindy sekarang paham dengan sifat egois Chris, tapi jika dia melawan, masalah juga tidak akan pernah selesai. Biar dia yang mengalah di sini. Cindy tidak ingin pria tua itu murka dan kembali bertindak di luar kendali. Hampir sebulan dia mengenal Chris, Cindy sudah tahu harus bertindak seperti apa di hadapan pria itu.
"Kau mengucapkan terima kasih?" tanya Chris tidak percaya.
Cindy ikut berdiri dan meraih tangan Chris, "Aku belum berterima kasih padamu untuk semua yang kau berikan padaku dan keluargaku. Itu sangat membantu, tapi Chris..." Cindy mengulum bibirnya dan masih menggenggam tangan pria itu, "Bisakah mulai dari sekarang kau membiarkanku berusaha terlebih dahulu? Aku tahu kau mengetahui segalanya tapi bisakah kau bertindak seolah tidak mengetahui apapun? Tetap diam dan jangan bertindak apapun. Biar aku yang mendatangimu jika aku sudah menyerah dan menemukan jalan buntu."
Chris terdiam menatap sorot mata Cindy yang lembut. Lagi-lagi ucapan gadis itu menyentuh hatinya. Baru kali ini Chris merasakan sesuatu yang menggelitik di hatinya dan itu terjadi karena gadis kaku yang ada di hadapannya sekarang.
"Baiklah," ucap Chris pada akhirnya, "Tapi kau harus janji untuk menemuiku jika kau tidak menemukan jalan keluar."
Cindy tersenyum dan mengangguk, "Aku janji."
Chris terdiam menatap senyum manis itu. Dia baru sadar jika Cindy mempunyai senyum yang indah. Selama ini dia jarang melihatnya karena Cindy hanyalah gadis dengan dua ekspresi, yaitu datar dan marah. Hanya itu yang pernah Cindy tunjukan padanya dan hari ini Chris bisa melihat senyum tulus itu.
"Baiklah, ayo antar aku pulang, aku takut dengan orang mabuk." Ajak Cindy dan mulai berjalan terlebih dahulu menuju tempat parkir.
"Apa aku boleh menjemputmu besok?" tanya Chris berjalan di belakang Cindy.
"Tidak."
"Baiklah, kalau begitu kau akan menaiki bus mulai dari sekarang."
"Aku akan berjalan kaki." Cindy berdiri di depan mobil Chris menunggu pria itu untuk membuka kuncinya.
"Kau tidak selamanya harus berjalan kaki. Aku akan memberimu kartu bus nanti."
Cindy menghentikan gerakannya membuka mobil dan menatap Chris kesal, "Apa kau lupa dengan apa yang baru saja kita bicarakan?"
"Aku pikir kau telah menemukan jalan buntu untuk transportasi. Aku juga tidak mengantarmu lagi mulai besok jadi aku akan memberimu kartu bus. Sesimpel itu Cindy, jangan berlebihan." Chris memutar matanya jengah dan masuk ke dalam mobil.
"Terserah kau, Tuan egois." Cindy tidak ingin berdebat tentang hal yang tidak penting. Mendengar Chris tidak lagi mengantar-jemputnya adalah hal yang bagus untuknya. Untuk pertama kalinya Chris menuruti ucapan Cindy.
Hal itu wajib diapresiasi bukan?
