"Cepat makan sarapan mu!" Abimana membentak kembali Luna.
Saat ini mereka sudah duduk berhadapan diruang makan.
"Aku tidak lapar!" Luna membuang wajahnya, melihat kearah lain dengan beraninya.
Abimana berhenti mengunyah rotinya. Ia melempar roti milik Luna kelantai.
"Mayaaaa!" Abimana berteriak keras memanggil Maya.
Maya tergopoh-gopoh menghadap tuannya. Ia tahu, pagi ini sepertinya suasana hati tuannya sedang tidak baik.
"I__iya Tuan. Ada apa?" Maya menunduk takut.
"Makan roti itu!"
Maya mendongak menatap Abimana tak percaya. Kesalahan apa yang ia buat, sehingga ia dipaksa memakan roti berserakan dilantai?
"Tu__tuan?" Maya tidak yakin.
Luna sudah melotot kearah Abimana. Sedangkan iblis didepannya hanya tersenyum jahat.
"Kau tuli?! Makan cepat! Habiskan!" Abimana melotot kearah Maya.
Maya gugup dan takut, ia berjongkok mengambil roti tersebut.
"Jangan Maya!" Luna bangun dari duduknya.
"Kenapa honey? Kau mau menggantikannya?" Abimana bertanya selembut mungkin.
"Biar aku saja yang memakannya!" Luna menghampiri Maya dan berjongkok disampingnya.
"Tapi Nona___" Maya.
"Pergilah cepat! Biar aku saja," Luna tersenyum kearah Maya.
“Maafkan saya Nona,” Maya berdiri dan segera berlari dari sana. Menjauh dari tuannya yang menyeramkan.
Luna mengambil roti itu, ia rapikan. Ia kembali duduk di kursinya yang tadi.
Dengan perlahan, ia memakan roti itu dan menghabiskannya.
"Kenapa kau suka sekali mempersulit keadaan? Kalau saja dari tadi kau menurut, tidak akan seperti ini honey," Abimana berkata dengan enteng dan tersenyum puas melihat Luna memakan roti yang ia lempar tadi.
Brengsek!
Iblis tak punya hati!
Luna terus mengumpat dalam hatinya.
"Mulai sekarang, kesalahanmu akan ditanggung oleh Maya. Jadi, berhati-hatilah sebelum bertindak. Dan, jangan mengumpatiku terus!" Lanjutnya, seakan ia bisa membaca pikiran Luna.
Luna berdehem dan meminum teh manis hangatnya. Ia menatap tajam kearah Abimana.
"Apa lagi yang harus kulakukan sekarang?" Tanya Luna menantang.
“Tidak ada. Kau hanya tinggal menungguku pulang kerja dan bersiap diranjang untuk memuaskan ku saat aku membutuhkanmu,” Abimana menenggak kopinya dengan santai.
"Brengsek! Kenapa kau tidak membunuhku saja iblis?!" Luna berteriak seraya berdiri tegak. Ia segera meninggalkan ruang makan menuju kamarnya - ah bukan, itu kamar mereka.
"Minum obatmu, Luna!" Teriak Abimana ketika tubuh Luna sudah sedikit menjauh.
Abimana tertawa senang, dipagi ini ia menemukan cara lain untuk menghibur dirinya. Ia sangat menikmati wajah kesal Luna, makiannya dan sorot tajam menantangnya.
Berani sekali gadis imut itu.
“Rudi!” Panggil Abimana.
"Iya Tuan." Rudi, chef utama di mansion ini datang menghampiri. Ia sudah berumur 47 tahun, namun Abimana memanggilnya hanya dengan namanya saja.
"Buatkan makanan yang sehat untuknya, tanya padanya, apakah Luna memiliki alergi pada makanan tertentu." Abimana.
"Baik tuan." Rudi menunduk hormat.
Abimana beranjak pergi dan menghampiri Vino, asisten pribadinya yang sudah menunggu didepan mobilnya.
Dan merekapun menuju perusahaan milik Abimana.
