Luna merasakan tubuhnya berat, ia melenguh. Namun ia tetap merasa ada yang aneh ditubuhnya, ia sentuh bagian pinggangnya namun ada tangan kekar berada diatasnya. Ia langsung membuka matanya dan berbalik.
Ternyata Abimana.
Pria itu, kenapa bisa masuk kesini?Bukankah pintunya sudah ia kunci?"Tidurmu nyenyak sekali, Luna," Abimana memutar tubuhnya menatap langit-langit kamar.
"Kau__kau mau apa disini?" Tanya Luna terbata. Ia sudah duduk diranjang dengan sedikit menjauh dari Abimana.
"Mau apa lagi? Tentu saja, aku mau kamu Luna. Malam ini," Abimana bangun dan melepas kancing kemejanya.
Luna sudah bergetar takut. Dia tahu hal seperti ini pasti akan terjadi, namun jangan secepat ini. Ia belum siap.
"Jangan! A__aku belum siap!" Luna beranjak dari ranjangnya dan akan menuju pintu.
Namun tubuhnya langsung ditangkap oleh tangan kekar Abimana. Kekuatannya tidak sebanding dengan pria ini.
Abimana menangkap tubuh Luna dari belakang, ia meronta-ronta meminta dilepaskan, ia berteriak sekuat tenaganya.Walaupun ia tahu, tidak akan ada yang menolongnya.Abimana dengan mudah mengangkat tubuh Luna. Kaki Luna menendang-nendang keudara. Ia terus meronta.
Tubuhnya dihempaskan oleh Abimana ke atas ranjang besar itu.Tanpa memberinya peluang, Abimana langsung menindih Luna. Kedua kaki Luna di tekan dengan kedua tumit Abimana. Tangan Luna masih memukul-mukul dada dan wajah Abimana.Abimana secara kasar mengikat kedua tangan Luna dengan ikat pinggangnya yang sudah ia lepas sejak tadi.
"Brengsek! Berhenti meronta Luna. Aku hanya ingin menidurimu!" Bentak Abimana dengan mata nyalang.
"Tidak! Berhenti! Lebih baik aku mati dari pada harus memberikan tubuhku! Sialan!" Luna terus berteriak.
Abimana benci melihat jika ada seseorang yang menolaknya. Ia benci penolakan.
Abimana menampar wajah Luna hingga wajahnya berpaling ke kanan."Jangan menolak ku bitch! Kau hanya piaraanku, jadi terimalah takdirmu. Menurut padaku!" Abimana menurunkan ritsleting celana panjangnya dan menurunkan sebagian celana panjang dan dalamannya.
Luna menangis, menggelengkan kepalanya. Matanya sudah memerah. Ia takut melihat Abimana yang sudah mengeluarkan kejantanannya yang sudah tegak tersebut.
"To__long, berhenti. Hiks...Hiks..." Isak tangis terdengar dari mulut Luna.
Abimana tak peduli. Ia sudah dikuasai hasrat yang tinggi, sejak tadi malam ia sudah menahannya di club. Kliennya mengajak bertemu di club dan ia sudah disuguhi wanita sexy disana. Namun ia menahannya agar tidak meniduri wanita tersebut. Ia hanya ingin Luna, piaraannya. Yang sudah ia beli mahal-mahal.
Ia ingin mencicipinya malam ini.Abimana langsung melumat bibir Luna yang berwarna merah muda cerah itu. Aroma alkohol yang kuat masih tercium. Namun Luna tidak membuka mulutnya. Abimana gigit bibir bawah Luna, agar Luna membuka akses untuk lidahnya menyesap Luna dengan dalam.
Abimana dengan penuh napsu, ia membelit lidah Luna. Tidak ada balasan dari Luna.
Tak apa.
Abimana mencium leher jenjang Luna, menjilati telinga gadis itu. Menyesap aroma tubuh Luna dengan dalam. Ia memberikan kissmark disepanjang leher hingga dada Luna.
Kini pakaian tidur Luna sudah robek semua, tersisa hanya bra dan celana dalam saja.