***
Terlihat seorang pria tengah berbaring di atas ranjangnya dengan malas. Matanya menatap ke arah ponsel yang menampilkan video Cindy yang tengah berjalan ke arah halte untuk menaiki bus. Senyum Chris merekah begitu Cindy menuruti ucapannya untuk menaiki bus. Dia tidak tega jika harus melihat gadis itu pergi ke sana-ke mari dengan berjalan kaki. Pasti itu sangat melelahkan.Chris mengeratkan selimutnya dan menutup ponselnya begitu rekaman Cindy telah habis. Pria itu kembali menutup matanya untuk kembali tidur, tapi ketukan keras pada pintu kamarnya membuatnya membuka matanya kembali.Dahi Chris berkerut bingung. Siapa yang berani masuk ke dalam kediamannya tanpa memberi tahu? Tidak mungkin jika Lexa karena wanita itu sudah berangkat ke Jerman tadi pagi."Chris!" teriak seorang wanita dari luar sana yang membuat Chris langsung terduduk di kasur.Kesal karena istirahatnya terganggu akhirnya Chris turun dari ranjang dan menemui Neneknya yang entah kenapa tiba-
Suara helaan nafas itu kembali terdengar di dalam bilik toilet. Cindy memainkan jari-jarinya dan terduduk di atas toilet dengan gelisah. Telinganya dengan waspada mendengarkan keadaan di luar sana. Takut jika ada orang yang masuk ke dalam toilet, orang- orang yang sangat dia hindari saat ini.Demi Tuhan! Lima belas menit lagi kelas Cindy akan dimulai dan dia masih tidak berani untuk keluar sekarang. Telur busuk sudah cukup untuk mengotori rambutnya tadi dan dia tidak ingin tanah yang akan mendarat di tubuhnya.Iya, Cindy mendapatkan kesialan itu lagi. Dia pikir teman-temannya akan jera, namun ternyata tidak. Setelah dia mulai berangkat sendiri tanpa Chris, teman-temannya mulai berbuat nekat lagi dan kali ini adalah puncaknya. Dia harus rela meninggalkan kelas pertama untuk mengunci diri di toilet guna mencuci rambutnya yang berbau busuk.Chris di mana kau? Aku membutuhkanmu.Cindy kembali menghela nafas kasar dan berus
Pagi yang terik itu tidak menghentikan langkah Cindy untuk segera berangkat ke tempat Violet. Hari ini dia memutuskan untuk tidak pergi ke kampus. Rasa takutnya akanbullyjauh lebih besar dari rasa takutnya pada ancaman Chris. Oh ayo lah! Siapa yang mau jika harus mandi lumpur di pagi hari? Cindy mengeratkanhoodiemerahnya dengan menunduk, menunggu mobil yang melaju di depannya berhenti. Tepat di seberang jalan sana adalah gedung apartemen Rose, dia harus sampai di sana sebelum Violet bangun.
Keadaan ruangan yang sunyi membuat pria yang duduk di kursi kerjanya terlihat lebih tampan berkali-kali lipat. Suara detik jam yang berdenting membuat Chris berkedip, tapi dia masih diam dengan dahi yang berkerut, menatap lantai dengan pandangan seriusnya. Otaknya sedang berpikir keras sekarang. Berpikir tentang bagaimana caranya agar Cindy kembali ke dalam genggamannya, kembali ke pada lingkaran hidup yang sudah dibuat olehnya secara istimewa.Semalam mata elang itu tidak bisa terpejam sedikitpun. Lagi-lagi otaknya yang biasanya cerdas mulai bingung tidak tahu harus melakukan apa untuk kembali menarik Cindy ke dalam hidupnya. Bisa saja Chris memilih
Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Chris menatap rumah itu dengan seksama, menunggu seseorang yang dia cari keluar dari sana untuk memulai aktivitas.Setelah rapat tadi, entah kenapa Chris ingin melihat wajah Cindy. Meskipun gadis itu berusaha menghindarinya, namun tidak ada yang bisa menentang kuasa seorang Chris bukan? Biar saja masalahtolong-menolongitu berhenti sejenak. Chris hanya ingin mengganggu Cindy hari ini dan membuatnya kesal, itu saja.Chris beranjak keluar dan bersandar pada pintu mobilnya. Sebentar lagi gadis itu akan keluar dan itu benar. Gadis itu keluar dari rumahnya dengan mendorong sebuah kursi roda yang diduduki oleh seorang wanita paru baya. Chris yakin jika itu adalah Ibu Cindy.Kesempatan bagus.Chris berjalan mendekat dengan tersenyum. Seolah mendapatkan sinyal bahaya, Cindy mengalihkan pandangannya dan terkejut mendapati Chris.