*
*
*
Siang ini sungguh membosankan. Entah sudah berapa lama ia berada disini. Ia rindu pekerjaannya, rindu Devi rekan kerjanya yang paling mengerti dirinya, rindu candaan Mas Andre, rindu kak Raka bosnya.
Bagaimana ia membayar hutang-hutangnya pada kak Raka? Saat ini saja ia tidak bekerja dan tidak mempunyai uang sepeserpun.
Setelah meletakkan majalah lama milik Maya, ia beranjak keluar kamar. Ia menuruni tangga dan mengelilingi mansion besar nan mewah milik si iblis.
Huh, padahal semalam saat mabuk, dia berubah seperti malaikat. Namun pagi tadi, ia berubah kembali menjadi sosok aslinya.
Luna sampai dihalaman belakang mansion, ia melihat ada taman bunga yang cantik dan ada bangunan kaca berisi aneka bunga. Ia tidak menyangka si iblis itu memiliki taman bunga yang sangat indah. Sangat bertolak belakang dengan sisi gelapnya.
"Nona kecil mau kemana?" Tiba-tiba terdengar suara yang menghentikan langkah Luna.
Luna menengok, seorang pria paruh baya memakai topi dan membawa sekop kecil. Sepertinya pria ini yang bertugas merawat kebun ini.
“Saya mau melihat bunga dirumah kaca itu,” jelas Luna seraya menunjuk kearah rumah kaca.
"Baik, silakan saya temani." Pria tersebut berjalan didepan Luna. Luna mengikutinya dibelakang.
"Emm, ini milik siapa pak?" Luna memulai bertanya.
"Panggil Tono saja, Nona. Seperti Tuan Abimana memanggil saya." Jelasnya.
"Ah tidak, itu tidak sopan. Apa kebun ini Pak Tono yang merawatnya?" Tanya Luna.
"Iya Nona. Tadinya ini milik Nyonya besar. Namun semenjak Nyonya besar meninggal, ini jadi kewajiban saya yang merawatnya." Pak Tono menaruh sekop kecilnya dekat pot, ia memulai pekerjaannya.
"Nyonya besar?"
"Iya. Nyonya Paula RaJendra, ibu kandung Tuan Abimana Rajendra. Nona kecil belum tahu?" Tanya Pak Tono.
Luna menggeleng dan kembali memperhatikan bunga mawar cantik yang ada didalam sana.
"Nyonya Paula seperti Nona kecil. Ramah dan sangat baik kepada kami para pelayan disini. Mansion ini dulunya hangat." Pak Tono menjelaskan.
"Apa hanya Abimana saja anaknya?" Luna mulai penasaran.
"Ada adiknya, Abimanyu. Namun Tuan Abimanyu juga sudah meninggal, rumornya beliau dijebak oleh temannya Tuan Abimana. Katanya ditembak. Tapi sampai sekarang masih simpang siur. Tuan Abimana tidak pernah mau membahasnya." Pak Tono.
"Nona kecil, Tuan Abimana sifatnya seperti almarhum Tuan Rajendra. Beliau nampak dingin dan tak peduli, namun mereka selalu memperhatikan yang detil-detil untuk orang-orang yang mereka sayangi." Lanjutnya.
'sayangnya aku bukan orang yang dia sayangi.' gumam Luna dalam hati.
"Pak Tono, jangan memanggil saya Nona kecil. Panggil Luna saja." Luna tersenyum sungkan.
"Tidak boleh Nona, Tuan Abimana sudah memberi perintah kepada kami untuk memanggil anda Nona dan melayani anda dengan baik selama disini."
"Yah terserahlah. Jika sudah seperti itu, saya tidak bisa menolaknya lagi kan? Apalagi melawan perintah si iblis itu!" Cibir Luna.
"Si iblis?" Pak Tono heran.
"Ah bukan apa-apa kok. Saya masuk kedalam dulu ya Pak. Terima kasih untuk hari ini, sedikit mengurangi rasa bosan saya." Luna pamit undur diri dan dibalas anggukan hormat oleh Pak Tono.