Abimana dengan cepat membuka pengait bra tersebut, terpampang lah aset Luna.Abimana meremasnya dengan gemas.Celana dalam Luna sudah dirobeknya, tanpa aba-aba, Abimana langsung memasuki inti Luna yang belum siap itu."Aaarrrrgghhhhh! Brengsek! Bajingan!" Teriak Luna dengan isak tangis yang kencang. Tangannya masih terikat, namun ia layangkan kearah kepala Abimana.
Dengan sigap Abimana menahannya. Abimana menggerakkan pinggulnya. Ia tak peduli dengan rintih kesakitan yang Luna rasakan.Semakin Luna merintih kesakitan, Abimana semakin bergairah melihatnya. Ia terus memompa tubuh Luna dengan kencang.Luna tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa menangis, ia benci melihat wajah Abimana yang penuh seringai menjijikkan. Abimana terus menggeram dengan menatap netra Luna dalam-dalam.
Namun sorot mata Luna, hanya terisi kebencian pada pria yang sedang menggagahinya saat ini.Abimana terus tersenyum melihat sorot mata Luna yang tajam itu. Sorot mata penuh kebencian, terluka dan kesakitan. Itu sangat menggairahkan bagi Abimana.
"Sebut namaku Luna!" Abimana mengelus surai coklat Luna.
"Sialan!" Luna.
Abimana tersenyum.
"Ini ___ hhh luar biasa Luna. Kamu begitu nikmat. Aahhhh..." Abimana terus meracau menjijikkan bagi telinga Luna.
Abimana terus memompa Luna, ia meremas payudaranya. Ia melepaskan penyatuannya, lalu memutar tubuh Luna hingga ia menungging. Abimana mulai memasukinya kembali.
"Aahhh..." Luna tak kuasa menahan desahan sejak tadi.
"Yes, bitch! Like that!" Abimana menampar bokong sintal Luna dengan kencang.
"Brengsek, devil!" Luna ingin melepaskan diri dari Abimana, namun pinggul Luna diremas dan ditahan dengan kuat oleh Abimana.
"Ahhh, kau lucu sekali Luna. Aku sangat menikmati ini. Sial! Sempit sekali ini!" Abimana masih terus memompa Luna semakin kencang.
Luna hanya bisa mencengkram seprai dengan tangannya yang terikat.
Tiba-tiba rambutnya ditarik kebelakang dengan kencang oleh Abimana."Oooh sialan kau Luna! Ini nikmat. Aahhhh..." Abimana terus meracau tanpa peduli dengan kesakitan Luna.
Semakin cepat Abimana memompa Luna, lalu kejantanannya semakin berdenyut. Tak lama ia mencapai puncaknya.
"Shit! Lu___naaaaahhh..." Abimana memejamkan matanya seraya kepalanya mendongak keatas. Menikmati pelepasannya yang terasa luar biasa.
Ia belum melepas penyatuannya dengan Luna.Ia kecup punggung mulus itu, ia remas bokongnya. Lalu ia lepaskan penyatuannya. Ia melihat kebawah, ada bercak darah di seprainya. Ia tersenyum puas melihatnya.
Ia pria pertama bagi Luna.
Ia ambruk disamping Luna. Luna masih dengan posisi tengkurap. Dengan isak tangis tentunya.Abimana bangkit dari ranjang, ia mengambil jasnya yang ia taruh diatas sofa. Ia merogoh saku dalam jasnya dan mengeluarkan sebungkus obat baru.
Ia berjalan menuju ranjang.Ia balikkan tubuh Luna, matanya sembab. Air mata deras masih mengalir. Abimana melepaskan ikatannya."Ini minumlah! Jangan sampai kau hamil. Aku masih ingin menikmati tubuh indahmu itu!" Abimana melempar obat tersebut keatas tubuh Luna.
Abimana berjalan menuju kamar mandi dengan tubuh polosnya. Luna mengambil obat tersebut, itu adalah pil kontrasepsi.
Ia segera mengambil air minum diatas nakas dan meminum satu pil tersebut.Akupun tidak mau hamil anakmu brengsek!