Cindy merangkai buket bunga di hadapannya dengan cekatan. Di pagi hari seperti ini, otaknya akan berjalan dengan kreatif jika harus diminta untuk merangkai bunga. Entah kenapa hari ini dia tidak mengajak Violet ke taman seperti biasa dan langsung ke toko bunga, meninggalkan Violet yang tengah bermain bersama Ron. Kadang pria itu juga bisa diandalkan."Kenapa kau berhenti kuliah, Cindy? Sangat disayangkan," tanya Bibi Jane yang sedang duduk di sampingnya.Cindy menghentikan gerakan tangannya dan menghela nafas, "Aku lelah, Bi. Mereka semua memperlakukanku dengan tidak baik. Aku lebih nyaman di sini bersamamu dan Ron.""Chris setuju dengan keputusanmu?" Pertanyaan Bibi Jane membuat Cindy terdiam. Dia lupa dengan satu hal. Sejak kapan Bibi Jane mengenal Chris?"Dari mana kau mengenal pria menyebalkan itu, Bi?"Bibi Jane tertawa pelan, "Dia memang menyebalkan, tapi dia anak yang manis, Cindy."Cindy mengerutkan keningnya tidak suka, "Manis bagai
Chris menggeram dan membanting ponselnya dengan kesal. Entah kenapa hari yang menurutnya akan berjalan dengan baik akan berubah menjadi berlawanan arah. Niat awal ingin menemui Cindy di toko bunga harus sirna begitu mendengar penjelasan dari Bibi Jane akan kedatangan Neneknya.Wanita tua itu benar-benar! Jika tidak mengingat dia adalah Neneknya tentu Chris sudah mengacungkan pistolnya sejak dulu. Namun sialnya wanita itu adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki."Kau memilih langkah yang salah, Nek. Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya," gumam Chris memijat keningnya lelah."Anton, cari tahu tentang semua yang Nenek ketahui. Kau bisa lakukan itu sekarang dan tinggalkan aku sendiri." Perintah Chris yang membuat Anton mengangguk dan langsung keluar dari mobil.Chris dengan cepat berpindah duduk di balik kemudi dan mulai menjalankan mobilnya kencang. Kepalanya begitu pening sekarang, Neneknya benar-benar melakukan hal yang diluar dugaan. Apa yang wanita
Suara gemuruh di dalam gedung terbengkalai itu membuat telinga Caleb berdengung, tapi itu tidak menghentikannya untuk melepaskan pakaian atasnya. Otot yang terbentuk secara alami karena suka berolah raga membuat tubuhnya tampak lebih besar untuk remaja seusianya. Dengan langkah mantap, Caleb berjalan ke tengah ruangan dan naik ke atas ring tinju. Teriakan dari para penonton semakin keras begitu lawan Caleb untuk bertanding malam ini juga mulai menaiki ring tinju."Well, well...kita mendapatkan pemain muda di sini dan sepertinya bela dirinya tidak perlu diragukan lagi... tapi!" Pembawa acara menghentikan ucapannya dan beralih pada pria lawannya yang tampak kotor seperti preman pada umumnya, "Tapi kita mempunyai andalan di sini.Gold Dragontidak pernah terkalahkan dalam 3 minggu terakhir. Untukmu Caleb, aku harap kau bisa mengalahkan pria bau ini dan membuatnya mandi darah."Terlihat Gold Dragontertawa keras dan memukul d
Maria mendorong kursi roda yang diduduki oleh gadis berwajah muram ke arah taman. Sejak masuk ke dalam yayasannya, Maria tidak pernah melihat senyum di bibir gadis itu. Mungkin dia masih mengalami trauma atas kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya. Kini gadis yang bernama Nessa itu hanya hidup sendiri dan kerabatnya dengan tega memasukkannya ke yayasan orang berkebutuhan khusus.Nessa memang tidak bisa berjalan, tapi bukan berarti dia tidak akan pernah bisa berjalan lagi. Jika dia mau, perawatan medis dapat membantu kakinya kembali berjalan. Namun entah kenapa Maria tidak merasakan adanya semangat dari diri Nessa. Tatapan gadis itu selalu kosong dan menampakkan kesedihan.Maria tersenyum menatap Caleb yang tengah bermain basket dengan anak-anak yayasannya. Pria itu tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan dan mempesona."Jika kau mau, kau bisa bermain basket bersama mereka." Tawar Maria menyentuh pundak Nessa. Lagi-lagi tidak ada jawaban yang dia terima.