Luna kembali masuk kedalam mansion. Tiap pintu mansion disini dijaga oleh beberapa bodyguard, bahkan tadi ditaman belakang saja ada bodyguard juga yang berjaga. Padahal tiap sudut dinding disini banyak CCTV. Memangnya mansion ini pernah kemalingan ya? Sampai-sampai penjagaannya begitu ketat.
Luna berjalan dengan santai, beberapa bodyguard sangar melihatnya dengan tatapan yang....sulit diartikan.
Saat tiba diruang makan tadi, Luna melihat salah satu juru masak disini sedang entah melakukan apa.
"Ah Nona kecil, untung bertemu disini. Nona, apakah anda ada alergi dengan beberapa makanan?" Tanya si juru masak.
"Ah chef, panggil Luna saja ya?" Luna risih dipanggil Nona, rasanya aneh dan ia tidak pantas. Padahal dirinya lebih hina dibanding para pekerja disini. Ia hanya bertugas melayani hasrat si iblis.
"Tidak bisa Nona. Tuan Abimana menyu___" ucapan si juru masak terpotong.
"Baiklah! Saya sudah mendengarnya beberapa kali hari ini. Saya alergi kacang. Aneka kacang-kacangan." Luna menjawab pertanyaan juru masak tadi.
"Panggil saya Rudi Nona. Baik kalau begitu, saya tidak akan memasak yang mengandung bahan kacang. Saya pamit dulu Nona." Rudi pamit menuju dapur.
Luna kembali menaiki tangga dan bermaksud menuju kamarnya. Namun sebelum menuju tangga, ia dikejutkan dengan suara lelaki memanggilnya.
"Halo Luna. Bagaimana keadaan mu?" Ternyata itu Dokter Syam.
“Halo Dokter Syam. Saya sekarang sudah baik-baik saja,” jawab Luna seraya menuju sofa ruang tengah. Mereka duduk berhadapan kini.
"Baiklah, saya hanya akan memeriksa sebentar saja tensi darahmu." Dokter Syam mengeluarkan alat-alatnya dari tas dan menghampiri tempat Luna duduk.
"Luna!" Suara penuh penekanan menggelegar diruang tengah.Dokter Syam sangat terkejut mendengarnya. Sedangkan Luna?Wow, Luna sampai tersedak dibuatnya. Ia tengah meminum teh hangatnya.Luna segera menepuk-nepuk dadanya yang agak sakit karena tersedak air teh.Dokter Syam yang melihat itu segera mengambil tissue dan mengelap tangan dan paha Luna yang terkena air teh.Abimana melihat gerakan Syam, segera melototkan matanya dengan tajam mengarah pada Syam dan Luna. Ia mendekat."Sedang apa kalian, hah?!" Abimana memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya, ia masih berdiri melihat kearah mereka berdua."Kami hanya berbincang saja Bima, ada apa denganmu?" Dokter Syam masih sibuk mengelap paha Luna yang basah, ia belum melihat kearah Abimana."Singkirkan tanganmu, Syam!" Desis Abimana
"Sudah siap semua?" Tanya Abimana pada Vino."Sudah Tuan." Vino."Aku tidak mau ada kesalahan sekecil apapun!" Abimana menekankan kembali."Saya mengerti Tuan." Vino menunduk hormat.Abimana kembali berjalan menuju gedung belakang dari mansion utamanya. Ditempat inilah ia dan para anak buahnya menaruh barang-barang yang akan mereka jual nantinya.Senjata api ilegal dan ekstasi. Itulah barang yang mereka jual.Abimana Rajendra, pria matang 31 tahun. Selain menjadi seorang CEO di perusahaan konstruksi miliknya, ia juga menjalani bisnis ilegal lainnya.Namanya sudah tidak asing lagi didunia bawah atau dunia mafia.Di gedung belakang inilah, semua barang yang akan ia jual malam ini sudah disiapkan."Dimas, kali ini kau yang memimpin transaksinya. Aku dan Vino mengawasi