Luna bangkit dari ranjang, ia mengambil piyama tidurnya yang baru di walk in closet.
Ia malas membersihkan diri. Ia merasa sudah sangat kotor. Intinya sakit sekali, perih. Ia kesulitan berjalan.Setelah susah payah memakai piyama dan kembali ke ranjangnya, ia selimuti dirinya dan memejamkan matanya.
Lalu pintu kamar mandi terbuka, Abimana muncul masih dengan tubuh polos.Ia tidur diranjang Luna dan menyelimuti dirinya.Ia melihat Luna yang sedang memunggunginya. Ia memeluk tubuh Luna dari belakang. Luna diam saja.
"Ini pengalaman keduaku meniduri seorang perawan. Memang senikmat ini. Kalian sama-sama galak dan selalu menolak ku. Tapi aku semakin bergairah melihatnya. Tidurlah Luna! Nanti kita akan melanjutkan lagi. Aku belum puas," Abimana.
Namun baru sepuluh menit Luna tertidur, ia merasakan dinginnya pendingin ruangan ini menerpa bahunya. Ia membuka matanya dan terkejut dengan keadaannya sekarang.
Ia sudah telanjang.Abimana sedang meremas payudaranya dan mengecup punggungnya dengan lembut. Namun sesekali gigitan-gigitan kecil terasa."Ayo Luna! Aku sudah tegang," Abimana memposisikan dirinya diatas Luna.
Luna hanya bisa pasrah. Percuma melakukan perlawanan. Nyatanya ia memang hanya alat untuk memuaskan hasrat Abimana.Dan hingga pukul 06.00 pagi mereka baru menyelesaikan aktivitas panas mereka. Abimana merasa sangat terpuaskan oleh Luna. Walau Luna pasif, namun nyatanya ia lawan yang tangguh untuk menghadapi Abimana yang memiliki gairah sekuat itu.
Luna terlelap. Tubuhnya diselimuti oleh Abimana dan ia pun ikut terlelap bersama Luna. Abimana memeluk tubuh Luna, kepala Luna bersandar pada lengan kekar kiri Abimana.
Pukul 10.00 a.mLuna mengerjap-ngerjapkan matanya yang terkena sorot sinar matahari dari jendela kamarnya yang sudah dibuka tirainya.Tubuhnya masih telanjang, hanya berbalut selimut tebal hingga batas dadanya. Ia susah bergerak.Pergelangan tangannya memerah akibat ikatan dari ikat pinggang Abimana.Terlebih intinya sangat perih. Rasanya susah sekali ingin berjalan.Lalu pintu kamar terbuka, muncullah Maya. Maya melihat kamar Luna sangat berantakan. Piyama tidur Luna yang robek teronggok dilantai beserta dalamannya. Ada kemeja Tuan Abimana juga yang berserakan di lantai. Seperti sehabis bertempur hebat.Maya segera merapikan pakaian yang berserakan itu. Ia masukkan ke dalam keranjang pakaian kotor. Ia melihat Luna diranjang tengah duduk bersandar pada kepala ranjang, sedang menatap kearah luar jendela. Tampilannya sangat berantakan. Rambut yang acak-acakan. Waj
Sudah tiga hari ini Abimana tidak pulang ke mansion. Ia tidur di apartemennya. Ia menghindari Luna untuk sementara waktu. Sejujurnya, ia merindukan gadis itu. Tidak! Bukan rindu, melainkan merasa bosan. Ia merasakan sepi, tidak ada 'mainan' untuk mengurangi kepenatannya.Biasanya ia akan mendengar makian dari mulut gadis itu dengan sorot mata tajam yang menantang.Namun sejak melihat gadis itu bertekad untuk mengakhiri hidupnya, hati Abimana seperti tergelitik. Ada sesuatu yang mengganggu, namun ia tidak tahu apa. Ia benci melihat Luna dengan berani melukai tangannya. Itu menyentil ego seorang Abimana.Abimana tersinggung. Bahkan, pelacur saja tidak keberatan ia perlakukan seperti itu.Abimana menenggak kembali cairan alkoholnya, selama disini ia hanya ditemani Vodka, Vino dan bodyguardnya. Selesai bekerja, biasanya ia akan mampir ke club. Menghabiskan waktu, menikmati musik,