Wajah penuh keringat itu mendongak dengan suara yang tertahan. Matanya terpejam seolah menikmati apa yang baru saja dia alami. Setelah itu, tubuh besar Chris jatuh di atas tubuhnya. Tidak terlalu lama, karena Chris sadar akan perut Cindy yang sudah besar. Pelepasan yang sempurna."Apa kita harus menyelesaikan perdebatan dengan bercinta?" tanya Cindy geli.Dia sangat ingat ketika Chris marah hanya karena melihatnya menggunakan sepatu ber-hak tinggi ketika kuliah. Pria itu tanpa ragu melempar semua koleksi sepatunya ke kolam renang dari balkon kamar mereka. Sebenarnya Cindy tidak berniat menggunakan heels, namun entah kenapa bayinya menginginkan itu."Kau yang memulai." Chris meraih pinggang Cindy dan memeluknya erat."Apa? Kau saja yang selalu marah-marah." Cindy cemberut.Chris menghela nafas kasar, "Apa kita akan berdebat lagi? Jika iya, aku masih kuat untuk ronde kedua.""Jangan konyol!" Cindy mendorong wajah Chris
Suasana tegang di dalam sebuah kamar itu semakin menakutkan saat Cindy tidak lagi membuka mulutnya. Wanita itu memilih diam dan membiarkan Chris melakukan apa yang dia mau dan dia suka. Toh, ucapannya juga tidak akan mempengaruhi isi kepala Chris yang seperti batu.Tangan Cindy dengan lincah membalik lembar halaman buku yang dia baca. Dia masih mengabaikan Chris yang bersandar pada lemari dengan tubuh basahnya. Suara helaan nafas dari Chris pun tidak membuat Cindy beralih. Dia sudah membulatkan tekat untuk diam dan menurut. Itu yang Chris mau."Baiklah, kau ingin nuansa warnapeach?Kau mendapatkannya, Cindy." Chris mengambil sebuah baju dan memakainya cepat.Cindy yang mendengar ucapan suaminya pun menutup bukunya cepat dan berteriak senang. "Akhirnya!" Cindy mulai berdiri dan menghampiri suaminya."Kau selalu melakukan itu." Chris bergumam tanpa menatap Cindy yang berada di belakangnya.Tangan kecil itu perlahan melingkar denga
Chris keluar dari bilik telepon umum setelah berhasil menghubungi Ron. Dia hanya memberi informasi jika dia baik-baik saja dan akan segera menjemput Cindy. Perkataan Anton terngiang-ngiang di otaknya. Apa yang Cindy lakukan di gudang Auredo? Bahkan Chris harus menempuh waktu 3 jam untuk sampai di tempat itu.Perjalanan terasa begitu lama dan Chris kesal dengan itu. Rasa nyeri di kepalanya tidak sebanding dengan rasa nyeri di hatinya. Demi apapun, jika istrinya tidak dalam keadaan baik. Chris akan menghukum dirinya sendiri. Semua ini salahnya. Jika tidak datang ke rumah terkutuk itu semua ini tidak akan terjadi.***Anton menatap pintu berwarna putih di hadapannya dengan ragu. Setelah melihat mobil merah di teras rumah Cindy, dia yakin jika Lexa berada di dalam sana. Perlahan tangan itu terangkat untuk mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka dan muncul Ron yang menatapnya aneh, tapi itu tidak bertahan lama karena Ron langsung melayangka
Lexa berdiri dengan kaku. Rasa semangatnya yang berkobar mendadak hilang entah ke mana. Jujur saja, rumah besar di hadapannya sedikit memberikan rasa trauma. Namun demi Cindy, dia akan memberanikan diri. Dengan tangan yang mengelus perutnya, Lexa berjalan menghampiri Ron yang tengah berbicara dengan penjaga gerbang. Tak lama pagar besar itu terbuka membuat Lexa reflek menarik lengan Ron."Kita harus hati-hati. Ada iblis di dalam sana," bisik Lexa pelan."Kau yang harusnya hati-hati." Ron mendengus dan melirik perut buncit Lexa.Mereka bergegas masuk ke area rumah tanpa rasa ragu. Ron sudah sering datang, begitupun juga Lexa. Namun mereka tidak tahu apa semuanya masih sama setelah apa yang terjadi akhir-akhir ini?"Kenapa kau begitu yakin jika Anton berada di sini?""Perasaanku kuat." Lexa mengedikkan bahunya acuh.Tangan Ron yang akan mengetuk pintu seketika terhenti ketika mendengar suara di belakangnya. Lexa dan Ron kompak menoleh dan mend