Sekarang pukul 19.00 malam.Sejak pukul 5 sore tadi mansion sibuk. Maksudnya, para pekerja di mansion ini sedang sibuk. Abimana memesan seorang make up artist yang terkenal untuk mendandani Luna malam ini.Pria itu akan mengajak serta Luna untuk ikut makan malam dirumah keluarga Stevan. Malam ini ulang tahunnya Tante Lily, mamanya Stevan.Para pegawai butik sudah berbondong-bondong datang dengan membawa banyak gaun malam yang indah. Bahkan pemilik butik ini pun ikut datang."Selamat sore Tuan Abimana, saya senang atas undangan anda. Kami akan melakukan yang terbaik untuk anda," ucap si pemilik butik yang diketahui bernama Steffy Tan."Ya, lakukan yang terbaik," Abimana.Mereka, para make up artist dan pegawai butik sekarang berada dikamar utama. Luna sudah dari siang melakukan perawatan tubuh dari ujung rambut hingga ujung kepala. Saa
"Bisa aku berdansa dengannya sekarang Stevan?" Tanya Abimana selembut mungkin namun wajahnya sangat datar."Oh, baiklah Luna. Lain kali kita lanjutkan obrolan kita," Stevan langsung melepas pegangan pada pinggul Luna.Stevan tersenyum melewati Abimana.Abimana segera menautkan tangannya di pinggul Luna yang ramping. Sebenarnya kecil digenggaman tangan besar Abimana. Luna pun segera mengalungkan kedua tangannya dileher Abimana."Kau senang Stevan menyentuh tubuhmu ini?" Desis Abimana dengan mengencangkan pegangannya pada pinggul Luna. Luna meringis merasakan sakit akibat cengkraman yang kencang."Dia yang mengajakku, kenapa kau selalu menyalahkanku?" Luna kesal."Tapi kau menikmatinya kan? Huh?!" Abimana semakin kencang mencengkram pinggul mungil itu.Mata Luna sudah berkaca-kaca."Kenapa?! Kau cembu
Pagi ini Luna bangun dengan tubuh segar. Ia merasa lebih baik, mungkin semalam karena sehabis mandi. Oh tidak, tepatnya ia dimandikan oleh Abimana. Luna menoleh kesampingnya. Si iblis itu masih terlelap. Lengan kekarnya masih setia memeluk perut rata Luna. Luna memandangi wajah Abimana dengan lekat.Rahang yang tegas, dengan jambang yang rapi, hidung yang mancung, mata yang menjorok kedalam. Semakin menambah tampannya si iblis ini. Jika sedang terlelap begini, si iblis berubah menjadi malaikat. Tapi saat sadar, ia menjelma menjadi iblis.Abimana tidur tidak memakai baju, ia hanya mengenakan celana panjang training berwarna abu. Luna bisa merasakan hembusan napas hangat lembut darinya. Tangan Luna terangkat ke udara, ia usap wajah Abimana dengan lembut."Jangan menggodaku Luna," Abimana berkata namun matanya masih terpejam. Suaranya masih terdengar serak khas orang bangun tidur.