"Cepat makan sarapan mu!" Abimana membentak kembali Luna.Saat ini mereka sudah duduk berhadapan diruang makan."Aku tidak lapar!" Luna membuang wajahnya, melihat kearah lain dengan beraninya.Abimana berhenti mengunyah rotinya. Ia melempar roti milik Luna kelantai."Mayaaaa!" Abimana berteriak keras memanggil Maya.Maya tergopoh-gopoh menghadap tuannya. Ia tahu, pagi ini sepertinya suasana hati tuannya sedang tidak baik."I__iya Tuan. Ada apa?" Maya menunduk takut."Makan roti itu!"Maya mendongak menatap Abimana tak percaya. Kesalahan apa yang ia buat, sehingga ia dipaksa memakan roti berserakan dilantai?"Tu__tuan?" Maya tidak yakin.Luna sudah melotot kearah Abimana. Sedangkan iblis didepannya hanya tersenyum jahat."Kau tuli?! Makan cepat! Habiskan!" Abimana melotot kearah Maya.Maya gugup dan takut, ia berjongkok mengambil roti tersebut."Jangan Maya!" Luna bangun dari duduknya.
"Luna!" Suara penuh penekanan menggelegar diruang tengah.Dokter Syam sangat terkejut mendengarnya. Sedangkan Luna?Wow, Luna sampai tersedak dibuatnya. Ia tengah meminum teh hangatnya.Luna segera menepuk-nepuk dadanya yang agak sakit karena tersedak air teh.Dokter Syam yang melihat itu segera mengambil tissue dan mengelap tangan dan paha Luna yang terkena air teh.Abimana melihat gerakan Syam, segera melototkan matanya dengan tajam mengarah pada Syam dan Luna. Ia mendekat."Sedang apa kalian, hah?!" Abimana memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya, ia masih berdiri melihat kearah mereka berdua."Kami hanya berbincang saja Bima, ada apa denganmu?" Dokter Syam masih sibuk mengelap paha Luna yang basah, ia belum melihat kearah Abimana."Singkirkan tanganmu, Syam!" Desis Abimana
"Sudah siap semua?" Tanya Abimana pada Vino."Sudah Tuan." Vino."Aku tidak mau ada kesalahan sekecil apapun!" Abimana menekankan kembali."Saya mengerti Tuan." Vino menunduk hormat.Abimana kembali berjalan menuju gedung belakang dari mansion utamanya. Ditempat inilah ia dan para anak buahnya menaruh barang-barang yang akan mereka jual nantinya.Senjata api ilegal dan ekstasi. Itulah barang yang mereka jual.Abimana Rajendra, pria matang 31 tahun. Selain menjadi seorang CEO di perusahaan konstruksi miliknya, ia juga menjalani bisnis ilegal lainnya.Namanya sudah tidak asing lagi didunia bawah atau dunia mafia.Di gedung belakang inilah, semua barang yang akan ia jual malam ini sudah disiapkan."Dimas, kali ini kau yang memimpin transaksinya. Aku dan Vino mengawasi
Sekarang pukul 19.00 malam.Sejak pukul 5 sore tadi mansion sibuk. Maksudnya, para pekerja di mansion ini sedang sibuk. Abimana memesan seorang make up artist yang terkenal untuk mendandani Luna malam ini.Pria itu akan mengajak serta Luna untuk ikut makan malam dirumah keluarga Stevan. Malam ini ulang tahunnya Tante Lily, mamanya Stevan.Para pegawai butik sudah berbondong-bondong datang dengan membawa banyak gaun malam yang indah. Bahkan pemilik butik ini pun ikut datang."Selamat sore Tuan Abimana, saya senang atas undangan anda. Kami akan melakukan yang terbaik untuk anda," ucap si pemilik butik yang diketahui bernama Steffy Tan."Ya, lakukan yang terbaik," Abimana.Mereka, para make up artist dan pegawai butik sekarang berada dikamar utama. Luna sudah dari siang melakukan perawatan tubuh dari ujung rambut hingga ujung kepala. Saa