Chris terengah dengan tangan yang penuh akan darah. Di hadapannya sudah ada 3 penjaga yang tumbang karena menahannya untuk pergi. Melihat situasi rumah yang tampak sepi, Chris dengan cepat keluar dari kamar. Sudah dua hari dia di rumah ini dan tidak ingin lebih lama lagi untuk tinggal. Rumahnya bukan di sini, melainkan tempat sederhana di mana dia merasakan apa itu kehangatan keluarga."Tuan Chris!" teriak Anton yang melihat kepergian Chris. Dengan cepat dia menghubungi penjaga gerbang untuk lebih meningkatkan keamanan. Seharusnya dia tahu jika Tuannya sudah pasti akan memberontak.Chris bukanlah pria yang lemah. Diam bukan berarti dia menurut, tapi dia memilih untuk menunggu momen yang tepat. Anton yakin jika penjaga yang berjaga di depan kamar Tuannya sudah terbaring kehilangan nyawa.Anton berjalan keluar rumah untuk melihat keberadaan Chris. Dari kejauhan dia melihat anak buahnya tengah menggotong tubuh seseorang. Anton berdecak melihat itu. Begitu sudah ber
Cindy menatap rumah besar di hadapannya dengan jantung yang berdetak kencang. Entah apa yang membuatnya datang ke tempat ini, tapi perasaannya begitu kuat. Untuk pertama kalinya dia datang ke tempat masa kecil Chris. Sebuah rumah megah bak istana yang sangat bertolak belakang dengan kenyataannya. Mendengar dari Chris, rumah itu bahkan tidak mencerminkan kehangatan akan keluarga sama sekali.Kepala Cindy bergerak untuk mencari cara agar pagar besar di hadapannya dapat terbuka. Ketika melihat sebuah pos kecil, dia segera datang menghampiri. Namun belum sampai di pos, pagar besar itu mulai terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan Anton yang sudah berdiri tegak di dalam sana."Nona Cindy," sapa Anton menghampirinya."Kau di sini, Anton?" Cindy bertanya bingung."Saya bekerja di sini." Anton mengedikkan bahunya pelan, "Silahkan masuk, Nona."Dengan cepat Cindy menggeleng, "Tidak! Tidak perlu," ucapnya cepat. "Aku hanya ingin mencari Chris. Apa dia ada
Cindy berdiri di depan jendela dengan resah. Matanya tak berhenti untuk menatap jalan dengan harapan akan melihat mobil Chris yang datang. Namun tidak, Cindy tidak melihatnya. Chris tak kunjung pulang. Tangan Cindy meremas ponselnya kesal dan kembali menghubungi nomor suaminya. Lagi-lagi hanya bunyi operator yang menjawab.Sebenarnya Cindy tidak akan seresah ini jika Chris menghubunginya. Pria itu memang sering lembur akhir-akhir ini, tapi selalu ada kabar. Chris tidak pernah absen untuk menghubunginya jika ada pekerjaan mendadak."Kak?" Suara ketukan membuat Cindy dengan cepat membuka pintu kamarnya. Dia menghela nafas lelah karena hanya Caleb yang berdiri sana dan bukan Chris."Ada apa denganmu?" tanya Caleb aneh."Ada apa?" Cindy berusaha tenang dan menatap Caleb yang lebih tinggi darinya."Aku lapar, bisakah kau membuatkanku spageti?"Cindy mendengus dan mengikat rambutnya asal. "Kau sudah makan malam tadi dan juga menghabiskan satu dus
Chris melepaskan helm proyeknya setelah selesai meninjau pembangunan gedung milik perusahaanya. Setelah beberapa bulan berjuang, tentu usaha tidak akan mengkhianati hasil. Chris mendapatkan apa yang dia mau. Bahkan dia juga mendengar jika kerajaan bisnis Auredo mulai menurun. Chris tertawa melihat berita itu di televisi.Berita tentang dirinya yang tidak lagi menggunakan nama Auredo juga sempat meledak selama beberapa minggu. Banyak wartawan yang ingin mendapatkan informasi secara detail. Tentu Chris tidak akan menyia-nyiakan hal itu. Otak bisnisnya bekerja dengan baik."Lakukan semuanya dengan baik," ucap Chris pada salah satu anak buahnya dan berlalu masuk ke dalam mobil.Bunyi berdering membuat Chris melirik ponselnya sebentar. Setelah melihat nama wanita mungilnya, tanpa ragu dia mengangkatnya."Aku dalam perjalanan, Cindy." Chris berucap tanpa mendengar sapaan dari Cindy."Lama sekali?" Cindy cemberut di seberang sana."Baru tadi pagi a