"Kita akan kemana Nona?" Dimas menoleh lewat spion depan."Ke cafe 'Sehati', di jalan XY," jelas Luna.Dimas mengangguk."Anda terlihat senang hari ini Nona," Dimas memecah kesunyian selama diperjalanan."Iya Dimas, aku senang hari ini. Aku akan bertemu teman-temanku lagi," jelasnya, nampak sebuah senyum manis penuh bahagia tergambar jelas diwajahnya yang imut."Baguslah kalau begitu, jadi anda tidak akan kesepian lagi," tanggapan Dimas."Ya, kamu benar. Disini terasa asing bagiku. Mereka memperlakukanku seolah aku Nona penting di mansion tersebut. Itu sungguh membuat jarak antara aku dan pelayan disana semakin jauh. Mereka tidak ada yang mau mengobrol denganku. Semuanya menunduk didepanku," jelas Luna panjang lebar."Bukankah semua orang akan senang dilayani seperti itu Nona?" Dimas tak habis pikir dengan Luna. Dimana semua
"Apa saja yang kamu lakukan tadi siang?" Tanya Abimana seraya menyendokkan suapan nasi kedalam mulutnya."Aku datang ke cafe, bertemu dan mengobrol dengan teman-teman lamaku. Hanya itu saja," Luna masih mengunyah makan malamnya.'Buat apa bertanya lagi, kan akusudahtelpon dia dari tadi siang,' batin Luna.Setelah pukul 18.00 tadi Abimana pulang dari kantor, kini mereka sedang makan malam berdua di ruang makan mansion."Rendang ini buatanmu?" Tanya Abimana."Iya. Apa tidak enak?" Luna.
Sepagi ini Luna sudah bangun, ia sudah menyetel alarm di ponselnya. Ia tidak mau dihari pertamanya kerja datang terlambat. Luna sangat antusias menyambut hari ini. Dia bahagia, bisa bertemu dan bercengkrama kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.Luna sudah selesai membereskan kasurnya, juga sudah mandi. Saat ia bangun tadi, Abimana tidak ada diranjangnya. Kemungkinan devil itu tidak pulang semalam. Luna tidak menghiraukan tentang Abimana kemana dan sedang apa.Biarkan saja pria itu pergi dan kalau bisa ia tidak pernah kembali lagi kesini. Walaupun itu rasanya tidak mungkin, kenyataannya adalah, mansion ini adalah milik pria devil itu.Luna sudah merias wajahnya dengan tampilan secukupnya namun terlihat segar. Ia mengambil sling bagnya dan memakai sneakers pink nya.Luna segera turun menuju dapur."Nona kecil! Anda mau kemana sepagi ini?" Tiba-tiba Maya muncul da
"Roy belum keluar dari sana, Tuan!" Leo menginformasikan pada Abimana yang sedang duduk di dalam mobil. Menunggu targetnya keluar dari sarangnya."Kita tunggu saja!"Leo menunduk hormat dan ia berdiri tak jauh dari mobil Abimana. Ia memantau terus keberadaan Roy dari informannya melalui earpiece.Abimana duduk di kursi belakang memeriksa senjata apinya berjenis berreta M9, pistol semi otomatis kesayangannya. Hadiah dari seorang teman. Ia pasangkan sebuah peredam pada pistolnya."Tuan, Roy sedang keluar bersama seorang wanita!" Leo datang dan memberi kabar yang memang sudah Abimana tunggu-tunggu. Dua jam dia menunggu Roy dengan sabar. Bagai predator yang sabar menunggu buruannya keluar dari sarangnya.Tanpa berkata-kata, ia keluar dari mobil, berjalan tanpa ragu menuju target. Roy yang sedang tertawa dengan teman wanitanya, belum menyadari kedatangan Abimana.Begitu Abimana berada di jarak dua meter, Roy melihatnya. Ia sangat terkejut dengan kedatangan Abimana. Dengan cepat, ia merogoh