"Bisa aku berdansa dengannya sekarang Stevan?" Tanya Abimana selembut mungkin namun wajahnya sangat datar."Oh, baiklah Luna. Lain kali kita lanjutkan obrolan kita," Stevan langsung melepas pegangan pada pinggul Luna.Stevan tersenyum melewati Abimana.Abimana segera menautkan tangannya di pinggul Luna yang ramping. Sebenarnya kecil digenggaman tangan besar Abimana. Luna pun segera mengalungkan kedua tangannya dileher Abimana."Kau senang Stevan menyentuh tubuhmu ini?" Desis Abimana dengan mengencangkan pegangannya pada pinggul Luna. Luna meringis merasakan sakit akibat cengkraman yang kencang."Dia yang mengajakku, kenapa kau selalu menyalahkanku?" Luna kesal."Tapi kau menikmatinya kan? Huh?!" Abimana semakin kencang mencengkram pinggul mungil itu.Mata Luna sudah berkaca-kaca."Kenapa?! Kau cembu
Pagi ini Luna bangun dengan tubuh segar. Ia merasa lebih baik, mungkin semalam karena sehabis mandi. Oh tidak, tepatnya ia dimandikan oleh Abimana. Luna menoleh kesampingnya. Si iblis itu masih terlelap. Lengan kekarnya masih setia memeluk perut rata Luna. Luna memandangi wajah Abimana dengan lekat.Rahang yang tegas, dengan jambang yang rapi, hidung yang mancung, mata yang menjorok kedalam. Semakin menambah tampannya si iblis ini. Jika sedang terlelap begini, si iblis berubah menjadi malaikat. Tapi saat sadar, ia menjelma menjadi iblis.Abimana tidur tidak memakai baju, ia hanya mengenakan celana panjang training berwarna abu. Luna bisa merasakan hembusan napas hangat lembut darinya. Tangan Luna terangkat ke udara, ia usap wajah Abimana dengan lembut."Jangan menggodaku Luna," Abimana berkata namun matanya masih terpejam. Suaranya masih terdengar serak khas orang bangun tidur.
"Roy belum keluar dari sana, Tuan!" Leo menginformasikan pada Abimana yang sedang duduk di dalam mobil. Menunggu targetnya keluar dari sarangnya."Kita tunggu saja!"Leo menunduk hormat dan ia berdiri tak jauh dari mobil Abimana. Ia memantau terus keberadaan Roy dari informannya melalui earpiece.Abimana duduk di kursi belakang memeriksa senjata apinya berjenis berreta M9, pistol semi otomatis kesayangannya. Hadiah dari seorang teman. Ia pasangkan sebuah peredam pada pistolnya."Tuan, Roy sedang keluar bersama seorang wanita!" Leo datang dan memberi kabar yang memang sudah Abimana tunggu-tunggu. Dua jam dia menunggu Roy dengan sabar. Bagai predator yang sabar menunggu buruannya keluar dari sarangnya.Tanpa berkata-kata, ia keluar dari mobil, berjalan tanpa ragu menuju target. Roy yang sedang tertawa dengan teman wanitanya, belum menyadari kedatangan Abimana.Begitu Abimana berada di jarak dua meter, Roy melihatnya. Ia sangat terkejut dengan kedatangan Abimana. Dengan cepat, ia merogoh
Di sinilah dia sekarang. Abimana berdiri tegak mematung di samping ranjang Luna. Ia sungguh tidak tega melihat kondisi Luna yang masih lemah dan tak sadarkan diri. Rasa bersalah langsung memenuhi relung hatinya."Luna, aku di sini. Akan selalu di sini." Abimana berbisik di samping telinga Luna lalu mengecup keningnya dengan lembut.Ia duduk di sebelah ranjang Luna. Tak lama kemudian, dokter dan perawat masuk. Mereka melakukan tugasnya, seperti biasa memeriksa keadaannya."Kapan Luna akan sadar? Kenapa sampai sekarang, dia belum bangun juga?" tanya Abimana."Kondisi setiap pasien berbeda-beda, bisa lebih cepat sadar atau bisa juga sedikit lebih lama. Saat ini, kondisi Nona Luna sudah stabil. Kita hanya tinggal menunggunya bangun. Berdoa saja," dokter menjelaskan.Dokter dan para perawat keluar dari kamar rawat Luna. Abimana hanya memandangi wajah Luna yang pucat."Bangun, Luna. Bicaralah! Apapun itu ... memakiku pun aku siap mendengarnya.""Aku merindukanmu ... tolong bangunlah."Tubuh