Di sinilah dia sekarang. Abimana berdiri tegak mematung di samping ranjang Luna. Ia sungguh tidak tega melihat kondisi Luna yang masih lemah dan tak sadarkan diri. Rasa bersalah langsung memenuhi relung hatinya."Luna, aku di sini. Akan selalu di sini." Abimana berbisik di samping telinga Luna lalu mengecup keningnya dengan lembut.Ia duduk di sebelah ranjang Luna. Tak lama kemudian, dokter dan perawat masuk. Mereka melakukan tugasnya, seperti biasa memeriksa keadaannya."Kapan Luna akan sadar? Kenapa sampai sekarang, dia belum bangun juga?" tanya Abimana."Kondisi setiap pasien berbeda-beda, bisa lebih cepat sadar atau bisa juga sedikit lebih lama. Saat ini, kondisi Nona Luna sudah stabil. Kita hanya tinggal menunggunya bangun. Berdoa saja," dokter menjelaskan.Dokter dan para perawat keluar dari kamar rawat Luna. Abimana hanya memandangi wajah Luna yang pucat."Bangun, Luna. Bicaralah! Apapun itu ... memakiku pun aku siap mendengarnya.""Aku merindukanmu ... tolong bangunlah."Tubuh
Abimana berjalan gontai menuju ruang ICU bersama dokter Laras melewati lorong rumah sakit."Apakah keadaan Luna tidak baik-baik saja, sehingga harus ditempatkan di ICU? Operasinya berhasil kan?" Abimana."Dokter Farhan yang mengoperasi Nona Luna bilang, keadaannya sejauh ini stabil. Operasi otak yang Nona Luna jalani, adalah operasi besar. Nona Luna harus di ICU untuk mendapatkan pengawasan langsung dari dokter selama masa pemulihan pasca operasi."Wajah Abimana tampak lelah, entah selama perjalanan itu sudah berapa kali ia menghela napas panjang, hanya untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Tidak pernah terlintas dalam benaknya, ia akan mengalami hal seperti ini. Melihat dan hanya bisa menunggu wanitanya yang terbaring belum sadarkan diri."Tapi Luna akan baik-baik saja kan dok?"Dokter Laras menoleh, ada rasa iba saat melihat Abimana cemas, kacau dan lelah.Ia tidak menyangka bisa bertatapan langsung seorang konglomerat yang sangat terkenal dingin dan tak pernah mau terlibat dengan
"Lunaaaa....."Suara Abimana seperti tercekik di tenggorokan, dia hanya terpaku di samping Luna yang terbujur lemah bermandikan darah dan jantungnya yang berhenti berdetak."Buka matamu Luna!" Teriak Abimana seraya air matanya mengalir deras. Ia pun tidak sadar telah menangis tergugu menatap wajah Luna yang sudah pucat pasi."Bangun Luna, kumohon..."Para pengawal yang masih tersisa di lokasi, sangat merasa kasihan pada Abimana. Selama mereka bekerja dengan Abimana, tidak pernah sekalipun melihat Tuannya menangis meraung dan ketakutan seperti itu."Denyut jantungnya sudah kembali! Cepat ke rumah sakit!" Petugas medis segera memerintah sopir ambulance."Cari ponselku di dalam studio, kabari Vino dan Syam segera!" Abimana memberi perintah kepada pengawal yang masih berdiri di depan mobil Ambulance.Tangan Abimana bagai tremor, terus gemetar saat meraih tangan Luna yang sedang berbaring di atas brankar dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidungnya.Mobil ambulance melaju cepat
Sejak kepulangan mereka ke Ibukota, hubungan keduanya semakin dekat. Luna sudah pindah kembali ke mansion. Mereka tinggal dan hidup bersama lagi. Dan, Abimana benar-benar serius perihal ingin menikah.Ini sudah bulan kedua rencana pernikahan mereka akan digelar. Tentu saja, Luna merasa ini terlalu cepat. Ia masih belum percaya, bahwa hidupnya akan berubah.Ya, berubah sangat drastis. Dari seorang yatim piatu, kini ia akan mendapat gelar seorang Nyonya Rajendra. Keluarga Rajendra yang sangat dikenal oleh para pengusaha besar dan kaum jetset di negeri ini.Luna bagaikan seorang cinderella. Dalam waktu singkat, ia akan berubah menjadi istri seseorang yang sangat berpengaruh.Luna sudah mengetahui semua perihal pekerjaan Abimana. Dari pekerjaan legalnya dan pekerjaan gelapnya di dunia hitam.Luna hanya berharap, Abimana segera berhenti dari dunia hitam. Bagaimanapun, itu adalah ti