Abimana berjalan gontai menuju ruang ICU bersama dokter Laras melewati lorong rumah sakit."Apakah keadaan Luna tidak baik-baik saja, sehingga harus ditempatkan di ICU? Operasinya berhasil kan?" Abimana."Dokter Farhan yang mengoperasi Nona Luna bilang, keadaannya sejauh ini stabil. Operasi otak yang Nona Luna jalani, adalah operasi besar. Nona Luna harus di ICU untuk mendapatkan pengawasan langsung dari dokter selama masa pemulihan pasca operasi."Wajah Abimana tampak lelah, entah selama perjalanan itu sudah berapa kali ia menghela napas panjang, hanya untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Tidak pernah terlintas dalam benaknya, ia akan mengalami hal seperti ini. Melihat dan hanya bisa menunggu wanitanya yang terbaring belum sadarkan diri."Tapi Luna akan baik-baik saja kan dok?"Dokter Laras menoleh, ada rasa iba saat melihat Abimana cemas, kacau dan lelah.Ia tidak menyangka bisa bertatapan langsung seorang konglomerat yang sangat terkenal dingin dan tak pernah mau terlibat dengan
"Lunaaaa....."Suara Abimana seperti tercekik di tenggorokan, dia hanya terpaku di samping Luna yang terbujur lemah bermandikan darah dan jantungnya yang berhenti berdetak."Buka matamu Luna!" Teriak Abimana seraya air matanya mengalir deras. Ia pun tidak sadar telah menangis tergugu menatap wajah Luna yang sudah pucat pasi."Bangun Luna, kumohon..."Para pengawal yang masih tersisa di lokasi, sangat merasa kasihan pada Abimana. Selama mereka bekerja dengan Abimana, tidak pernah sekalipun melihat Tuannya menangis meraung dan ketakutan seperti itu."Denyut jantungnya sudah kembali! Cepat ke rumah sakit!" Petugas medis segera memerintah sopir ambulance."Cari ponselku di dalam studio, kabari Vino dan Syam segera!" Abimana memberi perintah kepada pengawal yang masih berdiri di depan mobil Ambulance.Tangan Abimana bagai tremor, terus gemetar saat meraih tangan Luna yang sedang berbaring di atas brankar dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidungnya.Mobil ambulance melaju cepat
Sejak kepulangan mereka ke Ibukota, hubungan keduanya semakin dekat. Luna sudah pindah kembali ke mansion. Mereka tinggal dan hidup bersama lagi. Dan, Abimana benar-benar serius perihal ingin menikah.Ini sudah bulan kedua rencana pernikahan mereka akan digelar. Tentu saja, Luna merasa ini terlalu cepat. Ia masih belum percaya, bahwa hidupnya akan berubah.Ya, berubah sangat drastis. Dari seorang yatim piatu, kini ia akan mendapat gelar seorang Nyonya Rajendra. Keluarga Rajendra yang sangat dikenal oleh para pengusaha besar dan kaum jetset di negeri ini.Luna bagaikan seorang cinderella. Dalam waktu singkat, ia akan berubah menjadi istri seseorang yang sangat berpengaruh.Luna sudah mengetahui semua perihal pekerjaan Abimana. Dari pekerjaan legalnya dan pekerjaan gelapnya di dunia hitam.Luna hanya berharap, Abimana segera berhenti dari dunia hitam. Bagaimanapun, itu adalah ti