Abimana dan Luna saat ini sedang menikmati waktunya berjalan-jalan ke tempat wisata. Tentu saja beserta para pengawalnya.Abimana tak mau mengambil resiko karena lalai. Kenapa?Dia sadar betul, bahwa ia juga berada di dunia hitam. Tentu saja dunia hitam tidak selamanya akan segan padanya. Mungkin didepannya banyak saingannya yang segan padanya, tapi satu hal yang pasti, rasa iri dan benci akan selalu ada.Di dunia manapun."Bisa tidak, kalau pengawalmu tidak usah ikut?" Luna."Tidak.""Ini aneh, kita berwisata tapi pengawalmu membuat ini seperti sedang di mata-matai," Luna protes."Memang itu tugas mereka. Aku membayar mereka mahal untuk menjaga keselamatan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, you have to accept it," terang Abimana.Luna menghela napasnya, ia melanjutkan memakan makanannya. Saat ini mereka sudah berada d
Kini mereka sudah sampai di hotel tempat Abimana menginap. Mereka sudah memasuki kamar president suite yang dipesan oleh Vino.Vino dan pengawal lainnya diperintahkan Abimana untuk keluar dan memesan kamar tepat disebelahnya, agar saat Abimana membutuhkan mereka cepat tanggap.Abimana melepas kaos polo berkerahnya tanpa melepas celana jeansnya. Ia menghampiri Luna yang sedang duduk di sofa seraya menyetel acara TV."Kau mau mandi dulu atau kita akan ... bermain disini?" Tanya Abimana ketika ia sudah duduk tepat disamping Luna.Luna menoleh kearah Abimana, tatapannya teralihkan ke tubuh tegap dan berotot Abimana. Ia tidak fokus untuk menjawab pertanyaan tadi."Wanna play?" Abimana bertanya kembali seraya menaikkan sebelah alisnya.Ya Tuhan! Luna sangat tergoda dengan pertanyaannya."Ehem, aku mandi saja dulu," Luna ca
Abimana masih berdiri, menatap sang pemilik netra cokelat yang indah didepannya. Tanpa sadar, ia menahan napas untuk sesaat karena masih terkejut dengan sosok yang ada di depannya. Padahal ia sudah tahu bahwa sosok indah itu yang akan menyambutnya. Tapi, ternyata tetap saja ia terkejut."Bi..ma...," ucap Luna akhirnya.Abimana, langsung merengkuh tubuh mungil yang sudah dua bulan ini ia rindukan. Ia hirup aroma tubuh Luna dalam-dalam. Ia mendorong tubuh Luna perlahan semakin kedalam masuk kamarnya. Lalu menutup pintu kamar tersebut dengan kakinya.Luna masih mengerjap-ngerjap dengan serangan tersebut. Ia masih bingung, kenapa Abimana sekarang berada disini?"Luna...aku rindu," ucap Abimana tanpa melepas rengkuhannya."Bima...ini sungguhan?" Hanya itu yang Luna ucapkan."Iya ini aku. Aku datang ... dan tidak akan melepasmu lagi," Abimana men
Sudah di bulan kedua tahap pencarian Luna, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan menemukan Luna.Abimana akhirnya pergi menuju tempat kerja Devi, ia seharian duduk didalam mobilnya, mengawasi gerak-gerik Devi.Saat jam pulang kerja, ia juga mengikuti Devi dari belakang. Wanita itu langsung menuju ketempat kostnya. Selanjutnya sampai malam hari, tak ada pergerakan mencurigakan yang dilakukan Devi.Abimana jenuh dan lelah. Sampai malam, belum juga menunjukkan tanda-tanda Devi akan memberikan clue dimana Luna.Saat ia sedang menghidupkan mobilnya untuk pergi dari sana, ia melihat Devi keluar dari pagar kostnya memakai jaket. Akhirnya Abimana urungkan niat untuk pergi, ia kembali membuntuti Devi dari belakang dengan berjalan kaki.Sepanjang gang tempat Devi berjalan, memang tampak sepi. Karena ini memang sudah malam. Abim