Abimana dan Luna saat ini sedang menikmati waktunya berjalan-jalan ke tempat wisata. Tentu saja beserta para pengawalnya.Abimana tak mau mengambil resiko karena lalai. Kenapa?Dia sadar betul, bahwa ia juga berada di dunia hitam. Tentu saja dunia hitam tidak selamanya akan segan padanya. Mungkin didepannya banyak saingannya yang segan padanya, tapi satu hal yang pasti, rasa iri dan benci akan selalu ada.Di dunia manapun."Bisa tidak, kalau pengawalmu tidak usah ikut?" Luna."Tidak.""Ini aneh, kita berwisata tapi pengawalmu membuat ini seperti sedang di mata-matai," Luna protes."Memang itu tugas mereka. Aku membayar mereka mahal untuk menjaga keselamatan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, you have to accept it," terang Abimana.Luna menghela napasnya, ia melanjutkan memakan makanannya. Saat ini mereka sudah berada d
Kini mereka sudah sampai di hotel tempat Abimana menginap. Mereka sudah memasuki kamar president suite yang dipesan oleh Vino.Vino dan pengawal lainnya diperintahkan Abimana untuk keluar dan memesan kamar tepat disebelahnya, agar saat Abimana membutuhkan mereka cepat tanggap.Abimana melepas kaos polo berkerahnya tanpa melepas celana jeansnya. Ia menghampiri Luna yang sedang duduk di sofa seraya menyetel acara TV."Kau mau mandi dulu atau kita akan ... bermain disini?" Tanya Abimana ketika ia sudah duduk tepat disamping Luna.Luna menoleh kearah Abimana, tatapannya teralihkan ke tubuh tegap dan berotot Abimana. Ia tidak fokus untuk menjawab pertanyaan tadi."Wanna play?" Abimana bertanya kembali seraya menaikkan sebelah alisnya.Ya Tuhan! Luna sangat tergoda dengan pertanyaannya."Ehem, aku mandi saja dulu," Luna ca
Abimana masih berdiri, menatap sang pemilik netra cokelat yang indah didepannya. Tanpa sadar, ia menahan napas untuk sesaat karena masih terkejut dengan sosok yang ada di depannya. Padahal ia sudah tahu bahwa sosok indah itu yang akan menyambutnya. Tapi, ternyata tetap saja ia terkejut."Bi..ma...," ucap Luna akhirnya.Abimana, langsung merengkuh tubuh mungil yang sudah dua bulan ini ia rindukan. Ia hirup aroma tubuh Luna dalam-dalam. Ia mendorong tubuh Luna perlahan semakin kedalam masuk kamarnya. Lalu menutup pintu kamar tersebut dengan kakinya.Luna masih mengerjap-ngerjap dengan serangan tersebut. Ia masih bingung, kenapa Abimana sekarang berada disini?"Luna...aku rindu," ucap Abimana tanpa melepas rengkuhannya."Bima...ini sungguhan?" Hanya itu yang Luna ucapkan."Iya ini aku. Aku datang ... dan tidak akan melepasmu lagi," Abimana men
Sudah di bulan kedua tahap pencarian Luna, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan menemukan Luna.Abimana akhirnya pergi menuju tempat kerja Devi, ia seharian duduk didalam mobilnya, mengawasi gerak-gerik Devi.Saat jam pulang kerja, ia juga mengikuti Devi dari belakang. Wanita itu langsung menuju ketempat kostnya. Selanjutnya sampai malam hari, tak ada pergerakan mencurigakan yang dilakukan Devi.Abimana jenuh dan lelah. Sampai malam, belum juga menunjukkan tanda-tanda Devi akan memberikan clue dimana Luna.Saat ia sedang menghidupkan mobilnya untuk pergi dari sana, ia melihat Devi keluar dari pagar kostnya memakai jaket. Akhirnya Abimana urungkan niat untuk pergi, ia kembali membuntuti Devi dari belakang dengan berjalan kaki.Sepanjang gang tempat Devi berjalan, memang tampak sepi. Karena ini memang sudah malam. Abim